Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

STANDAR PELAPORAN KEUANGAN

Pelaporan korporat merupakan salah satu alat dalam menjalankan akuntabilitas


perusahaan. Pelaporan ini adalah cara manajemen berkomunikasi tentang kondisi dan
kinerja mereka pada para pemangku kepentingan. Proses komunikasi dan akuntabilitas
ini memiliki konsekuensi untuk berbagai pemangku kepentingan. Konsekuensi utama
dari pelaporan ini adalah adanya pengambilan keputusan oleh para pemangku
kepentingan tersebut. Beberapa jenis pelaporan korporat diantaranya yaitu laporan
keuangan, laporan tahunan, laporan tata kelola Perusahaan, laporan corporate social
responsibility, laporan keberlanjutan (sustainability report), dan laporan terintegrasi
(integrated reporting).

Pelaporan korporat merupakan proses penyampaian informasi mengenai kinerja


dan posisi keuangan suatu perusahaan kepada para pemangku kepentingan. Tujuan
utama pelaporan korporat adalah untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
para pemangku kepentingan untuk pengambilan keputusan. Para pemangku
kepentingan ini termasuk investor, kreditor, analis keuangan, regulator, dan masyarakat
umum. Informasi yang disajikan dalam laporan korporat harus relevan, akurat, andal,
dan tepat waktu. Pelaporan korporat yang baik memberikan banyak manfaat bagi
perusahaan, diantaranya yaitu meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor,
meningkatkan akses ke modal, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
perusahaan, membantu perusahaan dalam membuat keputusan yang lebih baik, dan
meningkatkan reputasi perusahaan.

Salah satu elemen penting dalam pelaporan korporat adalah pelaporan keuangan.
Pelaporan keuangan merupakan salah satu jenis paling umum dari pelaporan korporat.
Pelaporan keuangan menginformasikan kinerja keuangan dan posisi keuangan
perusahaan kepada para pemangku kepentingan khususnya penyedia modal, investor,
dan kreditor untuk pengambilan keputusan.

Pelaporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.


Sebagaimana kita ketahui Bersama di era globalisasi, informasi keuangan menjadi
elemen vital bagi berbagai pihak, baik internal maupun eksternal, dalam mengambil
keputusan dan menilai kinerja suatu entitas. Kepercayaan dan keandalan informasi
keuangan menjadi landasan utama dalam membangun pasar modal yang sehat dan
mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan standar pelaporan
keuangan yang terstruktur dan konsisten untuk memastikan transparansi dan
akuntabilitas. Standar pelaporan keuangan menyediakan kerangka kerja untuk
menyajikan informasi keuangan secara konsisten dan andal, sehingga memudahkan
para pemangku kepentingan untuk memahami kinerja dan kondisi keuangan
perusahaan.

Standar pelaporan keuangan merupakan seperangkat aturan dan pedoman yang


mengatur penyajian informasi keuangan dalam laporan keuangan. Standar ini dibuat
untuk memastikan bahwa informasi keuangan disajikan secara konsisten dan andal,
sehingga dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan untuk pengambilan
keputusan. Selain itu standar pelaporan keuangan bertujuan juga untuk meningkatkan
keseragaman dan konsistensi dalam penyusunan laporan keuangan, sehingga informasi
yang dihasilkan dapat dipercaya dan digunakan secara efektif oleh berbagai pihak.
Penerapan standar pelaporan keuangan membawa berbagai manfaat, diantaranya
sebagai berikut:

a. Meningkatkan transparansi, dengan adanya standar pelaporan keuangan informasi


keuangan disajikan secara jelas, akurat, dan terbuka, sehingga memudahkan
pengguna laporan keuangan untuk memahami kondisi keuangan dan kinerja suatu
entitas.
b. Meningkatkan akuntabilitas, dengan adanya standar pelaporan keuangan yang
mewajibkan entitas untuk mempertanggungjawabkan penggunaan sumber daya dan
kinerjanya kepada para pemangku kepentingan.
c. Mempermudah pengambilan keputusan, dengan adanya standar pelaporan
keuangan dapat membantu investor, kreditor, dan pihak lain dalam membuat
keputusan yang tepat terkait dengan investasi, pinjaman, dan kerjasama dengan
suatu entitas.
d. Meningkatkan kredibilitas dan daya saing, dengan penerapan standar pelaporan
keuangan yang baik dapat meningkatkan kredibilitas dan daya saing entitas di mata
investor dan mitra bisnis.
Di Indonesia standar pelaporan keuangan yang berlaku yaitu standar akuntansi.
Standar akuntansi diperuntukkan untuk entitas yang diwajibkan menyusun laporan
keuangan. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa standar akuntansi yang mengatur
berbagai jenis entitas yang ada. Standar akuntansi yang dimaksud tersebut terdiri atas
standar akuntansi pemerintahan (SAP) yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintah (KSAP) dan mengatur penyusunan laporan keuangan entitas pemerintahan
(government entities), dan standar akuntansi keuangan yang digunakan oleh entitas
privat (private entities). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 2005. Standar akuntansi pemerintahan digunakan sebagai acuan dalam
Menyusun laporan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan mengacu pada International Financial Reporting Standards (IFRS) melalui Dewan
Standar Akuntansi Keuangan IAI untuk akuntansi umum dan Dewan Standar Syariah IAI
untuk akuntansi transaksi berbasis syariah. Standar akuntansi keuangan di Indonesia
meliputi:

a. Standar Akuntansi Keuangan yang berbasis pada International Financial Reporting


Standards (SAK Umum),
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang
diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan Dewan
Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) serta peraturan regulator
pasar modal untuk entitas yang berada di bawah pengawasannya.
Efektif 1 Januari 2015 yang berlaku di Indonesia secara garis besar akan
konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang berlaku
efektif 1 Januari 2014. DSAK IAI telah berhasil meminimalkan perbedaan antara
kedua standar, dari tiga tahun di 1 januari 2012 menjadi satu tahun di 1 Januari 2015.
Ini merupakan suatu bentuk komitmen Indonesia melalui DSAK IAI dalam
memainkan perannya selaku satu-satunya anggota G20 di kawasan Asia Tenggara.
Selain SAK yang berbasis IFRS, DSAK IAI telah menerbitkan PSAK dan ISAK
yang merupakan produk non-IFRS antara lain, seperti PSAK 28 dan PSAK 38, ISAK
31, ISAK 32, ISAK 35 dan ISAK 36.
Diharapakan dengan semakin sedikitnya perbedaan antara SAK dan IFRS dapat
memberikan manfaat bagi pemanggku kepentingan di Indonesia. Perusahaan yang
memiliki akuntabilitas publik, regulator yang berusaha menciptakan infrastruktur
pengaturan yang dibutuhkan, khususnya dalam transaksi pasar modal, serta
pengguna informasi laporan keuangan dapat menggunakan SAK sebagai suatu
panduan dalam meningkatkan kualitas informasi yang dihasilkan dalam laporan
keuangan.
Penyusunan SAK wajib mengikuti due process procedure yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia. Proses tersebut meliputi:
identifikasi isu; konsultasi isu dengan Dewan Konsultatif SAK (DKSAK) (jika
diperlukan); melakukan riset terbatas; pembahasan materi SAK; pengesahan dan
publikasi exposure draft; pelaksanaan public hearing; pelaksanaan limited hearing
(jika diperlukan); pembahasan masukan publik; dan pengesahan SAK. Penyusunan
annual improvements tidak wajib mengikuti due process public hearing. Sedangkan
penyusunan produk lain non-SAK (misal siaran pers atau materi edukasi) tidak wajib
mengikuti keseluruhan tahapan due process prosedur.
b. Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK
ETAP) dimaksudkan untuk digunakan oleh Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(ETAP), yaitu entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan
menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial
statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik
yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur dan lembaga
pemeringkat kredit.
SAK ETAP bertujuan untuk menciptakan fleksibilitas dalam penerapannya dan
diharapkan memberi kemudahan akses ETAP kepada pendanaan dari perbankan.
SAK ETAP merupakan SAK yang berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAK
Umum, sebagian besar menggunakan konsep biaya historis; mengatur transaksi
yang dilakukan oleh ETAP; bentuk pengaturan yang lebih sederhana dalam hal
perlakuan akuntansi dan relatif tidak berubah selama beberapa tahun.
c. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil dan Menengah (SAK EMKM)
SAK EMKM merupakan standar akuntansi keuangan yang berdiri sendiri yang
dapat digunakan oleh entitas yang memenuhi definisi entitas tanpa akuntabilitas
publik yang signifikan sebagaimana yang diatur dalam SAK ETAP dan karakteristik
dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). SAK EMKM secara eksplisit mendeskripsikan konsep entitas
bisnis sebagai salah satu asumsi dasarnya dan oleh karena itu untuk dapat
menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK EMKM, entitas harus dapat
memisahkan kekayaan pribadi pemilik dengan kekayaan dan hasil usaha entitas
tersebut, dan antara suatu usaha/entitas dengan usaha/entitas lainnya.
Jika dibandingkan dengan SAK lainnya, SAK EMKM merupakan standar yang
dibuat sederhana karena mengatur transaksi umum yang dilakukan oleh EMKM dan
dasar pengukurannya murni menggunakan biaya historis sehingga EMKM cukup
mencatat aset dan liabilitasnya sebesar biaya perolehannya. Entitas yang memenuhi
persyaratan menggunakan SAK EMKM ini tetap perlu mempertimbangkan apakah
ketentuan yang diatur dalam SAK EMKM ini telah sesuai dan memenuhi kebutuhan
pelaporan keuangan entitas tersebut. Oleh karena itu, entitas perlu
mempertimbangkan kerangka pelaporan keuangan yang akan diterapkan, apakah
berdasarkan SAK EMKM atau SAK lainnya, dengan memperhatikan kemudahan
yang ditawarkan dalam SAK EMKM, dan kebutuhan informasi pengguna laporan
keuangan entitas tersebut.
d. Standar Akuntansi Syariah (SAS)
Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAS) berbasis pada konsep-konsep
akuntansi umum yang telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Konsep ini
tercermin dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan
Syariah (KDPPLKS) sebagai dasar pengembangan standar akuntansi keuangan
syariah.
Hal yang diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah adalah transaksi-
transaksi syariah yang berlaku untuk para pihak yang melakukan transaksi tersebut.
Saat ini transaksi syariah yang utama telah diatur dalam standar akuntansi keuangan
syariah, seperti murabahah, istishna, salam, mudharabah, musyarakah,
ijarah, tabarru’, sukuk, zakat, wa’d, serta wakaf.

Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK), seringkali disebut sebagai


kerangka konseptual merupakan konsep yang menjadi landasan bagi penyusunan dan
penyajian laporan keuangan. Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) telah
disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan pada tanggal 26 Juni 2019. KKPK
ini menggantikan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) yang telah
disahkan pada tanggal 28 September 2016 dan Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) yang telah disahkan pada tanggal 27 Agustus
2014. KKPK ini memiliki tanggal efektif 1 Januari 2020 dengan penerapan lebih dini
diperkenankan untuk Perusahaan yang menggunakan KKPK dalam mengembangkan
kebijakan akuntansi ketika tidak ada PSAK yang berlaku untuk transaksi tertentu.

Kerangka konseptual mendeskripsikan tujuan dari dan konsep untuk pelaporan


keuangan bertujuan umum. Tujuan kerangka konseptual adalah untuk:

a. Membantu Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK


IAI) dalam mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berdasarkan
konsep yang konsisten
b. Membantu penyusunan laporan keuangan untuk mengembangkan kebijakan
akuntansi yang konsisten ketika tidak ada standar yang berlaku untuk transaksi
tertentu atau peristiwa lain, atau ketika standar memberikan pilihan kebijakan
akuntansi; dan
c. Membantu semua pihak untuk memahami dan menginterpretasikan standar.
Kerangka Konseptual bukan merupakan standar. Kerangka konseptual ini tidak ada
yang mengungguli standar atau persyaratan dalam standar tertentu.

Apabila terdapat pertentangan antara Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan


(KKPK) dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), maka ketentuan standar akuntansi
keuangan yang harus diunggulkan relative terhadap kerangka konseptual pelaporan
keuangan.

Konvergensi IFRS telah membawa dampak yang signifikan pada praktik pelaporan
keuangan per usahaan. Entitas perlu melakukan hanyak persiapan dan kajian terhadap
konvergensi IFRS tersebut, mengingat PSAK yang mengadopsi IFRS telah cukup
banyak yang berlaku efektif dan DSAK IAI terus berkomitmen untuk mempersempit gap
anatara IFRS dan PSAK

Beberapa isu penting terkini yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dan
penyajian Laporan Keuangan pada saat ini adalah:

1. Besarnya pertimbangan manajerial (managerial judgement) yang dibutuhkan dalam


proses pengakuan, penyajian dan pengungkapan informasi dalam Laporan
Keuangan. IFRS merupakan standar akuntansi yang bersifat principle based. Prinsip
principle based menjelaskan balrwa suatu standar hanya mengatur aspek-aspek
pengakuan, penyajian, dan pengungkapan transaksi akuntanal secara prinsipnya
saja. Tidak terdapat pengaturan yang bersifat kaku. Dengan demikian perusahaan
memerlukan pertimbangan manajerial dalam menerapkan suatu standar akuntansi
Besarnya pertimbangan manajerial ini akan memberikan dua sisi implikasi. Di satu
sisi, dengan menggunakan pertimbangan manajerial, perusahaan dapat menyajikan
nilai ekonomis yang sesungguhnya sesuai dengan karakteristik perusahaan. Di sisi
lain, apabila manajer memiliki self-interest pertimbangan manajerial dapat digunakan
sebagai dasar dalam pengelolaan laba. Dengan semakin banyaknya kasus-kasus
kecurangan yang dilakukan perusahaan, isu ini menjadi sangat penting dalam
pengimplementasian PSAK.
2. Penggunaan nilai wajar yang semakin umum digunakan dalam mengukur posisi
keuangan perusahaan. Untuk meningkatkan relevansi dari angka akuntansi, IFRS
lebih mengedepankan pengukuran dengan menggunakan nilai wajar. Seringkali
penentuan nilai wajar untuk aset atau liabilitas perusahaan sulit untuk dilakukan.
Ketersediaan data bagi semua jenis industri seringkall menjadi isu yang penting
dalam pengimplementasian IFRS.
3. Cepatnya perubahan standar akuntansi dan praktik bisris. Selama kurun waktu
beberapa decade ini standar akuntansi mengalami perubahan yang sangat cepat,
Konsep-konsep baru terus bermunculan. Hal ini menjadi isu penting bagi pembuat
laporan keuangan karena harus terus menyesuaikan praktik akuntansinya dengan
standar akuntansi yang baru. Selain itu, Perusahaan perlu menginvestasikan sumber
daya untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut.
Isu penting yang spesifik terkait dengan perubahan standar akuntansi adalah
adanya beberapa PSAK baru yang akan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020,
yaitu PSAK 71: Instrumen Keuangan, PSAK 72: Pendapatan dari Kontrak dengan
Pelanggan, dan PSAK 73: Sewa. PSAK 71 misalkan sangat berdampak pada
perusahaan terutama pada industri keuangan dan perusahaan yang memiliki instrumen
keuangan dalam jumlah yang signifikan. PSAK mensyaratkan perusahaan melakukan
pencadangan atas kerugian penurunan nilai dengan menggunakan expected credit loss,
yang akan berdampak pada naiknya nilai pencadangan yang harus dilakukan oleh
perusahaan. Hal ini tentunya berdampak pada laba perusahaan dan kebutuhan modal.
Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan berbagai antisipasi untuk mempersiapkan
berlakunya PSAK ini. PSAK 72 merupakan standar akuntansi yang mengatur mengenai
bagaimana perusahaan mengakui pendapatan. PSAK ini akan sangat berdampak pada
perusahaan yang memiliki bisnis proses yang dalam penentuan pendapatannya
diperlukan metode atau akuntansi yang spesifik. Sebagai contoh, PSAK ini akan
berdampak pada perusahaan konstruksi, real estate, atau perusahaan yang memiliki
kontrak penjualan yang menyatu dengan kontrak lainnya. PSAK 73 merupakan standar
akuntansi yang mengatur mengenai transaksi leasing. Perubahan yang cukup mendasar
dalam standar ini adalah pada pengakuan transaksi leasing dari sudut pandang
penyewa (leasee). PSAK ini memiliki dampak yang signifikan bagi perusahaan yang
memiliki aset yang disewa dalam jumlah yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai