Anda di halaman 1dari 21

Modul 8

Perencanaan, Pengendalian,dan
Penentuan Kos Bahan Baku,Serta
Kos Tenaga Kerja
Mata Kuliah : Akuntansi Biaya
Dosen Pembimbing : Rika Puspita Sari, SE., M.A., CP.
Disusun Oleh :
• Silvia Afifatul Latifa (043845566)
• Syafaa Kamilda (043815517)
• Winanda eka a. s (043821725)
• Syafi'I Khoirudin (043845541)
KB 1 Kos Pengendalian Bahan Baku dan Permasalahan
Akutansi Bahan Baku
A. PEMBELIAN DAN KLASIFIKASI BAHAN

Dalam organisasi besar, pembelian bahan baku dilakukan oleh bagian atau departemen pembelian
yang dipimpin oleh manajer pembelian. Dalam organisasi kecil fungsi pembelian biasanya dilakukan oleh
supervisor yang memiliki otoritas untuk membeli bahan baku yang dibutuhkan. Prosedur pembelian harus
tertulis untuk memastikan tanggung jawab dan untuk menyediakan informasi berkenaan dengan
penggunaan akhir bahan baku yang diminta dalam produksi.

Fungsi Departemen pembelian yaitu, (1) menerima permintaan bahan baku, suku cadang, dan
peralatan; (2) mencari dan menentukan sumber-sumber penawaran, harga, kualitas, dan mengatur jadwal
pengiriman; (3) menyiapkan dan melakukan pemesanan bahan; (4) menyusun laporan pembelian,
penerimaan, dan menyediakan data bagi departemen akuntansi, dan kadang- kadang dalam beberapa
perusahaan fungsi departemen pembelian termasuk (5) menyetujui pembayaran atas setiap tagihan yang
diterima dari vendor.

Fungsi kelima ini memperlemah pengendalian internal karena orang yang sama melakukan fungsi
menyiapkan order, kemudian menyetujui tagihan. Konsekuensinya, untuk memperkuat pengendalian
internal fungsi “menyetujui” ini harus dilakukan oleh departemen akuntansi.
B. KOS PENGGANDAAN BAHAN BAKU

Harga yang terdapat pada faktur yang dikirim oleh vendor dan kos transportasi adalah dua
kos yang dapat dilihat secara nyata atas pembelian bahan. Kos yang kurang nyata adalah apa
yang disebut dengan kos akuisisi atau kos pemerolehan, mencakup: kos untuk pelaksanaan
fungsi-fungsi pembelian, penerimaan, pembongkaran, inspeksi, asuransi, penyimpanan, dan
akuntansi. kos bahan baku terdiri atas semua kos yang berkaitan dengan seluruh aktivitas
pengadaan bahan sampai bahan siap dipergunakan dalam proses produksi. Diskon (discount)
harga dan retur pembelian bersifat mengurangi kos bahan yang dibeli.

Harga Bahan. Komponen ini adalah komponen yang paling utama dan paling material dalam
membentuk kos bahan baku yang dibeli. Penentuan harga bahan ini sangat tergantung pada kekuatan
pasar, kecuali untuk bahan- bahan tertentu yang sifat pasarnya monopoli atau monopsoni. Total harga
bahan diperoleh dengan cara mengalikan harga bahan per unit dengan jumlah kuantitas bahan yang
dibeli.

Diskon Harga. Komponen ini bersifat mengurangi total harga pembelian bahan. Diskon dapat
diberikan dalam bentuk diskon harga maupun diskon fisik. Diskon harga berupa pengurangan harga
bahan sebesar persentase tertentu, sedangkan diskon fisik diberikan dalam bentuk tambahan unit fisik
bahan untuk pembelian dengan harga atau jumlah tertentu.
Freight-In atau kos angkut pembelian. Kos ini bersifat menambah total harga bahan yang dibeli.
Masalah timbul ketika akan memperlakukan freight cost tersebut. Apakah dibebankan ke bahan yang
dibeli secara langsung dengan menambahkan pada total tagihan atau dicatat tersendiri dalam akun kos
angkut pembelian. Jika ditambahkan langsung ke total harga tagihan, cara pembebanannya dapat
dilakukan secara proporsional atau dibagi rata per item.Berapa besar kos angkut ini dibebankan ke setiap
item dan berapa harga per unit yang harus dicantumkan dalam kartu pencatatan bahan? Berikut dibahas
tiga alternatif perlakuannya.

