Anda di halaman 1dari 7

Kelompok 4 :

EGA PRIYATNA ERLANGGA (12030123220029)


AGUS SULISTIYONO (12030123220053)
ERDY DEVO AULIANTO (12030123220055)
MICHAEL ADITYA SURYA PERMANA (12030123220056)

BAB IV
ASET LANCAR

4.1. PENGERTIAN ASET LANCAR


Aset lancar adalah kas dan aset lain yang diperkirakan akan dikonversi menjadi kas, atau
dijual, atau digunakan perusahaan dalam satu tahun atau dalam satu siklus operasi normal, mana
yang lebih panjang. Siklus operasi normal perusahaan merupakan periode waktu rata-rata sejak
perusahaan memperoleh persediaan hingga perusahaan menerima kas dari penjualan produk
tersebut. Siklus tersebut dimulai dari pengeluaran kas untuk membeli persediaan, memproduksi
persediaan, mengakui piutang, hingga penerimaan kas dari pelunasan piutang. Ketika siklus
operasi tersebut terjadi dalam satu tahun, maka perusahaan biasanya menggunakan periode dua
belas bulan. Sebaliknya jika siklus tersebut lebih lama dibanding satu tahun, maka perusahaan
menggunakan periode dua belas bulan.
Kriteria aset lancar ini lebih rinci dijelaskan dalam PSAK 1 : Penyajian Laporan Keuangan, yaitu
suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika memenuhi salah satu dari kriteria berikut :
1. Aset tersebut diperkirakan akan direalisasikan, atau terdapat intensi untuk dijual atau
digunakan dalam siklus operasi normal. Siklus operasi entitas merupakan jangka waktu
antara perolehan aset untuk pemrosesan realisasinya menjadi kas atau setara kas. Ketika
entitas tidak dapat mengidentifikasi siklus operasi normal, maka siklus operasi normal
diasumsikan dua belas bulan.
2. Aset tersebut dimiliki untuk tujuan diperdagangkan.
3. Aset tersebut diperkirakan akan direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan.
4. Aset tersebut merupakan kas atau setara kas, kecuali aset tersebut dibatasi pertukaran
atau penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas, sekurang-kurangnya dua belas bulan
setelah periode pelaporan.
Jika suatu aset tidak termasuk dalam kriteria-kriteria diatas maka aset tersebut diklasifikasikan
sebagai aset tidak lancar.
4.2. PERSEDIAAN
4.2.1. Definisi Persediaan
PSAK 14 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan persediaan adalah aset yang
tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha, dalam proses produksi untuk penjualan tersebut
dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberi
jasa. Artinya, persediaan tidak hanya mencakup barang jadi melainkan juga bahan baku dan
setengah jadi, tergantung dari jenis perusahaannya.
Untuk perusahaan dagang misalnya, perusahaan membeli persediaan yang memang sudah
siap untuk dijual. Sehingga dalam posisi keuangan hanya akan terdapat satu akun persediaan,
yaitu Persediaan Barang Dagang. Sebaliknya, untuk perusahaan manufaktur, perusahaan
tersebut harus memproduksi barang jadinya lebih dahulu, sehingga perusahaan manufaktur
menggunakan tiga jenis persediaan yaitu, Persediaan Bahan Baku, Persediaan Dalam Proses,
dan Persediaan Barang Jadi.
Untuk perusahaan jasa yang menjual jasa tak berwujud, persediaannya bukan berupa
produk yang dijual ,elainkan berupa perlengkapan. Selanjutnya untuk perusahaan agrikultur,
aset yang dianggap sebagai persediaan adalah produk agrikultur yang telah dipanen dari aset
biologis.
4.2.2. Biaya Perolehan Persediaan
Pada saat pengakuan awal, persediaan akan diukur pada biaya perolehannya.
Komponen biaya perolehan tersebut mencakup:
1. Biaya Pembelian
a. Harga beli, bea impor, pajak lainnya(Selain yang dapat ditagih kembali
setelahnya oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya
penanganan.
b. Biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan
barang jadi, bahan, dan jasa.
c. Diskon Dagang, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan
biaya pembelian.
2. Biaya konversi
a. Biaya yang sacara langsung terkait dengan unit yang diproduksi misal biaya
tenaga kerja langsung.
b. Alokasi overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam
mengkonversi menjadi barang jadi.
Contoh Overhead produksi tetap: Penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan
peralatan pabrik, serta biaya manajemen dan administrasi publik.
Contoh Overhead produksi variabel: Bahan tidak langsung dan biaya tenaga
kerja tidak langsung.
3. Biaya-Biaya Lain
Diakui sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan
berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Misalnya dalam keadaan tertentu
diperkenankan untuk memasukkan overhead non produksi atau biaya perancangan
produk untuk pelanggan tertentu sebagai biaya persediaan. Namun, demikian,
terdapat biaya-biaya yang tidak dapat diperhitungan sebagai persediaan dan harus
dibebankan pada periode terjadinya yaitu:
a. Jumlah yang tidak normal atas pemborosan bahan, tenaga kerja, atau biaya
produksi lainnya.
b. Biaya penyimpanan, kecuali biaya tersebut diperlukan dalam proses produksi
sebelum dilanjutkan pda tahap produksi berikutnya.
c. Biaya administrasi dan umum yang tidak memberikan kontribusi untuk
membuat persediaan berapa dalam kondisi dan lokasi saat ini
d. Biaya penjualan.
Untuk perusahaan jasa, biaya persediaan tersebut meliputi biaya tenaga kerja dan biaya
personalia lainnya yang secara langsung menangani pemberi jasa, termasuk personalia
penyelia, dan overhead yang dapat diatribusikan. Sedangkan, biaya tenaga kerja dan biaya
lainnya yang terkait dengan personalia penjualan dan administrasi umum tidak termasuk
sebagai biaya persediaan tetatpi diakui sebagai beban pada periodeterjadinya. Biaya
persediaan pemberi jasa tidak termasuk marjin laba atau overhead yang tidak dapat
diatribusikan yang seringkali merupakan faktor pembebanan harga oleh pemberi jasa.
4.2.3. Metode Pencatatan Persediaan
Terdapat dua metode untuk mencatat persediaaan, yaitu metode perpetual dan metode
periodik. Metode pencatatan perpetual adalah metode yang mencatat perubahan persediaan
seacara terus menerus sehingga nilai persediaan akan selalu termutahirkan. Nilai persediaan
akhir dan harga pokok penjualan (HPP) akan tercerminkan dalam buku besar kedua akn
tersebut. Sedangkan, metode pencatatan periodik adalah metode dimana perusahaan
menentukan kuantitas persediaan akhir secara periodik dan menghitung HPP diakhir periode.
Rumus perhitungan HPP dengan metode periode adalah sebagai berikut:
Persediaan awal
(+) Pembelian
(+) Beban Angkut Pembelian
(-) Retur Pembelian
(-) Potongan Pembelian
(-) Persediaan Akhir
Harga Pokok Penjualan
4.2.4. Rumus Biaya
Pengukuran nilai persediaan akhir dan HPP akan menjadi kompleks ketika biaya per unit
persediaan berubah-ubah selama periode akuntnasi. Masalah yang muncul adalah bagaimana
biaya dari persediaan tersedia untuk dijual harus dibagi antara nilai persediaan akhir (atas
persediaan yang masih tersisa digudang dan nilai HPP (atas persediaan yang terjual). Hal
tersebut sangat tergantung dari dengan rumus biaya (Asumsi arus biaya) yang digunakan.
Berdasarkan PSAK 14, biaya persediaan dapat dihitung dengan tiga rumus biaya yaitu
identifikasi khusus, masuk pertama keluar pertama dan rata-rata tertimbang. Perusahaan
menggunakan rumus biaya yang sama terhadap seluruh persediaan yang memiliki sifat dan
kegunaan yang sama. Sebaliknya, untuk persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang
berbeda. Maka perusahaan boleh menggunakan rumus biaya yang berbeda.
a. Identifikasi Khusus
Jika perusahaan menggunakan rumus biaya identifikasi khusus berarti biaya-biaya
tertentu diatribusikan ke unit persediaan tertentu yang telah diidentifikasi. Cara ini
sesuai untuk unit persediaan untuk proyek tertentu dan tidak sesuai untuk unit
persediaan yang dapat saling menggantikan satu sama lain. Cara ini biasanya
digunakan untuk persediaan seperti lukisan, perhiasan, mobil mewah, dan
sebagainya.
b. Masuk Pertama keluar Pertama
Rumus biaya MPKP atau FIFO mengasumsikan bahwa unit persediaan yang
dibeli akan diajul terlebih dahulu, sehingga unit yang tersisa dalam persediaan
akhir adalah unit yang dibeli atau diproduksi kemudian.
c. Rata-Rata Tertimbang
Rumus biaya rata-rata tertimbang mengasumsikan bahwa biaya setiap unit
ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari unit yang serupa pada awal
periode dan unit yang dibeli atau diproduksi selama periode tersebut.
