Anda di halaman 1dari 23

STANDAR PELAPORAN KEUANGAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pelaporan Korporat

Dosen: Dr. Debbie Christine, S.E., M.Si., Ak., C.A.

Disusun oleh :

Kelompok 1

Zakiyuddin Abdul Malik Alfaruq 51621220008

Yanisman Irma Srikandi 51621220038

Muhammad Fajar 51621220044

Maharani Putri Rahmawati 51621220048

Kelas : A1

Program Magister Akuntansi

Universitas Widyatama

2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaporan korporat merupakan salah satu alat dalam menjalankan akuntabilitas perusahaan. Salah satu
komponen yang sangat penting dalam pelaporan korporat adalah pelaporan keuangan yang disusun berdasarkan
standar akuntansi yang berlaku. Standar akuntansi merupakan masalah penting dalam profesi dan semua
pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu, mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan. Standar akuntansi akan
terus berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah format dan prosedur pembuatan laporan keuangan yang
menjadi aturan baku penyajian informasi keuangan suatu kegiatan usaha atau perusahaan. SAK berisi
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), yang
diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAS IAI), serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah
pengawasannya.
Standar akuntansi di Indonesia mengacu pada teori skala global, yakni International Financial Reporting
Standards (IFRS). SAK berbasis IFRS berlaku efektif sejak 2014. Konvergensi SAK dan IFRS diharapkan dapat
banyak mengurangi perbedaan dua standar akuntansi skala lokal dan global ini. Sehingga bermanfaat bagi
perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik untuk bertransaksi di pasar modal karena informasi dalam
laporan keuangannya berkualitas internasional.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka terdapat beberapa rumusan masalah pada makalah ini seperti
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud pelaporan korporat dan pelaporan keuangan ?
2. Bagaimana Standar akuntansi di Indonesia ?
3. Bagaimana konvergensi standar akuntansi keuangan internasional ?
4. Bagaimana isu terkini dari standar pelaporan keuangan ?
5. Bagaimana dampak perubahan dari standard pelaporan keuangan ?
6. Bagaimana menerapkan pengaturan dalam Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan ?

1.3 Identifikasi Masalah


Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka dapat diidentifikasi masalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Memahami definisi pelaporan korporat dan pelaporan keuangan.
2. Memahami jenis‐jenis standar akuntansi di Indonesia.
3. Memahami konvergensi standar akuntansi keuangan internasional.
4. Memahami isu terkini dari standar pelaporan keuangan.
5. Memahami dampak perubahan dari standard pelaporan keuangan.
6. Memahami penerapan pengaturan dalam Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PELAPORAN KORPORAT DAN PELAPORAN KEUANGAN 


2.1.1 Pelaporan Korporat

Pelaporan korporat merupakan elemen penting dari akuntabilitas perusahaan. pelaporan laporan ini
cara manajemen berkomunikasi tentang kondisi dan kinerja mereka kepada para pemangku
kepentingan. Proses komunikasi dan akuntabilitas ini memiliki konsekuensi untuk berbagai pemangku
kepentingan. Konsekuensi utama dari pelaporan ini adalah adanya pengambilan keputusan oleh
pemangku kepentingan tersebut.
Pelaporan korporat merujuk pada aspek penyajian dan pengungkapan yang berbeda dari akuntansi atau
pengukuran atas berbagai aspek dalam perusahaan berbeda dengan laporan manajemen, laporan
pelaporan korporat ditunjukkan kepada peangku kepentingan Perusahaan. Lingkup dalam pelaporan
korporat ini cukup luas dan sangat tergantung pada penekanan yang diberikan manajemen dalam
pelaporan tersebut.
Beberapa jenis pelaporan korporat diantaranya adalah :

1. Laporan keuangan;
2. Laporan tahunan;
3. Laporan tata kelola perusahaan;
4. Laporan corporate social responsibility;
5. Laporan keberlanjutan (sustainability report); dan
6. Laporan terigregrasi (integrated reporting).

2.1.2 Pelaporan Keuangan

Pelaporan keuangan merupakan salah satu jenis paling umum dari pelaporan korporat.  Pelaporan
keuangan  menginformasikan kinerja keuangan dan posisi keuangan perusahaan kepada para pemangku
kepentingan khususnya penyedia modal, investor, dan kreditor, untuk pengambilan keputusan.
Menurut PSAK 1 (2018:1,3), Laporan keuangan merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan keuangan
juga menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka.
Menurut International Accounting Standards Board (IASB),  tujuan pelaporan keuangan adalah “
untuk membeli tentang posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
berguna bagi berbagai pengguna dalam membuat keputusan ekonomi”.

Berdasarkan definisi tersebut, tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi kepada manajemen suatu organisasi yang digunakan untuk tujuan
perencanaan, analisa, Benchmarking,  dan pengambilan keputusan.
b. Memberikan informasi kepada investor, penyedia utang dan kreditor yang digunakan untuk
memungkinkan mereka mengambil keputusan rasional dan bijaksana mengenai investasi, kredit,
dan  lain-lain.
c. Memberikan informasi kepada pemegang saham dan publik pada umumnya jika perusahaan
tersebut terdaftar tentang berbagai aspek organisasi.
d. Memberikan informasi tentang ekonomi organisasi, klaim terharap sumber daya tersebut
(kewajiban dan ekuitas pemilik) dan bagaimana sumber daya dan klain ini telah mengalami
perubahan selama periode waktu tertentu.
e. Memberikan informasi tentang bagaimana suatu organisasi mengadakan dan menggunakan
berbagai sumber daya.
f. Memberikan informasi kepada berbagai pemangku kepentingan mengenai manajemen kinerja
organisasi dan tentang bagaimana mereka melaksanakan tugas dan tanggung jawab fidusia mereka.
g. Memberikan informasi kepad auditor, atau penegak hukum dalam melakukan asurans atau
investigasi atas suatu kasus.
h. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan melihat minat karyawan, serikat pekerja dan pemerintah.

2.2 JENIS-JENIS STANDAR AKUNTANSI DI INDONESIA


Standar akuntansi diperuntukkan untuk entitas yang diwajibkan menyusun laporan keuangan. Saat ini di
Indonesia terdapat beberapa standar akuntansi yang mengatur berbagai jenis entitas yang ada.

Standar akuntansi yang dimaksud tersebut terdiri atas standar akuntansi pemerintahan yang digunakan oleh
entitas entitas pemerintah (government entities), dan standar akuntansi keuangan yang digunaka oleh
entitas privat (private entities).

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010
sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005. SAP digunakan sebagai acuan dalam
menysuun laporan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. SAP
diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui Dewan
Standar Akuntansi Keuangan IAI untuk akuntansi umum dan Dewan Standar Syariah IAI untuk akuntansi
traksaksi berbasis syariah.

