Oleh
Kelompok I
FAKULTAS EKONOMI
S1 AKUNTANSI INTAKE DIII
UNIVERSITAS ANDALAS
Padang
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses akuntansi, yang dimulai dari identifikasi kejadian dan transaksi hingga
penyajian dalam laporan keuangan, membutuhkan sebuah kerangka dasar penyusunan
dan penyajian laporan keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 1 [1]
menyebutkan bahwa kerangka dasar merumuskan konsep yang mendasari penyusunan
dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Tujuan kerangka dasar ini
adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi:
1. Komite penyusun standar akuntansi keuangan, dalam pelaksanaan tugasnya;
2. Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi yang belum
diatur dalam standar akuntansi keuangan;
3. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum; dan
4. Para pengguna laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
5. Dikosongkan.
6. Dikosongkan
7. Pihak lain yang tertarik dengan pekerjaan dari komite penyusun standar akuntansi
keuangan terkait informasi mengenai pendekatan penyusunan standar akuntansi
keuangan.
Ketika akuntan harus berhadapan dengan masalah baru yang belum ada standar
akuntansinya, maka kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan ini
diharapkan dapat memberikan sebauh acuan untuk menganalisis dan memecahkan
masalah-masalah akuntansi yang terkini tersebut. Jadi, kerangka dasar penyusunan dan
penyajian ini tidak hanya membantu profesi akuntansi dalam menangani praktik-praktik
akuntansi di masa yang akan datang tetapi juga memberikan dasar atau landasan yang
konsisten dan memadai bagi para penyusun standar akuntansi, penyusun laporan
keuangan, pengguna laporan keuangan dan pihak-pihak lainnya yang turut terlibat dalam
proses laporan keuangan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 1 [1] menyebutkan bahwa kerangka
dasar merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi
para pemakai eksternal.
Kerangka dasar ini bukan standar akuntansi keuangan dan karenanya tidak
mendefinisikan standar untuk permasalahan pengukuran atau pengungkapan tertentu.
Revisi kerangka dasar ini akan dilakukan dari waktu ke waktu sesuai dengan
pengalaman komite penyusun standar akuntansi keuangan dalam penggunaan kerangka dasar
tersebut. Kerangka dasar ini membahas:
a. tujuan laporan keuangan;
b. karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan;
c. definisi, pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan;
d. konsep modal serta pemeliharaan modal.
Kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statements), yang selanjutnya hanya disebut "laporan keuangan", termasuk laporan
keuangan konsolidasian. Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang kurangnya
setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pengguna. Beberapa di antara
pengguna ini memerlukan dan berhak untuk memperoleh informasi tambahan di samping
yang tercakup dalam laporan keuangan. Namun demikian, banyak pengguna sangat
tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dan karena itu
laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan mempertimbangkan
kebutuhan mereka. Laporan keuangan dengan tujuan khusus seperti prospektus, dan
perhitungan yang dilakukan untuk tujuan perpajakan tidak termasuk dalam kerangka dasar
ini.
Laporan keuangan juga menampung catatan dan skedul tambahan serta informasi
lainnya. Misalnya, laporan tersebut mungkin menampung informasi tambahan yang relevan
dengan kebutuhan pengguna neraca dan laporan laba rugi. Mungkin pula mencakupi
pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi perusahaan dan setiap
sumber daya dan kewajiban (obligation) yang tidak dicantumkan dalam neraca (seperti
cadangan mineral), informasi segmen-segmen industri dan geografi serta pengaruhnya pada
entitas akibat perubahan harga dapat juga disediakan dalam bentuk informasi tambahan.
ASUMSI DASAR
1. Dasar Aktual
Untuk mencapai tujuannya laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan
dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada
saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta
dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan
yang-disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya
transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga
kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas
yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu laporan keuangan menyediakan jenis
informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2. Kelangsungan Usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha
perusahaan dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu, perusahaan
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara
material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan
mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus
diungkapkan.
KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karateristik kualitatif pokok yaitu: dapat
dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan.
1. Dapat Dipahami
Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi
dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan
yang wajar.
