Disusun oleh :
Kelompok 1
Kelas : A1
Universitas Widyatama
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaporan korporat merupakan salah satu alat dalam menjalankan akuntabilitas perusahaan. Salah satu
komponen yang sangat penting dalam pelaporan korporat adalah pelaporan keuangan yang disusun berdasarkan
standar akuntansi yang berlaku. Standar akuntansi merupakan masalah penting dalam profesi dan semua
pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu, mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan. Standar akuntansi akan
terus berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah format dan prosedur pembuatan laporan keuangan yang
menjadi aturan baku penyajian informasi keuangan suatu kegiatan usaha atau perusahaan. SAK berisi
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), yang
diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAS IAI), serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah
pengawasannya.
Standar akuntansi di Indonesia mengacu pada teori skala global, yakni International Financial Reporting
Standards (IFRS). SAK berbasis IFRS berlaku efektif sejak 2014. Konvergensi SAK dan IFRS diharapkan dapat
banyak mengurangi perbedaan dua standar akuntansi skala lokal dan global ini. Sehingga bermanfaat bagi
perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik untuk bertransaksi di pasar modal karena informasi dalam
laporan keuangannya berkualitas internasional.
Pelaporan korporat merupakan elemen penting dari akuntabilitas perusahaan. pelaporan laporan ini
cara manajemen berkomunikasi tentang kondisi dan kinerja mereka kepada para pemangku
kepentingan. Proses komunikasi dan akuntabilitas ini memiliki konsekuensi untuk berbagai pemangku
kepentingan. Konsekuensi utama dari pelaporan ini adalah adanya pengambilan keputusan oleh
pemangku kepentingan tersebut.
Pelaporan korporat merujuk pada aspek penyajian dan pengungkapan yang berbeda dari akuntansi atau
pengukuran atas berbagai aspek dalam perusahaan berbeda dengan laporan manajemen, laporan
pelaporan korporat ditunjukkan kepada peangku kepentingan Perusahaan. Lingkup dalam pelaporan
korporat ini cukup luas dan sangat tergantung pada penekanan yang diberikan manajemen dalam
pelaporan tersebut.
Beberapa jenis pelaporan korporat diantaranya adalah :
1. Laporan keuangan;
2. Laporan tahunan;
3. Laporan tata kelola perusahaan;
4. Laporan corporate social responsibility;
5. Laporan keberlanjutan (sustainability report); dan
6. Laporan terigregrasi (integrated reporting).
Pelaporan keuangan merupakan salah satu jenis paling umum dari pelaporan korporat. Pelaporan
keuangan menginformasikan kinerja keuangan dan posisi keuangan perusahaan kepada para pemangku
kepentingan khususnya penyedia modal, investor, dan kreditor, untuk pengambilan keputusan.
Menurut PSAK 1 (2018:1,3), Laporan keuangan merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan keuangan
juga menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka.
Menurut International Accounting Standards Board (IASB), tujuan pelaporan keuangan adalah “
untuk membeli tentang posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
berguna bagi berbagai pengguna dalam membuat keputusan ekonomi”.
Berdasarkan definisi tersebut, tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi kepada manajemen suatu organisasi yang digunakan untuk tujuan
perencanaan, analisa, Benchmarking, dan pengambilan keputusan.
b. Memberikan informasi kepada investor, penyedia utang dan kreditor yang digunakan untuk
memungkinkan mereka mengambil keputusan rasional dan bijaksana mengenai investasi, kredit,
dan lain-lain.
c. Memberikan informasi kepada pemegang saham dan publik pada umumnya jika perusahaan
tersebut terdaftar tentang berbagai aspek organisasi.
d. Memberikan informasi tentang ekonomi organisasi, klaim terharap sumber daya tersebut
(kewajiban dan ekuitas pemilik) dan bagaimana sumber daya dan klain ini telah mengalami
perubahan selama periode waktu tertentu.
e. Memberikan informasi tentang bagaimana suatu organisasi mengadakan dan menggunakan
berbagai sumber daya.
f. Memberikan informasi kepada berbagai pemangku kepentingan mengenai manajemen kinerja
organisasi dan tentang bagaimana mereka melaksanakan tugas dan tanggung jawab fidusia mereka.
g. Memberikan informasi kepad auditor, atau penegak hukum dalam melakukan asurans atau
investigasi atas suatu kasus.
h. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan melihat minat karyawan, serikat pekerja dan pemerintah.