Pertama, dibebankan secara langsung atas dasar harga bahan. Ada dua pendekatan, yaitu berbasiskan
harga dan berbasiskan berat atau kuantitas. Jika didasarkan pada harga, maka total kos angkut di debit ke
sediaan bahan dan ditambahkan ke kartu catatan bahan.

Kedua, dicatat secara tersendiri dalam akun kos angkut, kemudian pada saat bahan dipergunakan dalam
proses produksi maka kos angkut pembelian didebitkan ke barang dalam proses (untuk bahan langsung)
atau ke overhead pengendali (untuk bahan tidak langsung) dan kos angkut pembelian dikreditkan.

Ketiga, kos angkut pembelian diperlakukan sebagai kos overhead dan dimasukkan dalam menghitung tarif
untuk periode bersangkutan.

Kos Akuisisi. Kos ini termasuk sulit ditelusuri secara langsung ke bahan baku yang dibeli. Oleh karena
itu, jika kos akuisisi dimasukkan sebagai penambah kos setiap item bahan baku maka harus dibebankan
dengan menggunakan tarif, baik tarif tunggal maupun tarif berdasarkan aktivitas (ABC).
C. MASALAH AKUTANSI BAHAN BAKU

Secara umum, masalah akuntansi berkaitan dengan bahan baku mencakup tiga hal, yaitu :

1. Masalah Pencatatan
Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mencacat bahan baku pada saat pembelian,
yaitu metode fisik dan metode perpetual. Jika dipergunakan metode fisik, maka pada saat pembelian
tidak dilakukan pencatatan dalam buku jurnal. Pencatatan dilakukan pada akhir periode berdasarkan
hasil pengecekan fisik. Penentuan nilai bahan yang dipakai dan nilai sedian akhir bahan baku
dihitung dengan cara menghitung jumlah pembelian bersih (kuantitas maupun rupiah) ditambah
dengan persediaan awal dihasilkan jumlah bahan baku yang siap dipergunakan. Jumlah ini dikurangi
dengan jumlah yang berasal dari hasil perhitungan fisik di akhir periode untuk menentukan kos
bahan yang dipakai dalam proses produksi.

2. Masalah Penilaian
Untuk menentukan nilai sediaan akhir bahan baku dapat menggunakan berbagai metode
penilaian, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu metode yang menggunakan
asumsi aliran fisik dan metode yang menggunakan asumsi aliran kos. Ada kalanya memang yang
mengalir fisik bahan secara nyata, tetapi ada juga yang mengalir hanya aliran kos saja.
3. Masalah Penyajian Sediaan di Neraca

Sediaan adalah kelompok aktiva subkelompok aktiva lancar. Jenis sediaan berbeda-
beda menurut jenis usaha. Dalam perusahaan jasa, misalnya hanya akan ada suplies
atau perlengkapan sebagai sediaan. Berbeda dengan perusahaan manufaktur, akan ada
berbagai jenis sediaan, seperti sediaan bahan baku, sediaan barang setengah jadi
(barang dalam proses) sediaan barang jadi, sediaan bahan penolong, dan sediaan
perlengkapan (suplies) pabrik, bahkan sediaan suku cadang.

Berbagai jenis sediaan tersebut dalam laporan keuangan disajikan di neraca di


sisi debit bagian aktiva sub aktiva lancar. Lazimnya disusun dengan urutan yang
paling cepat dikonversi menjadi uang, yaitu yang paling cepat adalah barang jadi,
kemudian barang dalam proses, selanjutnya adalah bahan baku dan bahan penolong.
Barang jadi dapat segera dikonversi melalui penjualan, sedangkan barang dalam
proses masih harus diproses lebih sebelum menjadi barang jadi, dan seterusnya.
D. PERENCANAAN BAHAN BAKU
Perencanaan bahan baku dalam sebuah perusahaan manufaktur paling optimal. dipengaruhi oleh
sifat proses produksi, apakah berdasarkan pesanan (job) atau berdasarkan anggaran secara massa
(proses). Secara umum, jika dilihat kembali karakteristik proses produksi, proses perencanaan bahan
baku dalam perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan lebih rumit dibandingkan dengan
perusahaan yang berproduksi berdasarkan anggaran atau massa. Tetapi, tujuan utama perencanaan dan
pengendalian bahan baku baik dalam perusahaan berdasarkan pesanan maupun massa adalah untuk (1)
minimasi kos dan (2) maksimasi laba.

