Anda di halaman 1dari 8

Marta IsaBella

Reg B A-Akuntansi
Quiz Sesi 5
Coba buat ringkasan, persamaan dan perbedaan dari kode etik di bawah ini:
IFAC Code of Ethics
Kode Etik IAI
Kode Etik IAPI
Kode Etik IAMI
Kode Etik IAI KASP

IFAC CODE OF ETHICS


Kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of Accountants
(IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian
disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang
signifikan antara kode etik SAP dan IFAC.
Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak
jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi
adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar
harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk
kepentingan publik.
Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat
dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami
perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum
atau perundang-undangan.

KODE ETIK IAI


Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah aturan perilaku, etika akuntan dalam memenuhi
tanggung jawab profesionalnya.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia meliputi delapan prinsip:
 Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
 Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri
utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.
 Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
 Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota.
 Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
 Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
 Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
 Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan.

KODE ETIK IAPI


Insitut Akuntan Publik Indonesia adalah organisasi profesi akuntan publik di Indonesia.
IAPI berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar
professional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan
bagi seluruh akuntan publik di Indonesia.
Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya
adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Oleh
karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan
klien atau pemberi kerja.

KODE ETIK IAMI


IMA (Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan yang
menguraikan tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Standar tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kompetensi
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
a.      Menjaga tingkat kompetensi profesional yang diperlukan dengan terus menerus mengembangkan
pengetahuan dan keahliannya.
b.      Melakukan tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan, dan standar teknis yang
berlaku
c.       Menyusun laporan dan rekomendasi yang lengkap serta jelas setelah melakukan analisis yang
benar terhadap informasi yang relevan dan dapat dipercaya
2. Kerahasiaan
Akuntan manajemen bertanggun jawab untuk:
a.      Menahan diri untuk tidak mengungkapkan tanpa ijin informasi rahasia berkenaan dengan tugas-
tugasnya, kecuali diharuskan secara hukum
b.      Memberitahu bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi yang berkenaan dengan tugas-
tugasnya dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasiaan tersebut
c.       Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang berkaitan dengan tugas-tugasnya untuk
tujuan tidak etis dan sah baik secara pribadi maupun melalui pihak ketiga.
3. Integritas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
a. Menghindari konflik kepentingan aktual atau terlihat nyata dan mengingatkan semua pihak
terhadap potensi konflik
b.      Menahan diri dari keterlibatan berbagai aktivitas yang akan menimbulkan kecurigaan terhadap
kemampuan mereka untuk melakukan tugasnya secara etis
c.       Menolak pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang dapat mempengaruhi mereka
dalam bertugas
d.      Menahan diri untuk tidak melakukian penggerogotan terhadap legitimasi organisasi dan tujuan-
tujuan etis, baik secara pasif maupun aktif
e.      Mengenali dan mengkomunikasikan berbagai batasan profesional atau kendala lainnya yang
akan menghalangi munculnya penilaian yang bertanggung jawab atau kinerja sukses dari suatu
aktivitas
f.        Mengkomunikasikan informasi yang baik atau buruk dan penilaian atau opini professional
Menahan diri dari keterlibatan dalam aktivitas yang merugikan profesi
4. Objektivitas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
a.      Mengkomunikasikan informasi dengan adil dan objektif
b.      Mengungkapkan semua informasi relevan yang dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman
pengguna terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi yang dikeluarkan
5. Resolusi konfik etika
Ketika menghadapi isu-isu etika yang penting, akuntan manajemen harus mengiuti kebijakan
yang ditetapkan organisasidalam mengatasi konflik. Jika kebijakan ini tidak menyelesaikan
konflik etika, akuntan manajemen harus mempertimbangkan tindakan berikut ini:
 Mendiskusikan masalah tersebut dengan supervisor kecuali jika masalah itu melibatkan
atasannya. Dalam kasus ini, masalah tersebut harus dilaporkan secepatnya kepada jenjang yang lebih
tinggi berikutnya.
 Jika resolusi akhir yang memuaskan tidak dapat dicapai pada saat masalah diungkapkan,
sampaikan masalah tersebut manajemen jenjang yang lebih tinggi.
 Jika atasan langsung merupakan kepala eksekutif pelaksana (CEO), atau setingkat
wewenang untuk mengatasi mungkin berada di tangan suatu kelompok seperti komite audit,
komite eksekutif, dewan direksi, dewan perwalian, atau pemilik. Berhubungan dengan jenjang di
atas atasan langsung sebaiknya dilakukan dengan sepengetahuan atasan.
 Menjelaskan konsep-konsep yang relevan melalui diskusi rahasia dengan seorang
penasihat yang objektif untuk mencapai pemahanan terhadap tindakan yang mungkin dilakukan
 Jika konflik ektika masih ada setelah dilakukan tinjauan terhadapa semua jenjang,
akuntan manajemen mungkin tidak mempunyai jalan lain kecuali mengundurkan diri dari
organisasi dan memberikan memo yang informatif kepada perwakilan organisasi yang ditunjuk..
Kecuali jika diperintah secara hukum, mengkomunikasikan masalah tersebut kepada berbagai
otoritas atau individu yang tidak ada hubungan dengan organisasi bukanlah pertimbangan yang
tepat.

KODE ETIK IAI KASP


Untuk akuntansi sector publik, aturan etika ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP). Aturan etika IAI-KASP memuat enam
prinsip dasar perilaku etis auditor dan empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku
etis tersebut. Ketujuh prinsip dasar tersebut adalah: integritas, obyektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian, kerahasiaan, ketepatan bertindak, dan standar teknis dan profesional.
Empat panduan umum mengatur hal-hal yang terkait dengan good governance,
pertentangan kepentingan, fasilitas dan hadiah, serta penerapan aturan etika bagi anggota
profesi yang bekerja di luar negeri.

Prinsip Dasar Perilaku Etis Auditor

1.      Integritas
Berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran, serta bertindak adil bedasarkan kebenaran.

2.      Objektivitas
Auditor yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat dipertahankan
atau auditor mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukan
pengaruh, pendapat atau prasangka pribadi maupun dari orang lain.

3.      Kompetensi dan Kehati-hatian


Auditor hanya dapat melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang
diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang kompeten untuk
melaksanakan tugasnya secara memuaskan.

4.      Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam
melakukan audit. Kerahasiaan harus dijaga sampai kapanpun bahkan ketika auditor
telah berhenti berkerja pada instasinya.

5.      Ketepatan Bertindak
Auditor harus bertindak secara konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta
lembaga profesi akuntan sector publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang
dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor professional.

6.      Standar Teknis dan Profesional

7.      Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan professional yang relevan yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.

Panduan Umum Lainnya pada Aturan Etika IAI-KASP

1.      Good Governance
Auditor diharapkan mendukung penerapan good governance pada organisasi atau
instansi tempay ia bekerja, yang meliputi prinsip: tidak mementingkan diri sendiri,
integritas, objektivitas, akuntabilitas, keterbukaan, kejujuran, dan kepemimpinan.

2.      Pertentangan Kepentingan
Beberapa hal yang dapat mengindikasikan adanya pertentangan kepentingan yang
dihadapi oleh sector publik, seperti:
a.      Adanya tekanan dari atasan/rekan kerja
b.      Adanya tekanan dari pihak luar seperti keluarga atau relasi
c.       Adanya tuntutan untuk bertindak yang tidak sesuai dengan standar
d.      Adanya tuntutan loyalitas kepada organisasi / atasan yang bertentangan dengan
standar profesi
e.      Adanya publikasi informasi yang bias sehingga menguntungkan instansinya
f.        Adanya peluang untuk memperoleh keuntungan pribadi atas beban instansi tempat ia
bekerja/auditee

3.      Fasilitas & Hadiah


Auditor dapat menerima fasilitas/hadiah dari pihak-pihak yang memiliki/akan memiliki
hubungan kontraktual dengannya dengan mengacu dan memperhatikan seluruh
peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi, dengan melakukan
tindakan-tindakan berikut:
a.      Menerima fasilitas/hadiah yang normal dan masuk akal
b.      Meyakinkan diri bahwa besarnya pemberian tidak menimbulkan persepsi masyarakat
bahwa auditor akan terpengaruh oleh pemberian tersebut.
c.       Mencatat semua tawaran pemberian fasilitas/hadiah yg diterima dan ditolak dan
melaporkan catatan tersebut
d.      Menolak tawaran-tawaran fasilitas/hadiah yang meragukan

4.      Pemberlakuan Aturan Etika bagi Auditor yang Bekerja di Luar Negeri


Pada dasarnya auditor harus menerapkan aturan yang paling keras apabila auditor
dihadapkan pada dua aturan berbeda yang berlaku ketika ia bekerja di luar negeri, yaitu
aturan etika profesinya di Indonesia dan aturan etika yang berlaku di luar negeri.