SAK di Indonesia meliputi :

1. Standar Akuntansi Keuangan yang berbasis pada International Financial Reporting Standards (SAK
Umum);
2. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP); dan
3. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
4. Standar Akuntansi Syariah (SAS)
5. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM).
1. SAK berbasi IFRS (PSAK)

SAK atau standar akuntansi keuangan adalah format dan prosedur pembuatan laporan keuangan yang
menjadi aturan baku penyajian informasi keuangan suatu kegiatan usaha atau perusahaan.
SAK sendeiri berisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar
Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK
IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) serta peraturan regulator pasar
modal untuk entitas yang berada di bawah pengawasannya.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menjadi aturan baku yang mengatur pencatatan,
penyusunan, perlakuan, dan penyajian dari laporan keuangan. Standar ini juga digunakan untuk entitas
perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik yakni entitas yang sudah terdaftar atau dalam proses
pendaftaran di pasar modal. PSAK ini sendiri biasanya digunakan oleh perusahaan publik dan umum,
seperti asuransi, perbankan, dan BUMN.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sejak tahun 2015 mengadopsi International
Financing Reporting Standards (IFRS). Pengadopsian ini perlu dilakukan karena Indonesia sendiri
merupakan anggota Federasi Akuntansi Internasional (International Federation of Accountants) serta
juga sudah menyepakati penggunaan standar tersebut dalam forum G20 London.
Terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam standar IFRS yaitu tentang pentingnya
interpretasi dan aplikasi untuk laporan keuangan. Diperlukan juga penilaian dan evaluasi akan laporan
keuangan apakah sudah mencerminkan realitas ekonomi. Standar ini juga mengharuskan keberadaan
profesional auditor untuk penilaian SAK.

2. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) merupakan
Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan untuk entitas (lembaga atau organisasi) yang tidak
memiliki akuntabilitas atau pertanggungjawaban dalam ranah publik. Artinya, SAK-ETAP ini biasanya
dipakai oleh perusahaan kecil sampai menengah yang membuat laporan keuangan hanya untuk tujuan
umum atau pengguna eksternal, seperti untuk kreditur dan lembaga pemeringkat kredit.
SAK-ETAP dibuat lebih sederhana dari PSAK-IFRS. Tujuannya adalah untuk menciptakan penerapan
yang fleksibel serta memberi kemudahan akses ETAP kepada pendanaan perbankan. Selain itu,
sebagian besar siklus akuntansi SAK-ETAP menggunakan konsep biaya historis dan relatif tidak
berubah dalam beberapa tahun.
Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang :
1. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
2. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi
pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam
pengelolaan usaha, kreditur dan lembaga pemeringkat kredit.
Dalam SAK ETAP dijelaskan lebih lanjut mengenai definisi entitas yang memiliki akuntabilitas publik
signifikan, yaitu jika :
1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan
pendaftara, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar
modal; atau
2. Entitas menguasai asset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat,
seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pension, reksa dana dan bank
investasi.

Berdasarkan definisi diatas, entitas yang terdaftar di pasar modal tidak dapat menggunakan SAK
ETAP. Entitas dalam industry keuangan juga tidak dapat menggunakan SAK ETAP, kecuali BPR yang
berdasarkan peraturan Bank Indonesia diizinkan menggunakan SAK ETAP. Hal tersebut dimungkinkan
karena dalam SAK ETAP dijelaskan bahwa entitas yang memiliki akuntabilitas public signifikan dapat
menggunakan SAK ETAP jika otoritas membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP.

SAK ETAP memuat 30 BAB peraturat dalam kurang lebihd dari 200 halaman. Standar ini berlaku
untuk entitas yang memenuhi definisi ETAP sesuai BAB 1 : Ruang Lingkup di SAK tersebut. Entitas
yang tergolong nirlaba sepanjang memenuhi ruang lingkup ETAP juga dapat menggunakan SAK
ETAP apabila regulator terkait mengizinkan. Sebagai contoh, Bank Perkreditan Rakyat, walaupun
menguasai asset sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat sehingga tidak termasuk ETAP,
telah diizinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE
No. 11/37//DKBU tanggal 31 Desember 2009.

SAK ETAP jauh lebih sederhana dibandingkan International Financial Reporting Standard for Small
and Medium Enterprises (IFRS for SME). Penyederhanaan dalam SAK ETAP memudahkan entitas
dalam penyusunan laporan keuangannya. Auditor yang mengaudit entitas tersebut juga mengacu pada
SAK ETAP dalam mengaudit dan menyebutkan hal tersebut didalam laporan auditnya.

3. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)


Seperti namanya, Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) merupakan standar yang dibuat untuk entitas
pemerintah. Standar ini dibuat dan diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan
ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah. SAP digunakan untuk menyusun laporan keuangan semua
lembaga pemerintahan yaitu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD).
Standar Akuntansi Pemerintan adalah standar akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan
keuangan instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah. SAP berbasis akrual ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah no. 71 Tahun 2010.
Dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Penyusunan laporan keuangan pemerintah berbasis
akrual disebutkan bahwa Kedudukan SAP adalah:
a. SAP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 32(2) UU
No.17/2003 tentang Keuangan.
b. Setiap entitas pelaporan pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menerapkan SAP. Hal ini
merupakan bagian dari upaya untuk pengharmonisan berbagai peraturan baik di pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dengan SAP.

4. Standar Akuntansi Syariah (SAS)


Di Indonesia juga berlaku Standar Akuntansi Syariah (SAS) atau sering juga disebut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK-Syariah). Standar akuntansi keuangan ini ditujukan bagi
entitas atau perusahaan yang memakai sistem transaksi syariah. Acuan bagi SAS sendiri adalah
mengikuti SAK umum namun berbasis syariah yang mengacu pada fatwa MUI.SAK transaksi Syariah
(SAK Syariah) meruupakan standar akuntansi yang diterapkan untuk etitas yang melakukan transaksi
berbasis Syariah. Cakupan SAK Syariah tidak hanya untuk transaksi Syariah pada entitas Syariah
(seperti bank Syariah dan asuransi Syariah), melainkan untuk semua entitas, baik entitas Syariah
maupun entitas konvensional, sepanjang entitas tersbeut melakukan transaksi dengan skema Syariah.

