Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

ETIKA DAN TATA KELOLA

A. Kode Etik Akuntan Profesional

Mekanisme pelaksanaan good governance dalam suatu perusahaan,

diharapkan mampu mempublikasikan laporan keuangan dengan transparan serta

aktual. Akuntan publik diharapkan mampu dalam melakukan pengawasan terhadap

good governance. Dalam melaksanakan tugasnya, akuntan public kerap kali didera

oleh dilema dalam beretika.

Etika merupakan suatu sarana bagi profesi akuntan dalam mengendalikan diri

agar tetap menjaga profesionalisme yang dimiliki. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

merupakan suatu lembaga atau organisasi yang menaungi seluruh akuntan di

Indonesia. IAI merupakan sebuah organisasi profesional yang berdiri dan

bertanggung jawab untuk dalam hal mengembangkan nilai-nilai etika akuntan

profesional.

Selain itu, IAI pun mewajibkan para akuntan profesional agar dapat melakukan

segala tindakan dengan cara bertanggung jawab penuh saat terlibat dalam layanan

akuntansi dan meninjau keseluruhan informasi yang berkaitan dengan keuangan.

Dalam melakukan suatu tindakan yang dilakukan untuk kepentingan publik, seorang

akuntan publik harus memerhatikan serta mematuhi ketentuan kode etik yang

berlaku. Akuntan publik diharuskan mematuhi kode etik yang berlaku. Prinsip kode

etik yang diterapkan oleh IAI pada akuntan publik memiliki lima prinsip yaitu:

a. Integritas

Integritas mewajibkan setiap akuntan publik untuk memiliki sikap yang lugas

dan jujur dalam semua hal yang berhubungan dengan profesionalisme serta
hubungan bisnis. Integritas berarti terbuka, terus terang, serta selalu

mengatakan sesuai dengan fakta.

Akuntan publik tidak boleh ada keterkaitan dengan laporan, pernyataan

resmi, komunikasi atau informasi lain ketika akuntans publik meyakini bahwa

informasi tersebut terdapat kesalahan yang material atau pernyataan yang dapat

menyesatkan, pernyataan dan informasi yang dilengkapi secara sembarangan,

dan adanya penghilangan informasi yang seharusnya diungkapkan sehingga

akan menyesatkan.

Ketika seorang akuntan publik menyadari hal tersebut, maka akuntan publik

diharuskan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tidak dikaitkan

dengan informasi yang menyesatkan.

b. Objektivitas

Prinsip objektivitas mengharuskan praktisi untuk tidak bias, tidak berbenturan

dengan kepentingan, atau suatu pengaruh yang tidak sepantasnya dari pihak lain

yang dapat mengurangi keprofesionalannya. Dalam melakukan pekerjaanya,

setiap akuntan publik harus dapat mempertimbangkan ada tidaknya ancaman

terhadap kepatuhan serta prinsip objektivitas yang dimiliki. Akuntan publik

mungkin saja dihadapkan pada situasi yang sulit, sehingga dapat

menggoyahkan obejektivitas yang dimilikinya.

Namun, akuntan publik tidak akan memberikan layanan terhadap publik jika

terdapat suatu keadaaan atau hubungan yang menyebabkan terjadinya bias atau

bias yang memberikan pengaruh yang berlebihan terhdap pertimbagan yang

menyangkut profesinalime yang dimiliki akuntan publik. Akuntan publik harus


dapat mengevaluasi secara signifikan setiap ancaman yang datang sehingga

akuntan publik dapat melakukan pencegahan sebelum terjadi sesuatu.

Pencegahan tersebut mencakup mengundurkan diri dari tim perikatan,

menerapkan prosedur pengawasan yang memadai, menghentikan hubungan

keuangan atau hubungan bisnis yang dapat menimbulkan ancaman,

mendiskusikan ancaman tersebut dengan manajemer senior KAP, dan

mendiskusikan ancaman tersebut dengan pihak lain yang bertanggungjawab

atas tata kelola perusahaan.

c. Kompetensi dan kehati-hatian professional

Prinsip kompetensi dan kehati-hatian mewajibkan akuntan publik dapat

menjaga pengetahuan serta keahlian profesi pada tingkat yang dibutuhkan untuk

menjamin klien atau pemberi kerja dalam menerima pelayanan professional yang

kompeten dibidangnya, berlaku cermat serta tekun sesuai dengan teknis dan

profesionalisme yang berlaku ketika melakukan jasa professional.

Kompetensi profesional dibagi menjadi dua tahap yaitu: (1) Pencapaian

kompetensi profesional akuntan diharapkan mampu untuk terus melakukan

pembelajaran mengenai bidang yang dijalankan. Dengan terus mengupgrade

kompetensi, seorang akuntan akan siap dan cermat dalam mengahadapi kasus-

kasus yang ada di lapangan. (2) Pemeliharaan kompetensi profesional

dibutuhkan kesadaran yang berkelanjutan serta pemahaman dalam hal

perkembangan teknis, profesional, serta bisnis yang relevan.

Pengembangan yang dilakukan akuntan publik secara berkelanjutan

membuat akuntan publik dapat mengembangkan dan memelihara


kemampuannya dalam hal bertindak secara kompeten dalam lingkup

profesionalisme.

d. Kerahasiaan

Prinsip kerahasiaan mewajibkan akuntan pulik untuk tidak membocorkan

rahasia. Akuntan publik diharapkan tidak mengungkap informasi yang bersifat

rahasia yang berasal dari hubungan bisnis kepada pihak di luar kantor akuntan

atau organisasi tempatnya bekerja tanpa adanya kewengangan yang memadai

dan spesifik, kecuali jika terdapat hak dan kewajiban secara hukum untuk

mengungkapkannya.

Selain itu, akuntan publik diharapkan tidak menyalahgunakan informasi yang

diperoleh terutama informasi yang bersifat rahasia. Menggunakan infromasi

rahasia yang diperoleh dari hubungan bisnis dengan semata-mata untuk

kepentingan pribadi atau pihak lain. Kewajiban untuk memenuhi prinsip

kerahasiaan yang dimiliki harus terus dipertahankan, bahkan setelah berakhirnya

hubungan akuntan publik dengan klien. Akuntan publik tidak diperbolehkan

menggunakan infromasi rahasia baik yang diperoleh atau diterima dari hubungan

profesional atau bisnis sebelumnya.

e. Perilaku professional

Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap akuntan profesional untuk

mematuhi ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku serta menghindari

setiap perilaku yang akuntan profesional tahu atau seharusnya tahu yang dapat

mengurangi kepercayaan pada profesi.

Hal ini termasuk perilaku, yang menurut pihak ketiga yang rasional dan

memiliki informasi yang cukup, setelah menimbang semua fakta dan keadaan
tertentu yang tersedia bagi akuntan profesional pada waktu itu, akan

menyimpulkan, yang mengakibatkan pengaruh negatif terhadap reputasi baik

dari profesi.

Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, Akuntan

profesional dilarang mencemarkan nama baik profesi. Akuntan profesional

bersikap jujur dan dapat dipercaya, serta tidak mengakui secara berlebihan

mengenai jasa yang ditawarkan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang

diperoleh, atau membuat referensi yang meremehkan atau membuat

perbandingan tanpa bukti terhadap pekerjaan pihak lain.

B. Etika Dalam Pelaporan Korporat

Kode etik untuk akuntan profesional diterapkan pada seluruh aktivitas akuntan

profesional. Salah satu aktivitas utama akuntan profesional adalah terkait dengan

pelaporan korporat, baik akuntan profesional di praktik publik (kantor akuntan),

maupun akuntan profesional di bisnis (perusahaan). Oleh sebab itu terdapat etika

akuntan profesional dalam pelaporan korporat yang harus ditaati. Akuntan harus

mematuhi kode etik. Prinsip perilaku profesional mensyaratkan akuntan untuk

mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prinsip dasar etika profesional bagi akuntan profesional dan memberikan

kerangka konseptual yang akan diterapkan akuntan profesional dalam

mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasir etika,

mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut, dan menerapkan perlindungan yang

tepat untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke tingkat

yang dapat diterima.


Perlindungan diperlukan ketika akuntan profesional menentukan bahwa

ancaman itu tidak berada pada tingkat yang mana pihak ketiga yang rasional dan

memiliki informasi yang cukup, berdasarkan semua fakta dan keadaan tertentu yang

tersedia bagi akuntan profesional pada saat itu, akan menyimpulkan bahwa

kepatuhan pada prinsip dasar etika tidak berkurang akuntan profesional

menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menerapkan kerangka

konseptual ini. Akuntan Profesional mematuhi prinsip dasar etika berikut ini:

a. Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan

bisnis.

b. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh

yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan

pertimbangan profesional atau bisnis.

c. Kompetensi dan kehati-hatian profesional, yaitu menjaga pengetahuan dan

keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa

klien atau pemberi kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten

berdasarkan perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta

bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan teknik dan standar profesional

yang berlaku.

d. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil

hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi

tersebut kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai,

kecuali terdapat suatu hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk

mengungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi tersebut untuk

keuntungan pribadi akuntan profesional atau pihak ketiga.


e. Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan

menghindari perilaku apa pun yang mengurangi kepercayaan kepada profesi

akuntan profesional.

Laporan korporat adalah salah satu hasil pekerjaan akuntan profesional yang

bekerja di bisnis. Laporan korporat tersebut dijadikan acuan oleh berbagai

pemangku kepentingan, seperti investor, kreditur, pemilik, pemerintah, dan

pemangku kepentingan lainnya. Laporan korporat dapat menyajikan informasi

keuangan atau informasi manajemen, seperti laporan keuangan, diskusi dan analisis

manajemen, laporan keberlanjutan, laporan tata kelola, proyeksi, dan lainnya.

Menurut kode etik akuntan Indonesia, akuntan profesional yang bekerja di bisnis

bertanggung jawab baik sendiri maupun bersama dengan pihak lain dalam

menyusun dan melaporkan informasi keuangan dan informasi lain, yang dijadikan

acuan oleh organisasi tempatnya bekerja dan pihak ketiga. Akuntan profesional yang

bekerja di bisnis mungkin bertanggung jawab dalam manajemen keuangan yang

efektif dan memberi advis yang kompeten dalam berbagai perihal terkait bisnis.

Akuntan profesional di bisnis dapat menghadapi ancaman yang memengaruhi

kepatuhannya pada prinsip dasar etika. Ancaman tersebut dapat dikategorikan

sebagai berikut:

1. Ancaman kepentingan pribadi. Sebagai contoh, bonus kinerja akuntan yang

dikaitkan dengan kinerja keuangan perusahaan dapat menjadi ancaman

kepentingan pribadi karena keadaan tersebut dapat mempengaruhi akuntan

untuk melaporkan kinerja keuangan yang tinggi agar kepentingan pribadinya

untuk memperoleh bonus terpenuhi, walaupun kinerja keuangan yang dilaporkan

tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.


2. Ancaman telaah pribadi. Sebagai contoh, penggabungan fungsi penyusunan

pengendalian internal untuk pelaporan keuangan dengan audit internal dapat

menjadi ancaman telaah pribadi karena pada saat auditor internal melakukan

audit atas kecukupan pengendalian internal untuk pelaporan keuangan, auditor

internal melakukan reviu atas pekerjaan yang dilakukan oleh rekannya di unit

yang sama.

3. Ancaman advokasi. Sebagai contoh, ketika laporan korporat menjadi komponen

penting dari rencana aksi korporasi maka keadaan tersebut dapat menjadi

ancaman advokasi karena akuntan mungkin berupaya menyajikan informasi

positif dan menyembunyikan informasi negatif dalam laporan korporat tersebut.

4. Ancaman kedekatan Sebagai contoh, hubungan keluarga kekerabatan antara

akuntan yang me reviu dan menyusun laporan dapat menjadi ancaman karena

akuntan yang mereviu dapat terlalu mudah menerima hasil pekerjaan penyusun

laporan.

5. Ancaman intimidasi. Sebagai contoh, jika kepala divisi pelaporan keuangan

perusahaan mendapat ancaman pemecatan dari direktur keuangan jika

menampilkan informasi yang sesungguhnya.

C. Pengertian Tata Kelola

Suatu perusahaan didirikan tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut tentunya harus ada kerja sama dari pihak-pihak yang

berkepentingan. Tata Kelola perusahaan merupakan salah satu cara atau prinsip

yang dibentuk untuk bisa mencapai tujuan tersebut. Tata kelola perusahaan yang

baik memiliki prinsip-prinsip yang bisa mengarahkan dan mengendalikan


perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kewenangan perusahaan dalam

memberikan pertanggungjawaban kepada stakeholders.

Tata kelola perusahaan di Indonesia baru mulai dikembangkan kurang lebih

tahun 1990 sesaat setelah krisis pada tahun 1998 yang juga menyebabkan

terjadinya krisis kepercayaan dari masyarakat. Tata kelola perusahaan atau lebih

dikenal dengan good governance mulai di perkenalkan saat itu untuk

mengembalikan kepercayaan masyarakat dan para stakeholders.

Pengertian tata Kelola perusahaan menurut para ahli good corporate

governance adalah sistem yang dibuat oleh perusahaan dalam mengatur hubungan

antara para pemegang saham yang memiliki hak dan kewajiban terhadap

perusahaan. Good corporate governance adalah suatu struktur yang mengatur pola

hubungan tentang dewan komisaris, dewan direksi, dan para pemegang saham.

Good corporate governance ialah suatu proses yang transparan terhadap penentuan

tujuan perusahaan dalam pencapaiannya maupun kinerjanya.

Good corporate governance adalah seperangkat peraturan dan upaya

perbaikan sistem dan proses dalam pengelolaan organisasi dengan mengatur dan

memperjelas hubungan, wewenang, hak dan kewajiban seluruh pemangku

kepentingan, baik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris

maupun Dewan Direksi. Good corporate governance adalah suatu sistem yang

dapat mengatur, mengelola serta mengawasi proses pengendalian bisnis yang

berjalan secara berkelanjutan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tata kelola

perusahaan merupakan suatu sistem atau prinsip yang digunakan dalam

perusahaan untuk mengatur dan mengelola perusahaan dengan baik dengan


memperjelas hak-hak dan kewajiban para pemangku kepentingan dimulai dari

dewan komisaris, dewan direksi, pemegang saham, pihak yang memiliki

kepentingan internal maupun eksternal juga para stakeholders agar bisa mencapai

tujuan perusahaan.

Tata kelola perusahaan yang baik mendorong perusahaan untuk menciptakan

nilai melalui sikap dan perilaku kewirausahaan, memberikan pelayanan yang bernilai

tinggi, inovatif, ramah, efisien dan efektif, menyelenggarakan riset/penelitian dan

pengembangan yang tepat guna, menyediakan sistem pengendalian yang dapat

menjamin akuntabilitas yang sepadan dengan risiko usaha yang dihadapi,

menciptakan iklim persaingan yang sehat, dan menjaga kelangsungan usaha

perusahaan sehingga didapatkan manfaat yang akan dirasakan secara langsung

apabila tata kelola perusahaan dilaksanakan dengan baik.

Pelaksanaan good corporate governance memiliki manfaat yang sangat baik

dalam pelaksanaannya diantaranya sebagai berikut:

a. Good corporate governance secara tidak langsung dapat mendorong

pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang efektif dan efisien, yang

pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau

perkembangan ekonomi nasional.

b. Good corporate governance dapat membantu perusahaan dan perekonomian

nasional dalam hal menarik investor dengan biaya yang lebih rendah melalui

perbaikan kepercayaan investor dan kreditor baik domestik maupun

internasional.

c. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau menjamin bahwa

perusahaan telah taat pada ketentuan hukum dan perusahaan.


d. Membantu manajemen dan corporate board dalam pemantauan penggunaan

aset Perusahaan

e. Mengurangi korupsi

D. Prinsip Tata Kelola

United Nation Development Programme (UNDP) mengemukakan bahwa ada

beberapa karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan

dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi:

a. Partisipasi: Setiap warga masyarakat harus memiliki hak suara yang sama

dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui

lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-

masing

b. Aturan hukum: Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah

berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum

tentang hak-hak asasi manusia.

c. Transparansi: Harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi.

Berbagai proses, kelembagaan, dan informasi harus dapat diakses secara

bebas oleh mereka yang membutuhkannya.

d. Daya tanggap: Setiap institusi dan prosesnya harus di arahkan pada upaya

untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).

e. Berorientasi consensus: Bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai

kepentingan yang berbeda untuk mencapai consensus atau dimungkinkan juga

dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan

ditetapkan pemerintah.
f. Berkeadilan: Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang

sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk

meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

g. Efektivitas dan Efesiensi: Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan

untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan

melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia.

h. Akuntabilitas: Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik

(pemerintah), swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban

(akuntabilitas) kepada publik, sebagaimana halnya kepada para pemilik

(stakeholders).

i. Bervisi strategis: Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas

dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan

pembangunan manusia (Human Development).

Sedangkan menurut (Sanim, 2011: 37-38) setidaknya 5 (lima) prinsip yang perlu

ditetapkan untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik yaitu Transparency,

Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness.

a. Transparansi (Transparency)

Prinsipnya adalah untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis

perusahaan harus menyediakan informasi dan material yang relevan dengan

cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.

Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya

masalah yang disyaratkan oleh paraturan perundang-undangan, tetapi juga hal

yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur

dan pemangku kepentingan lainnya.


b. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara

transparan dan wajar. Oleh karena itu perusahaan harus di kelola secara benar,

terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap

memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan

lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja

yang berkesinambungan.

c. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta

melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga

dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat

pengakuan sebagai good corporate citizen.

d. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance (GCG),

perusahaan harus di kelola secara independen sehingga masing-masing organ

perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi

oleh pihak lain.

e. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa

memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan

lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Anda mungkin juga menyukai