Independensi Auditor

Sesuai dengan etika profesi, akuntan yang berpraktik sebagai auditor dipersyaratkan
memiliki sikap independensi dalam setiap pelaksanaan audit.
Dalam kaitannya dengan auditor, independensi umumnya didefinisikan
dengan mengacu kepada kebebasan dari hubungan (freedom from relationship)
yang merusak atau tampaknya merusak kemampuan akuntan untuk menerapkan
obyektivitas. Jadi, independensi diartikan sebagai kondisi agar obyektivitas dapat
diterapkan.
Selain itu, terdapat pengertian lain tentang independensi yang berarti cara pandang
yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan
penyusunan laporan audit. Independensi harus dipandang sebagai salah satu ciri
auditor yang paling penting.
Alasannya adalah begitu banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya kepada
kelayakan laporan keuangan berdasarkan laporan auditor yang tidak memihak.
Independensi dan Profesionalisme Seorang akuntan yang profesional seharusnya tidak
menggunakan pertimbangannya hanya untuk kepuasan auditan. Dalam realitas auditor,
setiap pertimbangan mengenai kepentingan auditan harus disubordinasikan kepada
kewajiban atau tanggung jawab yang lebih besar yaitu kewajiban terhadap pihak-pihak
ketiga dan kepada publik. Prinsip kunci dari seluruh gagasan profesionalisme adalah
bahwa seorang profesional memiliki pengalaman dan kemampuan
mengenali/memahami bidang tertentu yang lebih tinggi dari auditan. Oleh karena itu,
profesional tersebut seharusnya tidak mensubordinasikan pertimbangannya kepada
keinginan auditan.
Sikap mental independen harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun
dalam penampilan (in appearance).
Independensi dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataannya auditor mampu
mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan audit.
Independen dalam penampilan berarti hasil interpretasi pihak lain mengenai
independensi. Apabila auditor memiliki sikap independen dalam kenyataan tetapi pihak
lain yang berkepentingan yakin bahwa auditor tersebut adalah penasihat auditan maka
sebagian besar nilai fungsi auditnya akan sia-sia.
Independensi dalam Kenyataan

Independensi dalam kenyataan merupakan salah satu aspek paling sulit dari etika
dalam profesi akuntansi. Kebanyakan auditor siap untuk menegaskan bahwa untuk
sebagian besar independensi dalam kenyataan merupakan norma dalam kehidupan
sehari-hari seorang profesional. Namun mereka gagal untuk memberikan bukti
penegasan ini atau bahkan untukmenjelaskan mengapa mereka percaya bahwa hal itu
benar demikian Adalah hal yang sulit untuk membedakan sifat-sifat utama yang
diperlukan untuk independensi dalam kenyataan. Audit dikatakan gagal jika seorang
auditor memberikan pendapat kepada pihak ketiga bahwa laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum padahal dalam
kenyataannya tidak demikian. Seringkali kegagalan audit disebabkan oleh tidak adanya
independensi.
Contoh tidak adanya independensi dalam kenyataan adalah tidak adanya obyektivitas
dan skeptisisme, menyetujui pembatasan penting yang diajukan auditan atas ruang
lingkup audit atau dengan tidak melakukan evaluasi kritis terhadap transaksi auditan.
Beberapa pihak juga percaya bahwa ketidakkompetenan merupakan perwujudan dari
tiadanya independensi dalam kenyataan.
Independensi dalam Penampilan

Independensi dalam penampilan mengacu kepada interpretasi atau persepsi orang


mengenai independensi auditor. Sebagian besar nilai laporan audit berasal dari status
independensi dari auditor. Oleh karena itu, jika auditor adalah independen dalam
kenyataan, tetapi masyarakat umum percaya bahwa auditor berpihak kepada auditan,
maka sebagian nilai fungsi audit akan hilang.

Adanya persepsi mengenai tidak adanya independensi dalam kenyataan tidak hanya
menurunkan nilai laporan audit tetapi dapat juga memiliki pengaruh buruk terhadap
profesi. Auditor berperan untuk memberikan suatu pendapat yang tidak bias pada
informasi keuangan yang dilaporkan berdasarkan pertimbangan profesional. Jika
auditor secara keseluruhan tidak dianggap independen, maka validitas peran auditor di
dalam masyarakat akan terancam. Kredibilitas profesi pada akhirnya bergantung
kepada persepsi masyarakat mengenai independensi (independensi dalam
penampilan), bukan independensi dalam kenyataan.

Anda mungkin juga menyukai