Secara khusus entitas Syariah harus menggunakan SAK Umum, SAK ETAP, atau SAK EMKM
sebagai dasar penyusunan laporan keuangannya, dan SAK Syariah untuk transaksi berbasis Syariah.
Sebagai gambaran SAK yang digunakan oleh lembaga keuangan Syariah sebagai berikut :

 SAK Umum digunakan oleh Bank Umum Syariah, khusus untuk transaksi Syariah mengacu pada
SAK Syariah.
 SAK ETAP digunakan oleh BPR Syariah, khusus unutk transaksi Syariah mengacu pada SAK
Syariah.
 SAK EMKM digunakan oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah, khusus untuk transaksi Syariah
mengacu pada SAK Syariah.

Selain itu, terdapat acuan-acuan standar akuntansi yang diperuntukan secara khusus untuk entitas-
entitas tertentu. Seperti Bank Indonesia memiliki standar akuntansi yang di dalamnya juga mencakup
kerangka konseptual untuk transaksi-transaksi Bank Indonesia yang bersifat unik. Sedangkan untuk
transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang tidak bersifat unik, maka mengacu pada SAK
Umum. Begitu juga dengan organisasi seperti OJK, LPS, dan BPJS.

Entitas nirlaba merupakan entitas yang tidak berorientasi pada laba namun tetap memiliki kewajiban
untuk mempertanggungjawabkan pemanfaatan sumber daya yang dikelolanya kepada penyandang dana
dan society. Salah satu media pertanggungjawabannya adalah Laporan Keuangan. Standar acuan yang
digunakan oleh entitas Nirlaba adalah PSAK 45 Pelaporan keuangan entitas Nirlaba (telah dicabut dan
digantikan dengan ISAK 35: Penyajian Laporan Keuangan Entitas Berorientasi Nirlaba) kemudian
ditambah dengan SAK Umum atau SAK ETAP atau SAK EMKM (tergantung pada pemenuhan
persyaratan penggunaan standar tersebut) untuk transaksi-transaksi yang bersifat umum.
5. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM)
SAK EMKM disusun untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan entitas mikro, kecil, dan
menengah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah dapat
digunakan sebagai acuan dalam mendefinisikan dan memberikan rentang kuantitatif EMKM. SAK
EMKM ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang tidak atau belum mampu memenuhi persyaratan
akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP. SAK EMKM dirancang lebih sederhana dibandingkan SAK
ETAP. Tujuannya adalah sebagai acuan dalam pembuatan laporan keuangan yang berisi informasi
posisi dan kinerja keuangan.

Informasi tersebut berguna bagi kreditor maupun investor untuk pengambilan keputusan ekonomi
sekaligus pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik usaha.

Standar ini ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang tidak atau belum mampu memnuhi persyaratan
akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP. SAK EMKM berlaku efektif tanggal 1 Januari 2018 dan
penerapan dini dianjurkan.

Setidaknya, ada tiga laporan keuangan mennurut SAK EMKM :

1. Laporan posisi keuangan (neraca);


2. Laporan laba rugi; dan
3. Catatan atas laporan keuangan, yang berisi tambahan dan rincian.

Disajikan dalam bentuk dua periode/dua tahun (minimum) untuk dapat dibandingkan satu sama lain.

2.3 KONVERGENSI IFRS


Akuntansi merupakan bahasa bisnis yang mengkomunikasikan kinerja perusahaan kepada para pemangku
kepentingannya yang terkoneksi dengan perekonominan global. Untuk dapat menjalankan praktik
pelaporan keuangan sesuai dengan international best practice, Indonesia perlu menggunakan standar
akuntansi dan keuangan yang berlaku dan diterima di dunia internasional.

Pada tahun 2018, IAI mengeluarkan keputusan untuk melakukan konvergensi dengan IFRS yang
diberlakukan pada tahun 2012. Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi,
yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa
melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara-negara maju. Sedangkan pada
gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara-negara
berkembang seperti Indonesia.

Proses konvergensi IFRS dilakukan melalui beberapa fase, yaitu :

Fase 1 (2008-2012)
Fase ini merupakan fase awal dari proses konvergensi IFRS dimana Indonesia telah menyatakan komitmen
kepada public untuk melakukan konvergensi IFRS. Komitmen kepada public ini dinyatakan pada tanggal 8
Desember 2008. Target dalam fase 1 ini adalah diberlakukannya secara efektif standar akuntansi yang
mengacu pada IFRS pada tahun 2012.
Fase 2 (2012-2015)
Fase ini merupakan fase konvergensi yang lebih menyeluruh. Pada fase ini cukup banyak PSAK baru yang
dikeluarkan oleh DSAK yang berlaku efektif. Namun demikian gap antara PSAK yang berlaku dengan
IFRS yang berlaku saat tersebut masih cukup besar.

Setelah dilewatinya fase 2, IAI sebagai standard setter di Indonesia, melalui Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK-IAI) telah berkomitmen untuk menjaga gap antara IFRS dan PSAK hanya untuk satu
tahun. Implikasinya, banyak standar baru yang dikeluarkan oleh IASB yang akan efektif pada tahun 2018,
harus diadopsi di Indonesia pada 2019.

Dengan gap yang semakin singkat, banyak hal yang harus dilakuan agar dunia bisnis Indonesia tidak
Kembali begejolak diakibatkan oleh dinamia standar akuntansi keuangan global. Perubahan standar global
ini pasti akan menimbulkan dampak yang signifikan bagi entitas-entitas di Indonesia. Karena itu
penyusunan Laporan Keuangan dan Auditor di Indonesia perlu membekali diri dengan standar-standar
baru ini sedini mungkin untuk memastikan kelancaran transisi dalam sistem bisnis mereka.