Masalah utama dalam perencanaan bahan baku adalah bagaimana menentukan jumlah yang tepat
pada waktu yang tepat supaya proses produksi tidak terganggu. Untuk memecahkan masalah tersebut,
ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) berapa jumlah kebutuhan bahan baku (UD =
Unit yang Dibutuhkan) untuk satu periode tertentu? Jika jumlah kebutuhan sudah dapat ditentukan, (2)
berapa jumlah (kuantitas) bahan baku yang harus dibeli setiap kali melakukan pemesanan. Jumlah
tersebut harus merupakan jumlah yang paling ekonomis (KPE = Kuantitas Pesanan Ekonomis).
Pertanyaan ini sekaligus mengandung pengertian, berapa kali pemesanan harus dilakukan (frekuensi)?
Jika jumlah kuantitas yang harus dipesan setiap kali melakukan pemesanan sudah dapat ditentukan,
pertanyaan berikutnya adalah (3) kapan pemesanan harus dilakukan (TPK Titik Pemesanan Kembali).
(4) berapa jumlah minimum sediaan bahan yang harus selalu tersedia di gudang (SP = Sediaan
Pengaman) agar perusahaan terhindar dari kerugian produksi akibat kekurangan sediaan (stockout
cost).
F. PENGENDALIAN BAHAN BAKU
Pengendalian bahan dilakukan oleh organisasi fungsional, menetapkan pertanggungjawaban, dan
mendokumentasikan bukti-bukti. Kegiatan pengendalian ini dimulai ketika anggaran penjualan disetujui,
kemudian penetapan anggaran produksi sampai barang siap untuk dikirim ke gudang dan selanjutnya ke
pelanggan. Ada dua aras pengendalian bahan, yaitu pengendalian unit atau kuantitas dan pengendalian
finansial atau harga. Pengendalian bahan harus mampu mempertemukan dua kebutuhan yang saling
berlawanan, yaitu (1) kebutuhan untuk mempertahankan jumlah sediaan untuk yang cukup dan beragam
untuk efisiensi operasi dan (2) kebutuhan karena itu, tujuan mendasar dari pengendalian sediaan bahan
adalah adanya mempertahankan sediaan yang menguntungkan secara finansial. Oleh karena itu tujuan
mendasar dari pengadilan sediaan bahan adalah adanya kemampuan untuk melakukan pesanan pada
waktu yang tepat, sumber yang benar untuk mendapatkan kuantitas yang tepat pada harga dan kualitas
terbaik.Pengendalian sediaan bahan yang efektif, seharusnya:
1. menjamin ketersediaan bahan baku untuk mendukung operasi yang efisien, menghindari
terganggunya proses produksi.
2. Menyediakan jumlah sediaan bahan yang cukup dalam mengantisipasi terjadinya lonjakan
permintaan musiman, siklus, dan insidental, dan mengantisipasi perubahan harga.
3. Menyimpan bahan dengan waktu dan kos penanganan yang minimum dan melindungi sediaan dari
kebakaran, pencurian, kerusakan akibat penanganan yang keliru.
4. Menjaga agar jumlah sediaan yang tidak aktif, kelebihan yang tidak terpakai, dan bahan usang pada
aras yang paling minimal, dengan melaporkan perubahan produk yang berdampak pada bahan baku.
5. menjamin jumlah sediaan yang memadai untuk menepati pengiriman produk ke pelanggan.
6. mempertahankan jumlah modal yang diinvestasikan dalam sediaan pada aras yang konsisten dengan
persyaratan operasi dan rencana manajemen.

1. Bagian-bagian dalam Pengendalian Bahan Baku

Ada beberapa bagian fungsional yang terlibat dalam proses pengendalian bahan baku, yaitu: (1)
bagian teknik, perencanaan dan rute produksi; (2) bagian pembelian; (3) bagian penerimaan; (4)
bagian gudang bahan baku; dan (5) bagian akuntansi.

2. Metode Pengendalian Bahan Baku

Metode pengendalian bahan berbeda-beda terutama menyangkut cara menjaganya dan kos yang
diperlukan. Metode pengendalian bahan-bahan yang bernilai tinggi akan berbeda dengan bahan yang
bernilai lebih rendah, demikian pula bahan yang berukuran kecil-kecil akan berbeda dengan bahan
yang berukuran besar. Sebagai contoh, bahan-bahan yang bernilai rendah dan pemesanan dalam
jumlah besar untuk tiga sampai enam bulan terakhir adalah hal yang biasa karena kos penyimpanan
dan risiko keuangan sediaan kecil Ada tiga metode pengendalian bahan, yaitu: (1) metode siklus
pemesanan (the order cycling methods), (2) metode minimal-maksimal (the min-max methods). (3)
metode just-in time (the just-in time methods).
KB 2 Manajemen Kesediaan Just In Time dan Akutansi Backflush
A. MANAJEMEN SEDIAAN JUST IN TIME

Just in Time (JIT) sesungguhnya adalah suatu filosofi yang berfokus pada usaha-usaha untuk
mengurangi inefficiency atau pemborosan (waste) (Lee dan Larry, 1993: 696). Beberapa pokok
pikiran dalam filosofi JIT adalah sebagai berikut.

1. Semua pemborosan tidak menambah nilai, baik bagi konsumen maupun perusahaan. Oleh
karena itu, harus dieliminasi atau paling tidak dikurangi.

2. JIT ibaratnya sebagai suatu perjalanan tanpa akhir, tetapi memberikan langkah-langkah ke arah yang
lebih baik. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini, dan
seterusnya. Jadi yang ditekankan adalah perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement).

3. Persediaan adalah pemborosan karena dengan menyimpan persediaan berarti ada risiko barang rusak
dan usang, menanggung beban pergudangan, tenaga kerja, asuransi, bunga modal, dan lain sebagainya.

4. Bahwa waktu dan ruang adalah sumber yang sangat potensial untuk menimbulkan pemborosan-
pemborosan.
1. Pemborosan (Waste)

Pemborosan adalah segala sesuatu yang melebihi jumlah minimal Pemborosan juga
berarti setiap aktivitas yang tidak menambah nilai baik bagi perusahaan maupun konsumen.
Menurut Chase dan Aquilano (1993:15) pemborosan dapat timbul karena waktu tunggu,
transportasi, persediaan, pemrosesan, gerakan, barang cacat atau barang yang tidak sesuai
dengan spesifikasi teknis.

2. Komponen Dasar Just-in-Time


Tiga komponen dasar JIT yang perlu mendapat perhatian dalam mengurangi pemborosan,
yaitu :
A. Aliran

Perusahaan yang menerapkan JIT bekerja dalam suatu hubungan kerja sama jangka
panjang dengan para pemasok barang. Kerja sama tersebut difokuskan pada tiga hal, yaitu
mengurangi jumlah suplier, menggunakan suplier yang secara geografis dekat, dan
meningkatkan kualitas hubungan yang baik dan sehat dengan suplier atau pemasok. Kerja
sama antarperusahaan dengan pemasok ini diwujudkan dalam suatu kontrak yang berisi
spesifikasi, kualitas dan harga yang ditargetkan dari barang yang dibeli
B. Pelibatan Karyawan

Penggunaan kemampuan manusia yang tidak optimal merupakan salah satu bentuk
pemborosan. Oleh karena itu, dalam sistem JIT diusahakan untuk memanfaatkan seoptimal
mungkin kemampuan kreativitas dari sumber daya manusia, pemasok, dan lain sebagainya
sehingga semua dapat memberikan dukungan terhadap perbaikan perusahaan.

C. Kualitas

Sistem JIT membutuhkan suatu aliran kegiatan yang rata dan seimbang, bergerak melalui seluruh
rantai yang memberikan nilai tambah (value chain). Untuk mewujudkannya, penyebab gangguan
terhadap skedul harus yang dihilangkan. Salah satu gangguan terhadap skedul adalah masalah kualitas
sehingga perlu diterapkan pengendalian kualitas total yang melibatkan setiap departemen dan seluruh
sumber daya manusia dalam perusahaan.

3. Karakteristik dan Manfaat Pembelian JIT

Sistem pembelian JIT memiliki karakteristik yang sangat logis, dalam banyak aspek
aktivitas dalam organisasi, khususnya dalam hal pembelian. Misalnya: kuantitas, kualitas,
pemasok, pengiriman, biaya, desain, efisiensi administratif, dan produktivitas.
4. Sistem Pembelian Konvensional Versus Sistem Pembelian JIT

Beberapa aspek dalam proses pembelian atau pengadaan barang dapat diperbandingkan antara sistem
konvensional dengan sistem pembelian JIT. Aspek-aspek tersebut meliputi: (1) ukuran lot pembelian, (2)
pemilihan pemasok, (3) evaluasi pemasok, (4) inspeksi penerimaan, (5) negosiasi dan proses kontrak, (6)
penentuan moda transportasi, (7) spesifikasi material, (8) kertas kerja, dan (9) pengepakan. Dengan
memahami aspek-aspek kedua sistem pembelian, diharapkan manajemen dapat memilih sistem yang tepat
bagi perusahaan. Sistem konvensional tidak berarti lebih buruk, kedua sistem cocok dan sesuai diterapkan
untuk kondisi yang berbeda-beda.

5. Dampak Positif dan Kendala Sistem Pembelian Just-in-Time

. Dari perbandingan di atas tampak bahwa dengan sistem pembelian JIT, telah terjadi pengurangan
pemborosan, dalam hal penggunaan tenaga kerja untuk inspeksi dan order, penggunaan dokumen dan
waktu dalam proses pengadaan sehingga terjadi peningkatan efisiensi yang sangat drastis, Efisiensi biaya
ini dapat dilihat pada biaya penyimpanan persediaan menjadi rendah karena kuantitas persediaan di
gudang pada aras minimum atau nol (zero); pengurangan biaya order sebagai akibat pengalaman belajar
jangka panjang dalam menggunakan pemasok yang terbatas; Biaya scrap menjadi berkurang, karena
kualitas barang lebih baik dan kecacatan dapat dideteksi lebih awal.
B. AKUNTANSI BACKFLUSH

Akuntansi backflush (backflush accounting) atau backflushing atau backflush costing


merupakan pendekatan yang disederhanakan atau dipersingkat berkaitan dengan masalah
akuntansi pada aliran kos manufaktur. Jika dalam aliran kos manufaktur tradisional
akuntansi ada akun tambahan berupa akun barang dalam proses maka dalam backflush
costing tidak ada akun barang dalam proses. Aliran kos produksi dipersingkat. Intinya tidak
ada mutasi pencatatan bahan baku melalui akun barang dalam proses.

Akuntansi backflush ini dikembangkan karena adanya tuntutan akibat penerapan sistem
just-in-time (JIT) yang sangat menekankan pentingnya eliminasi aktivitas-aktivitas yang
tidak menambah nilai atau mengeliminasi mata rantai yang tidak menambah nilai.
Implementasi JIT dalam proses produksi salah satunya menekankan pada zero inventory.
Artinya dari sudut pandang ini secara akuntansi tentu tidak ada akun sediaan yang harus
diselenggarakan.

Tujuan perhitungan kos backflush adalah untuk mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan
dicatat dalam sistem akuntansi. Perhitungan backflush menggunakan estimasi akhir periode
terhadap komponen kos bahan baku dan kos konversi untuk semua pekerjaan yang belum selesai
termasuk bahan baku yang belum diproses.
KB 3 Kos Tenaga Kerja dan permasalahan Akutansi Tenaga Kerja
A. KOMPONEN-KOMPONEN KOS TENAGA KERJA

Komponen gaji dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja terdiri atas gaji pokok (basic pay)
dan tunjangan-tunjangan (fringe benefits), misalnya tunjangan hari raya, vakasi, premi lembur,
asuransi, tunjangan pajak, tunjangan pensiun, dan lain sebagainya. Tarif dasar seharusnya ditetapkan
untuk setiap operasi dalam suatu perusahaan dan dikelompokkan berdasarkan tipe-tipe operasi. Gaji
pokok (basic pay) untuk tenaga kerja pabrik dimasukkan dalam kelompok kos tenaga kerja langsung,
sementara semua tunjangan (fringe benefits) dimasukkan dalam kelompok kos overhead pabrik.
Berikut ini diuraikan secara terperinci komponen-komponen kos tenaga kerja yang mencakup:

1. Premi Lembur
Tambahan kompensasi yang dibayarkan atas waktu lembur (overtime) dipisahkan dari gaji reguler
dan dibebankan ke kos overhead.
2. Premi Shift
Perusahaan manufaktur biasanya bekerja secara kontinu. Oleh karena itu, karyawan bekerja
dengan sistem shift. Ada shift karyawan yang bekerja di siang hari ada karyawan yang bekerja di
malam hari. Karyawan yang bekerja di malam hari (shift malam) acapkali dibayar lebih mahal
dibandingkan dengan karyawan yang bekerja di siang hari. Perbedaan tarif antara shift pagi dan shift
malam diperlakukan sebagai gaji ekstra dan dibebankan ke overhead pabrik.
3. Bonus
Bonus adalah tambahan kompensasi yang umumnya diberikan sebagai pengakuan
atas produktivitas yang sangat luar biasa (exceptional productivity). Bonus juga
dibebankan ke kos overhead. Pada umumnya, bonus dibayarkan pada akhir tahun atau
akhir periode sebesar angka tertentu atau persentase tertentu dari laba atau sebesar
persentase tertentu dari gaji dan upah.

4. Vakasi dan Holiday


Setelah jangka waktu yang panjang bagi karyawan memberikan jasa kepada
perusahaan, umumnya mereka menerima vakasi dan holiday (misalnya tunjangan
untuk liburan dan hari raya). Kompensasi seperti ini disebut pembayaran nonproduktif
karena pekerja menerima insentif tanpa memberi kontribusi pada output. Tunjangan
liburan dan hari raya ini dibebankan ke kos overhead pabrik. Tidak seperti bonus,
vakasi dan holiday ini didasarkan pada kebijakan perusahaan dan oleh karena itu
sudah diketahui sebelumnya dengan pasti.

5. Pensiun
Pensiun merupakan bagian dari kos tenaga kerja secara keseluruhan. Tetapi sifat dan
permasalahan pensiun sangat kompleks, terdapat berbagai jenis biaya dalam program pensiun
sehingga akuntansi pensiun dipelajari secara terpisah. Program pensiun melibatkan profesi
Aktuaria yang mengestimasi umur peserta, menentukan kos pensiun melalui serangkaian
formulasi yang rumit.
B. PRODUKTIVITAS DAN KOS TENAGA KERJA
Produktivitas secara umum merupakan rasio antara output dan input. Jika output meningkat
sementara input tetap maka rasio produktivitas meningkat. Atau jika jumlah output tetap sementara
jumlah input yang digunakan lebih sedikit maka rasio produktivitas juga meningkat. Dalam kaitannya
dengan tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai ukuran kinerja produksi,
yaitu barang dan jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja dalam satu periode dibagi dengan kos tenaga
kerja yang dikeluarkan dalam periode yang sama.berikut.

1. Perencanaan Produktivitas
2. Perlu diperhatikan bahwa rencana peningkatan produktivitas harus konsisten dengan rencana-
rencana yang sudah ada seperti budger operasi dan budget modal, penelitian dan pengembangan,
teknologi yang dimiliki, dan rencana pengembangan karyawan. Pertanyaan-pertanyaan yang secara
tipikal muncul dan harus dijawab dalam kaitannya dengan perencanaan produktivitas, antara lain
sebagai berikut.
A. Bagaimana organisasi mendefinisikan produktivitas dan kualitas kerja?
B. Apa yang menjadi prioritas untuk mencapai peningkatan produktivitas,dan siapa yang bertanggung
jawab?
C. Bagaimana komitmen manajemen eksekutif dikomunikasikan?
D.Seberapa besar keseragaman aplikasi diperlukan?
E.Seberapa besar keterlibatan karyawan dalam Perencanaan dan implementasi dianggap tepat?
f. Bagaimana kemajuan akan diukur?
2. Mengukur Produktivitas

Sekali rencana diformulasikan, produktivitas harus diukur, dianalisis,


diinterpretasikan dan dipahami. Tujuan pengukuran produktivitas adalah menyediakan
indeks yang ringkas dan akurat untuk membandingkan antara hasil aktual dengan target
atau standar kinerja. Pengukuran produktivitas harus mengakui adanya kontribusi
individual dari faktor-faktor seperti karyawan (termasuk manajemen), pabrik dan
peralatan, barang dan jasa yang digunakan, modal yang diinvestasikan, dan layanan
pemerintah. Salah satu ukuran produktivitas telah dikembangkan oleh American
Standard for Productivity Measurement.