Standar akuntansi yang dimaksud tersebut terdiri atas standar akuntansi pemerintahan yang digunakan oleh
entitas entitas pemerintah (government entities), dan standar akuntansi keuangan yang digunaka oleh
entitas privat (private entities).
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010
sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005. SAP digunakan sebagai acuan dalam
menysuun laporan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. SAP
diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui Dewan
Standar Akuntansi Keuangan IAI untuk akuntansi umum dan Dewan Standar Syariah IAI untuk akuntansi
traksaksi berbasis syariah.
1. Standar Akuntansi Keuangan yang berbasis pada International Financial Reporting Standards (SAK
Umum);
2. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP); dan
3. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
4. Standar Akuntansi Syariah (SAS)
5. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM).
1. SAK berbasi IFRS (PSAK)
SAK atau standar akuntansi keuangan adalah format dan prosedur pembuatan laporan keuangan yang
menjadi aturan baku penyajian informasi keuangan suatu kegiatan usaha atau perusahaan.
SAK sendeiri berisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar
Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK
IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) serta peraturan regulator pasar
modal untuk entitas yang berada di bawah pengawasannya.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menjadi aturan baku yang mengatur pencatatan,
penyusunan, perlakuan, dan penyajian dari laporan keuangan. Standar ini juga digunakan untuk entitas
perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik yakni entitas yang sudah terdaftar atau dalam proses
pendaftaran di pasar modal. PSAK ini sendiri biasanya digunakan oleh perusahaan publik dan umum,
seperti asuransi, perbankan, dan BUMN.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sejak tahun 2015 mengadopsi International
Financing Reporting Standards (IFRS). Pengadopsian ini perlu dilakukan karena Indonesia sendiri
merupakan anggota Federasi Akuntansi Internasional (International Federation of Accountants) serta
juga sudah menyepakati penggunaan standar tersebut dalam forum G20 London.
Terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam standar IFRS yaitu tentang pentingnya
interpretasi dan aplikasi untuk laporan keuangan. Diperlukan juga penilaian dan evaluasi akan laporan
keuangan apakah sudah mencerminkan realitas ekonomi. Standar ini juga mengharuskan keberadaan
profesional auditor untuk penilaian SAK.
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) merupakan
Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan untuk entitas (lembaga atau organisasi) yang tidak
memiliki akuntabilitas atau pertanggungjawaban dalam ranah publik. Artinya, SAK-ETAP ini biasanya
dipakai oleh perusahaan kecil sampai menengah yang membuat laporan keuangan hanya untuk tujuan
umum atau pengguna eksternal, seperti untuk kreditur dan lembaga pemeringkat kredit.
SAK-ETAP dibuat lebih sederhana dari PSAK-IFRS. Tujuannya adalah untuk menciptakan penerapan
yang fleksibel serta memberi kemudahan akses ETAP kepada pendanaan perbankan. Selain itu,
sebagian besar siklus akuntansi SAK-ETAP menggunakan konsep biaya historis dan relatif tidak
berubah dalam beberapa tahun.
Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang :
1. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
2. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi
pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam
pengelolaan usaha, kreditur dan lembaga pemeringkat kredit.
Dalam SAK ETAP dijelaskan lebih lanjut mengenai definisi entitas yang memiliki akuntabilitas publik
signifikan, yaitu jika :
1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan
pendaftara, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar
modal; atau
2. Entitas menguasai asset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat,
seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pension, reksa dana dan bank
investasi.
Berdasarkan definisi diatas, entitas yang terdaftar di pasar modal tidak dapat menggunakan SAK
ETAP. Entitas dalam industry keuangan juga tidak dapat menggunakan SAK ETAP, kecuali BPR yang
berdasarkan peraturan Bank Indonesia diizinkan menggunakan SAK ETAP. Hal tersebut dimungkinkan
karena dalam SAK ETAP dijelaskan bahwa entitas yang memiliki akuntabilitas public signifikan dapat
menggunakan SAK ETAP jika otoritas membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP.
SAK ETAP memuat 30 BAB peraturat dalam kurang lebihd dari 200 halaman. Standar ini berlaku
untuk entitas yang memenuhi definisi ETAP sesuai BAB 1 : Ruang Lingkup di SAK tersebut. Entitas
yang tergolong nirlaba sepanjang memenuhi ruang lingkup ETAP juga dapat menggunakan SAK
ETAP apabila regulator terkait mengizinkan. Sebagai contoh, Bank Perkreditan Rakyat, walaupun
menguasai asset sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat sehingga tidak termasuk ETAP,
telah diizinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE
No. 11/37//DKBU tanggal 31 Desember 2009.
SAK ETAP jauh lebih sederhana dibandingkan International Financial Reporting Standard for Small
and Medium Enterprises (IFRS for SME). Penyederhanaan dalam SAK ETAP memudahkan entitas
dalam penyusunan laporan keuangannya. Auditor yang mengaudit entitas tersebut juga mengacu pada
SAK ETAP dalam mengaudit dan menyebutkan hal tersebut didalam laporan auditnya.
Secara khusus entitas Syariah harus menggunakan SAK Umum, SAK ETAP, atau SAK EMKM
sebagai dasar penyusunan laporan keuangannya, dan SAK Syariah untuk transaksi berbasis Syariah.
Sebagai gambaran SAK yang digunakan oleh lembaga keuangan Syariah sebagai berikut :
SAK Umum digunakan oleh Bank Umum Syariah, khusus untuk transaksi Syariah mengacu pada
SAK Syariah.
SAK ETAP digunakan oleh BPR Syariah, khusus unutk transaksi Syariah mengacu pada SAK
Syariah.
SAK EMKM digunakan oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah, khusus untuk transaksi Syariah
mengacu pada SAK Syariah.
Selain itu, terdapat acuan-acuan standar akuntansi yang diperuntukan secara khusus untuk entitas-
entitas tertentu. Seperti Bank Indonesia memiliki standar akuntansi yang di dalamnya juga mencakup
kerangka konseptual untuk transaksi-transaksi Bank Indonesia yang bersifat unik. Sedangkan untuk
transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang tidak bersifat unik, maka mengacu pada SAK
Umum. Begitu juga dengan organisasi seperti OJK, LPS, dan BPJS.
Entitas nirlaba merupakan entitas yang tidak berorientasi pada laba namun tetap memiliki kewajiban
untuk mempertanggungjawabkan pemanfaatan sumber daya yang dikelolanya kepada penyandang dana
dan society. Salah satu media pertanggungjawabannya adalah Laporan Keuangan. Standar acuan yang
digunakan oleh entitas Nirlaba adalah PSAK 45 Pelaporan keuangan entitas Nirlaba (telah dicabut dan
digantikan dengan ISAK 35: Penyajian Laporan Keuangan Entitas Berorientasi Nirlaba) kemudian
ditambah dengan SAK Umum atau SAK ETAP atau SAK EMKM (tergantung pada pemenuhan
persyaratan penggunaan standar tersebut) untuk transaksi-transaksi yang bersifat umum.
5. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM)
SAK EMKM disusun untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan entitas mikro, kecil, dan
menengah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah dapat
digunakan sebagai acuan dalam mendefinisikan dan memberikan rentang kuantitatif EMKM. SAK
EMKM ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang tidak atau belum mampu memenuhi persyaratan
akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP. SAK EMKM dirancang lebih sederhana dibandingkan SAK
ETAP. Tujuannya adalah sebagai acuan dalam pembuatan laporan keuangan yang berisi informasi
posisi dan kinerja keuangan.
Informasi tersebut berguna bagi kreditor maupun investor untuk pengambilan keputusan ekonomi
sekaligus pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik usaha.
Standar ini ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang tidak atau belum mampu memnuhi persyaratan
akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP. SAK EMKM berlaku efektif tanggal 1 Januari 2018 dan
penerapan dini dianjurkan.
Disajikan dalam bentuk dua periode/dua tahun (minimum) untuk dapat dibandingkan satu sama lain.
Pada tahun 2018, IAI mengeluarkan keputusan untuk melakukan konvergensi dengan IFRS yang
diberlakukan pada tahun 2012. Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi,
yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa
melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara-negara maju. Sedangkan pada
gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
Fase 1 (2008-2012)
Fase ini merupakan fase awal dari proses konvergensi IFRS dimana Indonesia telah menyatakan komitmen
kepada public untuk melakukan konvergensi IFRS. Komitmen kepada public ini dinyatakan pada tanggal 8
Desember 2008. Target dalam fase 1 ini adalah diberlakukannya secara efektif standar akuntansi yang
mengacu pada IFRS pada tahun 2012.
Fase 2 (2012-2015)
Fase ini merupakan fase konvergensi yang lebih menyeluruh. Pada fase ini cukup banyak PSAK baru yang
dikeluarkan oleh DSAK yang berlaku efektif. Namun demikian gap antara PSAK yang berlaku dengan
IFRS yang berlaku saat tersebut masih cukup besar.
Setelah dilewatinya fase 2, IAI sebagai standard setter di Indonesia, melalui Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK-IAI) telah berkomitmen untuk menjaga gap antara IFRS dan PSAK hanya untuk satu
tahun. Implikasinya, banyak standar baru yang dikeluarkan oleh IASB yang akan efektif pada tahun 2018,
harus diadopsi di Indonesia pada 2019.
Dengan gap yang semakin singkat, banyak hal yang harus dilakuan agar dunia bisnis Indonesia tidak
Kembali begejolak diakibatkan oleh dinamia standar akuntansi keuangan global. Perubahan standar global
ini pasti akan menimbulkan dampak yang signifikan bagi entitas-entitas di Indonesia. Karena itu
penyusunan Laporan Keuangan dan Auditor di Indonesia perlu membekali diri dengan standar-standar
baru ini sedini mungkin untuk memastikan kelancaran transisi dalam sistem bisnis mereka.
Tabel 1.1
Beberapa isu penting terkini yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan
pada saat ini adalah :
1. Besarnya pertimbangan manajerial (managerial judgement) yang dibutuhkan dalam proses pengakuan,
penyajian dan pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan. IFRS merupakan standar akuntansi
yang bersifat principle based. Prinsip principle based menjelaskan bahwa suatu standar hanya
mengatur aspek-aspek pengakuan, penyajian, dan pengungkapan transaksi akuntansi secara prinsipnya
saja. Tidak terdapat pengaturan yang bersifat kaku. Dengan demikian perusahaan memerlukan
pertimbangan manajerial dalam menerapkan suatu standar akuntansi. Besarnya pertimbangan
manajerial ini akan memberikan dua sisi implikasi. Di satu ssim dengan menggunakan pertimbangan
manajerial, perusahan dapat menyajikan nilai ekonomis yang sesungguhnya sesuai denan karakteristik
perusahaan. Di sisi lain, apabila manajer memiliki self-interest pertimbangan manajerial dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan laba. Dengan semakin banyaknya kasus-kasus kecurangan
yang dilakukan perusahan, isu ini menjadi sangat penting dalam pengimplementasian PSAK.
2. Penggunaan nilai wajar yang semakin umum digunakan dalam mengukur posisi keuangan perusahaan.
Untuk meningkatkan relevansi dari angka akuntansi, IFRS lebih mengedepankan pengukuran dengan
menggunakan nilai wjaar. Seringkali penentuan nilai wajar untuk asset atau liabilitas perusahaan sulit
untuk dilakukan. Ketersediaan data bagi semua jenis industry seringkali menjadi isu yang penting
dalam pengimpementasian IFRS.
3. Cepatnya perubahan standar akuntansi dan praktik bisnis. Selama kurun waktu beberapa decade ini
standar akuntansi mengalami perubahan yang sangat ccepat. Konsep-konsep baru terus bermunculan.
Hal ini menjadi isu penting bagi pembuat laporan keauangan karena harus terus menyesuaikan praktik
akuntansinya dengan standar akuntansi yang baru. Selain itu, perusahan perlu menginvestasikan
sumber daya untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut.
Isu penting yang spesifik terkait dengan perubahan standar akuntansi adalah adanya beberapa PSAK baru
yang akan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020, yaitu PSAK 71 : Instrumen Keuangan, PSAK 72 :
Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan, DAN PSAK 73 : Sewa. PSAK 71 misalkan sangat
berdampak pada perusahaan terutama pada industri keuangan dan perusahan yang memiliki instrumen
keuangan dalam jumlah signifikan. PSAK mensyaratkan perusahan melakukan pencadangan atas kerugian
penurunan nilai dengan menggunakan expected credit loss, yang akan berdampak pada naiknya nilai
pencadangan yang hrus dilakukan oleh perusahaan. Hal ini tentunya berdampak pada laba perusahaan dan
kebutuhan modal. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan berbagai antisipasi untuk mempersiapkan
dampak berlakunya PSAK ini. PSAK 72 merupakan standar akuntansi yang mengatur bagaimana
perusahaan mengakui pendapatan. PSAK ini akan sangat berdampak pada perusahaan yang memiliki
bisnis proses yang dalam penentuan pendapatannya diperlukan metode atau akuntansi yang spesifik.
Sebagai contoh, PSAK ini akan berdampak pada perusahaan kosntruksi, real estate, atau perusahaan yang
memiliki kontrak penjualan yang menyatu dengan kontrak lainnya. PSAK 73 merupakan standar akuntansi
yang mengatur megnenai treansaksi leasing. Perubahan yang cukup mendasar dalam standar ini adalah
pada pengakuan transaksi leasing dari sudut pandang penyewa (leaser). PSAK ini memiliki dampak yang
signifikan bagi perusahaan yang memiliki asset yang disewa dalam jumlah signifikan.
Kerangka Konseptual mendeskripsikan tujuan dari dan konsep untuk pelaporan keuangan bertujuan umum.
Tujuan Kerangka Konseptual adalah untuk :
a. Membantu Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dalam
mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berdasarkan konsep yang konsisten;
b. Membantu penyusun laporan keuangan untuk mengembangkan kebijakan akuntansi yang konsisten
ketika tidak ada standar yang berlaku untuk transaksi tertentu atau peristiwa lain, atau ketika standar
memberikan pilihan kebijakan akuntansi; dan
c. Membantu semua pihak untuk memahami dan menginterpretasikan standar. Kerangka Konseptual
bukan merupakan standar. Kerangka konseptual ini tidak ada yang mengungguli standar atau
peryaratan dalam standar tertentu.
Apabila terdapat pertentangan antata KKPK dengan standar akuntansi keuangan, maka ketentuan stadar
akuntansi keuangan yang harus diunggulkan relatif terhadap KKPK.
Utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Melonjak 229 Persen Akibat Penerapan PSAK 73
Pada makalah ini, penulis mencoba untuk mencermati bagaimana penggunaan standar pelaporan keuangan atas
penerapan PSAK 73 pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA).
Kewajiban utang emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) meningkat hingga 229
persen pada 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda
Indonesia Prasetio menuturkan telah terjadi kenaikan total aset dan liabilitas secara signifikan sepanjang 2020.
Perubahan tersebut terutama disebabkan oleh dampak penerapan PSAK 73 sewa yang berlaku efektif sejak 1
Januari 2020, perseroan mencatatkan kenaikan beban depresiasi dan beban keuangan, masing-masing sebesar
738 persen dan 296 persen. Hal tersebut telah diungkapkan perseroan dalam catatan aset tetap dan catatan
perubahan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan konsolidasian perseroan per 31 Desember 2020.
Total liabilitas perseroan membengkak menjadi US$12,73 miliar naik 228,75 persen dibandingkan dengan 2019
yang sebesar US$3,87 miliar. Kenaikan tersebut akibat membengkaknya liabilitas jangka panjang dan jangka
pendek dengan rincian kenaikan sebagai berikut:
Liabilitas jangka panjang meningkat menjadi US$8,43 miliar dari posisi US$477,21 juta. Hal ini
karena PSAK 73 yang membuat liabilitas sewa membengkak menjadi US$4,49 miliar.
Liabilitas jangka pendek juga meningkat menjadi US$4,29 miliar dari posisi US$3,39 miliar pada
2019. Pembengkakan terjadi pada liabilitas sewa yang naik menjadi US$1,5 miliar dari hanya
US$52,53 juta
Total aset perseroan tercatat naik 142 persen menjadi US$10,78 miliar dari posisi US$4,45 miliar pada 2019.
Kenaikan terjadi pada aset tidak lancar. Dan penurunan terjadi pada aset lancar, posisi kas dan setara kas dengan
rincian kenaikan dan penurunan sebagai berikut:
Aset tidak lancar yang meningkat menjadi US$10,25 miliar dari sebelumnya US$3,32 miliar, terjadi
peningkatan pada aset tetap.
Aset lancar perseroan malah menurun menjadi US$536,54 juta dari posisi US$1,33 miliar.
Posisi kas dan setara kas pun turun menjadi US$200,97 juta dari posisi US$299,34 juta pada 2019.
Garuda pun mencatatkan ekuitas negatif pada 2020 sebesar US$1,94 miliar berbanding terbalik dari 2019 yang
ekuitasnya positif US$582,57 juta. Perubahan menjadi negatif ini akibat meningkatnya saldo defisit sebesar
US$1,38 miliar pada 1 Januari 2021 yang telah dieliminasi dalam rangka kuasi reorganisasi dan yang belum
dicadangkan meningkat menjadi sebesar US$3,26 miliar dari posisi US$799,66 juta.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 yang merupakan adopsi dari IFRS 16 mengatur tentang
sewa. Mengutip laman Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 73 mengenai Sewa merupakan adopsi dari IFRS 16
Leases. PSAK ini akan menggantikan beberapa standar, seperti PSAK 30 tentang Sewa, Interpretasi Standar
Akuntansi Keuangan atau ISAK 23 tentang sewa operasi, dan ISAK 25 tentang hak atas tanah. Standar tersebut
juga akan mengubah secara substansial pembukuan transaksi sewa dari sisi penyewa. PSAK 73 Sewa
menetapkan prinsip pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan sewa. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa penyewa dan pesewa menyediakan informasi yang relevan yang merepresentasikan dengan
tepat transaksi tersebut. Informasi ini memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai dampak
transaksi sewa pada posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas. PSAK ini akan menggantikan
beberapa standar; di antaranya PSAK 30 tentang Sewa, ISAK 23 tentang Sewa Operasi. PSAK 73 mulai berlaku
efektif 1 Januari 2020
BAB IV
KESIMPULAN
Sewa merupakan adopsi dari IFRS 16 Leases. PSAK 73: Sewa menetapkan prinsip pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan sewa. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penyewa dan pesewa
menyediakan informasi yang relevan yang merepresentasikan dengan tepat transaksi tersebut. Informasi ini
memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai dampak transaksi sewa pada posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas.
4.2 Opini
Menurut opini kami dari contoh kasus Garuda tersebut wajar jika utang Perusahaan meningkat 229 persen pada
tahun 2020 karena pada PSAK 73 liabilitas sewa di ukur pada nilai kini pembayaran sewa yang belum dibayar
pada tanggal permulaan, didiskontokan dengan menggunakan suku bunga implisit dalam sewa atau suku bunga
tersebut tidak dapat ditentukan, maka menggunakan suku bunga pinjaman inkemental (suku bunga yang akan di
tanggung penyewa). Perusahaan juga akan menyajikan Aset hak guna atas sewa di dalam laporan posisi
keuangan sesuai kontrak perjanjian. Biasanya PSAK 73 diterapkan jika jangka waktu kontrak perjanjian lebih
dari 1 tahun.
Berbeda dengan PSAK 30 atas sewa, dimana klasifikasi sewa hanya mengakui aset dan beban amortisasi pada
saat jumlah nilai sewa itu di bayarkan selama jangka waktu periode tertentu.
Jika pembayaran sewa operasi yang tidak berhubungan dengan usaha inti perusahaan akan diakui sebagai beban
usaha dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain secara garis lurus selama masa sewa.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia. (2020). Pelaporan Korporat. Jakarta Pusat: Ikatan Akuntan Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia . (2021, Januari 1). SAK Efektif per 1 Januari 2021. Retrieved from IAI Global:
http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sak-efektif-21-sak-efektif-per-1-januari-2021
https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/standar-akuntansi-keuangan