Anda di halaman 1dari 16

PELAPORAN KORPORAT

“STANDAR PELAPORAN KEUANGAN”


Dosen Pengampu: Agus Fredy Maradona, Ph. D., Ak., C.A., C.P.A

Oleh:

Putu Tiya Kirana Wibawa (2107611013)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM


STUDI PROFESI AKUNTAN
2022
1.1 Pengertian Pelaporan Korporat dan Pelaporan Keuangan
Pelaporan korporat merupakan elemen penting dari akuntabilitas perusahaan. Pelaporan ini
adalah cara manajemen berkomunikasi tentang kondisi dan kinerja mereka kepada para
pemangku kepentingan. Proses komunikasi dan akuntabilitas ini memiliki konsekuensi unutk
berbagai pemangku kepentingan. Konsekuensi utama dari pelaporan ini adalah adanya
pengembalian keputusan oleh para pemangku kepentingan tersebut.
“pelaporan Korporat” merujuk pada aspek penyajian dan pengungkapan yang berbeda dari
akuntansi/ pengukuran atas berbagai aspek dalam perushaaan. Berbeda dengan laporan
manajemen, pelaporan korporat ditujukan kepada pemangku kepentingan perusahaan. Lingkup
dalam pelaporan korporat ini cukup luas dan sangat tergantung pada penekanan yang diberikan
manajemen dalam pelaporan tersebut.
Beberapa jenis pelaporan korporat lain di antaranya adalah:
1. laporan keuangan;
2. laporan tahunan;
3. laporan tata kelola perusahaan;
4. laporan corporate social responsibility;
5. laporan keberlanjutan (sustainability report); dan
6. laporan terintegrasi (integrated reporting).
Pelaporan keuangan merupakan salah satu jenis paling umum dari pelaporan korporat. Pelaporan
keuangan menginformasikan kinerja keuangan dan posisi keuangan perusahaan kepada para
pemangku kepentingan khususnya penyedia modal, investor, dan kreditur, untuk pengembalian
keputusan.
Menurut International Accounting Standard Board (IABS), tujuan pelaporan keuangan
adalah “untuk memberikan informasi tentang posisi keuanganm kinerja, dan perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang berguna bagi berbagai pengguna dalam membuat keputusan
ekonomi.”
Berdasarkan definisi tersebut, tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada manajemen suatu organisasi yang digunakan untu ktujuan
perencanaan, analisis, benchmarking, dan pengambilan keputusan.
2. Memberikan informasi kepada investor, penyedia utang dan kreditor yang digunakan untuk
memungkinkan mereka mengambil keputusan rasional dan bijaksana mengenai investasi,
kredit, dan lain-lain.
3. Memberikan informasi kepada pemegang saham dan publik pada umunya jika perusahaan
tersebut terdaftar tentang berbagai aspek organisasi
4. Memberikan informasi tentnag sumber daya ekonomi suatu orhganisasi, klaim terhadap
sumber daya tersebut (kewajiban dan ekuitas pemilik) dan bagaimana sumber daya dan
klaim ini telah mengalami perubahan selama periode waktu tertentu.
5. Memberikan informasi tentang bagaimana suatu organisasi mengadakan dan menggunakan
berbagai sumber daya.
6. Memberikan informasi kepada berbagai pemangku kepentingan mengenai manajemen
kinerja organisasi dan tentnag bagaimana mereka melaksanakan tugas dan tanggung jawab
fidusia mereka.
7. Memberikan informasi kepada auditor, atau penegak hukum dalam melakukan asuransi atau
investigasi atau suatu kasus.
8. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan melihat minat karyawan, serikat pekerja, dan
pemerintah.

1.2 Standar Akuntansi di Indonesia


Standar akuntansi diperuntukkan untuk entitas yang diwajibkan menyusun laporan
keuangan. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa standar akuntansi yang mengatur berbagai
jenis entitas yang ada. Standar akuntansi yang dimaksud tersebut terdiri atas standar akuntansi
pemerintahan yang digunakan oleh entitas pemerintahan dan standar akuntansi keuangan yang
digunakan oleh entitas privat. Standar akuntansi pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintan No. 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
2005. SAP digunakan sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. SAP diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintah (KSAP). Standar Akuntansi Kenagan (SAK) diterbitkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) melalui Dewan Standar Akunansi Keuangan IAI untuk akuntansi umum dan
Dewan Standar Syariah IAI untuk akuntansi transaksi berbasis syariah.
SAK di Indonesia meliputi:
1. Standar Akuntansi Keuangan yang berbasis pada International Financial Reporting
Standarts (SAK Umum)
2. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP); dan
3. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM).
Bab-bab yang diatur dalam Pelaporan Korporat ini berbasis pada SAK Umum.
SAK ETAP
SAK Umum adalah standar akuntansi yang diperuntukkan untuk entitas yang diwajibkan
menyusun laporan keuangan. Namun demikian, dikarenakan penerapan standar akuntansi
keuangan yang cukup kompleks untuk entitas dengan skala relatif kecil, maka diterbitkan SAK
ETAP. SAK ETAP ini hanya dapat dipakai oleh entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik
atau diperkenankan oleh regulator. SAK ETAP merupakan salah satu pilar akuntansi di Indonesa.
SAK ETAP ini dikeluarkan oleh IAI pertama kali pada bulan Mei 2009 untuk peneapan efektif
pada penyusunan laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Entitas yang
termasuk entitas tanpa akuntabilitas publik, namun memilih menggunakan SAK Umum pada
tahun 2011, maka harus tetap menggunakan SAK Umum secara konsistten di periode-periode
setelahnya.
Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang:
1. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
2. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement)
bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat
langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
Dalam SAK ETAP dijelaskan lebih lanjut mengenai definisi entitas yang memiliki akuntabilitas
publik signifikan, yaitu jika:
1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan
pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di
pasar modal; atau
2. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat,
seperti bank, enttas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana, dan
bank investasi.
Berdasarkan definisi di atas, entitas yang terdaftar di pasar modal tidak dapat menggunakan SAK
ETAP. Entitas dalam industri keuangan juga tidak dapat menggunakan SAK ETAP, kecuali BPR
yang berdasarkan peraturan Bank Indonesia diizinkan menggunakan SAK ETAP. Hal tersebut
dimungkinkan karena dalam SAK ETAP dijelaskan bahwa entitas yang memiliki akuntabilitas
publik signifikan dapat mengguakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi
mengizinkan penggunaan SAK ETAP.
SAK ETAP memuat 30 Bab pengaturan dalam kurang dari 200 halaman. Standar ini
berlaku untuk entitas yang memenuhi definisi ETAP sesuai Bab 1: Ruang Lingkup di SAK
tersebut, Entitas yang tergolong entitas nirlaba, sepanjangan memenuhi ruang lingkup ETAP,
dapat menerapkan SAK ETAP ini dengan tetap mengacu pada PSAK 45: Pelaporan Keuangan
Entitas Nirlaba (telah dicabut dan digantikan dengan ISAK 35: Penyajian Laporan Keuangan
Entitas Berorientasi Nonlaba) untuk aspek pelaporannya. Entitas yang berada di luar ruang
lingkup ETAP juga dapat menggunakan SAK ETAP apabila regulator terkait mengizinan.
Sebagai contoh, Bank Perkreditan Rakyat, walaupun menguasai aset sebagai fidusia untuk
sekelompok besar masyarakat sehingga tidak termasuk ETAP, telah diizinkan oleh Bank
Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE No. 11/37/DKBU
tanggal 31 Desember 2009.
SAK ETAP jauh lebih sederhana dibandingkan International Financial Reporting
Standard for Small and Medium Enterprise (IFRS for SME). Penyederhanaan dalam SAK ETAP
memudahkan entitas dala, penyusunan laporan keuangannya. Auditor yang mengaudit entitas
tersebut juga mengacu pada SAK ETAP dalam mengaudit dan menyebutkan hal tersebut di
dalam laporan auditnya.

SAK EMKM
SAK EMKM disusun untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan entitas mikro, kecil,
dan menengah. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah
dapat digunakan sebagai acuan dalam mendefinisikan dan memberikan rentang kuantitatif
EMKM. SAK EMKM ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang tidak atau belum mampu
memenuhi persyaratan akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP. SAK EMKM dirancang lebih
sederhana dibandingkan SAK ETAP. Tujuanya adalag sebagai acuan dalam pembuatan laporan
keuangan yang berisi informasi posisi dan kinerja keuangan. Informasi tersebut berguna bagi
kreditor maupun investor untuk pengambilan keputusan ekonomi sekaligus pertanggungjawaban
manajemen kepada pemilik usaha.
Setidaknya, ada tiga laporan keuangan menurut SAK EMKM:
1. Laporan posisi keuangan (neraca);
2. Laporan laba rugi; dan
3. Catatan atas laporan keuagan, yang berisi tambahan dan rincian.
Disajikan dalam bentuk dua periode/dua tahun (minimum) untuk dapat dibandingkan satu sama
lain.

SAK Transaksi Syariah


SAK Transaksi Syariah (SAK Syariah) merupakan standar akuntansi yang diterapkan
untuk entitas yang melakukan transaksi berbasis syariah. Cakupan SAK Syariah tidak hanya
untuk transaksi syariah pada entitas syariah, melainkan untuk semua entitas, baik entitas syariah
maupun entitas konvensional, sepanjang entitas tersebut melakukan transaksi dengan skema
syariah.
Secara khusus entitas syariah harus menggunakan SAK Umum, SAK ETAP, atau SAK
EMKM sebagai dasar penyusunan laporan keuangannya, dan SAK Syariah untuk transaksi
berbasis syariah. Sebagai gambaran SAK yang digunakan oleh lembaga keuangan syariah
sebagai berikut:
a. SAK Umum digunakan oleh Bank Umum Syariah, khusus untuk transaksi syariah mengacu
pada SAK Syariah.
b. SAK ETAP digunakan oleh BPR Syariah, khusus untuk transaksi syariah mengacu pada
SAK Syariah.
c. SAK EMKM digunakan oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Khusus untuk transaksi
syariah mengacu pada SAK Syariah.
Selain itu, terdapat acuan-acuan standar akuntansi yang diperuntukan secara khusus untuk
entitas-entitas tertentu. Seperti Bank Indonesia memilik standar akuntansi yang di dalamnya juga
mencakup kerangkan konseptual untuk transaksi-transaksi Bank Indonesia yang bersifat unik.
Sedangkan transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang tidak bersifat unik, maka
mengacu pada SAK Umum. Begitu juga dengan organisasi seperti OJK, LPS dan BPJS.
Entitas nirlaba merupakan entitas yang tidak berorientasi pada laba namun tetap memiliki
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pemanfaatan sumber daya yang dikelolanya kepada
penyandang dana dan society. Salah satu media pertanggungjawabannya adalah Laporan
Keuangan. Standar acuan yang digunakan oleh entitas Nirlaba adalah PSAK 45 Pelaporan
keuangan entitas Nirlaba (telah dicabut dan digantikan dengan ISAK 35: Penyajian Laporan
Keuangan Entitas Berorientasi Nonlaba) kemudian ditambah dengan SAK Umum atau SAK
ETAP atau SAK EMKM (tergantung pada pemenuhan persyaratan penggunaan standar tersebut)
untuk transaksi-transaksi yang bersifat umum.