C. PROGRAM GAJI

Proses penetapan gaji acapkali melibatkan tiga pihak atau dikenal dengan nama tri-
partit, yaitu pihak perusahaan, asosiasi tenaga kerja, dan pemerintah. Keberhasilan
program gaji tergantung pada beberapa hal, yaitu program gaji tersebut: (1) harus dapat
diterapkan dalam situasi di mana tenaga kerja dapat meningkatkan output; (2)
memberikan insentif tambahan secara proporsional bagi tenaga kerja yang mampu
meningkatkan output di atas standar atau target; (3) merupakan standar yang adil
sehingga upaya tambahan akan mendapatkan bonus; (4) sederhana, dapat dimengerti
dan memberi motivasi.
1. Tujuan Program Gaji
Tujuan utama program gaji adalah memberikan insentif atau rangsangan agar tenaga kerja
memproduksi lebih banyak sehingga mereka memperoleh lebih banyak upah, tetapi pada saat
yang bersamaan terjadi peningkatan output sehingga kos per unit turun. Program gaji yang
diterapkan harus diyakini akan mampu meningkatkan produktivitas.
2. Tipe—tipe Program Gaji
A. Straight piecework plan
Merupakan program gaji yang sangat sederhana, yaitu membayar upah di atas tarif dasar untuk
produksi di atas standar.
B. One-hundred-percent bonus plan
Program gaji ini merupakan variasi dari program gaji straight piecework, perbedaannya terletak
pada standar yang tidak dinyatakan dalam nilai uang melainkan dalam bentuk waktu per unit output.
C. Group Bonus Plan
Program gaji bonus kelompok, didesain untuk mendorong kinerja di atas standar. Setiap
orangmenerima tarif per jam untuk output sampai jumlah standar. Unit yang dihasilkan di atas standar
dianggap sebagai waktu yang dihemat oleh kelompok, dan akibatnya setiap orang diberi suatu bonus
untuk waktu yang dihemat tersebut. Biasanya bonus yang diperoleh oleh kelompok dibagi ke setiap
anggota kelompok secara proporsional.
D. Program gaji tarif termodifikasi (modified rate plan)
Pada model termodifikasi ini dilakukan penggabungan antara program gaji berdasarkan jam kerja dan
program gaji berdasarkan output.
D. MASALAH AKUNTANSI TENAGA KERJA

Masalah akuntansi tenaga kerja pada dasarnya mencakup tiga tahapan, yaitu:
1. Akuntansi pada saat gaji dan upah tersebut terjadi atau terutang. Gaji dan upah
dianggap terjadi dan terutang pada saat daftar gaji disetujui untuk dibayar. Dalam daftar
gaji dan upah lazimnya sudah tampak berapa gaji dan upah yang terutang, termasuk
kewajiban-kewajiban yang terkait misalnya utang pajak penghasilan, iuran pensiun,
asuransi kesehatan, terlepas dari apakah potongan-potongan tersebut ditanggung oleh
karyawan itu sendiri atau ditanggung perusahaan.
2. Akuntansi pada saat distribusi. Total gaji dan upah yang terjadi harus didistribusikan
berapa yang merupakan komponen kos tenaga kerja langsung, kos tenaga kerja tidak
langsung, kos tenaga bagian pemasaran, dan kos tenaga bagian administrasi dan umum.
3. Akuntansi padaApabila saat pembayaran, yaitu pada saat membayarkan gaji dan upah
yang terutang kepada tenaga kerja, menyetorkan pajak penghasilan karyawan ke kas
negara, menyetorkan dana pensiun, uang asuransi, dan lain sebagainya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai