Anda di halaman 1dari 16

PAJAK PENGHASILAN

Disusun Oleh :

Ni Nyoman Ari Wedriyani


(1833121399)

UNIVERSITAS WARMADEWA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
TAHUN 2020
1. PENDAHULUAN
Laporan keuangan dalam bidang akuntansi keuangan yang lazimnya disebutkan
sebagai laporan keuangan komersial disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan
yang berlaku, di Indonesia harus berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK),
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP), Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK-EMKM) yang disusun
dan diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK-IAI). Pembahasan selanjutnya untuk laporan keuangan komersial akan
didasarkan pada SAK, yaitu standar akuntansi keuangan yang berlaku untuk entitas
berakuntabilitas publik. Sedangkan laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan hukum
pajak yang berlaku di suatu negara. Sudah jelas antar laba rugi yang disusun berdasarkan
standar akuntansi keuangan atau yang biasa disebut laporan keuangan komersial dan laba
rugi fiskal yang disusun berdasarkan hukum fiskal pasti akan terdapat perbedaan atau
selisih. Bab ini akan menjelaskan bagaimana akuntansi atas pajak penghasilan yang
penting untuk menentukan laba bersih entitas, dengan berpedoman pada PSAK 46.

1.1.Pemahaman Inti Masalah Dan Pemecahan Sehubungan Pajak Penghasilan Yang


Dibahas Dalam Psak 46 Pajak Penghasilan
Dunia usaha tak terlepas dari masalah perpajakan. Perlu dipahami beberapa hal pokok
yang menyangkut masalah akuntansi perpajakan:
1) Dari sudut subjek pajak (orang pribadi atau badan usaha) dan obyek pajak
(penghasilan, laba rugi, transaksi, barang atau jasa yang diperdagangkan)
dikenal berbagai- jenis pajak, baik tergolong sebagai pajak langsung maupun tak
langsung. PSAK 46 Pajak Penghasilan khusus mengatur permasalahan
akuntansi yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan, yaitu pajak atas
penghasilan entitas (income).
2) Standar Akuntansi Keuangan (SAK) mengatur standar akutansi yang berkaitan
dengan penyusunan laporan keuangan dalam bidang akuntansi keuangan
(financial accounting ). Sedangkan pajak penghasilan haruslah dihitung dan
dibayar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
3) SAK sering kali tidak selalu sesuai dengan peraturan perpajakan, oleh karena itu
timbul masalah bagaimana merekonsiliasi pajak penghasilan yang harus
dihitung dan dibayar sesuai dengan peraturan perpajakan untuk dapat dilaporkan
dalam laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK.
4) Permasalah timbul terutama disebabkan adanya perbedaan dalam hal:
a. Dasar pengenaan pajak (tax base).
b. Pengakuan (recognition), apa yang boleh dan tidak boleh diakui sebagai
pendapatan (income) atau beban (expense)
c. Metode perhitungan beban atau pendapatan
d. Kapan suatu aset atau liabilitas pajak, pendapatan atau beban pajak diakui.
Pada dasarnya perbedaan tersebut dapat digolongkan atas perbedaan
temporer (temporary difference) dan perbedaan permanen (permanent
difference).
5) PSAK 46 merupakan “jembatan” yang menghubungkan Peraturan Pajak
Penghasilan dengan PSAK, antar laba rugi fiskal dengan laba rugi
akuntansi/bisnis.

2. TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PSAK 46


Tujuan
PSAK 46 bertujuan mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan. Permasalahan utama
dalam akuntansi pajak penghasilan adalah bagaimana mengakui dan mengukur
konsekuensi pajak kini dan pajak di masa datang, yang dapat menimbulkan aset ataupun
liabilitas pajak. PSAK 46 mensyaratkan entitas untuk memperlakukan konsekuensi pajak
atas transaksi dan kejadian lain sama dengan cara entitas memperlakukan transksi atau
kejadian lain tersebut.

Ruang Lingkup
PSAK 46 diterapkan untuk akuntansi pajak penghasilan, termasuk semua pajak dalam
negeri dan luar negeri yang didasarkan pada laba kena pajak. Juga meliputi pemotongan
pajak yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi, atau ventura bersama atas
distribusi kepada entitas pelapor, serta pajak penghasilan final.
PSAK 46 tidak mengatur metode akuntansi untuk hibah pemerintah, yang telah diatur
PSAK 61 Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah, atau
kredit pajak investasi. Namun PSAK 46 diterapkan untuk akuntansi perbedaan temporer
yang dapat ditimbulkan oleh hibah pemerintah dan kredit pajak investasi.
PSAK 46 merumuskan beberapa pengertian atau definisi (paragraf 5) yang perlu dipa-
hami dengan baik agar dapat mengerti dan mengaplikasikan PSAK 46 tersebut dengan
baik.

2.1.Definisi yang Dirumuskan dalam PSAK 46


Laba (Rugi) Akuntansi
Adalah laba (atau rugi) selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.

Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal)
Adalah laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang
ditetapkan oleh otoritas perpajakan atas pajak penghasilan yang terutang
(dipulihkan).

Beban pajak (penghasilan pajak)


Adalah jumlah gabungan pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax)
yang diperhitungkan dalam menentukan laba rugi pada suatu periode.

Pajak kini (current tax)


Adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dipulihkan) atas laba kena pajak
(rugi pajak) untuk suatu periode.

Aset pajak tangguhan


Adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan
sebagai akibat adanya:
(a) perbedaan temporer dapat dikurangkan;
(b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan
(c) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan
mengizinkan. (Kredit pajak belum dimanfaatkan merupakan fasilitas perpajakan
yang diberikan kepada entitas yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk
memperoleh pengurangan pajak terutang di masa depan)

Liabilitas pajak tangguhan


Adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat
adanya perbedaan temporer kena pajak.

Perbedaan temporer
Adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas dalam laporan posisi
keuangan dan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa:
(a) perbedaan temporer kena pajak yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan
jumlah kena pajak dalam penentuan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa
depan ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan;
atau
(b) perbedaan temporer dapat dikurangkan yaitu perbedaan temporer yang
menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak
(rugi pajak) periode masa depan ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas
dipulihkan atau diselesaikan.

Dasar pengenaan pajak (tax base) atas aset atau liabilitas


Adalah jumlah teratribusi atas aset atau liabilitas untuk tujuan pajak dengan aset
atau liabilitas untuk tujuan pajak.

2.2.Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base) atas Aset


Dasar pengenaan pajak atas aset adalah nilai yang terkait dengan aset untuk tujuan
pajak, yaitu jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak terhadap setiap
manfaat ekonomi kena pajak yang akan mengalir ke entitas ketika memulihkan
(recovery) jumlah tercatat aset tersebut (lihat contoh a di bawah). Jika manfaat
ekonomi tersebut tidak dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset tersebut
sama dengan jumlah tercatat aset tersebut (lihat contoh c di bawah). Berikut adalah
beberapa contoh untuk menjelaskan pengertian dasar pengenaan pajak aset:
a. Pada tanggal 1 Januari 2011, PT Tekstil Manufaktur membeli seperangkat
mesin tenun seharga Rp800.000.000, misalkan untuk tujuan perhitungan laba
fiskal, mesin tenun disusutkan berdasarkan metode garis lurus selama 5 tahun,
20% per tahun. Pada tanggal 31 Desember 2012, akumulasi penyusutan mesin
selama dua tahun 2011 dan 2012 adalah Rp320.000.000, dan nilai buku adalah
Rp480.000.000 (Rp800.000.000 – Rp320.000.000) yang akan dikurangkan
sebagai penyusutan untuk periode yang akan datang, atau sebagai pengurangan
bila terjadi pelepasan (penjualan) mesin tenun tersebut. Laba rugi dari penjualan
produk, dan keuntungan atau kerugian yang timbul bila terjadi pelepasan
(penjualan) mesin tenun, adalah obyek pajak. Dasar pengenaan pajak (tax base)
atas mesin tenun dalam contoh di atas adalah Rp480.000.000.
b. Pada tanggal 31 Desember 2012 dalam laporan posisi keuangan tercatat Piutang
Bunga Rp5.000.000. Pajak atas penerimaan bunga dikenakan atas dasar akrual.
Dengan- demikian dasar pengenaan pajak Piutang Bunga adalah nihil.
c. Pada tanggal 31 Desember 2012 Piutang Usaha tercatat Rp100.000.000,
pendapatan terkait sudah diperhitungkan dalam laba (rugi) fiskal. Dasar
pengenaan pajak
Piutang Usaha adalah Rp100.000.000.

2.3.Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base) Liabilitas


Dasar pengenaan pajak untuk liabilitas adalah sebesar jumlah tercatat liabilitas,
dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak berkenaan
dengan liabilitas tersebut pada periode mendatang. Dalam hal pendapatan diterima di
muka (unearned income), dasar pengenaan pajaknya dikurangi dengan pendapatan
yang tidak dikenakan pajak pada periode mendatang.
Contoh:
Pada tanggal 31 Desember 2012 tercatat liabilitas jangka pendek Rp10.000.000,
termasuk beban akrual (accrued expenses) Rp2.000.000 dan pendapatan bunga
diterima di muka (unearned interest income) Rp3.000.000. Bila beban akrual dan
pendapatan bunga diterima di muka diperhitungkan untuk laba rugi fiskal dengan azas
kas (cash basis), maka dasar pengenaan pajak baik untuk beban akrual dan
pendapatan bunga diterima di muka adalah nihil.

3. BEBERAPA ISTILAH YANG DIRUMUSKAN DALAM UNDANG-UNDANG


PAJAK PENGHASILAN RI
Subjek Pajak
Undang-Undang Pajak Penghasilan RI membedakan subjek pajak atas:
a. subjek pajak orang pribadi; dan
b. subjek pajak badan.

Objek Pajak
Untuk menghitung laba rugi fiskal baik pendapatan maupun beban haruslah mengacu
pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku dengan memperhatikan
perubahan terakhir. Uraian di bawah ini adalah berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku pada saat penerbitan buku ini, dalam praktek haruslah selalu diperhatikan dan
dipahami peraturan perundangan terkini.

Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa yang


merupakan objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang
bersangkutan, dengan nama dalam bentuk apa pun.

Berdasarkan perumusan di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Pajak


Penghasilan Republik Indonesia yang berlaku bagi subjek pajak orang pribadi dan badan
usaha, memberikan pengertian obyek pajak dalam arti luas.

Penghasilan (Income)
Obyek pajak penghasilan mencakup:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh seperti gaji, honorarium, bonus, tunjangan, dan lain-lain. (untuk subjek
pajak pribadi)
2) Penghasilan dari usaha atau kegiatan: laba usaha.
3) Penghasilan dari investasi dalam bentuk tabungan atau deposito, surat berharga
(saham, obligasi), properti (tanah dan bangunan) yang menghasilkan bunga, dividen,
sewa, selisih kurs, dan laba penjualan kembali investasi.
4) Lain-lain, yaitu:
a. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
b. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
c. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
d. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva (pasal 19);
e. premi asuransi (untuk perusahaan asuransi);
f. penghasilan dari usaha berbasis syariah; dan
g. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.

Beban (Expense)
Peraturan Pajak Penghasilan menetapkan hanya biaya (pengeluaran) yang berhubungan
baik langsung maupun tak langsung untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang dapat diakui sebagai beban (expense).

Peraturan Pajak Penghasilan menetapkan peraturan secara jelas (rules base) tentang
unsur beban (expense) yang dapat diperhitungkan dalam menghitung laba fiskal, agar
tidak menimbulkan keraguan atau selisih pendapat. Sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku pada saat penulisan Bab ini, antara lain ditetapkan
pengeluaran yang dapat diperhitungkan sebagai beban sebagai berikut:
a. Segala jenis pajak termasuk PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), kecuali pajak
penghasilan.
b. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
c. Kerugian selisih kurs mata uang asing berdasarkan sistem pembukuan yang dianut
secara taat asas sesuai dengan SAK yang berlaku di Indonesia.
d. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan dalam jumlah wajar yang dilakukan
di Indonesia.
e. Biaya pengembangan sumber daya manusia seperti bea siswa, magang, atau
pelatihan.
f. Penghapusan piutang yang nyata-nyata tak dapat ditagih, dengan syarat antara lain
telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi
pemerintah (syarat ini yang sering kali menimbulkan selisih pengakuan antar PSAK
yang menekankan substance over form dan realita dengan peraturan fiskal yang
lebih menekankan persyaratan juridis formil).

Pengeluaran yang Tidak Diakui sebagai Beban dalam Peraturan Perpajakan


 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak
tertagih untuk bank dan lembaga keuangan, cadangan dalam usaha asuransi,
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan, cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan, cadangan penanaman kembali untuk usaha
kehutanan, cadangan penutupan pembuangan limbah untuk usaha pengolahan
limbah industri.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura atau kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman
untuk seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, imbalan
dalam bentuk natura diberikan di daerah tertentu (terpencil) atau karena
dibutuhkan untuk pelaksaan pekerjaan (pakaian dinas).

Penyusutan Aset Tetap Berwujud dan Amortisasi Aset Takberwujud


Penentuan metode penyusutan atau aset tetap berwujud dan amortisasi aset tak berwujud
serta kapan penyusutan dan amortisasi dapat atau harus dimulai dapat berbeda antar SAK
dan peraturan pajak. SAK menetapkan bahwa aset tetap harus disusutkan sesuai dengan
pola penggunaan manfaatnya selama masa manfaat ekonomis dan setiap- akhir periode
pelaporan manajemen harus melakukan asesmen untuk menentukan apakah pola
penggunaan aset masih sama dengan metode penyusutan yang digunakan dan sisa
manfaat ekonomi masih sesuai. Sedangkan peraturan pajak lazimnya lebih menekankan
pembakuan dan keseragaman.
Aset bukan bangunan terbagi atas empat kelompok berdasarkan jenis usaha dan aneka
aset tetap.

4. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PAJAK PENGHASILAN


Dalam akuntansi pajak penghasilan, dikenal adanya pajak kini (current tax) dan pajak
tangguhan (deferred tax).

4.1.Pajak Kini
Sebagaimana dijelaskan di atas, pajak kini adalah pajak yang dihitung atas laba kena
pajak, sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku dalam suatu negara. Atas peraturan
pajak tersebut, dapat timbul aset pajak kini (current tax asset) dan hutang pajak kini
(current tax liability).
Aset pajak kini adalah pembayaran pajak yang sudah dibayarkan oleh entitas namun
belum merupakan pajak terhutang atau dengan kata lain, jika jumlah pajak yang telah
dibayar untuk priode kini dan periode-periode lalu melebihi jumlah pajak yang
terutang untuk periode tersebut, maka entitas akan mengakui adanya aset pajak kini.
Contoh dari aset pajak kini adalah setoran masa pajak penghasilan pasal 25, pajak
dibayar di muka atas penghasilan yang belum terhutang pajak.
Liabilitas pajak kini adalah jumlah pajak kini untuk periode kini dan periode lalu yang
belum dibayarkan oleh entitas.

4.2.Pajak Tangguhan
Perbedaan penafsiran dan pengakuan antar SAK dan Peraturan Perpajakan atas
pengakuan pendapatan dan beban mengakibatkan timbulnya perbedaan (difference)
jumlah dalam perhitungan laba rugi akuntansi dan fiskal. Perbedaan tersebut dikenal
dengan istilah perbedaan temporer (temporary differences). PSAK 46 menggunakan
yang disebut sebagai Pendekatan Neraca (Balance Sheet Approach) dalam penentuan
timbulnya perbedaan temporer, yaitu dengan membandingkan antara nilai tercatat aset
dan liabilitas dengan dasar pengenaan pajaknya.

Perbedaan temporer dapat berupa:


a. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary difference), yaitu perbedaan
temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak dalam penghitungan laba kena
pajak (rugi pajak) periode mendatang ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas
diperhitungkan kembali (recovered) atau diselesaikan (settled). Perbedaan
temporer kena pajak terjadi jika nilai tercatat lebih besar dari dasar pengenaan
pajak dan menimbulkan liabilitas pajak tangguhan.
b. Perbedaan temporer dapat dikurangkan (deductible temporary difference), yaitu
perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam
penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode mendatang ketika jumlah
tercatat aset atau liabilitas diperhitungkan kembali (recovered) atau diselesaikan.
Perbedaan temporer yang dapat dikurangkan terjadi jika nilai tercatat lebih kecil
dari dasar pengenaan pajak dan menimbulkan aset pajak tangguhan.

Selain dari pada perbedaan temporer tersebut di atas, pajak tangguhan juga dapat
timbul dari rugi fiskal yang dapat dikompensasi. Peraturan pajak yang saat ini
berlaku, seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
memperkenalkan kompensasi kerugian yang memberikan kesempatan pada entitas
untuk tidak membayar pajak pada periode dimana terjadi rugi fiskal dan rugi fiskal
tersebut dapat dikompesasikan sampai dengan 5 (lima) tahun ke depan saat entitas
sudah memperoleh laba fiskal. Jika setelah lewat 5 tahun, entitas belum memperoleh
laba fiskal, maka rugi fiskal yang belum dikompensasi akan kadaluarsa dan tidak
dapat dikompensasikan lagi. Rugi fiskal yang dapat dikompensasi menimbulkan aset
pajak tangguhan.

Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (2) memperkenalkan kompensasi


kerugian untuk selama lima tahun:
“Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan didapat kerugian, kerugian tersebut dapat
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan­ 5 (lima) tahun.”

Perlu diperhatikan kata berturut-turut, ini berarti kerugian pada suatu tahun usaha
hanya dapat dikompensasikan atau mengurangi laba kena pajak tahun berikut secara
berurutan selama lima tahun, tidak dapat terputus. Misalnya bila pada tahun fiskal
2001 suatu entitas menderita kerugian fiskal sebesar Rp5.000.000.000, jumlah
tersebut hanya dapat mengurangi laba kena pajak tahun usaha 2002, 2003, 2004,
2005, dan 2006. Seandainya tahun 2003 perusahaan menderita rugi fiskal lagi, maka
batas waktu kompensasi rugi fiskal tahun 2001 tetap sampai pada tahun tahun 2006;
sedangkan rugi fiskal tahun 2003 dapat mengkompensasi laba fiskal selama lima
tahun sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.

PSAK 46 mengatur bahwa aset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan
temporer dapat dikurangkan, sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak
akan tersedia sehingga perbedaan temporer dapat dikurangkan tersebut dapat
dimanfaatkan.

Suatu aset hanya diakui bila mempunyai nilai ekonomi di masa yang akan datang,
aset pajak tangguhan hanya dapat diakui bila kemungkinan besar laba kena pajak
akan tersedia, agar aset pajak tangguhan dapat digunakan untuk diperhitungkan atas
beban pajak penghasilan yang harus dibayar oleh entitas. Dengan demikian
manajemen perlu untuk melakukan proyeksi keuangan untuk masa depan, sehingga
dapat mengestimasi apakah di masa depan entitas memiliki cukup laba kena pajak
untuk mengkompensasi aset pajak tangguhan. Jika berdasarkan estimasi manajemen
tidak akan terdapat laba kena pajak yang cukup untuk mengkompensasi aset pajak
tangguhan, maka entitas tidak boleh mengakui adanya aset pajak tangguhan.

Pengukuran atau perhitungan liabilitas dan aset sehubungan dengan pajak harus
berdasarkan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku, yaitu diukur atau
dihitung sebesar jumlah ekspektasi liabilitas pajak yang harus dibayarkan atau jumlah
pajak yang dapat direstitusi oleh otoritas perpajakan, yang dihitung menggunakan
tarif pajak berdasarkan peraturan pajak yang berlaku pada akhir periode pelaporan
atau secara substantive telah berlaku pada akhir periode pelaporan.

Pada setiap akhir periode pelaporan, harus dilakukan kaji ulang atas aset pajak
tangguhan. Jika kemungkinan besar laba kena pajak tidak lagi tersedia dalam jumlah
yang memadai untuk mengkompensasikan aset pajak tangguhan tersebut, maka aset
pajak tangguhan harus dihentikan pengakuannya dan entitas mengakui sebagai beban
pajak periode berjalan.

4.3.Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan Tidak Didiskontokan


Karena realisasi atau pembalikan atas suatu aset dan liabilitas pajak tangguhan sulit
dijadwalkan secara rinci dan akurat, maka SAK tidak mensyaratkan atau mengizinkan
pendiskontoan atas aset dan liabilitas pajak tangguhan.

5. PENYAJIAN PAJAK PENGHASILAN


Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku aset dan liabilitas haruslah disajikan secara
terpisah, dan tidak diperkenankan penyajian jumlah neto saja setelah dilakukan saling
hapus, kecuali dalam keadaan khusus dengan syarat tertentu. Untuk aset dan liabilitas
pajak terutama harus diperhatian peraturan perpajakan yang berlaku, apakah
mengizinkan dilakukan saling hapus.

PSAK 46 menetapkan saling hapus atas aset dan liabilitas pajak kini serta aset dan
liabilitas pajak tangguhan sebagai berikut:
Penyajian secara saling hapus atas aset dan liabilitas pajak kini hanya dapat dilakukan
bila entitas:
a. memiliki hak yang dapat dipaksakan secara hukum untuk melakukan saling hapus
atas jumlah yang diakui; dan
b. bermaksud untuk menyelesaikan dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan
menyelesaikan liabilitas secara bersamaan. (Paragraf 71)

Demikian juga entitas pelapor hanya dapat melakukan saling hapus atas aset pajak
tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan jika dan hanya jika penghasilan yang
dikenakan oleh otoritas perpajakan yang sama atas:
a. entitas memiliki hak yang dapat dipaksakan secara hukum untuk melakukan saling
hapus aset pajak kini terhadap liabilitas pajak kini; dan
b. aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan terkait dengan pajak
penghasilan yang dikenakan oleh otoritas perpajakan yang sama atas:
(i) entitas kena pajak yang sama; atau
(ii) entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan
liabilitas pajak kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan
menyelesaikan liabilitas secara bersamaan, pada setiap periode masa depan
dimana jumlah signifikan atas aset atau liabilitas pajak tangguhan
diekspektasikan untuk diselesaikan atau dipulihkan.

6. PAJAK PENGHASILAN FINAL


Pajak penghasilan final (final tax) adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu
bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang
dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang
terkena pajak penghasilan yang brsifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan
terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.

Berdasarkan peraturan perundangan Pajak Penghasilan yang sekarang berlaku, pajak


penghasilan final dikenakan atas beberapa jenis pendapatan yang memenuhi persyaratan
tertentu sebagai berikut, misalnya: 20% atas pendapatan bunga deposito, 10% atas
pendapatan dividen yang dibayar emiten bursa saham kepada orang pribadi, 10% atas
pendapatan sewa tanah dan bangunan.

PSAK 46 tidak mengatur mengenai pajak final, dengan demikian penghasilan yang
dikenakan pajak final, bukan lagi bagian dari pajak penghasilan entitas (corporate
income tax). Jumlah yang dibayarkan sebagai pajak atas penghasilan yang dikenakan
pajak final harus diakui sebagai beban pajak dan merupakan bagian dari beban periode
berjalan. Alternatif lain, jumlah tersebut diakui sebagai pengurang dari pendapatan
entitas yang dikenakan pajak final.

6.1.Penyajian Beban (Penghasilan) Pajak Terkait dengan Laba Rugi dari Aktivitas
Normal
Penyajian beban pajak atau mungkin suatu penghasilan sehubungan dengan
kompensasi pajak haruslah berpedoman pada PSAK 1 Penyajian Laporan
Keuangan. PSAK 46 memperjelas bahawa beban (manfaat) pajak terkait dengan
laba rugi dari aktivitas normal disajikan sebagai bagian dari laba rugi aktivitas
normal, sedangkan beban (manfaat) pajak terkait dengan penghasilan komprehensif
lain, disajikan sebagai bagian dari penghasilan komprehensif lain.

6.2.Pengungkapan
Masalah pajak suatu entitas sering kali cukup kompleks, khususnya bagi entitas yang
jaringan kepemilikan antar induk dan anak perusahaan dan harus dikonsolidasi
cukup kompleks, investasi dalam perusahaan asosiasi serta sifat bisnis sangat
beragam, maka komponen utama beban atau penghasilan pajak perlu diungkapkan
secara terpisah dalam hal sebagai berikut:
 Unsur pajak yang terkait dengan transaksi yang dibebankan atau dikreditkan
langsung ke ekuitas.
 Pajak penghasilan terkait dengan setiap komponen pendapatan komprehensif
lain.
 Penjelasan hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba akuntansi
dengan rekonsiliasi antara laba akuntansi dengan laba fiskal, serta tarif pajak
yang berlaku.
 Perubahan tarip pajak yang berlaku serta perbandingan dengan tarip pajak
sebelumnya.
 Jumlah dan tanggal kadaluwarsa perbedaan temporer dapat dikurangkan, rugi
pajak belum dikompensasi, dan kredit pajak belum dimanfaatkan yang tidak
diakui sebagai aset pajak tangguhan.
 Jumlah agregat perbedaan temporer yang terkait dengan investasi pada entitas
anak, cabang dan entitas asosiasi dan bagian partisipasi dalam ventura bersama
atas liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui.
 Berkenaan dengan setiap jenis perbedaan temporer, rugi pajak belum
dikompensasi dan kredit pajak belum dimanfaatkan, perlu diungkapkan:

(i) Jumlah aset dan liabilitas pajak tangguhan yang diakui pada laporan posisi
keuangan untuk periode sajian.
(ii) Jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui dalam laba rugi,
jika jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aset atau liabilitas
pajak tangguhan yang diakui dalam laporan posisi keuangan.
 Berkenaan dengan operasi yang dihentikan, perlu diungkapkan beban pajak
terkait dengan:
(i) keuntungan atau kerugian atas penghentian; dan
(ii) laba rugi dari aktivitas normal atas operasi yang dihentikan selama periode,
bersama dengan jumlah terkait untuk setiap periode sajian.
 Jumlah konsekuensi pajak penghasilan atas dividen kepada pemegang saham
entitas yang diusulkan atau diumumkan sebelum laporan keuangan diotorisasi
untuk terbit namun tidak diakui sebagai liabilitas dalam laporan keuangan.
(i) Dalam suatu kombinasi bisnis dimana entitas adalah pihak pengakuisisi
yang menyebabkan perubahan pada jumlah aset pajak tangguhan praakuisisi,
dan jumlah perubahan tersebut.
(ii) Jika manfaat pajak tangguhan yang diperoleh dalam kombinasi bisnis tidak
diakui pada tanggal akuisisi tetapi diakui setelah tanggal akuisisi, perlu
diungkapkan peristiwa atau perubahan keadaan yang menyebabkan manfaat
pajak tangguhan diakui.
(iii) Perlu diungkapkan jumlah dan pembuktian atas aset pajak tangguhan yang
diakui dan dilaporkan di laporan keuangan, serta persyaratan atau
pembatasan yang mungkin ada atas dapat dimanfaatkannya aset pajak
tangguhan tersebut. Misalnya batas waktu dapat dikompensasi kerugian
suatu periode pada perhitungan laba fiskal periode berikut.
(iv) Bila pembayaran dividen kepada pemegang saham entitas mengungkapkan
sifat konsekuensi pajak penghasilan potensial yang ditimbulkan dari pem-
bayaran dividen kepada pemegang sahamnya, entitas juga mengungkapkan
jumlah konsekuensi pajak penghasilan yang dapat ditentukan secara praktis
dan yang tidak dapat ditentukan secara praktis.

Mengingat prinsip pengungkapan dalam penyusunan laporan keuangan adalah


sangat penting untuk dilakukan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

6.3.Perlakuan Akuntansi atas Tambahan Pokok Pajak dan Denda


Bila pajak penghasilan perusahaan untuk suatu tahun fiskal tertentu dikoreksi
oleh kantor pajak dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, jumlah tambahan
pokok pajak dan denda diperhitungkan sebagai beban dalam laba rugi periode
berjalan. Pembebanan dapat ditangguhkan sepanjang memenuhi kriteria
pengakuan aset.

Bila terdapat kesalahan, maka koreksi harus dilakukan dengan mengacu pada
PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan.

6.4.Perbandingan IAS 12 dengan PSAK 46


PSAK 46 secara signifikan adalah sama dengan IAS 12, hanya saja dalam
implementasi harus diingat bahwa peraturan perundangan pajak penghasilan RI
haruslah menjadi acuan utama. Baca PSAK 46 uraian tentang perbedaan dengan
IFRS.

Anda mungkin juga menyukai