2. Relevan
Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau
masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu.
a. Materialitas
Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitasnya. Dalam beberapa
kasus, hakikat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Sebagai
contoh, pelaporan suatu segemen baru dapat memengaruhi penilaian risiko dan
peluang yang dihadapi entitas tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang
dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakikat
maupun materialitas dipandang penting, sebagai contoh jumlah serta kategori
persediaan yang sesuai dengan kebutuhan entitas.
Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan
dalam mencatat informasi tersebut dapat memengaruhi keputusan ekonomik
pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas bergantung pada
besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian
dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement).
Karenanya, materialitas lebih suatu ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu
karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.
3. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal {reliable). Informasi memiliki kualitas
andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat
diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation)
dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
a. Penyajian Jujur
Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan
untuk disajikan. Jadi sebagai contoh, neraca harus menggambarkan dengan jujur
transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aset, liabilitas, dan ekuitas entitas pada
tanggal pelaporan yang memenuhi kriteria pengakuan.
b. Substansi Mengungguli Bentuk
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa
lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan
sesuai dengan substansi dan realitas ekonomik dan bukan hanya bentuk hukumnya.
Substansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak
dari bentuk hukum. Sebagai contoh, suatu entitas mungkin menjual suatu asset kepada
pihak lain dengan cara sedimikian rupa sehingga dokumentasi dimaksudkan untuk
memindahkan kepemilikan menurut hukum ke pihak tersebut; namun demikian,
mungkin terdapat persetujuan yang memastikan bahwa entitas dapat terus menikmati
manfaat ekonomik masa depan yang diwujudkan dalam bentuk aset. Dalam keadaan
seperti itu, pelaporan penjualan tidak menyajikan dengan jujur transaksi yang
dicacat(jika sesungguhnya memang ada transaksi).
c. Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada
kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan
informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan
merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan .
d. Pertimbangan Sehat
Penyusun laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, prakiraan masa
manfaat pabrik serta peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin
timbul. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakekat serta
tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam
penyusunan laporan keuangan.
Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan
dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu
tinggi dan liabilitas atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian,
penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, sebagai contoh,
pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan (provision) berlebihan, dan
sengaja menetapkan aset atau penghasilan yang lebih rendah atau pencatatan liabilitas
atau beban yang lebih tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral, dan
karena itu tidak memiliki kualitas andal.
e. Kelengkapan
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam
batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission)
mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak
dapat diandalkan dan tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi.
4. Dapat Dibandingkan
Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar
periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan.
Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar entitas untuk
mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa
lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk entitas tersebut, antar periode
untuk entitas yang sama dan untuk entitas yang berbeda.
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa
pengguna harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan
tersebut. Para pengguna harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan
kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama
dalam sebuah entitas dari satu periode ke periode lain dan dalam entitas yang berbeda.
Ketaatan pada standar akuntansi keuangan, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi
yang digunakan oleh entitas, membantu pencapaian daya banding.
1. Posisi Keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,
liabilitas, dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut:
a. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh
perusahaan.
b. liabilitas merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa
lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
c. Ekuitas adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
Dalam penilaian apakah suatu pos memenuhi definisi aset, liabilitas, atau ekuitas,
perhatian perlu ditujukan pada substansi yang mendasari serta realitas ekonomik dan bukan
hanya bentuk hukumnya. Jadi, sebagai contoh, dalam kasus sewa pembiayaan (finance
leases), substansi dan realitas ekonomik tersebut adalah bahwa sewa guna usaha memperoleh
manfaat ekonomik dari penggunaan aset sewaan selama sebagian besar masa manfaatnya
sebagai imbalan dari terlibatnya liabilitas untuk membayar hak tersebut dalam jumlah yang
mendekati nilai wajar dari aset dan beban keuangan yang bersangkutan. Oleh karena itu,
sewa menimbulkan pos yang memenuhi definisi aset dan liabilitas dan diakui seperti itu
dalam neraca penyewa(lesse).
2. Aset
Perusahaan biasanya menggunakan aset untuk memproduksi barang atau jasa yang
dapat memuaskan kebutuhan dan keperluan pelanggan; berhubung barang atau jasa ini dapat
memuaskan kebutuhan dan keperluan ini, pelanggan bersedia membayar sehingga
memberikan sumbangan kepada arus kas entitas. Kas sendiri memberikan jasa kepada entitas
karena kekuasannya terhadap sumber daya yang lain.
Manfaat ekonomik masa depan yang terwujud dalam aset dapat,mengalir ke dalam entitas
dengan berbagai cara. Sebagai contoh, aset dapat :
a) Digunakan baik sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang
dijual oleh entitas;
b) Dipertukarkan dengan aset lain;
c) Digunakan untuk menyelesaikan liabilitas;atau
d) Dibagikan kepada para pemilik perusahaan.
Banyak aset, sebagai contoh, aset tetap memiliki bentuk fisik. Namun demikian,
bentuk fisik tersebut tidak esensial untuk menentukan eksistensi aset ; karena itu, paten dan
hak cipta, sebagai contoh, merupakan aset jika manfaat ekonomik yang diperoleh entitas di
masa depan dan jika amsing-masing aset tersebut dikuasai perusahaan.
Banyak aset, sebagai contoh, piutang dan properti, dihubungkan dengan hak menurut hukum,
termasuk hak milik. Dalam menentukan eksistensi aset, hak milik tidak esensial; jadi sebagai
contoh, properti yang dimiliki melalui sewa adalah sewa aset jika perusahaan mengendalikan
manfaat yang diharapkan dari peroperti tersebut. Meskipun kemampuan perusahaan untuk
mengendalikan manfaat biasanya berasal dari hak menurut hukum, suatu barang atau jasa
dapat memenuhi definisi aset meskipun tidak dikuasai berdasarkan hukum. Sebagai contoh,
pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas pengembangan dapat memenuhi definisi aset
jika, dengan merahasiakan pengetahuan tersebut, perusahaan menikmati manfaat yang
diharapkan dari pengetahuan tersebut.
Aset perusahaan yang berasal dari transaksi atau peristiwa lain yang terjadi di masa
lalu. Perusahaan biasanya memperoleh aset melalui pembelian atau produksi sendiri, tetapi
transaksi atau peristiwa lain juga dapat menghasilkan aset; misalnya properti yang diterima
entitas dari pemerintah sebagai bagian dari program untuk merangsang pertumbuhan
ekonomi dalam suatu wilayah. Transaksi atau peristiwa yang diharapkan terjadi dimasa depan
tidak sendirinya memunculkan aset; oleh karena itu, sebagai contoh, maksud untuk membeli
persediaan tidak dengan sendirinya memenuhi definisi aset.
Ada hubungan erat antaraterjadinya pengeluaran dan timbulnya aset, tetapi kedua
peristiwa ini tidak perlu harus terjadi bersamaan. Oleh karena itu, jika entitas melakukan
pengeluaran, peristiwa ini memberkan bukti bahwa entitas tersebut mengejar manfaat
ekonomik tetapi belum merupakan bukti konklusif bahwa suatu barang atau jasa yang
memenuhi definisi aset telah diperoleh. Sama halnya dengan tidak adanya pengeluaran yang
bersangkutan tidak mengecualikan suatu barang atau jasa memenuhi aset dan dengan
demikian terdapat kemungkinan untuk diakui pencantumannya dalam neraca; sebagai contoh,
barang atau jasa yang telah didonasikan kepada entitas memenuhi definisi aset
3. Liabilitas
Karakteristik esesnsial liabiltas adalah bahwa perusahaan mempunyai kewajiban masa
kini. Kewajiban adalah suatu tugas astau tanggung jawab untuk bertindak atau untuk
melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum
sebagai konsekuensi dari kontrak mengikat atau peraturan perundangan. Ini biasanya
memang demikian, sebagai contoh, dengan disertai jumlah yang terutang dari barang dan jasa
yang telah diterima. Akan tetapi, kewajiban juga timbul dari praktik bisnis yang lazim,
kebiasaan dan keinginan untuk memelihara hubungan bisnis yang baik atau bertindak dengan
cara yang adil. Jika sebagai contoh suatu kebijakan, perusahaan memutuskan untuk menarik
kembali produknya yang cacat meskipun masa garansi sebenarnya telah lewat, jumlah yang
diharapkan akan dibayarkan tersebut merupakan liabilitas.
Penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan perusahaan untuk mengorbankan
sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain.
Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagai
contoh dengan :
a. Pembayaran kas;
b. Penyerahan aset lain;
c. Pemberian jasa;
d. Penggantian kewjiban tersebut dengan kewajiban lain; atau
e. Konversi kewajiban menjadi ekuitas
Kewajiban juga dapat dihapuskan dengan cara lain, seperti kreditor membebaskan
atau membatalkan haknya.
Liabilitas timbul dari transaksi atau peristiwa masa lalu. Jadi, sebagai contoh,
pembelian barang atau penggunaan jasa menimbulkan utang usaha (kecuali jika dibayar di
muka atau pada saat penyerahan) dan penerimaan pinjaman bank menimbulkan kewajiban
untuk membayar kembali pinjaman tersebut. Perusahaan juga dapat mengakui sebagai
liabilitas jumlah rabat masa depan yang didasarkan pada jumlah pembelian tahunan para
pelanggan; dalam kasus ini, penjualan barang masa lalu merupakan transaksi yang
menimbulkan liabilitas.
Beberapa jenis liabilitas hanya dapat diukur dengan menggunakan estimasi dalam
derajat yang substansial. Beberapa perusahaan menyebut liabilitas ini sebagai penyisihan
(provision). dalam pengertian sempit, penyisihan semacam itu tidak dipandang sebagai
liabilitas karena hanya mencakup jumlah yang dapat ditentukan tanpa perlu membuat
estimasi. Definisi liabilitas dalam pragraf 49 mengikuti pendekatan luas. Jadi, jika penyisihan
menyangkut liabilitas masa kini dan memenuhi ketentuan lain dalam definisi tersebut, maka
pos yang bersangkutan merupakan liabilitas meskipun jumlahnya harus diestimasi.
Contohnya adalah penyisihan untuk pembayaran yang akan dilakukan terhadap garansi
berjalan dan penyishan untuk memenuhi kewajiban imbalan pensiun.
4. Ekuitas
Ekuitas dapat disubklasifikasikan dalam neraca. Sebagai contoh, dalam perseroan
terbatas, setoran modal oleh para pemegang saham, saldo awal periode (retaired earning),
penyisihan saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharan modal masing-masing
disajikan secara terpisah. Klasifikasi semacam itu dapat menjadi relevan untuk kebutuhan
pengambilan keputusan pengguna laporan keuangan apabila pos tersebut mengindikasikan
pembatasan hukum atau pembatasan lainnya terhadap kemampuan entitas untuk membagikan
atau menggunkan ekuitas. Klasifikasikan tersebut juga dapat merefleksikan fakta bahwa
pihak-pihak dengan hak kepemilikannya masing-masing dalam perusahaan mempunyai hak
yang berbeda dalam hubungannya dengan penerimaan dividen atau pembayaran kembali
modal.
Pembentukan cadangan kadang-kadang diharuskan oleh suatu peraturan perundangan
yang berlaku untuk memberikan perlindungan tambahan kepada perushaan dan para
kreditornya terhadap kerugian yang ditimbulan. Cadangan yang lain dapat dibentuk jika
hukum pajak memberikan pembebasan dari, atau pengurangan dalam liabilitas pajak pada
waktu dilakukan pemindahan ke cadangan semacam itu. Eksistensi serta besarnya cadangan
menurut peraturan perundangan yang berlaku ini merupakan informasi yang relevan untuk
kebutuhan pengambilan keputusan bagi para pengguna laporan keuangan. Pemindahan ke
cadangan tersebut lebih merupakan penyisihan saldo laba daripada beban.
Jumlah ekuitas yang ditampilkan dalam neraca bergantung pada pengukuran aset dan
liabilitas. Biasanya hanya karena faktor kebetulan jika jumlah ekuitas gabungan sama dengan
jumlah jumlah nilai pasar keseluruhan (aggregate market value) dari saham entitas atau
jumlah yang dapat diperoleh dengan melepaskan seluruh aset bersih entitas baik satu per satu
(liquidating value) atau secara keseluruhan dalam kondisi kelangsungan usaha (going concern
value).