Tabel 1.1

SAK yang berlaku efektif per 1 Januari 2021

SAK Standar Akuntansi Keuangan Tanggal Perubahan


PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan 26 Juni 2019
PSAK 2 Laporan Arus Kas 28 September 2016
PSAK 3 Laporan Keuangan Interim 28 September 2016
PSAK 4 Laporan Keuangan Tersedniri 18 November 2015
PSAK 5 Segmen Operasi 18 November 2015
PSAK 7 Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi 18 November 2015
PSAK 8 Peristiwa Setelah Periode Pelaporan 27 Agustus 2014
PSAK
Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing 27 Agustus 2014
10
PSAK
Properti Investasi 18 September 2017
13
PSAK
Persediaan 27 Agustus 2014
14
PSAK
Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama 29 Desember 2017
15
PSAK
Aset Tetap 16 Desember 2015
16
PSAK
Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya 27 Agustus 2014
18
PSAK
Aset Tak Berwujud 18 November 2015
19
PSAK
Kombinasi Bisnis 31 Juli 2019
22
PSAK
Imbalan Kerja 28 November 2018
24
PSAK Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan
26 Juni 2019
25 Kesalahan
PSAK
Biaya Pinjaman 28 November 2018
26
PSAK
Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian 11 Desember 2012
28
PSAK
Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa 11 Desember 2012
36
PSAK
Kombinasi Binsis Entitas Sepengendali 11 September 2012
38
PSAK
Pajak Penghasilan 28 November 2018
46
PSAK
Penurunan Nilai Aset 29 April 2014
48
PSAK
Instrumen Keuangan : Penyajian 29 April 2014
50
PSAK
Pembayaran Berbasis Saham 18 September 2017
53
PSAK
Instrumen Keuangan : Pengkauan dan Pengukuran 16 Desember 2020
55
PSAK
Laba Per Saham 27 Agustus 2014
56
PSAK
Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontijensi 27 Agustus 2014
57
PSAK Aset Tidak Lancar yang Dikuasai untuk DIjual dan Operasi
28 September 2016
58 yang Dihentikan
SAK Standar Akuntansi Keuangan Tanggal Perubahan
PSAK
Instrumen Keuangan : Pengungkapan 16 Desember 2020
60
PSAK AKuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan
27 Agustus 2014
61 Pemerintah
PSAK
Kontrak Asuransi 16 Desember 2020
62
PSAK
Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi 27 Agustus 2014
63
PSAK Aktivitas Eksplorasi dan Evaluasi Pada Pertambangan Sumber 27 Agustus 2014
64 Daya Mineral
PSAK
Laporan Keuangan Konsolidasian 18 November 2015
65
PSAK
Pengaturan Bersama 28 November 2018
66
PSAK
Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain 26 April 2017
67
PSAK
Pengukuran Nilai Wajar 18 November 2015
68
PSAK
Agrikultur 16 Desember 2015
69
PSAK
Akuntansi Aset dan Liabilitas Pengampunan Pajak 14 September 2016
70
PSAK
Instrumen Keuangan 16 Desember 2020
71
PSAK
Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan 26 Juli 2017
72
PSAK
Sewa 16 Desember 2020
73
Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purnaoperasi, Restorasi,
ISAK 9 27 Agustus 2014
dan Liabilitas Serupa
ISAK 11 Distribusi Aset Nonkas kepada Pemilik 27 Agustus 2014
Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar
ISAK 13 27 Agustus 2014
Negeri
ISAK 14 Aset Tak Berwujud – Biaya Situs Web 27 Agustus 2014
PSAK 24 – Batas Aset Imbahan Pasti, Persyaratan Pendanaan
ISAK 15 1 Oktober 2014
Minimum, dan Interaksinya
ISAK 16 Perjanjian Konsesi Jasa 27 Agustus 2014
ISAK 17 Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai 27 Agustus 2014
Bantuan Pemerintah – Tidak Berelasi Spesifik dengan
ISAK 18 27 Agustus 2014
Aktivitas Operasi
Penerapan Pendekatan Penyajian Kembali dalam PSAK 63 :
ISAK 19 27 Agustus 2014
Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
Pajak penghasilan – Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau
ISAK 20 27 Agustus 2014
Para Pemegang Sahamnya
ISAK 22 Perjanjian Konsesi Jasa : pengungkapan 27 Agustus 2014
ISAK 28 Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas 27 Agustus 2014
Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada
ISAK 29 27 Agustus 2014
Tambang Terbuka
ISAK 30 Pungutan 28 Oktober 2015
ISAK 31 Interpretasi atas Ruang Lingkup PSAK 13 : Properti Investasi 18 November 2015
ISAK 32 Definisi dan Hierarki Standar Akuntansi Keuangan 10 Maret 2017
SAK Standar Akuntansi Keuangan Tanggal Perubahan
ISAK 33 Transaksi Valuta Asing dan Imbalan di Muka 18 September 2017
ISAK 34 Ketidakpastian Dalam Perlakukan Pajak Penghasilan 28 Februari 2018
ISAK 35 Penyajian Laporan Keuangan Entitas Berorientasi Nonlaba 11 April 2019
Interpretasi Atas Interaksi Antara Ketentuan Mengenai Hak
ISAK 36 Atas Tanah Dalam PSAK 16 : ASet Tetap dan PSAK 73 : 26 November 2020
Sewa
Pencabutan PSAK 32 : AKuntansi Kehutanan, PSAK 35 :
PPSAK
AKuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37 : 16 Juni 2009
1
AKuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
PPSAK Pencabutan PSAK 41 : Akuntansi Waran dan PSAK 43
5 Desember 2009
2 Akuntansi Anjak Piutang
PPSAK Pencabutan PSAK 54 : AKuntansi Rekstrukturisasi Utang
22 Desember 2009
3 Piutang Bermasalah
Pencabutan PSAK 31 : Akuntansi Perbankan, PSAK 42 :
PPSAK
Akuntansi Perusahan Efek, dan PSAK 49 : Akuntansi 15 Desember 2009
4
Peursahaan Reksa Dana
Pencabutan ISAK 6 : Interpretasi atas paragraph 12 dan 16
PPSAK
PSAK 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada 15 Desember 2009
5
Kontrak Dalam Mata Uang Asing
Pencabutan PSAK 21 : Akuntansi Ekuitas, ISAK 1 : Penentuan
PPSAK Harga Pasar Dividen; ISAK 2 : Penyajian Modal dalam Neraca
1 Februari 2011
6 dan Piutang kepada Pemesan Saham, dan ISAK 3 Akuntansi
atas Pemberian SUmbangan atau Bantuan
PPSAK
Pencabutan PSAK 27 : AKuntansi Perkoperasian 8 April 2011
8
Pencabutan ISAK 5 : Interpreasi atas Paragraf 14 PSAK 50
PPSAK
(1998) Tentang Pelaporan Perubahan Nilai Wajar Investasi 20 Desember 2011
9
Efek falam Kelompok Tersedia untuk Dijual
PPSAK
Pencabutan PSAK 51 : Akuntansi Kuasi Reorganisasi 20 Desember 2011
10
PPSAK
Pencabutan PSAK 39 : Akuntansi Kerja Sama Operasi 28 Juni 2011
11
Pencabutan PSAK 33 : Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah
PPSAK
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan 12 Juli 2013
12
Umum
PPSAK Pencabutan PSAK 45 : Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba 11 pril
13 2019

2.4 ISU TERKINI DARI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN


Konvergensi IFRS telah membawa dampak yang signifikan pada praktik pelaporan keuangan perusahaan.
Entitas perlu melakukan banyak persiapan dan kajian terhadap konvergensi IFRS tersebut, mengingat
PSAK yang mengadopsi IFRS telah cukup banyak yang berlaku efektif dan DSAK IAI terus berkomitmen
untuk mempersempit gap antara IFRS dan PSAK.