4.2.5. Pengukuran Untuk Persediaan Perusahaan Manufaktur
Perusahaan manufaktur memiliki tiga jenis akun persediaan yaitu:
1. Persediaan Bahan Baku adalah bahan material yang digunakan untuk
memproduksi produk. Biaya persediaan ini mencakup biaya pembelian, retur,
biaya angkut pembelian dan biaya-biaya lain sebagaimana telah dijelaskan
dikomponen biaya perolehan.
2. Persediaan dalam proses produksi adalah barang yang sudah masuk tahap
produksi tetapi belum selesai diproduksi. Biaya persediaan ini mencakup
pemakaian persediaan bahan baku ditambah biaya konversi.
3. Persediaan barang jadi adalah barang yang sudah diproduksi tetapi belum dikirim
kekonsumen. Biaya persediaan ini mencakup total biaya untuk memproduksi
barang tersebut.
4.2.6. Pengukuran untuk persediaan perusahaan Agrikultur
Berbeda dengan persedaiaan lainnya yang umumnya diukur pada biaya perolehan pada
saat pengakuan awal, pesediaan yang berupa produk agrikultur yang telah dipanen oleh
entitas dari aset biologisnya, diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual panen
(nilai realisasi neto) pada titik panen. Produk agrikultur adalah produk yang dipanen dari aset
biologis milik perusahaan, sedangkan aset biologis adalah hewan atau tanaman hidup.
Contoh produk agrikultur adalah susu yang dihasilkan oleh sapi perah, getah karet yang
dihasilkan dari pohon karet, wol yang dihasilkan dari bulu domba dan sebagainya. Pada saat
pertama kali panen, produk-produk tersebut langsung diukur pada nilai wajar dikurangi biaya
untk menjual atau nilai realisasi neto tersebut menjadi biaya perolehan pada saat pengakuan
awal. Perlakuan akuntansi selanjutnya untuk persediaan produk agrikultur mengikuti
perlakuan akuntansi persediaanpada umumnya.
4.2.7. Lower Cost of Net Realizable Value
Biaya persediaan mungkin tidak akan diperoleh kembali jika persediaan rusak,
persediaan telah usang ata harga jualnya menurun. Oleh karena itu, persediaan harus diukur
berdasarkan biaya perolehan atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Nilai realisasi
neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi biaya
penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan. Ketika biaya
peolehan lebih tinggi dari nilai realisasi neto, maka persediaan tersebut diturunkan ke nilai
realisasi neto. Selisish antara kedua nilai tersebut diakui sebagai beban pada periode
terjadinya penurunan tersebut.
Nilai persediaan biasanya diturunkan ke nilai realisasi neto secara terpisah untuk setiap
unit dalam persediaan. Akan tetapi, dalam beberapa keadaan, penurunan nilai persediaan
mungkin lebih sesuai jika dihitung untuk kelompok persediaan yang serupa atau berkaitan.
Bahan dan perlengkapan lain (Persediaan bahan baku) yang dimiliki untuk digunakan dalam
memproduksi persediaan tidak diturunkan nilainya dibawah biaya perolehan, jika produk jadi
yang dihasilkan diharapkan dapat dijual sebesar atau diatas biaya perolehan. Akan tetapi,
ketika penurunan harga bahan mengindikasikan biaya produk jadi yang dihasilkan akan
melebihi nilai realisasi neto, maka nilai bahan tersebut diturunkan ke nilai realisasi neto.
Pada periode selanjutnya, ketika terjadi perubahan kondisi ekonomik yang menyebabkan
terjadinya peningkatan nilai realisasi neto, maka jumlah penurunan nilai yang diakui
sebelumnya harus balik (terjadi pemulihan). Pembalikan tersebut dibatasi sebesar jumlah
penurunan nilai awal, sehingga julah tercatat persediaan adalah yang terendah antara biaya
perolehan atau nilai realisasi neto yang telah berubah. Setiap pemulihan kembali penurunan
nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi neto, akui sebagai pengurangan
terhadap jumlah beban persediaan pada periode pemulihan tersebut.
4.3. Aset Tidak Lancar Dikuasai Untuk Dijual (ATUD)
Berdasarkan PSAK 58, suatu aset lancar boleh direklasifikasi menjadi aset lancer jika memenuhi
kriteria aset tidak lancar diakui untuk dijual. Aset tidak lancar tersebut dapat berupa aset
individual (properti investasi, aset tetap, atau aset tak berwujud) atau berbentuk kelompok
lepasan.
1. Kriteria ATUD
Agar dapat diklasifikasikan menjadi ATUD, aset tidak lancar harus memenuhi 2 kriteria,
yaitu:
a. Berada dalam keadaan segera dapat dijual dengan syarat-syarat yang biasa dan umum
b. Penjualannya harus sangat mungkin terjadi
Penjualan aset diharapkan terjadi paling lama satu tahun setelah diklasifikasikan sebagai
ATUD. Apabila terjadi perpanjangan periode penjualan, perusahaan tetap dapat
mengklasifikasikan sebagai ATUD apabila penundaan tersebut disebabkan oleh peristiwa
atau keadaan di luar kendali entitas dan terdapat cukup bukti bahwa entitas tetap
berkomitmen dengan rencana penjualan aset.
2. Pemenuhan Kriteria ATUD Setelah Periode Pelaporan
Jika kedua kriteria ATUD terpenuhi setelah periode pelaporan, maka entitas tidak boleh
mengklasifikasikan aset tidak lancar sebagai ATUD. Namun demikian, perusahaan harus
mengungkapkan informasi berikut dalam catatan atas laporan keuangan.
a. Uraian dari aset tidak lancar (atau kelompok lepasan)
b. Uraian fakta dan keadaan dari penjualan, atau yang mengarah kepada pelepasan yang
diharapkan, dan cara dan waktu pelepasan tersebut.
c. Jika dapat diterapkan, pelaporan segmen dari aset tidak lancar (atau kelompok lepasan)
disajikan sesuai dengan PSAK 5: Pelaporan Segmen.
3. Pengukuran Awal ATUD
Pada saat awal pengakuan awal, ATUD diukur pada nilai yang lebih rendah antara jumlah
tercatat dan nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual.
4. Pengukuran Selanjutya ATUD
Setelah aset tidak lancar diklasifikasikan menjadi ATUD, maka untuk pengukuran
selanjutnya, aset tersebut tidak boleh disusutkan atau diamortisasi. Bunga dan beban lainnya
yang dapat diatribusikan ke liabilitas dari kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai
dikuasai untuk dijual harus tetap diakui. Entitas juga harus menghitung apakah apakah akan
mencatat adanya kerugian atas penurunan nilai dan juga pemulihan penurunan nilai apabila
terdapat peningkatan nilai dibandingkan dari tahun sebelumnya.
5. Perubahan Rencana Penjualan ATUD
Ketika entitas mengubah rencana untuk tidak menjual aset yang telah diklasifikasikan
sebagai ATUD, maka aset tersebut harus dihentikan pengakuannya sebagai ATUD dan
Kembali diklasifikasikan menjadi aset tidak lancer. Ketika hal tersebut terjadi, pada saat
tanggal keputusan untuk menjualm aset tersebut harus diukur pada nilai yang lebih rendah
antara jumlah tercatat aset tersebut saat ini (apabila aset tersebut tidak pernah
diklasifikasikan menjadi ATUD) atau jumlah terpulihkan.
6. Penjualan ATUD
Penghentian pengakuan juga terjadi Ketika ATUD tersebut dijual. Pada tanggal penghentian
pengakuan, keuntungan atau kerugian diakui sebesar jumlah tercatat ATUD pada tanggal
tersebut dengan harga jual ATUD.
7. Penyajian dan Pengungkapan ATUD
Ketentuan penyajian dan pengungkapan ATUD adalah sebagai berikut:
- Aset tidak lancer dan kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai ATUD harus
disajikan secara terpisah dari aset-aset lainnya dalam laporan posisi keuangan.
- Liabilitas dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai dikuasai untuk dijual
harus disajikan secara terpisah dari liabilitas lainnya di laporan posisi keuangan.
- Aset dan liabilitas ini tidak boleh saling hapus dan disajikan sebagai suatu jumlah
tunggal.
- Kelompok aset dan liabilitas utama yang diklasifikasikan sebagai untuk dijual harus
diungkapkan secara terpisah dalam laporan posisi keuangan atau catatan atas laporan
keuangan.
- Setiap penghasilan atau beban kumulatif yang diakui secara langsung dalam penghasilan
komprehensif lain yang terkait dengan aset tidak lancer (atau kelompok lepasan) yang
diklasifikasikan sebagai dikuasai untuk dijualm harus disajikan secara terpisah.
4.4. Kelompok Lepasan
 Menurut PSAK 58, kelompok lepasan (disposal group) adalah suatu kelompok aset yang
dilepaskan dengan dijual atau lainnya bersama-sama sebagai kelompok dalam transaksi
tunggal dan liabilitas yang berhubungan secara langsung.
 Pada laporan posisi keuangan, kelompok lepasan tetap disajikan terpisah antara aset dan
liabilitas
 Pada laporan laba rugi komprehensif, keuntungan/kerugian pelepasan aset disajikan
terpisah dan diungkapkan.

Anda mungkin juga menyukai