5. Kinerja
Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau
sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbal hasil investasi (return on investment)
atau penghasilan per saham (earnings per share). Unsur yang langsung berkaitan dengan
pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.
Unsur penghasilan dan beban didefinisikan sebagai berikut:
a) Penghasilan (income) adalah kenailan manfaat ekonomik selama periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
b) Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomik selama satu periode akuntansi
dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya liabilitas yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal.
6. Penghasilan
Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenues) maupun
keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang
biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees),
bunga, dividen, royalti dan sewa.
Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan
mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang
biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomik dan dengan demikian
pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena itu, pos tersebut tidak
dipandang sebagai unsur terpisah dalam kerangka dasar ini.
Berbagai jenis aset dapat diterima atau bertambah karena penghasilan, sebagai
contoh kas, piutang, serta barang dan jasa yang diterima sebagai penukar dari barang dan
jasa yang dipasok. Penghasilan dapat juga berasal dari penyelesaian liabilitas. Sebagai
contoh, perusahaan dapat memberikan barang dan jasa kepada kreditor untuk melunasi
pinjaman.
7. Beban
Definisi beban mencakupi baik kerugian maupun beban yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan
aktivitas perusahaan yang biasa meliputi, sebagai contoh, beban pokok penjualan, gaji
dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya
aset seperti kas (dan setara kas), persediaan dan aktiva tetap.
Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin
timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa. Kerugian tersebut
mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomik, dan pada hakikatnya tidak berbeda dari
beban lain. Oleh karena itu, kerugian tidak dipandang sebagai unsur terpisah dalam
kerangka dasar ini.
2. Keandalan Pengukuran
Kriteria pengakuan suatu pos yang kedua adalah ada tidaknya biaya atau nilai yang
dapat diukur dengan tingkat keandalan tertentu (reliable) . pada banyak kasus, biaya atau nilai
harus diestimasi; penggunaan estimasi yang layak merupakan bagian esesnsial dalam
penyusunan laporan keuangan tanpa mengurangi tingkat keandalan. Namun demikian, jika
estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, pos tersebut tidak diakui dalam neraca atau
laporan laba rugi. Sebagai contoh, hasil yang diharapkan dari suatu tuntutan hukum dapat
memenuhi definisi baik aset dan penghasilan maupun kriteria probabilitas untuk dapat diakui;
namun demikian, jika tidak mungkin diukur dengan tingkat keandalan tertentu, tuntutan
tersebu tidak dapat diakui sebagai aset atau sebagai penghasilan; namun demikian, eksistensi
tuntutan harus diungkapkan dalam catatan, materi penjelasan atau skedul tambahan.
Suatu pos yang memiliki karakteristik esensial suatu unsur tetapi tidak dapat
memenuhi kriteria pengakuan tetap perlu diungkapkan dalam catatan, materi penjelasan atau
skedul tambahan. Pengungkpan ini dapat dibenarkan jika pengetahuan mengenai pos tersebut
dipandang relevan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan oleh pengguna laporan keuangan.
3. Pengakuan Aset
Aset diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomiknya di
masa depan diperoleh perusahaan dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
diukur dengan andal.
Aset tidak diakui dalam neraca jika pengeluaran telah terjadi dan manfaat
ekonomiknya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam perusahaan setelah periode
akuntansi berjalan. Sebagai alternatif transaksi semacam itu menimbulkan pengakuan beban
dalam laporan laba rugi. Dengan pengakuan ini tidak berarti pengeluaran yang dilakukan
manajemen mempunyai maksud yang lain daripada menghasilkan manfaat ekonomik bagi
perusahaan di masa depan atau manajemen salah arah. Implikasin satu satunya adalah bahwa
tingkat kepastian dari manfaat ekonomik yang diterima perusahaan setelah periode akuntansi
berjalan tidak mencukupi untuk membenarkan pengakuan aset.
