Anda di halaman 1dari 6

BAB 4

ASET LANCAR

Aset merupakan aktiva yang mempunyai manfaat ekonomik di masa datang yang cukup

pasti, dikuasai oleh entitas dan timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Aset

mencerminkan kekayaaan baik berwujud maupun tidak berwujud yang berharga atau bernilai

pada sebuah perusahaan. Aset pada perusahaan terdiri dari aset lancar, aset tetap dan aset tidak

berwujud.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) aset

adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan

dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. Pada

dasarnya aset dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu aset lancar dan aset tidak

lancar. Aset lancar adalah harta atau kekayaan perusahaan yang mudah diubah menjadi uang

tunai dalam waktu relatif singkat (kurang dari satu tahun) dan terdaftar di neraca bisnis. Contoh

aset lancer antara lain adalah kas, piutang,investasi jangka pendek, persediaan, dan beban

dibayar di muka.

Bambang Riyanto (2001) mendefinisikan aset lancar yaitu aset yang habis dalam satu kali

perputaran dalam proses produksi dan proses perputarannya adalah dalam jangka waktu yang

pendek (umumnya kurang dari satua tahun). Menurut Alimsyah dan Padji (2006) mendefinisikan

aset lancar merupakan harta perusahaan yang dapat ditukar dengan uang tunai dalam waktu

relatif singkat. Biasanya ukuran waktunya yang dipakai ialah siklus usaha atau tahun buku yang

termasuk aset lancar adalah uang kas.

Kriteria aset lancar dijelaskan dalam PSAK 201 (dulu PSAK 1): Penyajian Laporan

Keuangan, yaitu suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika memenuhi salah satu dari

kriteria berikut:
a. Aset tersebut diperkirakan akan direalisasikan atau terdapat intensi untuk dijual atau

digunakan dalam siklus operasi normal.

b. Aset tersebut dimiliki untuk diperdagangkan

c. Aset tersebut diperkirakan akan direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan

d. Aset tersebut merupakan kas atau setara kas, kecuali aset tersebut dibatasi pertukaran atau

penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas, sekurang-kurangnya 12 bulan setelah

periode pelaporan.

Sebaliknya, jika suatu aset tidak termasuk dalam kriteria-kriteria di atas maka aset tersebut

diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar. Yang dimaksud dengan “Siklus operasi normal” pada

kriteria di atas yaitu rentang waktu sejak perolehan (pembelian) aset, proses atau produksi (jika

ada), hingga dapat direalisasikan atau diubah ke dalam bentuk kas atau setara kas (terjual).

PSAK 201 menambahkan bahwa “Ketika siklus operasi normal suatu entitas tidak dapat

diidentifikasikan secara jelas, maka diasumsikan selama 12 bulan.” Itulah sebabnya mengapa

“Persediaan” dan “Piutang” dimasukkan ke dalam kelompok aset lancar, meskipun belum tentu

dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal laporan.

Pos-pos berikut ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai aktiva lancar:

a. Kas dan setara kas

Kas merupakan alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai

kegiatan Perusahaan. Sedangkan setara kas adalah investasi yang sifatnya sangat likuid,

berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa

menghadapi risiko perubahan nilai. Dapat di simpulkan kas dan setara kas adalah dana tunai

dan uang yang disimpan di bank yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu untuk membiayai

kegiatan umum dan rutin perusahaan. Instrumen yang dapat diklasifikasikan sebagai setara

kas meliputi:
a. Deposito berjangka yang akan jatuh tempo dalam waktu 3 bulan atau kurang dari tanggal

penempatannya serta tidak dijaminkan.

b. Instrumen pasar uang yang diperoleh dan akan dicairkan dalam jangka waktu tidak lebih

dari 3 bulan.

Insturmen yang tidak bisa diklasifikasikan sebagai kas dan setara kas:

a. Kas dan setara kas yang telah ditentukan penggunaannya atau yang tidak dapat

digunakan secara bebas

b. Rekening giro pada bank yang tidak dapat segera dipakai (blokir) atau dana yang sudah

cadangkan untuk tujuan khusus tertentu atau dana yang dibatasi penggunaannya. Dana

yang diblokir di bank untuk tujuan bank garansi dan atau dana yang sengaja dicadangkan

untuk tujuan khusus tertentu dibukukan dan dicatat pada akun “Deposit Guarantee” pada

kelompok other assets.

b. Piutang lain-lain yang timbul dari transaksi di luar kegiatan utama perusahaan yang tidak

diharapkan pencairannya dalam jangka waktu satu tahun, seperti uang muka pada pemegang

saham atau direksi

c. Persediaan

PSAK 202 (dulu PSAK 14) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan persediaan

adalah aset yang (i) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; (ii) dalam proses

produksi untuk penjualan tersebut; (iii) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk

digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Artinya, persediaan tidak hanya

mencakup barang jadi melainkan juga bahan baku dan setengah jadi, tergantung dari jenis

perusahaannya.

Untuk perusahaan dagang misalnya, perusahaan tersebut membeli persediaan yang

memang sudah siap untuk dijual, sehingga dalam laporan posisi keuangan hanya akan

terdapat satu akun persediaan, yaitu Persediaan Barang Dagang. Sebaliknya, untuk

perusahaan manufaktur, perusahaan tersebut harus memproduksi barang jadinya terlebih


dahulu, sehingga perusahaan manufaktur menggunakan tiga jenis akun persediaan, yaitu

Persediaan Bahan Baku, Persediaan Dalam Proses, dan Persediaan Barang Jadi.

Untuk perusahaan jasa yang menjual jasa takberwujud, persediaannya bukan berupa

produk yang dijual melainkan berupa perlengkapan. Selanjutnya untuk perusahaan agrikultur,

aset yang dianggap sebagai persediaan adalah produk agrikultur yang telah dipanen dari aset

biologis.

Pada saat pengakuan awal, persediaan akan diukur pada biaya perolehannya.

Komponen biaya perolehan tersebut mencakup:

a. Biaya pembelian, meliputi:

a) Harga beli, bea impor, pajak lainnya (selain yang dapat ditagih kembali setelahnya

oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan.

b) Biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi,

bahan, dan jasa.

c) Diskon dagang, rabat dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya

pembelian.

b. Biaya konversi, meliputi:

a) Biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, misal biaya tenaga

kerja langsung.

b) Alokasi overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengkonversi

menjadi barang jadi.

a. Contoh overhead produksi tetap: penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan

peralatan pabrik, serta biaya manajemen dan administrasi pabrik.

b. Contoh overhead produksi variabel: bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja

tidak langsung.
c. Biaya lain-lain

Diakui sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan

berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Misalnya dalam keadaan tertentu diperkenankan

untuk memasukkan overhead nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk

pelanggan tertentu sebagai biaya persediaan. Namun demikian, terdapat biaya-biaya

yang tidak dapat diperhitungkan sebagai persediaan dan harus dibebankan pada periode

terjadinya, yaitu:

a. Jumlah yang tidak normal atas pemborosan bahan, tenaga kerja, atau biaya produksi

lainnya;

b. Biaya penyimpanan, kecuali biaya tersebut diperlukan dalam proses produksi

sebelum dilanjutkan pada tahap produksi berikutnya;

c. Biaya administrasi dan umum yang tidak memberikan kontribusi untuk membuat

persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini; dan

d. Biaya penjualan. Untuk perusahaan jasa, biaya persedian tersebut meliputi biaya

tenaga kerja dan biaya personalia lainnya yang secara langsung menangani

pemberian jasa, termasuk personalia penyelia, dan overhead yang dapat

diatribusikan. Sedangkan, biaya tenaga kerja dan biaya lainnya yang terkait dengan

personalia penjualan dan administrasi umum tidak termasuk sebagai biaya persedian

tetapi diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Biaya persediaan pemberi jasa

tidak termasuk marjin laba atau overhead yang tidak dapat diatribusikan yang

seringkali merupakan faktor pembebanan harga oleh pemberi jasa.

Terdapat dua metode untuk mencatat persediaan, yaitu metode perpetual dan metode

periodik. Metode pencatatan perpetual adalah metode yang mencatat perubahan persediaan

secara terus menerus sehingga nilai persediaan akan selalu termuktahirkan. Nilai Persediaan

akhir dan Harga Pokok Penjualan (HPP) akan tercermin dalam buku besar kedua akun tersebut.
Sedangkan, metode pencatatan periodik adalah metode dimana perusahaan menentukan

kuantitas persediaan akhir secara periodik dan menghitung HPP di akhir periode.

Anda mungkin juga menyukai