1.3 Konvergensi IFRS


Akuntansi merupakan bahasa bisnis yang mengkomunikasikan kinerja perusahaan kepada
para pemangku kepentingan yang terkoneksi dengan perekonomian global. Untuk dapat
menjalankan praktik pelaporan keuangan sesuai dengan international best pratice, Indonesia
perlu menggunakan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku dan diterima di dunia
internasional. Pada tahun 2018, IAI mengeluarkan keputusan untuk melakukan konvergensi
dengan IFRS yang diberlakukan pada tahun 2012. Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat
dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy
mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini
digunakan oleh negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan
secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Proses konvergensi IFRS dilakukan melalui beberapa fase, yaitu:
Fase 1 (2008-2012)
Fase ini merupakan fase awal dari proses konvergensi IFRS dimana Indonesia telah menyatakan
komitmen kepada publik untuk melakukan konvergensi IFRS. Komitmen kepada publik ini
dinyatakan pada tanggal 8 Desember 2008. Target dalam fase 1 ini adalah diberlakukannya
secara efektif standar akuntansi yang mengacu pada IFRS pada tahun 2012.
Fase 2 (2012-2015)
Fase ini merupakan fase korvegensi yang lebih menyeluruh. Pada fase ini cukup banyak PSAK
baru yang dikeluarkan oleh DSAK yang berlaku efektif. Namun demikian gap antara PSAK yang
berlaku dengan IFRS yang berlaku saat tersebut masih cukup besar.
Setelah dilewatinya fase 2, IAI sebagai standar setter di Indonesia, melalui Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK-IAI) telah berkomitmen untuk menjaga gap antara IFRS dan PSAK
yang hanya untuk satu tahun. Implikasinya, banyak standar baru yang dikeluarkan oleh IASB
yang akan efektif pada tahun 2018, harus diadopsi di Indonesia pada 2019.
Dengan gap yang semakin singkat, banyak hal yang harus dilakukan agar dunia bisnis Indonesia
tidak kembali bergejolak diakibatkan oleh dinamika standar akuntansi keuangan global.
Perubahan standar global ini pasti akan menimbulkan dampak yang signifikan bagi entitas-entitas
di Indonesia. Karena ini penyusunan Laporan Keuangan dan Auditor di Indonesia perlu
membekali diri dengan standar-standar baru ini sedini mungkin untuk mematikan kelancaran
trnasisi dalam sistem bisnis mereka. Berikut adalah SAK yang berlaku efektif per 1 Januari 2019.

1.4 Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan


Kerangka konseptual pelaporan keuangan (KKPK) seringkali disebut kerangka konseptual,
merupakan sebuah konsep yang menjadi landasan dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan. KKPK ini memiliki tanggal efektif 1 Januari 2020 dengan penerapan lebih dini
diperkenankan untuk perusahaan yang menggunakan KKPK dalam mengembangkan kebijakan
akuntansi Ketika tidak ada PSAK yang berlaku untuk transaksi tertentu. Kerangka konseptual
mendeskripsikan tujuan dari konsep untuk pelaporan keuangan bertujuan umum. Tujuan
kerangka konseptual adalah untuk:
a) Membantu Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI)
dalam mengembangkan standar akuntansi keuangan (SAK) yang berdasarkan konsep yang
konsisten);
b) Membantu penyusunan laporan keuangan untuk mengembangkan kebijakan akuntansi yang
konsisten Ketika tidak ada standar standar yang berlaku untuk transaksi tertentu atau
peristiwa lain, atau Ketika standar memberikan pilihan kebijakan akuntansi; dan;
c) Membantu semua pihak untuk memahami dan menginterpretasikan standar. Kerangka
konseptual bukan merupakan standar.
Kerangka dasar ini memiliki beberapa aspek yaitu:
1. Tujuan, kegunaan, dan keterbatasan pelaporan keuangan bertujuan umum
Tujuan pelaporan keuangan bertujuan umum yang pertama adalah menyediakan informasi
keuangan tentang entitas pelapor yang berguna untuk investor, pemberi pinjaman, dan kreditur
dalam membuat keputusan tentang penyediaan sumber daya kepada entitas, yang kedua yaitu
keputusan tersebut termasuk keputusan mengenai pembelian, penjualan, pemilikan instrument
ekuitas, utang, pinjaman dan lain sebagainya.
Laporan keuangan bertujuan umum menyediakan informasi mengenai posisi keuangan entitas
pelapor yang merupakan informasi mengenai sumber daya ekonomik entitas dan klaim terhadap
entitas pelapor. Laporan keuangan juga menyediakan informasi mengenai dampak dari transaksi
dan peristiwa lainnya yang mengubah sumber daya ekonomik dan klaim entitas.
a) Sumber daya ekonomik dan klaim. Informasi ini dapat membantu pengguna untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan keuangan entitas pelapor. Informasi tersebut dapat
membantu pengguna untuk menilai likuiditas dan solvabilitas entitas pelapor, kebutuhan
untuk mendapat bentuan pendanaan dan sejauh mana entitas akan berhasil memperoleh
pendanaan tersebut.
b) Perubahan sumber daya ekonomik dan klaim. Perubahan sumber daya ekonomik dan klaim
entitas pelapor dihasilkan dari kinerja keuangan entitas pelapor dan dari peristiwa atau
transaksi lainnya seperti penerbitan instrument utang atau instrument ekuitas.
Dalam menilai kinerja keuangan, pengguna laporan keuangan dapat menilai dari informasi
yang disajikan yaitu (1) kinerja keuangan terefleksikan oleh akuntansi akrual. Akuntansi akrual
menggambarkan dampak transaksi dan peristiwa, serta kondisi lainnya atas sumber daya
ekonomik dan klaim entitas pelapor pada saat dampak tersebut terjadi meskipun
penerimaan/pembayaran kas pada periode yang berbeda. (2) kinerja keuangan terefleksikan oleh
arus kas masa lalu. Informasi ini membantu pengguna untuk menilai kemampuan entitas dalam