4. Pengakuan Liabilitas
Liabilitas diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber
daya yang mengandung manfaat ekonomik akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban
saat ini dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal. Dalam praktik,
kewajiban menurut kontrak yang belum dilaksanakan oleh kedua belah pihak (sebagai
contoh, liabiltas atas pesanan persediaan yang belum diterima) pada umumnya tidak diakui
sebagai liabilitas dalam laporan keuangan. Akan tetapi, kewajiban semacam itu dapat
memenuhi definisi liabilitas dan, jika dalam keadaan tertentu kriteria pengakuan terpenuhi,
maka kewajiban tersebut dapat dianggap memenuhi syarat pengakuan. Dalam keadaan
tersebut, pengakuan liabilitas mengakibatkan pengakuan aset atau beban yang bersangkutan.
5. Pengakuan Penghasilan
Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi ketika kenaikan manfaat ekonomik di
masa depan yang berkaitan dengan kenaikan aset atau penurunan liabilitas telah terjadi dan
dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan
pengakuan kenaikan aset atau penurunan liabilitas (sebagai contoh, kenaikan bersih aset yang
timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan liabilitas yang timbul dari pembebasan
pinjaman yang masih harus dibayar).
Prosedur yang biasanya dianut dalam praktik untuk mengakui penghasilan, sebagai
contoh ketetentuan bahwa penghasilan telah diperoleh, merupakan penerapan kriteria
pengakuan dalam kerangka dasar ini. Prosedur semacam ini pada umumnya dimaksudkan
untuk membatasi pengakuan penghasilan pada pos-pos yang dapat diukur dengan andal dan
memiliki tingkat kepastian yang cukup.
6. Pengakuan Beban
Beban diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan manfaat ekonomik masa depan
yang berkaitan dengan penurunan aset atau kenaikan liabilitas telah terjadi dan dapat diukur
dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan
liabilitas atau penurunan aset (sebagai contoh, akrual hak karyawan atau penyusutan aset
tetap)
Beban diakui dalam laporan laba rugi ats dasar hubungan langsung antara biaya yang
timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan
biaya dengan pendapatan (matching of cost with revenue) ini melibatkan pengakuan
penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan
bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama; sebagai contoh, berbagai
komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan (cost or expense of goods sold)
diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang, akan
tetapi, penerapan konsep matching dalam kerangka dasar ini tidak memperkenankan
pengakuan pos dalam neraca yang tidak memenuhi definisi aset atau liabilitas.
Jika manfaat ekonomik diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi dan
hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak langsung,
beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur alokasi yang rasional dan sistematis.
Hal ini sering diperlukan dalam laporan pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan
aset seperti aset tetap, goodwill, paten, dan merek dagang. Dalam kasus semacam itu, beban
ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk mengakui
beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomik aset yang bersangkutan.
Beban segera diakui dalam laporan laba rugi jika pengeluaran tidak menghasilkan
manfaat ekonomik masa depan atau jika sepanjang manfaat ekonomik masa depan tidak
memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untu diakui dalam nerca sebagai aset.
Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul liabilitas tanpa adanya pengakuan
aset, seperti apabila timbul liabilitas akibat garansi produk.
a. Tahap Adopsi (2008 – 2011), meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke
PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap PSAK yang
berlaku.
b. Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap
persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan secara
bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
c. Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS
secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK
secara komprehensif
Skema menuju konvergensi penuh dengan IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk
implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS
Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.
Revisi tahun 2007 yang merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI tersebut
menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi yang ditujukan untuk konvergensi
PSAK dan IFRS serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan PSAK baru. PSAK baru
yang diterbitkan oleh IAI tersebut merupakan PSAK yang mengatur mengenai transaksi
keuangan dan pencatatannya secara syariah. PSAK yang direvisi dan ditujukan dalam rangka
tujuan konvergensi PSAK terhadap IFRS adalah:
a. PSAK 16 tentang Properti Investasi
b. PSAK 16 tentang Aset Tetap
c. PSAK 30 tentang Sewa
d. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan
e. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
PSAK-PSAK hasil revisi tahun 2007 tersebut dikumpulkan dalam buku yang disebut
dengan Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007 dan mulai berlaku sejak tanggal
1 Januari 2008.
Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang kita kenal selama ini sebagaimana
yang diadopsi dalam buku ajar di kampus-kampus adalah kerangka konseptual berdasarkan
USGAAP. Sejalan dengan konvergensi International Financial Reporting Standar (IFRS)
kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mau tidak mau kita harus
merubah mindset kita mengikuti kerangka konseptual IFRS tersebut.
Secara garis besar ada beberapa perbedaan US GAAP dengan IFRS, yaitu:
US GAAP IFRS
Menyediakan informasi Menyediakan informasi yang
yang berguna untuk pengambilan menyangkut posisi keuangan, kinerja,
keputusan investasi dan kredit. serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat
bagisejumlah besar pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
Menyediakan informasi
yang berguna untuk memprediksi
jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus
kas masa depan perusahaan
Pengguna adalah investor, karyawan,
pemberi pinjaman, pemasok dan
kreditor usaha lainnya, pelanggan,
pemerintah dan masyarakat.
Menyediakan informasi
tentang sumber
dayaekonomi, klaim terhadap sumber
daya tersebut, dan perubahan terhadap
keduanya.
US GAAP IFRS
Relevan – terdiri dari: Relevan – terdiri dari:
US GAAP IFRS
Aset Aset
Kewajiban Kewajiban
Ekuitas Ekuitas
Investasi pemilik Pemeliharaan modal (diperoleh dari revaluasi
Distribusi kepada pemilik asset dan kewajiban)
Laba komprehensif Laba (Pendapatan dan keuntungan)
Pendapatan Beban (beban dan kerugian)
Keuntungan
Beban
Kerugian
US GAAP IFRS
1. Biaya historis 1. Biaya historis
2. Pengakuan pendapatan 2. Biaya sekarang (apa yang harus dibayar
3. Kesesuaian hari ini untuk mendapatkan aset. Ini
4. Pengungkapan penuh sering diperoleh dalam penilaian yang
sama dengan nilai wajar)
3. Nilai realisasi (jumlah kas yang dapat
diperoleh saat ini jika asset dilepas
4. Nilai wajar
5. Pengakuan pendapatan
6. Pengakuan beban
7. Pengungkapan penuh
Level 3: Pengakuan dan pengukuran – Kendala
US GAAP IFRS
1. Biaya dan manfaat 1. Keseimbangan antara biaya dan
2. Materialitas manfaat
3. Praktik Industri 2. Tepat waktu
4. Konservatisme 3. Keseimbangan antara karakteristik
kualitatif
PENUTUP
Kesimpulan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 1 [1] menyebutkan bahwa kerangka
dasar merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi
para pemakai eksternal. Kerangka dasar penyusunan dan penyajian ini tidak hanya membantu
profesi akuntansi dalam menangani praktik-praktik akuntansi di masa yang akan datang tetapi
juga memberikan dasar atau landasan yang konsisten dan memadai bagi para penyusun
standar akuntansi, penyusun laporan keuangan, pengguna laporan keuangan dan pihak-pihak
lainnya yang turut terlibat dalam proses laporan keuangan.
International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar pencatatan dan
pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International
Accounting Standard Boards (IASB), yaitu sebuah lembaga internasional yang bertujuan
untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan,
dan diterima secara internasional.
Prinsip atau standar akuntansi yang secara umum dipakai di Indonesia tersebut lebih
dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun dan
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia adalah organisasi
profesi akuntan yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Ikatan Akuntansi
Indonesia
Suwarjono. 2015. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi 3. Yogyakarta:
BPFE. Januari 2013
http://indrachoirulhalim007.blogspot.co.id/2016/06/revisi-beberapa-pai-psak-ifrs-dan.html
https://rumaishaa.wordpress.com/2015/06/29/tahapan-penerapan-standar-ifrs-di-indonesia/
http://aliethok.blogspot.co.id/2012/05/contoh-kasus-pengaruh-penerapan-ifrs.html
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/2017/09/04/materi-akuntansi-keuangan-1/
https://fahruhandia.wordpress.com/2013/09/30/perbedaan-kerangka-konseptual-usgaap-
dengan-ifrs/