Reg B A-Akuntansi
Quiz Sesi 5
Coba buat ringkasan, persamaan dan perbedaan dari kode etik di bawah ini:
IFAC Code of Ethics
Kode Etik IAI
Kode Etik IAPI
Kode Etik IAMI
Kode Etik IAI KASP
1. Integritas
Berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran, serta bertindak adil bedasarkan kebenaran.
2. Objektivitas
Auditor yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat dipertahankan
atau auditor mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukan
pengaruh, pendapat atau prasangka pribadi maupun dari orang lain.
4. Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam
melakukan audit. Kerahasiaan harus dijaga sampai kapanpun bahkan ketika auditor
telah berhenti berkerja pada instasinya.
5. Ketepatan Bertindak
Auditor harus bertindak secara konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta
lembaga profesi akuntan sector publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang
dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor professional.
7. Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan professional yang relevan yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.
1. Good Governance
Auditor diharapkan mendukung penerapan good governance pada organisasi atau
instansi tempay ia bekerja, yang meliputi prinsip: tidak mementingkan diri sendiri,
integritas, objektivitas, akuntabilitas, keterbukaan, kejujuran, dan kepemimpinan.
2. Pertentangan Kepentingan
Beberapa hal yang dapat mengindikasikan adanya pertentangan kepentingan yang
dihadapi oleh sector publik, seperti:
a. Adanya tekanan dari atasan/rekan kerja
b. Adanya tekanan dari pihak luar seperti keluarga atau relasi
c. Adanya tuntutan untuk bertindak yang tidak sesuai dengan standar
d. Adanya tuntutan loyalitas kepada organisasi / atasan yang bertentangan dengan
standar profesi
e. Adanya publikasi informasi yang bias sehingga menguntungkan instansinya
f. Adanya peluang untuk memperoleh keuntungan pribadi atas beban instansi tempat ia
bekerja/auditee
Independensi Auditor
Sesuai dengan etika profesi, akuntan yang berpraktik sebagai auditor dipersyaratkan
memiliki sikap independensi dalam setiap pelaksanaan audit.
Dalam kaitannya dengan auditor, independensi umumnya didefinisikan
dengan mengacu kepada kebebasan dari hubungan (freedom from relationship)
yang merusak atau tampaknya merusak kemampuan akuntan untuk menerapkan
obyektivitas. Jadi, independensi diartikan sebagai kondisi agar obyektivitas dapat
diterapkan.
Selain itu, terdapat pengertian lain tentang independensi yang berarti cara pandang
yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan
penyusunan laporan audit. Independensi harus dipandang sebagai salah satu ciri
auditor yang paling penting.
Alasannya adalah begitu banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya kepada
kelayakan laporan keuangan berdasarkan laporan auditor yang tidak memihak.
Independensi dan Profesionalisme Seorang akuntan yang profesional seharusnya tidak
menggunakan pertimbangannya hanya untuk kepuasan auditan. Dalam realitas auditor,
setiap pertimbangan mengenai kepentingan auditan harus disubordinasikan kepada
kewajiban atau tanggung jawab yang lebih besar yaitu kewajiban terhadap pihak-pihak
ketiga dan kepada publik. Prinsip kunci dari seluruh gagasan profesionalisme adalah
bahwa seorang profesional memiliki pengalaman dan kemampuan
mengenali/memahami bidang tertentu yang lebih tinggi dari auditan. Oleh karena itu,
profesional tersebut seharusnya tidak mensubordinasikan pertimbangannya kepada
keinginan auditan.
Sikap mental independen harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun
dalam penampilan (in appearance).
Independensi dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataannya auditor mampu
mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan audit.
Independen dalam penampilan berarti hasil interpretasi pihak lain mengenai
independensi. Apabila auditor memiliki sikap independen dalam kenyataan tetapi pihak
lain yang berkepentingan yakin bahwa auditor tersebut adalah penasihat auditan maka
sebagian besar nilai fungsi auditnya akan sia-sia.
Independensi dalam Kenyataan
Independensi dalam kenyataan merupakan salah satu aspek paling sulit dari etika
dalam profesi akuntansi. Kebanyakan auditor siap untuk menegaskan bahwa untuk
sebagian besar independensi dalam kenyataan merupakan norma dalam kehidupan
sehari-hari seorang profesional. Namun mereka gagal untuk memberikan bukti
penegasan ini atau bahkan untukmenjelaskan mengapa mereka percaya bahwa hal itu
benar demikian Adalah hal yang sulit untuk membedakan sifat-sifat utama yang
diperlukan untuk independensi dalam kenyataan. Audit dikatakan gagal jika seorang
auditor memberikan pendapat kepada pihak ketiga bahwa laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum padahal dalam
kenyataannya tidak demikian. Seringkali kegagalan audit disebabkan oleh tidak adanya
independensi.
Contoh tidak adanya independensi dalam kenyataan adalah tidak adanya obyektivitas
dan skeptisisme, menyetujui pembatasan penting yang diajukan auditan atas ruang
lingkup audit atau dengan tidak melakukan evaluasi kritis terhadap transaksi auditan.
Beberapa pihak juga percaya bahwa ketidakkompetenan merupakan perwujudan dari
tiadanya independensi dalam kenyataan.
Independensi dalam Penampilan
Adanya persepsi mengenai tidak adanya independensi dalam kenyataan tidak hanya
menurunkan nilai laporan audit tetapi dapat juga memiliki pengaruh buruk terhadap
profesi. Auditor berperan untuk memberikan suatu pendapat yang tidak bias pada
informasi keuangan yang dilaporkan berdasarkan pertimbangan profesional. Jika
auditor secara keseluruhan tidak dianggap independen, maka validitas peran auditor di
dalam masyarakat akan terancam. Kredibilitas profesi pada akhirnya bergantung
kepada persepsi masyarakat mengenai independensi (independensi dalam
penampilan), bukan independensi dalam kenyataan.