menghasilkan arus kas masuk neto masa depan dan untuk menilai penatagunaan oleh manajemen
atas sumber daya ekonomik entitas. Hal ini berkaitan dengan bagaimana entitas pelapor
memperoleh dan menggunakan kas, pinjaman, pembayaran utang, dividen atau faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Laporan keuangan juga
menunjukan apa yang dilakukan manajemen (stewardship) atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya.
2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. Karakteristik kualitatif fundamental yaitu:
a) Relevansi
Untuk memperoleh manfaat, informasi yang disajikan harus relevan untuk memenuhi
kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi keuangan yang dapat
dikatakan memiliki kualitas relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai dengan membantu mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, masa depan,
menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi pada masa lalu. Informasi keuangan harus
memiliki nilai prediktif, nilai konfirmasi atau keduanya. Informasi mimiliki nilai prediktif
jika informasi tersebut dapat digunakan sebagai saran masukan untuk memprediksi hasil di
masa depan. Informasi keuangan memiliki nilai informasi apabila menyediakan masukan
(konfirmasi atau perubahan) tentang evaluasi sebelumnya. Relevansi informasi dipengaruhi
oleh hakikat dan materialitasnya. Informasi adalah material jika informasi tersebut salah saji
dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pengguna atau dengan kata lain
materialitas lebih merupakan suatu amabang batas pada suatu karakteristik pokok yang harus
dimiliki agar informasi dipandang berguna.
b) Representasi Tepat
Informasi keuangan harus mempresentasikan secara tepat fenomena yang akan
dipresentasikan. Agar dapat menunjukan representasi tepat dengan sempurna, tiga
karakteristik yang harus dimiliki harus lengkap, netral dan bebas dari kesalahan. Informasi
memiliki kualitas andal apabila terbebas dari pengertian menyesatkan, kesalahan material,
dan penyajian yang jujur (faithful representation). Informasi lengkap bermakna sebuah
penjabaran yang mencakup keseluruhan informasi yang diperlukan pengguna agar dapat
memahami informasi yang disajikan. Netral dapat dimakanai penyajian informasi keuangan
tidak diarahkan, ditekankan, atau dimanipulasi untuk meningkatkan kemungkinan bahwa
informasi keuangan akan diterima lebih baik oleh pengguna. Bebas dari kesalahan bermakna
tidak terdapat kesalahan atau kelalaian dalam mendeskripsikan proses yang digunakan untuk
menghasilkan informasi yang dilaporkan telah dipilih dan diterapkan tanpa ada kesalahan
dalam prosesnya.
Karakteristik kualitatif peningkat yaitu:
a) Keterbandingan. Informasi akan lebih berguna apabila dapat dibandingkan dengan
informasi serupa tentang entitas yang sama untuk periode dan tanggal lainnya.
b) Keterverifikasian. Keterverifikasian membantu meyakinkan pengguna bahwa informasi
mempresentasikan fenomena ekonomi secara tepat sebagaimana mestinya.
c) Ketepatwaktuan. Ketepatwaktuan bermakna tersedianya informasi bagi pembuat
keputusan pada waktu yang tepat.
d) Keterpahaman. Penyajian informasi secara jelas dan ringkas, mempermudah pengguna
memahami isi dari suatu informasi.

3. Kendala Biaya Pelaporan Keuangan


Biaya merupakan kendala besar untuk informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan.
Pelaporan informasi keuangan menimbulkan biaya dan sangat penting bahwa biaya tersebut
dapat dijustifikasi melalui manfaat dari pelaporan informasi tersebut.
4. Laporan Keuangan dan Laporan Keuangan Entitas Pelapor
Entitas pelapor tidak selalu merupakan entitas legal. Terkadang suatu entitas (induk)
memiliki pengendalian atas entitas lain (entitas anak). Jika entitas pelapor terdiri dari entitas
induk dan entitas anaknya, laporan keuangan entitas pelapor disebut sebagai laporan keuangan
konsolidasian. Jika entitas pelapor adalah entitas induk sendiri, laporan keuangan entitas pelapor
disebut sebagai laporan keuangan tidak konsolidasian. Jika entitas pelapor terdiri dari dua entitas
atau lebih yang tidak seluruhnya terkait oleh hubungan induk-anak, laporan keuangan entitas
pelapor disebut laporan keuangan gabungan.
5. Unsur Laporan Keuangan
Laporan keuangan diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik
ekonominya yaitu:
a) Posisi Keuangan yang terdiri dari aset, Liabilitas dan Ekuitas.
b) Kinerja. Laba seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja. Unsur-unsur yang berkaitan
dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban.
6. Pengakuan Unsur Laporan Keuangan
a) Pengakuan aset. Aset diakui dalam laporan posisi keuangan jika kemungkinan besar
manfaat ekonomi masa depan mengalir ke entitas dan aset tersebut mempunyai biaya atau
nilai yang dapat diukur dengan andal.
b) Pengakuan Liabilitas. Liabilitas diakui dalam laporan posisi keuangan jika terdapat
kemungkinan besar bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi
akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban kini dan jumlah yang harus diselesaikan
dapat diukur dengan andal.
c) Pengakuan penghasilan. Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi ketika kenaikan
manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan kenaikan aset atau penurunan
liabilitas telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
d) Pengakuan beban. Beban diakui dalam laporan laba rugi ketika penurunan manfaat
ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau kenaikan liabilitas telah
terjadi dan dapat diukur dengan andal.
7. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan
Pengukuran merupakan proses penetapan jumlah moneter ketika unsur-unsur laporan
keuangan akan diakui dan dicatat dalam laporan keuangan. Dasar pengukuran tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Biaya Historis. Biaya historis adalah metode penilaian aset dan liabilitas berdasarkan biaya
asli atau biaya perolehan nilainya saat ini. Untuk aset, mencerminkan biaya barang pada saat
dibeli, bukan dalam nilai saat ini yang mungkin mengandung inflasi.
b) Nilai kini. Pengukuran nilai kini memberikan informasi moneter tentang aset, liabilitas,
penghasilan dan beban terkait menggunakan informasi yang dimuktahirkan untuk
mencerminkan kondisi pada tanggal pengukuran. Dasar pengukuran nilai kini mencakup:
1) Nilai wajar. Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual aset, atau
dibayarkan untuk mengalihkan liabilitas dalam transaksi yang teratur antara pelaku
pasar pada tanggal pengukuran.
2) Nilai pakai untuk aset dan nilai pemenuhan untuk liabilitas. Nilai pakai adalah nilai
sekarang dari arus kas, atau manfaat ekonomik lainnya yang entitas perkirakan akan
diperoleh dari penggunaan aset dan dari pelepasan akhirnya. Nilai pemenuhan adalah
nilai sekarang dari kas, atau sumber daya ekonomik lainnya yang entitas perkirakan
akan wajib untuk dialihkan selama entitas memenuhi suatu liabilitas.
3) Biaya kini. Biaya kini dari aset adalah biaya atas aset yang setara pada tanggal
pengukuran yang terdiri dari imbalan yang akan dibayarkan pada tanggal pengukuran
ditambah biaya transaksi yang terjadi pada tersebut. Biaya kini dari liabilitas adalah
imbalan yang akan diterima untuk liabilitas yang setara pada tanggal pengukuran
dikurangi biaya transaksi yang akan terjadi pada tanggal tersebut.
c) Nilai Terealiasi/penyelesaian. Aset dicatat sebesar jumlah kas atau setara kas yang dapat
diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal. Liabilitas dicatat sebesar
penyelesaiannya yaitu jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan yang
diekspetasikan akan dibayarkan untuk memenuhi liailitas dalam pelaksanaan usaha normal.
d) Nilai sekarang (Present Value). Aset dicatat sebesar arus kas masuk neto masa depan yang
didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diekspetasikan dapat memberikan hasil dalam
pelaksanaan usaha normal. Liabilitas dicatat sebesar arus kas keluar neto masa depan yang
didiskontokan ke nilai sekarang yang diekspetasikan akan diperlukan untuk menyelesaikan
liabilitas dalam pelaksanaan usaha normal.
8. Konsep Modal dan Pemeliharaan Modal
Konsep modal tersebut menciptakan dua konsep pemeliharaan modal:
a) Menurut konsep pemeliharaan modal keuangan yang mendefinisikan modal dalam satuan
moneter nominal, laba merupakan kenaikan dalam modal uang nominal selama suatu
periode. Jadi, kenaikan harga aset yang dimiliki selama suatu periode yang secara
konvensional disebut keuntungan akibat pemilikan secara konseptual disebut laba akan
tetapi jumlahnya tidak diakui sampai aset tersebut dilepaskan dalam transaksi pertukaran.
b) Menurut konsep pemeliharaan modal fisik yang mendefinisikan modal dalam kapasitas
produktif fisik, laba merepresentasikan kenaikan modal tersebut selama suatu periode.
Seluruh perubahan harga yang memengaruhi aset dan liabilitas entitas dipandang sebagai
perubahan dalam pengukuran kapasitas produktif fisik entitas karena itu jumlahnya
diperlakukan sebagai penyesuaian pemeliharaan modal yang merupakan bagian ekuitas
dan bukan merupakan laba.

1.5 Isu Terkini Dari Standar Pelaporan keuangan


Konvergensi IFRS telah membawa dampak yang signifikan pada praktik pelaporan
keuangan perusahaan. Entitas perlu melakukan banyak persiapan dan kajian terhadap
konvergensi IFRS tersebut, mengingat PSAK yang mengadopsi IFRS telah cukup banyak yang
berlaku efektif dan DSAK IAI terus berkomitmen untuk mempersempit gap antara IFRS dan
PSAK. Beberapa isu penting terkini yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dan penyajian
laporan keuangan pada saat ini adalah:
1. Besarnya pertimbangan manjerial yang dibutuhkan dalam proses pengakuan, penyajian dan
pengungkapan informasi dala laporan keuangan. IFRS merupakan standar akuntansi yang
bersifat principle based. Prinsip Principle Based menjelaskan bahwa suatu standar hanya
mengatur aspek-aspek pengakuan, penyajian, dan pengungkapan transaksi akuntasi secara
prinsipnya saja. Tidap terdapat pengaturan yang bersifat kaku. Dengan demikian perusahaan
memerlukan pertimbangan manajerial dalam menerapkan suatu standar akuntansi. Besarnya
pertimbangan manejerial ini akan memberikan dua sisi implikasi. Di satu sisi, dengan
menggunakan pertimbangan manajerial, perusahaan dapat menyajikan nilai ekonomis yang
sesungguhnya sesuai dengan karakteristik perusahaan. Di sisi lain, apabila manajer memiliki
self-interest pertimbangan manajerial dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan laba.
Dengan semakin banyaknya kasus kecurangan yang dilakukan perusahaan, isu ini menjadi
sangat penting dalam pengimplementasian PSAK.
2. Penggunaan nilai wajar yang semakin umum digunakan dalam mengukur posisi keuangan
perusahaan. Untuk meningkatkan relevansi dari angka akuntansi, IFRS lebih
mengedepankan pengukuran dengan nilai wajar. Seringkali penentuan nilai wajar untuk aset
atau atau liabilitas perusahaan sulit untuk dilakukan. Ketersediaan data bagi semua jenis
industri seringkali menjadi isu yang penting dalam pengimplementasian IFRS.
3. Cepatnya perubahan standar akuntansi dan praktik bisnis. Selama kurun waktu beberapa
decade ini standar akuntansi mengalami perubahan yang sangat cepat. Konsep-konsep baru
terus bermunculan. Hal ini menjadi isu penting bagi pembuat laporan keuangan karena
harus terus menyesuaikan praktik akuntansinya dengan standar akuntansi yang baru. Selain
itu, perusahaan perlu menginvestasikan sumber daya untuk dapat mengikuti perkembangan
tersebut.
Isu penting yang spesifik terkait dengan perubahan standar akuntansi adalah adanya beberapa
PSAK baru yang akan aktif pada tanggal 1 Januari 2020, yaitu PSAK 71: Instrumen keuangan,
PSAK 72: Pendapatan dari kontrak dengan pelanggan, PSAK 73: Sewa. PSAK 71 misalkan
sangat berdampak pada perusahaan terutama pada industri keuangan dan perusahaan yang
memiliki pencadangan atas kerugian penurunan nilai dengan menggunakan expected credit loss,
yang akan berdampak pada naiknya nilai pencadangan yang harus dilakukan oleh perusahaan.
Hal ini tentunya berdampak pada laba perusahaan dan kebutuhan modal. Oleh karena itu,
perusahaan harus melakukan berbagai antisipasi untuk mempersiapkan berlakunya PSAK ini.
PSAK 72 merupakan standar akuntansi yang mengatur mengenai bagaimana perusahaan
mengakui pendapatan. PSAK ini akan sangat berdampak pada perusahaan yang memiliki bisnis
proses yang dalam penentuan pendapatannya diperlukan metode atau akuntansi yang spesifik.
Sebagai contoh, PSAK ini akan berdampak pada perusahaan konstruksi, real estate atau
perusahaan yang memiliki kontrak penjualan yang menyatu dengan kontrak lainnya. PSAK 73
merupakan standar akuntansi yang mengatur mengenai transaksi leasing dari sudut pandang
penyewa (leasee). PSAK ini memiliki dampak yang signifikan bagi perusahaan yang memiliki
aset yang disewa dalam jumlah signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

Modul Chartered Accountant. Pelaporan Korporat. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Anda mungkin juga menyukai