Beberapa isu penting terkini yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan
pada saat ini adalah :

1. Besarnya pertimbangan manajerial (managerial judgement) yang dibutuhkan dalam proses pengakuan,
penyajian dan pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan. IFRS merupakan standar akuntansi
yang bersifat principle based. Prinsip principle based menjelaskan bahwa suatu standar hanya
mengatur aspek-aspek pengakuan, penyajian, dan pengungkapan transaksi akuntansi secara prinsipnya
saja. Tidak terdapat pengaturan yang bersifat kaku. Dengan demikian perusahaan memerlukan
pertimbangan manajerial dalam menerapkan suatu standar akuntansi. Besarnya pertimbangan
manajerial ini akan memberikan dua sisi implikasi. Di satu ssim dengan menggunakan pertimbangan
manajerial, perusahan dapat menyajikan nilai ekonomis yang sesungguhnya sesuai denan karakteristik
perusahaan. Di sisi lain, apabila manajer memiliki self-interest pertimbangan manajerial dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan laba. Dengan semakin banyaknya kasus-kasus kecurangan
yang dilakukan perusahan, isu ini menjadi sangat penting dalam pengimplementasian PSAK.
2. Penggunaan nilai wajar yang semakin umum digunakan dalam mengukur posisi keuangan perusahaan.
Untuk meningkatkan relevansi dari angka akuntansi, IFRS lebih mengedepankan pengukuran dengan
menggunakan nilai wjaar. Seringkali penentuan nilai wajar untuk asset atau liabilitas perusahaan sulit
untuk dilakukan. Ketersediaan data bagi semua jenis industry seringkali menjadi isu yang penting
dalam pengimpementasian IFRS.
3. Cepatnya perubahan standar akuntansi dan praktik bisnis. Selama kurun waktu beberapa decade ini
standar akuntansi mengalami perubahan yang sangat ccepat. Konsep-konsep baru terus bermunculan.
Hal ini menjadi isu penting bagi pembuat laporan keauangan karena harus terus menyesuaikan praktik
akuntansinya dengan standar akuntansi yang baru. Selain itu, perusahan perlu menginvestasikan
sumber daya untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut.

Isu penting yang spesifik terkait dengan perubahan standar akuntansi adalah adanya beberapa PSAK baru
yang akan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020, yaitu PSAK 71 : Instrumen Keuangan, PSAK 72 :
Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan, DAN PSAK 73 : Sewa. PSAK 71 misalkan sangat
berdampak pada perusahaan terutama pada industri keuangan dan perusahan yang memiliki instrumen
keuangan dalam jumlah signifikan. PSAK mensyaratkan perusahan melakukan pencadangan atas kerugian
penurunan nilai dengan menggunakan expected credit loss, yang akan berdampak pada naiknya nilai
pencadangan yang hrus dilakukan oleh perusahaan. Hal ini tentunya berdampak pada laba perusahaan dan
kebutuhan modal. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan berbagai antisipasi untuk mempersiapkan
dampak berlakunya PSAK ini. PSAK 72 merupakan standar akuntansi yang mengatur bagaimana
perusahaan mengakui pendapatan. PSAK ini akan sangat berdampak pada perusahaan yang memiliki
bisnis proses yang dalam penentuan pendapatannya diperlukan metode atau akuntansi yang spesifik.
Sebagai contoh, PSAK ini akan berdampak pada perusahaan kosntruksi, real estate, atau perusahaan yang
memiliki kontrak penjualan yang menyatu dengan kontrak lainnya. PSAK 73 merupakan standar akuntansi
yang mengatur megnenai treansaksi leasing. Perubahan yang cukup mendasar dalam standar ini adalah
pada pengakuan transaksi leasing dari sudut pandang penyewa (leaser). PSAK ini memiliki dampak yang
signifikan bagi perusahaan yang memiliki asset yang disewa dalam jumlah signifikan.

2.5 DAMPAK PERUBAHAN DARI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN


Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan/PSAK baru (PSAK 71, 72, dan 73) sesuai dengan
ketentuan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang akan berlaku efektif pada 1 Januari 2020
dinilai akan berdampak luas bagi pelaporan kinerja keuangan dari perusahaan yang tercatat di bursa saham.
DSAK telah menerbitkan PSAK baru yang mengadopsi tiga Standar Pelaporan Keuangan Internasional
(International Financial Reporting Standards (IFRS) yaitu PSAK71 Instrumen Keuangan berlaku efektif 1
Januari 2020 yang mengadopsi IFRS 9.
Berikutnya, PSAK72 Pendapatan Dari Kontrak Dengan Pelanggan berlaku efektif 1 Januari 2020 yang
mengadopsi IFRS 15. Terakhir, PSAK 73 Sewa berlaku efektif 1 Januari 2020 yang mengadopsi IFRS 16.
Ketiga standar tersebut harus diimplementasikan oleh seluruh perusahaan di Indonesia yang menerapkan
PSAK.
Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN-IAI), Rosita Uli Sinaga menjelaskan,
IFRS 15 akan mengubah secara signifikan kapan perusahaan mengakui pendapatan, pengukuran
pendapatannya termasuk bagaimana penyajian dan pengungkapannya di laporan keuangan.
Sementara IFRS 9 akan mengubah metode perhitungan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan.
Industri yang sangat terdampak adalah Perbankan dan perusahaan pembiayaan. Akan tetapi IFRS 9 ini juga
berdampak signifikan buat perusahaan di luar industry keuangan yang mempunyai Piutang lebih dari
setahun.
IFRS 16 mengubah secara signifikan pencatatan transaksi sewa dari sisi pihak penyewa (lessee). Pada
dasarnya lessee akan memperlakukan transaksi sewa sebagai Finance Lease, sehingga harus mencatat aset
dan liabilitas di neracanya. Hal yang menjadi tantangan penerapan IFRS 16 adalah mengumpulkan seluruh
kontrak yang mengandung sewa karena biasanya transaksi sewa tidak dilakukan secara terpusat.
Dijelaskannya, dampak dari penerapan model pelaporan baru itu bukan hanya terbatas pada pencatatan
akuntansi, tetapi juga berdampak pada perubahan proses di berbagai unit bisnis, persiapan data dan sistem
serta kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Karena itu diperlukan proses yang kompleks dan waktu
yang lama dalam penyusunan laporan keuangan dan proses audit, terutama di tahun pertama penerapannya.
AI sendiri sejak 2 tahun yang lalu telah melakukan sosialisasi standar baru tersebut. Khusus untuk PSAK
71, IAI bekerja sama dengan OJK telah membentuk Working Group untuk memastikan persiapan
penerapannya. Terkait dengan emiten pasar modal, IAI bekerja sama dengan OJK melakukan diseminasi
PSAK 71, 72 dan 73 di bulan Maret, April, Juli, Agustus dan September 2018, dengan peserta emiten dan
perusahaan publik, produk kontrak investasi kolektif (KIK), perusahaan efek, Akuntan di KAP dan Internal
OJK.

2.6 KERANGKA KONSEPTUAL PELAPORAN KEUANGAN


Kerangka konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK), seringkali disebut sebagai kerangka konseptual,
merupakan konsep yang menjadi landasan bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kerangka
Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan pada
tanggal 26 Juni 2019. KKPK ini menggantikan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) yang
telah disahkan pada tanggal 28 September 2016 dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan (KDPPLK) (Penyesuaian 2014) yang telah disahkan pada tanggal 27 Agustus 2014. KKPK ini
memiliki tanggal efektif 1 Januari 2020.

Kerangka Konseptual mendeskripsikan tujuan dari dan konsep untuk pelaporan keuangan bertujuan umum.
Tujuan Kerangka Konseptual adalah untuk :
a. Membantu Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dalam
mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berdasarkan konsep yang konsisten;
b. Membantu penyusun laporan keuangan untuk mengembangkan kebijakan akuntansi yang konsisten
ketika tidak ada standar yang berlaku untuk transaksi tertentu atau peristiwa lain, atau ketika standar
memberikan pilihan kebijakan akuntansi; dan
c. Membantu semua pihak untuk memahami dan menginterpretasikan standar. Kerangka Konseptual
bukan merupakan standar. Kerangka konseptual ini tidak ada yang mengungguli standar atau
peryaratan dalam standar tertentu.
Apabila terdapat pertentangan antata KKPK dengan standar akuntansi keuangan, maka ketentuan stadar
akuntansi keuangan yang harus diunggulkan relatif terhadap KKPK.

Kerangka dasar ini memiliki beberapa aspek, yaitu :


1. Tujuan, Kegunaan, dan Keterbatasan Pelaporan Keuangan Bertujuan Umum
Tujuan pelaporan keuangan bertujuannumum adalah untuk menyediakan informasi keuangan tentang
entitas pelapor yang berguna untuk investor saat ini dan investor potensial, pemberi pinjaman, dan kreditor
lainnya dalam membuat keputusan tentang penyediaan sumber daya kepada entitas. Keputusan tersebut
termasuk keputussan mengenai :
a. Pembelian, penjualan, atau pemilikan instrument ekuitas dan instrument utang;
b. Penyediaan atau penyelesaian pinjaman dan bentuk kredik lainnya;
c. Menggunakan hak untuk memilih, atau memengaruhi, Tindakan manajemen yang memengaruhi
penggunaan sumber daya ekonomik entitas.
Laporan keuangan bertujuan umum menyediakan informasi mengenai posisi keuangan entitas pelapor
yang merupakan informasi mengenai sumber daya ekonomik entitas dan klaim terhadap entitas pelapor.
Laporan keuangan juga menyediakan informasi mengenai dampak dari transaksi dan peristiwa lainnya
yang mengubah sumber daya ekonomik dan klaim entitas. Kedua jenis informasi tersebut menyediakan
input yang berguna untuk pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya kepada entitas.
Selain itu, pengguna laporan keuangan dapat menilai perubahan sumber daya ekonomik yang tidak berasal
dari kinerja keuangan. Sumber daya ekonomik dan klaim entitas pelapor juga dapat berubah karena alasan
lain selain kinerja keuangan, seperti pnerbitan instrument utang atau ekuitas. Laporan keuangan juga
menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen
atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan


Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna
bagi pemakai. Agar informasi keuangan menjadi berguna, informasi tersebut harus relevan dan
merepresentasikan secara tepa tapa yang akan dipresentasikan. Kegunaan informasi keuangan dapat
ditingkatkan jika informasi tersebut terbanding (comparable), terverifikasi (verifiable), tepat waktu
(timely), dan terpahami (understandable).
a. Relevansi
Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Informasi dianggap material apabila
dengan tidak mencantumkan atau terdapat kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan.
Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat
informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan
keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi
khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatatat (misstatement).
Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah daripada suatu
karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.
b. Representasi Tepat
Agar dapat menunjukan reprentasi tepat dengan sempurna, tiga karakteristik harus dimiliki yaitu lengkap,
netral, dan bebas dari kesalahan. Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau
jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat
disajikan.

Karakteristik kualitatif peningkat yaitu :


1) Keterbandingan
Keputusan pengguna meliputi pemilihan beberapa alternatif, sebagai contoh menjual atau memiliki
investasi, atau berinvestasi pada suatu entitas pelapor atau lainnya. Oleh karena itu, informasi mengenai
entitas pelapor lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan informasi serupa tentang entitas lain dan
dengan informasi serupa tentang entitas yang sama untuk periode dan tanggal lainnya.
Keterbandingan adalah karakteristik kualitatif yang memungkinkan pengguna untuk mengidentifikasi dan
memahami persamaan dalam dan perbedaan antara, pos-pos. berbeda dengan karakteristik kualitatif
lainnya, keterbandingan tidak berhubungan dengan satu pos. sebuah perbandingan mensyaratkan paling
tidak dua pos.
Konsistensi, walaupun berhubungan dengan keterbandingan, hal ini tidak sama. Konsistensi merujuk
kepada penggunaan metode yang sama terhadap pos-pos yang sama, baik dari periode ke periode dalam
suatu entitas pelapor atau dalam satu periode antar entitas. Keterbandingan adalah tujuan, sedangkan
konsistensi membantu untuk mencapai tujuan tersebut.
2) Keterverifikasian
Keterverifikasian membantu meyakinkan pengguna bahwa informasi memrepresentasikan fenomena
ekonomi secara tepat sebagaimana mestinya. Keterverifikasian berarti bahwa berbagai pengamat
independent dengan pengetahuan berbeda-beda dapat mencapai consensus, meskipun tidak selalu
mencapai kesepakatan, bahwa penggambaran tertentu merupakan representasi tepat.
3) Ketepatwaktuan
Ketepatwaktuan berarti tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada waktu yang tepat. Secara
umum, semakin lawas suatu informasi maka semakin kurang berguna informasi tersebut.
4) Keterpahaman
Mengklasifikasikan, pengarakteristikan dan penyajian informasi secara jelas dan ringkas dapat membuat
informasi dipahami.
Laporan keuangan disipkan untuk pengguna yang memahami aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun,
sewaktu-waktu perlu mencari bantuan dari seorang penasihan untuk memahami informasi ekonomi yang
kompleks.
3. Kendala Biaya Pelaporan Keuangan
Biaya merupakan kendala besar untuk informasi yang dapat disajikan dalam pelaporan keuangan.
Pelaporan informasi keuangan menimbulkan biaya, dan snagatlah penting bahwa biaya tersebut dapat
dijustifikasi melalui manfaat dari pelaporan informasi tersebut.
4. Laporan Keuangan dan Laporan Keuangan Entitas Pelapor
Entitas pelapor adalah entitas yang disyaratkan, atau memilih, untuk menyusun laporan keuangan. Entitas
pelapor dapat berupa entitas tunggal atau Sebagian dari suatu entitas atau dapat terdiri lebih dari satu
entitas. Entitas pelapor tidak selalu merupakan entitas legal. Terkadang satu entitas (induk) memiliki
pengendalian atas entitas lain (entitas anak). Jika entitas pelapor terdiri dari entitas induk dan entitas
anaknya, laporan keuangan entitas pelapor disebut sebagai ‘laporan keuangan konsolidasian’. Jika entitas
pelapor adalah entitas induk sendiri, laporan keuangan entitas pelapor disebut sebagai ‘laporan keuangan
tidak dikonsolidasikan’. Jika entitas pelapor terdiri dari dua entitas atau lebih yang tidak seluruhnya terkait
oleh hubungan induk-anak, laporan keuangan entitas pelapor disebut sebaai ‘laporan keuangan gabungan’
5. Unsur Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang
dikelompokkan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya.
Berikut adalah penjelasan laporan keuangan berdasarkan karakteristik ekonominya.
a. Posisi Keuangan
Unsur-unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah asset, liabilitas,
dan ekuitas.
b. Kinerja
Laba seringkali digunakans ebagai ukuran kinerja atau sebgai dasar bagi ukuran lain seperti imbal hasil
investasi atau laba per saham. Unsur yang secara langsung berkaitan dengan pengukuran laba adalah
penghasilan dan beban.
6. Pengakuan Unsur Laporan Keuangan
a. Pengakuan asset
Aset diakui dalam laporan posisi keuangan jika kemungkinan besar bahwa manfaat ekonomi masa depan
akan mengalir ke entitas dan asset tersebut mempunyai biaya atau nilai yang dapat diukur dengan andal.
b. Pengakuan liabilitas
Liabilitas diakui dalam laporan posisi keuangan jika terdapat kemungkinan besar bahwa pengeluaran
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban kini dan
jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.
c. Pengakuan penghasilan
Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi ketika kenaikan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan
dengan kenaikan asset atau penurunan liabilitas telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
d. Pengakuan beban
Beban diakui dalam laporan laba rugi ketika penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan
dengan penurunan asset atau kenaikan liabilitas telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
7. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah moneter ketika unsur-unsur laporan keuangan akan diakui dan
dicatat dalam laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi. Proses ini mencakup pemilihan dasar
pengukuran tertentu.
Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda dalam
laporan keuangan. Dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut :
a. Biaya historis (historical cost)
Ukuran biaya historis memberikan informasi besaran moneter tentang asset, liabilitas dan penghasilan dan
beban terkait menggunakan informasi yang diperoleh, setidaknya Sebagian dari harga transaksi atau
peristiwa lain yang memunculkannya.
b. Nilai kini
Nilai kini memberikan informasi moneter tentang tentang asset, liabilitas dan penghasilan dan beban
terkait menggunakan informasi yang dimutakhirkan untuk mencermintan kondisi pada tanggal
pengukuran. Dasar pengukuran nilai kini mencakup nilai wajar, nilai pakai untuk asset dan nilai
pemenuhan untuk liabilitas dan biaya kini.
c. Nilai terealisasi/penyelesaian (realizable settlement value)
Asset dicatat sebesar jumlah kas/setara kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual asset dalam
pelepasan normal. Liabilitas dicatat sebesar nilai penyelesaiannya.
d. Nilai sekarang (present value)
Aset dicatat sebesar arus kas masuk neto masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang
diekspektasikan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal.
8. Konsep Modal dan Pemeliharaan Modal
Menurut konsep modal keuangan, seperti uang atua daya beli yang diinvestasikan, modal bersinonim
dengan asset neto atau ekuitas entitas. Menurut modal fisik, seperti kemampuan usaha, modal dipandang
sebagai kapasitas produktif entitas yang didasarkan pada, sebagai contoh, unit output per hari.
Konsep modal menciptakan dua konsep pemeliharaan modal :
a. Pemeliharaan modal keuangan
Menurut konsep ini, laba hanya diperoleh jika jumlah finansial (atau uang) asset neto pada akhir periode
melebihi jumlah finansial (atau uang) asset neto pada awal periode, setelah mengeluarkan distribusi
kepada, dan kontribusi dari, pemilik selama periode. Pemeliharaan modal keuangan dapat diukur baik
dalam satuan moneter atau satuan daya beli yang konstan.
b. Pemeliharaan modal fisik
Menurut konsep ini, laba hanya diperoleh jika kapasitas produksi fisik (atau kemampuan usaha) entitas
(atau sumber daya atau dana yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas tersebut) pada akhir periode
melebihi kapasitas produktif fisik pada awal periode setelah mengeluarkan distribusi kepada, dan
kontribusi dari, para pemilik selama suatu periode.

Perbedaan Kerangka Konseptual IFRS dan PSAK


Ada beberapa perbedaan IFRS dan PSAK dalam membuat laporan keuangan, yaitu :
1. Cangkupan pengaturan, Desain IFRS diperuntukan untuk entitas yang bersifat profit oriented dan SME
(Small Medium Enterprise). IFRS belum mengatur standar akuntansi untuk perusahaan berbasis
syariah. Sedangkan PSAK diperuntukan untuk Entitas yang bersifat profit-oriented, Nirlaba, UKM, dan
perusahaan berbasis syariah. Maka efek kovergensi akan ada penerapan standar yang bersifat setengah-
setengah terhadap perusahaan yang berbasis syariah.
2. Kerangka Dasar, IFRS dan PSAK memberikan alternatif penggunaan nilai wajar untuk menilai kembali
aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud. Laporan keuangan disajikan dengan basis.
3. Pernyataan kepatuhan akan standar, pada IFRS entitas harus membuat pernyataan eksplisit tentang
kepatuhan akan standar IFRS sedangkan pada PSAK entitas tidak harus membuat pernyataan
kepatuhan akan SAK, maka efek konvergensi harus dibuat pernyataan eksplisit akan kepatuhan pada
PSAK di CALK.
4. Prinsip Ketetapan Waktu(Timeliness), pada IFRS tidak diatur secara khusus kapan entitas menyajikan
laporan keuangan sedangkan pada PSAK dianjurkan agar entitas menyajikan laporan keuangan paling
lama 4 bulan setelah tanggal neraca, maka efek konvergensi p erlunya penyesuaian aturan terkait
dengan kewajiban entitas untuk memenuhi kewajiban perpajakan dalam menyampaikan SPT Tahunan
paling lambat tanggal 31 maret untuk WP Orang Pribadi dan 30 April untuk WP Badan.
5. Basis Standar, IFRS menganut standar akuntansi berbasis prinsip untuk meningkatkan transparansi,
akuntabilitas, dan keterbantingan laporan keuangan antar entitas secara global sedangkan PSAK
menganut standar akuntansi berbasis aturan.
6. Prinsip Konservatif, IFRS tidak lagi mengakui prinsip konservatif, namun diganti dengan prinsip
kehati-hatian sedangkan PSAK masih mengakui prinsip konservatif.
BAB III

STUDI KAKSUS PENGGUNAAN STANDAR PELAPORAN KEUANGAN

Utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Melonjak 229 Persen Akibat Penerapan PSAK 73

Pada makalah ini, penulis mencoba untuk mencermati bagaimana penggunaan standar pelaporan keuangan atas
penerapan PSAK 73 pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA).

Kewajiban utang emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) meningkat hingga 229
persen pada 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda
Indonesia Prasetio menuturkan telah terjadi kenaikan total aset dan liabilitas secara signifikan sepanjang 2020.
Perubahan tersebut terutama disebabkan oleh dampak penerapan PSAK 73 sewa yang berlaku efektif sejak 1
Januari 2020, perseroan mencatatkan kenaikan beban depresiasi dan beban keuangan, masing-masing sebesar
738 persen dan 296 persen. Hal tersebut telah diungkapkan perseroan dalam catatan aset tetap dan catatan
perubahan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan konsolidasian perseroan per 31 Desember 2020.

Total liabilitas perseroan membengkak menjadi US$12,73 miliar naik 228,75 persen dibandingkan dengan 2019
yang sebesar US$3,87 miliar. Kenaikan tersebut akibat membengkaknya liabilitas jangka panjang dan jangka
pendek dengan rincian kenaikan sebagai berikut:

 Liabilitas jangka panjang meningkat menjadi US$8,43 miliar dari posisi US$477,21 juta. Hal ini
karena PSAK 73 yang membuat liabilitas sewa membengkak menjadi US$4,49 miliar.
 Liabilitas jangka pendek juga meningkat menjadi US$4,29 miliar dari posisi US$3,39 miliar pada
2019. Pembengkakan terjadi pada liabilitas sewa yang naik menjadi US$1,5 miliar dari hanya
US$52,53 juta

Total aset perseroan tercatat naik 142 persen menjadi US$10,78 miliar dari posisi US$4,45 miliar pada 2019.
Kenaikan terjadi pada aset tidak lancar. Dan penurunan terjadi pada aset lancar, posisi kas dan setara kas dengan
rincian kenaikan dan penurunan sebagai berikut:

 Aset tidak lancar yang meningkat menjadi US$10,25 miliar dari sebelumnya US$3,32 miliar, terjadi
peningkatan pada aset tetap.
 Aset lancar perseroan malah menurun menjadi US$536,54 juta dari posisi US$1,33 miliar.
 Posisi kas dan setara kas pun turun menjadi US$200,97 juta dari posisi US$299,34 juta pada 2019.

Garuda pun mencatatkan ekuitas negatif pada 2020 sebesar US$1,94 miliar berbanding terbalik dari 2019 yang
ekuitasnya positif US$582,57 juta. Perubahan menjadi negatif ini akibat meningkatnya saldo defisit sebesar
US$1,38 miliar pada 1 Januari 2021 yang telah dieliminasi dalam rangka kuasi reorganisasi dan yang belum
dicadangkan meningkat menjadi sebesar US$3,26 miliar dari posisi US$799,66 juta.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 yang merupakan adopsi dari IFRS 16 mengatur tentang
sewa. Mengutip laman Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 73 mengenai Sewa merupakan adopsi dari IFRS 16
Leases. PSAK ini akan menggantikan beberapa standar, seperti PSAK 30 tentang Sewa, Interpretasi Standar
Akuntansi Keuangan atau ISAK 23 tentang sewa operasi, dan ISAK 25 tentang hak atas tanah. Standar tersebut
juga akan mengubah secara substansial pembukuan transaksi sewa dari sisi penyewa. PSAK 73 Sewa
menetapkan prinsip pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan sewa. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa penyewa dan pesewa menyediakan informasi yang relevan yang merepresentasikan dengan
tepat transaksi tersebut. Informasi ini memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai dampak
transaksi sewa pada posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas. PSAK ini akan menggantikan
beberapa standar; di antaranya PSAK 30 tentang Sewa, ISAK 23 tentang Sewa Operasi. PSAK 73 mulai berlaku
efektif 1 Januari 2020
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 73

Sewa merupakan adopsi dari IFRS 16 Leases. PSAK 73: Sewa menetapkan prinsip pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan sewa. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penyewa dan pesewa
menyediakan informasi yang relevan yang merepresentasikan dengan tepat transaksi tersebut. Informasi ini
memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai dampak transaksi sewa pada posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas.

4.2 Opini

Menurut opini kami dari contoh kasus Garuda tersebut wajar jika utang Perusahaan meningkat 229 persen pada
tahun 2020 karena pada PSAK 73 liabilitas sewa di ukur pada nilai kini pembayaran sewa yang belum dibayar
pada tanggal permulaan, didiskontokan dengan menggunakan suku bunga implisit dalam sewa atau suku bunga
tersebut tidak dapat ditentukan, maka menggunakan suku bunga pinjaman inkemental (suku bunga yang akan di
tanggung penyewa). Perusahaan juga akan menyajikan Aset hak guna atas sewa di dalam laporan posisi
keuangan sesuai kontrak perjanjian. Biasanya PSAK 73 diterapkan jika jangka waktu kontrak perjanjian lebih
dari 1 tahun.

Berbeda dengan PSAK 30 atas sewa, dimana klasifikasi sewa hanya mengakui aset dan beban amortisasi pada
saat jumlah nilai sewa itu di bayarkan selama jangka waktu periode tertentu.

Jika pembayaran sewa operasi yang tidak berhubungan dengan usaha inti perusahaan akan diakui sebagai beban
usaha dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain secara garis lurus selama masa sewa.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. (2020). Pelaporan Korporat. Jakarta Pusat: Ikatan Akuntan Indonesia.

Ikatan Akuntan Indonesia . (2021, Januari 1). SAK Efektif per 1 Januari 2021. Retrieved from IAI Global:
http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sak-efektif-21-sak-efektif-per-1-januari-2021

https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/standar-akuntansi-keuangan

Anda mungkin juga menyukai