Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntansi adalah informasi, atau lebih tepatnya system informasi akuntansi.
Keberhasilan suatu system informasi akuntansi tak lepas dari perilaku manusia selaku
pemakai dan yang memberikan responsnya. Perkembangan akuntansi pun tak lepas dari
perilaku. Mendesaknya kebutuhan akuntansi dan pentingnya peranan manusia (akuntan dan
auditor) dalam bidang akuntansi, maka dengan mengadopsi bidang-bidang ilmu lainnya,
seperti ilmu psikologi khususnya psikologi kognitif, antropologi, dan sosial, lahirlah
akuntansi keperilakuan. Penelitian terkait dengan akuntansi keperilakuan merupakan suatu
penelitian yang cukup menarik dilakukan oleh akademisi, mahasiswa maupun pratisi dengan
beberapa topic yang beragam. Melihat hal ini maka penulis tertarik untuk mengangkat
makalah dengan judul Topik-Topik Penelitian Akuntansi Keperilakuan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah singkat penelitian akuntansi keperilakuan?
2. Apakah persamaan dan perbedaan riset akuntansi keperilakuan dengan riset
akuntansi lain?
3. Apa saja ilmu dasar yang mendukung akuntansi keperilakuan?
4. Bagaimana penelitian akuntansi keperilakuan dalam akuntansi manajemen?
5. Berdasarkan teori motivasi kerja, apa saja perspektif

paling dominan

dipergunakan dalam pengembangan penelitian akuntansi keperilakuan?


6. Bagaimana penelitian akuntansi keperilakuan dalam pengauditan?

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ditujukan untuk mencapai tujuan yaitu :
1. Untuk mengetahui sejarah singkat penelitian akuntansi keperilakuan;
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan riset akuntansi keperilakuan dengan
riset akuntansi lain;
3. Untuk mengetahui ilmu dasar yang mendukung akuntansi keperilakuan;
4. Untuk

mengetahui

penelitian

akuntansi

perspektif

paling

keperilakuan

dalam

akuntansi

manajemen;
5. Untuk

mengetahui

dominan

dipergunakan

dalam

pengembangan penelitian akuntansi keperilakuan berdasarkan teori motivasi


kerja;
6. Untuk mengetahui penelitian akuntansi keperilakuan dalam pengauditan.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah yaitu :
1. Dapat mengetahui sejarah singkat penelitian akuntansi keperilakuan;
2. Dapat mengetahui persamaan dan perbedaan riset akuntansi keperilakuan dengan
riset akuntansi lain;
3. Dapat mengetahui ilmu dasar yang mendukung akuntansi keperilakuan;
4. Dapat

mengetahui

penelitian

akuntansi

perspektif

paling

keperilakuan

dalam

akuntansi

manajemen;
5. Dapat

mengetahui

dominan

dipergunakan

dalam

pengembangan penelitian akuntansi keperilakuan berdasarkan teori motivasi


kerja;
6. Dapat mengetahui penelitian akuntansi keperilakuan dalam pengauditan.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk dapat memahami dan mengerti lebih cepat dan lebih jelas tentang maksud dan
tujuan dari penulisan makalah ini, maka penulis menguraikannya secara sistematis, sehingga
tergambar dengan jelas isi masing-masing bab.

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan secara keseluruhan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang sejarah singkat penelitian akuntansi
keperilakuan, persamaan dan perbedaan riset akuntansi keperilakuan dengan riset
akuntansi lain, ilmu dasar yang mendukung akuntansi keperilakuan, penelitian
akuntansi keperilakuan dalam akuntansi manajemen, perspektif berdasarkan teori
motivasi kerja yang paling dominan dipergunakan dalam pengembangan penelitian
akuntansi keperilakuan dan penelitian akuntansi keperilakuan dalam pengauditan.
BAB III PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan makalah pada bab II dan
saran yang penulis berikan pada pembaca

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Sejarah singkat Penelitian Akuntansi Keperilakuan


Menurut Wijaya (2003) penelitian di bidang akuntansi keperilakuan sebenarnya sudah

ada lebih awal dibandingkan dengan penelitian di bidang pasar modal dengan menggunakan
teori pasar efisien. Topik keperilakuan ini mulai berkembang pada tahun 1950-an. Pada Juni
1951 Controllership Foundation of America mensponsori suatu riset untuk penyelidikan
dampak anggaran (Ikhsan,2005). Hal itu diawali dari penelitian Chris Argyris (1952), seorang
teoretikus bisnis Amerika, dalam jurnalnya The Impact of Budgets on People" yang meneliti
hubungan antara manusia dengan anggaran. Kemudian dilanjutkan lagi oleh Argyris di tahun
1953 dalam jurnal Harvard Business Review dengan judul "Human Problems with Budgets."
Bahkan penelitian oleh Argyris ini mendahului Maslow, McGregor, atau Likert yang
dianggap sebagai pionir penelitian bidang keperilakuan dalam bisnis.
Walaupun riset awal berkaitan dengan akuntansi keperilakuan sudah ada sejak
penelitian Argyris tahun 1952, namun istilah behavioral accounting research (BAR) atau riset
akuntansi keperilakuan baru diketahui pada tahun 1967 yang dikenalkan oleh S.W. Becker
dalam artikelnya yang diterbitkan di Journal of Accounting Research (JAR) yang berjudul
Discussion of the Effect of Frequency of Feedback on Attitudes and Performance. Artikel
S.W. Becker ini adalah review dari tulisan Cook (1967).
Jurnal baru dengan judul "Accounting, Organization, and Society." Jurnal ini menjadi
penyelamat karena seringkali peneliti akuntansi keperilakuan tidak mendapat perlakuan yang
sepantasnya dalam jurnal akuntansi yang prestisius seperti The Accounting Review ataupun
Journal of Accounting Research kala itu. Jurnal ini pun sebenarnya tidak melulu mengenai
akuntansi keperilakuan seperti tersirat dalam judulnya yang memuat 3 komponen: akuntansi,
organisasi, dan kemasyarakatan.
Jurnal yang secara khusus memuat mengenai penelitian akuntansi keperilakuan baru
lahir pada tahun 1989 oleh . Jurnal ini diberi nama Behavioral Research in Accounting
(dikenal dengan sebutan BRIA). Jurnal ini berisikan artikel yang ditulis oleh Lord (1989)
maupun Burgstahler dan Sundem (1989). Lord mengkaji perkembangan riset akuntansi
keperilakuan (behavioral accounting research) dari tahun 1952 sampai dengan tahun 1981.
Lord (1989) mengelompokkan perkembangan hasil penelitian yang berkaitan dengan bidang
riset akuntansi keperilakuan menjadi enam fokus penelitian, antara lain akuntansi dalan

konteks organisasi (accounting in an organizational context), penganggaran (budgeting),


pemikiran psikologi (early psychology thoughts), pemrosesan informasi manusia (human
information proccesing), kontingensi teori (contingency teory), dan konferensi dan peristiwa
(conferences and events). Studi Burgstahler dan Sundem (1989) hampir sama dengan studi
Lord (1989), yaitu mengkaji perkembangan riset keperilakuan tahun 1968-1987. Hasil riset
yang dikaji diambil dari artikel yang dipublikasikan pada tiga jurnal, yaitu The Accounting
Review (AR), Journal of Accounting Research (JAR), Accounting Organization and Society
(AOS). Perkembangan penelitian akuntansi keperilakuan setelah jurnal ini lahir menjadi
semakin pesat karena wadah yang tepat sekarang sudah dimiliki. Beberapa peneliti yang
paling sering muncul tulisannya di jurnal baru ini diantaranya adalah Philip M. Recker,
Arnold M. Wright, Jacob G. Birnberg , Steven E. Kaplan, dan Michael K. Shaub.
Di Indonesia, penelitian akuntansi keperilakuan sudah semakin berkembang.
Menjelang pergantian abad ke 20 menuju ke abad 21, semakin banyak jurnal akuntansi yang
muncul dan terakreditasi yang memungkinkan banyaknya publikasi penelitian akuntansi
keperilakuan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (JRAI) yang diterbitkan oleh IAI
Kompartemen Akuntan Pendidik pertama kali terbit pada tahun 1998 telah didominasi oleh
penelitian akuntansi keperilakuan (6 dari 8 artikel di edisi pertama. Jurnal ini dipandang
sebagai salah satu dari jurnal akuntansi yang bermutu dipandang dari pengelolanya dari IAI
kompartemen akuntan pendidik, pereviewnya mayoritas doctor akuntansi dari penjuru
nusantara, dan penerbitannya rutin.
Peneliti-peneliti di Indonesia juga tertarik dengan riset akuntansi keperilakuan.
Bidang riset keperilakuan juga menjadi pusat perhatian dalam ajang seminar nasional
akuntansi (SNA) di Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun oleh IAIKAPd yaitu Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd).
Topik bahasan hasil-hasil studi dalam seminar ini dibagi menjadi lima, yaitu akuntansi
keuangan dan pasar modal; akuntansi manajemen dan keperilakuan; akuntansi sektor publik
dan perpajakan; sistem informasi, auditing, dan etika; dan pendidikan akuntansi dan
akuntansi syariah. Hasil penelitian di bidang akuntansi manajemen dijadikan satu
pembahasan dengan akuntansi keperilakuan karena kedua bidang ini sama-sama membahas
tentang manusia.

2.2

Persamaan dan Perbedaan Riset Akuntansi Keperilakuan dengan Riset


Akuntansi Lain
Hofstede dan Kinerd menyatakan bahwa penelitian akuntansi keperilakuan dapat

didefinisikan sebagai studi tentang perilaku akuntan atau perilaku non-akuntan yang
dipengaruhi oleh fungsi atau laporan akuntansi. Becker mengatakan bahwa perbedaan
penelitian akuntansi keperilakuan dengan bidang lain adalah penelitian akuntansi
keperilakuan mengaplikasi teori dan metodologi dari ilmu keperilakuan untuk memeriksa
persinggungan antara informasi dan proses akuntansi dengan perilaku manusia (termasuk
perilaku organisasional). Meskipun tidak dinyatakan sebagai sebuah definisi namun
pandangan Becker lebih definitif dan tegas dibandingkan dengan definisi Hofstede dan
Kinerd.
Menurut Birnberg dan Shields riset akuntansi keperilakuan merupakan satu aliran
riset tersendiri yang berbeda dari aliran riset lainnya, seperti EMH (efficient market
hypothesis) dan AR (analytical research). Namun, riset akuntansi keperilakuan memiliki
kesamaan dengan aliran riset lain, yaitu:
(1) Fenomena yang diuji sama, yaitu fenomena akuntansi,
(2) Observasi yang dilakukan sama, yaitu secara sistematik, dan
(3) Audients yang dituju sama, yaitu pengambil keputusan, teoretisi, investor, dan
manajer.
Selain memiliki kesamaan, riset akuntansi keperilakuan berbeda dari aliran riset lain.
Perbedaan riset akuntansi keperilakuan dengan aliran riset lain terletak pada asumsi peneliti,
metodologi, dan orientasi terhadap isu akuntansi. Sebagai contoh, EMH berfokus pada data
sekunder dan kekuatan pasar, sedangkan riset akuntansi keperilakuan berfokus pada perilaku
individu dan kelompok. AR mendeskripsikan bagaimana orang diharapkan berperilaku dalam
kondisi dan asumsi tertentu, sedangkan riset akuntansi keperilakuan mengamati perilaku
orang.
2.3

Ilmu Dasar Pendukung


Birnberg dan Shields (1989) mengidentifikasi ada 5 cabang ilmu yang memberikan

kontribusi terhadap perkembangan penelitian akuntansi keperilakuan. Kelima cabang tersebut


adalah ekonomika, ilmu politik, teori organisasi (hubungan antar manusia), psikolog, dan,
sosiologi.
Ditahun 1950-an, ada penolakan terhadap asumsi dasar ilmu ekonomika bahwa dalam
organisasi hanya ada satu actor (pelaku) yang memiliki seluruh informasi. Pada saat itu,
perusahaan dipandang sebagai sebuah koalisi dari para manajer. Perusahaan tidak mempunyai

tujuan, tetapi koalisis yang dominan yang menentukan tujuan perusahaan. Implikasinya,
kekuatan politik yang bekerja dan perusahaan bukan lagi bertujuan untuk memaksimalkan
laba, tetapi untuk memaksimalkan anggota koalisi. Penggunaan dasar ilmu politik dan teori
organisasi sangat berperan dalam hal ini.
Bidang psikologi menjadi sangat vocal dalam penelitian akuntansi keperilakuan.
Dewasa ini, topic psikologi yang paling sering digunakan dalam penelitian akuntansi
keperilakuan adalah Bayesian, lens model dan judgement. Penggunaan teori Bayesian berasal
dari teori keputusan yang meminjam ilmu statistika. Fokus dari penggunaan teori ini dalam
penelitian akuntansi keperilakuan adalah apakah perilaku manusia konsisten dengan revisi
probabilitas Bayesian. Penggunaan model lensa difokuskan untuk memperoleh hubungan
antara peristiwa dengan seperangkat sinyal (cues). Penggunaan judgment dalam penelitian
akuntansi

keperilakuan

difokuskan

kepada

bagaimana

seorang

ahli

(expert)

bertindak/mengambil keputusan dan apakah keputusan yang diambil oleh seorang ahli
berdasarkan judgment lebih baik daripada keputusan berdasar perhitungan statistik. Hasil
umum menvatakan bahwa hasil statistik mempunyai kemampuan prediksi lebih baik daripada
judgment ahli.
Penelitian akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori organisasional misalnya
penelitian tentang efek partisipasi terhadap kinerja. Belakangan ini juga banyak penelitian
tentang kaitan struktur organisasi, teknologi, tugas, dan lingkungan. Teori kontinjensi juga
banyak digunakan dalam penelitian akuntansi keperilakuan. Intinya adalah tidak ada satu tipe
organisasi yang cocok untuk semua keadaan.
Penggunaan ekonomika analitikal dan sosiologi semakin banyak akhir-akhir ini.
Ekonomika analitikal berfokus kepada sejumlah asumsi dan variable penting dalam model
normatif dari perilaku manusia. Topik moral hazard sangat sering dijumpai dalam penelitian
akuntansi keperilakuan yang berbasis pendekatan agensi. Penggunaan ilmu sosiologi
umumnya untuk mempelajari keefektifan fungsi sistem pengendalian dalam organisasi.

2.4 Penelitian Akuntansi Keperilakuan dalam Akuntansi Manajemen


2.4.1

Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif

Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih
sangat sederhana, yaitu hanya memfokuskan pada masalah-masalah perhitungan harga pokok
produk. Seiring dengan perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas
dengan diangkatnya topik mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban
(responsibility accounting), dan masalah harga transfer (transfer pricing). Meskipun
demikian, berbagai riset tersebut masih bersifat normatif, yaitu hanya mengangkat
permasalahan mengenai desain pengendalian manajemen dengan berbagai model seperti arus
kas yang didiskonto (discounted cash flow), atau pemrograman linear (linear programming)
guna membantu manajer membuat keputusan ekonomi yang optimal, tanpa melibatkan
factor-faktor lain yang mempengaruhi efektivitas desain pengendalian manajemen, seperti
perilaku manusia serta kondisi lingkungan organisasi. Pada masa itu, berbagai faktor tersebut
dianggap sebagai "kotak hitam" yang kurang diperhatikan.
Sejak tahun 1950-an, tepatnya sejak C. Argyris menerbitkan risetnya pada tahun 1952,
desain riset akuntansi manajemen mengalami perkembangan yang signifikan dengan
dimulainya usaha untuk menghubungkan desain sistem pengendalian manajemen suatu
organisasi dengan perilaku manusia. Sejak saat itu, desain riset lebih bersifat deskriptif dan
diharapkan lebih bisa menggambarkan kondisi nyata yang dihadapi oleh para pelaku
organisasi. Sejak saat itu, tumbuhlah kesadaran untuk mengintegrasikan ilmu akuntansi
dengan ilmu-ilmu keperilakuan, terutama ilmu psikologi dalam riset akuntansi. Riset Argyris
tersebut menguji peranan informasi akuntansi menggunakan "reliance on accounting
performance measures" (RAPM) sebagai alat untuk mencari jawaban atas adanya dugaan
bahwa informasi akuntansi yang digunakan suatu perusahaan mempunyai pengaruh negatif
terhadap karyawannya. Kesimpulan risetnya menyebutkan bahwa RAPM dapat rnenimbulkan
dampak negatif yang menyebabkan munculnya perilaku disfungsional (dysfunctional
behavior), seperti ketegangan, dendam, rasa curiga, khawatir, dan kurang percaya diri.
Hasil riset Argyris selama dua dekade tidak ditanggapi oleh para peneliti lain. Hingga,
pada tahun 1972, Hopwood membuka kembali topic tersebut dengan mengajukan sebuah
pertanyaan "Apakah perilaku negatif para manajer tersebut merupakari konsekuensi dari
penggunaan informasi akuntansi dalam penilaian kinerja, atau paling tidak akibat
ketidaksempurnaan sistem akuntansi, atau hal tersebut tergantikan pada cara yang tepat dalam
menggunakan informasi akuntansi tersebut?". Secara lebih spesifik, riset tersebut menguji
pengaruh jenis penilaian kinerja, yang meliputi: gaya keterbatasan anggaran (budget
constrained style), gaya sadar laba (profit concious style), dan gaya nonakuntansi (non
accounting style), terhadap ketegangan kerja (job related tensions), tekanan biaya (cost

tension), persepsi karyawan terhadap keadilan dari penilaian kinerja, dan persepsi karyawan
terhadap penyelianya.
Riset Hopwood ini sangat monumental dan mendapat banyak perhatian dari peneliti
lainnya. Bahkan sampai saat ini, berbagai variabel dari riset tersebut banyak digunakan oleh
para peneliti lain. Pada tahun 1978, riset Hopwood diulang oleh Otley, dengan temuan yang
berbeda.23 Pertama, Otley tidak dapat membuktikan penemuan Hopwood bahwa ketegangan
bawahan akan semakin meningkat dengan gaya keterbatasan laba. Kedua, bertentangan
dengan penemuan Hopwood, Otley menemukan bahwa kinerja manajer lebih baik dengan
gaya keterbatasan laba. Adanya temuan yang bertolak belakang tersebut mengundang banyak
peneliti untuk menyelidikinya hingga kemudian digunakan teori kontinjensi (contigency
theory) dalam riset akuntansi.
2.4.2

Dari Pendekatan Umum ke Pendekatan Kontijensi


Penelitian akuntansi keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan

universalistic approach, seperti penelitian Argyris (1952), Hopwood (1972) dan Otley
(1978). Tetapi karena pendekatan ini banyak kelemahannya, segeralah muncul pendekatan
lain yang selanjutnya mendapat perhatian sangat besar dalam bidang penelitian yaitu
pendekatan kontijensi (Kren dan Liao, 1988). Secara umum teori ini menyatakan bahwa
perancangan dan penggunaan desain sistem pengendalian manajemen tergantung
karakteristik organisasi dan kondisi lingkungan dimana sistem tersebut akan diterapkan
(Fisher, 1995). Teori ini merespon pendekatan universalistic yang menyatakan bahwa suatu
sistem pengendalian bias diterapkan dalam karakteristik perusahaan apapun dan kondisi
lingkungan di mana saja. Pendekatan universalistic tersebut mendasarkan pada scientific
management theory (teori ilmu manajemen).
Pendekatan kontijensi telah memberikan kontribusi yang sangat penting bagi
perkembangan penelitian dibidang akuntansi menajemen, terutama di bidang sistem
pengendalian, terutama di bidang system pengendalian manajemen (Riyanto, 2003). Esensi
pendekatan ini tidak ada system pengendalian yang bisa efektif di semua organisasi,
memberi inspirasi bagi penggiat akuntansi manajemen untuk melakukan penelitian.
Riyanto (2003) juga menjelaskan bahwa isu utama penelitian menyangkut identifikasi
faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan pengendalian. Penelitian ditujukan untuk
menguji faktor-faktor kontekstual yang memengaruhi hubungan antara system pengendalian
dengan

kinerja.

Faktor-faktor

kontekstual

yang

memengaruhi

keefektifan

system

pengendalian pada umunya di luar wilayah akuntansi. Sehingga, tidak mengherankan


penelitian bidang ini selalu menyangkut adopsi multidisiplin.
Temuan empiris pendekatan kontijensi cukup menggembirakan. Sebagian besar
penelitian yang dipublikasikan menunjukkan bahwa memang keefektifan system pengndalian
ditentukan oleh faktor-faktor kontekstual seperti motivasi, komitmen, struktur organisasi,
ketidakpastian lingkungan, dan strategi. Dalam penelitian anggaran partisipatif misalnya,
esensi terpentung adalah pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran ditentukan oleh
motivasi, ketidakpastian lingkungan, budaya, struktur, strategi dan sebagainya. Dalam
penenlitian desain akuntansi manajemen, temuan empiris menunjukkan bahwa pengaruh
desain akuntansi manajemen (ruang lingkup pelaporan, ketepatwaktuan, integrasi, dan
agregasi) dipengaruhi oleh ketidakpastian lingkungan, kinerja, struktur, dan sebagainya.
Dalam penelitian penilaian kinerja, bukti empiris menunujukkan bahwa kesesuaian
antara system penilaian kenerja dengan ketidakpastian lingkungan memengaruhi kinerja.
Temuan yang ada sudah mendukung system pengendalian yang bersifat kontijen, namun
mengingat berbagai penelitian yang ada sebagian besar hanya menjelaskan satu atau dua
dimensi saja dari system pengendalian, temuan-temuan in masih bersifat parsial dalam
menjelaskan nilai ekonomis atau kegunaan dari system pengendalian bagi perusahaan secara
keseluruhan.
Menurut Riyanto (2003) penjelasan beberapa faktor kontekstual adalah sebagai
berikut.
a. Ketidakpastian lingkungan, merupakan salah satu variabel yang banyak dipercaya
akan memengaruhi keefektifan system pengendalian. Pandangan organisasi
sebagai entitas yang hidup dalam sistem terbuka (perusahaan merupakan bagian
dari system yang lebih besar, yaitu lingkungan) merupakan salah satu faktor yang
mengilhami para peneliti. Interkasi perusahaan dengan pemangku kepentingan
lainnya akan menimbulkan ketidakpastian karena pemangku kepentingan yang
berbeda juga, dalam beberapa hal, bersaing untuk sumber daya yang sama.
b. Struktur organisasi. Bercerita tentang pola pekerjaan dan kelompok pekerjaan
dalam organisasi, yang sangat memengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi.
Dari

struktur organisasi kita juga memperoleh distribusi wewenang untuk

mengambil keputusan suatu organisasi.


c. Faktor individu. Hubungan antara system pengendalian dan kinerja juga
dipengaruhi oleh faktor individual. Argumen yang mendasari pengaruh positif

10

partisipasi terhadap kinerja memang berasal dari konsep perilaku individual,


diantaranya adalah komitmen dan motivasi. Beberapa penelitian awal dibidang
partisipasi, goal setting, menjelaskan bahwa pertisipasi dalam penyusunan
anggaran akan meningkatkan rasa kepemilikan pada perusahaan.
Berbagai penelitian yang menggunakan pendekatan kontijensi dilakukan, dengan
tujuan mengidentifikasi berbagai variabel kontijensi yang mempengaruhi perancangan dan
penggunaan system pengendalian manajemen. Secara ringkas, berbagai variabel kontijensi
yang mempengaruhi desain pengendalian manajemen tersebut adalah sebagai berikut.
1. Ketidakpastian (uncertainty) seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-faktor
eksternal lainnya.
2. Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence) seperti
proses produksi, produk massal, batch yang kecil/besar, dan lainnya.
3. Industri, perusahaan, dan unit variabel seperti kendala masuk ke dalam industri,
rasio konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
4. Strategi kompetitif (competitive strategy) seperti penggunaan biaya rendah atau
keunikan.
5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor) seperti desentralisasi,
sentralisasi, budaya organisasi, dan lainnya.
Kompleksitas desain penelitian yang menggunakan pendekatan kontijensi bisa dibagi
dalam 5 (lima) level (Fisher 1995).
Level pertama, adalah desain penelitian yang menghubungkan satu variabel kontijensi
dengan satu variabel sistem pengendalian.
Level kedua, adalah desain penelitian yang menguji interaksi (pengaruh bersama)
antara satu variabel kontijensi dan satu variabel system pengendalian terhadap variabel
dependen tertentu (variable konsekuensi) seperti misalnya kinerja atau kepuasan kerja.
Level ketiga, adalah desain penelitian yang menguji interaksi antara satu variabel
kontijensi dengan lebih dari satu desain pengendalian manajemen terhadap variabel
konsekuensi.
Level keempat, adalah desain penelitian yang memasukkan berbagai variabel
kontijensi untuk menentukan desain pengendalian yang optimal.
Penelitian yang tergolong awal menggunakan teori kontijensi adalah Bruns dan
Waterhouse (1975) yang menemukan bahwa pengendalian melalui anggaran tergantung pada
bermacam-macam aspek seperti tingkat desentralisasi dan sentralisasi dan sampai sejauh
mana kegiatan-kegiatan yang ada terstruktur.

11

Merchant (1981) menemukan bahwa terdapat hubungan kontijensi antar aspek-aspek


perusahaan (ukuran perusahaan, jenis produk dan desain organisasi) dengan penggunaan
informasi akuntansi. Contoh penelitian lain yang menggunakan pendekatan kontijensi
misalnya Gordon dan Narayanan 1983; Chenhal dan Moris 1986; Hirst 1987.
Gordon dan Narayanan (1983) meneliti pengaruh lingkungan dan struktur organisasi
dengan sistem akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem informasi akuntansi
dan struktur organisasi yang diterapkan perusahaan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Penelitian Chenhal dan Moris (1986) meneliti hubungan antara variabel kontijensi
ketidakpastian lingkungan serta ketergantungan organisasi terhadap hubungan antara struktur
organisasi dan persepsi atas manfaat sistem akuntansi. Adapun model penelitian Chenhal dan
Moris tersebut bisa digambarkan pada diagram di bawah ini.

Fokus dari penelitian dalam isu ini adalah pada praktik akuntansi di dalam organisasi.
Penelitian-penelitian di sini mempelajari fungsi lain dari akuntansi yang berbeda dengan
pandangan tradisional tentang fungsi akuntansi dalam organisasi.
Pertanyaan yang muncul dalam penelitian disini dapat meliputi pertanyaan seperti :
apa pengaruh lingkungan terhadap system akuntansi organisasi? Apa yang menyebabkan
system akuntansi berubah dari waktu ke waktu? Apa peran akuntansi dalam arena politik di
organisasi? Dari perspektif sosiologi organisasional, perubahan yang terjadi dalam system
akuntansi di oerganisasi mempunyai banyak arti dan merupakan suatu indikasi adanya
kekuatan yang menyebabkan perubahan.
2.5

Berbagai Perspektif Teoretis


Penelitian akuntansi keperilakuan di bidang akuntansi manajemen didominasi pada

dua landasan konseptual yaitu teori keperilakuan khususnya perilaku organisasi serta teori
agensi (agency theori) yang mendasarkan pada ilmu ekonomi (Shield dan Young, 1993 serta

12

Kren, 1997) . Sejak tahun 1970an, banyak penelitian mengangkat isu tentang aspek-aspek
motivasional dalam desain akuntansi manajemen. Teori perilaku organisasi yang banyak
dipergunakan dalam desain penelitian adalah teori motivasi-kerja (work motivation) dengan
berbagai pendukungnya. Menurut Luthans. F. (1998) secara garis besar ada 3 (tiga) golongan
besar teori motivasi kerja yaitu :
1) Content Theories, yang menjelaskan apa motivasi seseorang dalam bekerja;
2) Process Theories (Expectancy Theories), yang lebih menfokuskan pada faktorfaktor yang mempengaruhi proses kognitif seseorang untuk bekerja; dan
3) Conteporary Theory. Content Theories terdiri dari Maslows Hierarchy of Need;
Herzbergs Two-Factor Theory serta Alderfers ERG Theory.
Process theory adalah teori motivasi yang dikemukakan oleh Vroom serta Porter dan
Lawler, sedangkan Contemporary Theories terdiri dari Equity Theory dan Attribution Theory.
Menurut Leslie Kren (1997), dari berbagai teori motivasi tersebut, teori motivasi kerja yang
paling dominan dipergunakan dalam pengembangan penelitian akuntansi keperilakuan adalah
Expectancy Theories dan Attribution Theories. Selain Expectancy Theories dan Attribution
Theories, teori motivasi lain yang juga banyak dipergunakan dalam penelitian adalah Goal
Theory yang dikemukakan oleh Edwin A. Locke (Murray, 1990)
2.5.1

Teori Atribusi (Attribution Theory)


Attribution Theory mempelajari proses bagaimana seseorang mengintrepretasikan

suatu peristiwa, mempelajari bagaimana seseorang menginterpretasikan alasan atau sebab


perilakunya (Luthans, 1998 serta Steers, 1988). Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider
yang mengargumentasikan bahwa perilaku seseorang itu ditentukan oleh kombinasi antara
kekuatan internal (internal forces) yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang
misalnya kemampuan atau usaha dan eksternal forces yaitu faktor-faktor yang berasal dari
luar misalnya task difficulty atau keberuntungan.
Berdasarkan hal itu maka seseorang termotivasi untuk memahami lingkungannya dan
sebab-sebab kejadian tertentu. Dalam penelitian keperilakuan, teori ini diterapkan dengan
dipergunakannya variabel locus of control. Variabel tersebut terdiri dari dua komponen yaitu
internal locus of control dan external locus of control. Internal locus of control adalah
perasaan yang dialami seseorang bahwa dia mampu secara personal mempengaruhi
kinerjanya serta perilakunya melalui kemampuan, keahlian dan usaha yang dia miliki. Dilain
pihak external locus of control adalah perasaan yang dialami seseorang bahwa perilakunya
sangat ditentukan oleh faktor-faktor diluar pengendaliannya.

13

Contoh penelitian yang memasukkan variabel locus of control adalah Brownell (1981
dan 1982) serta Frucot dan Sharon (1991) seperti yang dimuat dalam Indriantoro (1993).
Brownell (1981 dan 1982) menemukan bahwa hubungan antara partisipasi anggaran dengan
kinerja maupun kepuasan kerja dipengaruhi oleh locus of control. Penelitian Brownell
tersebut diulang oleh Frucot dan Sharon (1991) dengan menambahkan variabel cultural
dimensions. Penelitian yang dilakukan Indriantoro (1993) menggabungkan dua model
penelitian yang dilakukan kedua peneliti sebelumnya dengan menguji pengaruh variabel
locus of control dan cultural dimensions terhadap hubungan antara kinerja dan kepuasan
kerja.
2.5.2

Teori Harapan (Expectancy Theory)


Teori ini sebenarnya telah mulai dikembangkan sejak tahun 1930an. Tetapi model

expectancy theory yang sistematis dan komprehensif pertama kali dikemukakan oleh Victor
Vroom pada bukunya Work and Motivation (1964). Usaha Vroom tersebut kemudian
dikembangkan oleh Galbraith dan Cummings (1967), Porter dan Lawler (1968), Graen
(1969) dan Campbell et al. (1970) seperti yang dimuat dalam Luthans (1998). Dalam
expectancy theory motivasi individu ditentukan oleh expentancies dan valences.
Expectancies adalah keyakinan tentang kemungkinan bahwa perilaku tertentu (seperti
misalnya bekerja lebih keras) akan menimbulkan hasil tertentu (seperti misalnya kenaikan
gaji). Valences berarti nilai yang diberikan individu atas outcome (hasil) atau rewards yang
akan dia terima.
Contoh penelitian yang menggunakan teori ini adalah Brownell dan McInnes (1986)
serta penelitian Kren (1990) serta Ronen dan Livingston (1975) seperti yang dimuat dalam
Kren (1997). Brownell dan McInnes (1986) meneliti pengaruh tiga variabel yaitu partisipasi
penganggaran, motivasi dan kinerja, yang dilakukan pada manajer tingkat menengah
perusahaan-perusahaan manufaktur. Peneliti menduga bahwa partisipasi dalam penyusunan
anggaran akan bisa meningkatkan motivasi karyawan dan selanjutnya peningkatan motivasi
tersebut akan meningkatkan kinerja. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan
langsung antara partisipasi anggaran dan kinerja menunjukkan hubungan yang positif dan
signifikan, tetapi pengaruh atas variabel motivasi atas hubungan antara partisipasi anggaran
dan kinerja sangat kecil. Hasil penelitian yang menyimpang dari dugaan semula salah satu hal
dimungkinkan karena terjadinya slack anggaran akibat adanya partisipasi anggaran tersebut.
Adapun model penelitian yang menguji hubungan ketiga variabel adalah sebagai berikut :

14

2.5.3

Teori Tujuan (Goal Theory)


Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Edwin A. Locke (1968). Teori ini

mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh dua cognitions yaitu values dan
intentions (atau tujuan). Yang dimaksud dengan values adalah apa yang dihargai seseorang
sebagai upaya mendapatkan kemakmuran/welfare. Orang telah menentukan goal atas
perilakunya dimasa depan dan goal tersebut akan mempengaruhi perilaku yang
sesungguhnya.
Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide (pemikiran) dan
niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai
oleh individu. Jika seorang individu komit dengan sasaran tertentu, maka hal ini akan
mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Penelitian yang
menggunakan teori ini bisa dilihat dari variabel penelitian yang dipergunakan antara lain goal
level, goal commitment need for achievement, serta goal setting (Murray, 1990).
Menurut Shields & Young (1993) penelitian yang menggunakan pendekatan goal
theory memfokuskan hubungan antara desain pengendalian manajemen terhadap variabel
motivasional seperti motivasi, komitmen organisasi, kinerja serta kepuasan kerja.
Murray (1990) menjelaskan rerangka berpikir goal theory dalam penelitian akuntansi
manajemen yang bisa dilihat pada gambar sebagai berikut.

Dalam diagram di atas, penulis menjelaskan rerangka berpikir teori goal melalui
variabel partisipasi anggaran atas pengaruhnya padakinerja manajerial. Dari gambar tersebut
bisa dijelaskan bahwa ada tiga proses yang menjelaskan bagaimana desain sistem
pengendalian, dalam hal ini adalah partisipasi anggaran bisa mempengaruhi kinerja. Pertama,
partisipasi anggaran akan mempengaruhi kinerja, melalui variabel goal level dan variabel

15

motivasi. Artinya dengan adanya partisipasi anggaran, target atas level tujuan yang ditetapkan
bisa tercapai, yang kemudian hal itu akan mempengaruhi motivasi kerja yang selanjutnya
akan mempengaruhi kinerja. Kedua, partisipasi anggaran akan berpengaruh terhadap kinerja
melalui variabel goal level, goal commitment, dan variabel motivasi. Hal ini berarti adanya
partisipasi anggaran, akan meningkatkan tercapainya goal level, dengan kemampuan
karyawan mencapai goal level, hal itu akan meningkatkan komitmen karyawan pada tujuan
unitnya, hal tersebut selanjutnya akan meningkatkan motivasi kerja karyawan, yang pada
akhirnya meningkatkan kinerja. Ketiga, partisipasi anggaran akan bias meningkatkan kinerja
melalui goal commitment dan motivasi.
Adapun contoh penelitian yang menggunakan pendekatan goal theory adalah
penelitian yang dilakukan oleh Hirst (1997) dan Keniz (1979). Secara lebih rinci, penelitian
Hirst tersebut menguji interaksi antara variabel goal setting dan task uncertainty dalam
mempengaruhi kinerja yang modelnya bisa dijelaskan dalam diagram dibawah ini.

Keniz (1979) menggunakan pendekatan goal theory untuk meneliti hubungan antara
karakteristik anggaran terhadap sikap dan kinerja manajerial. Penelitian tersebut menguji
pengaruh atas berbagai karakteristik anggaran seperti budgetary participation, budget goal
clarity, budgetary feedback, budgetary evaluation dan budget goal difficulty terhadap
dysfunctional behavior seperti job tension serta variabel motivasional seperti cost efficiency,
job performance, dan job satisfaction. Adapun model penelitian Keniz sebagai berikut :

16

2.5.4

Teori Agen
Penelitian akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori agen mendasarkan

pemikiran bagaimana adanya perbedaan informasi antara atasan dan bawahan atau antara
kantor pusat dan kantor cabang atau adanya informasi asimetri mempengaruhi penggunaan
sistem akuntansi (Shield dan Young 1993). Teori ini mendasarkan pada teori ekonomi. Dari
sudut pandang teori agen, prinsipal (pemilik atau top manajemen) membawahi agen
(karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Teori
ini mengasumsikan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi
lingkungan. Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa prinsipal adalah risk-neutral dan
agen adalah risk and effort averse. Agen dan prinsipal diasumsikan diamotivasi oleh
kepentingannya sendiri dan sering kepentingan antara keduanya berbenturan (Leslie dan Kren
1997).
Menurut pandangan prinsip kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut
didasarkan pada hasil, sedangkan menurut agen dia lebih suka kalau sistem kompensasi
tersebut tidak semata-mata melihat hasil tapi juga tingkat usahanya.
Berbagai penelitian yang berhubungan dengan teori ini memfokuskan perhatian
bagaimana agar sistem perjanjian kontrak kompensasi bisa mencapai keseimbangan (Baiman,
1990). Alokasi atas kinerja perusahaan antara prinsipal dan agen didasarkan pada kontrak
tersebut baik tertulis maupun tidak. Sistem kompensasi dalam kondisi yang ideal (first best)
adalah langsung dihubungkan dengan perilaku. Lebih lanjut karena faktor-faktor lingkungan
dan keahlian agen lah yang akan menentukan output, sistem pembayaran insentif berdasar
output (hasil) menjadi tidak efisien karena agen lah yang menanggung risiko jika ada faktor
lingkungan yang mengakibatkan penurunan output.
Jika prinsipal bisa mengawasi usaha agen, a first-best contract yang mendasarkan
pembayaran gaji atas usaha yang telah dilakukan, tidak semata-mata hasilnya, dapat
dilakukan. Namun kondisi ideal tersebut sangat sulit dicapai. Berbagai penelitian yang
berhubungan dengan sistem konpensasi biasanya dilakukan dalam konteks tidak adanya firstbest contract. Hal ini yang lebih banyak terjadi karena agen yang lebih memahami
perusahaan sehingga menimbulkan kesenjangan informasi (information asymmetry) yang
menyebabkan prinsipal tak mampu untuk menentukan apakah usaha yang dilakukan agen
memang benar-benar optimal.
Contoh penelitian yang menggunakan pendekatan teori agen adalah Shield dan Young
(1993) serta berbagai penelitian tentang kontrak perjanjian kompensasi seperti Chow (1983);
Frederickson (1992); Shield and Waller (1988) Waller and Chow (1985) serta Young et al.
(1993) seperti yang dimuat dalam Kren (1997). Untuk mendapatkan gambaran yang lebih

17

jelas tentang desain penelitian yang menggunakan teori ini, berikut diberikan contoh desain
penelitian Shield dan Young (1993) seperti yang bisa dilihat pada gambar berikut ini.

Jika para peneliti yang berhubungan dengan variabel partisipasi anggaran


memfokuskan pada berbagai variabel yang akan terpengaruh dengan adanya partisipasi
tersebut (berbagai variabel konsekuensi, seperti sikap manajerial, motivasi kerja, kinerja dan
kepuasan kerja), penelitian Shields dan Young tersebut juga melihat variabel yang menjadi
penyebab (variabel antecedents) atas variabel partisipasi anggaran tersebut yang dalam hal
ini adalah adanya informasi asimetri.
Dari sudut pandang teori agen, adanya kesenjangan informasi antara atasan dan
bawahan bisa menimbulkan kesenjangan informasi. Kesenjangan informasi tersebut bisa
dikurangi dengan cara dilibatkannya manajer dalam pengambilan keputusan. Dalam
penelitian tersebut dihipotesakan bahwa semakin besar derajat informasi asimetri, semakin
tinggi derajat penggunaan variabel partisipasi anggaran, yang berarti semakin tinggi tingkat
kesenjangan informasi, semakin tinggi kemungkinan partisipasi anggaran tersebut diterapkan.
2.5.5

Integrasi Pendekatan
Idealnya, dalam merancang desain penelitian hendaknya kedua teori (teori

keperilakuan dan teori agen) diperhatikan. Namun usaha untuk mengintegrasikan kedua teori
tersebut nampaknya sangat sulit dilakukan. Biasanya suatu penelitian hanya mendasarkan
pada satu teori dan mengabaikan yang lain (Kren 1997). Kren dan Liao (1988)
menyimpulkan bahwa, kemungkinan penelitian yang mendasarkan pada teori keperilakuan
mempunyai kelemahan karena jarangnya variabel struktur penghargaan dimasukkan dalam
model penelitian.
Sebaliknya, Frederickson (1992) menyatakan bahwa kesimpulan yang diambil dari
penelitian yang mendasarkan pada teori agen yang mengabaikan faktor-faktor keperilakuan,
harus diperhatikan secara hati-hati.
Terdapat satu contoh penelitian yang sukses menggabungkan kedua teori tersebut,
yaitu Frederickson (1992) yang melakukan penelitian dengan judul Relative Performance

18

Information: The Effect of Common Uncertainty and Contract Type of Agen Effort yang
dimuat dalam The Accounting Review. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa faktor-faktor
keperilakuan adalah penting untuk menjelaskan hubungan antara isentif dan usaha tetapi
faktor-faktor ekonomi bisa meningkatkan pengaruh faktor-faktor keperilakuan.
Sehubungan dengan adanya berbagai teori yang bisa dipergunakan, ada hal lain yang
perlu diperhatikan untuk merancang desain penelitian, yang berhubungan dengan variabel
slack anggaran, yaitu adanya perbedaan asumsi antara teori keperilakuan dan teori agen atas
terjadinya slack anggaran (Kren 1997).
Menurut teori keperilakuan, variabel partisipasi anggaran akan memungkinkan
manajer untuk memberikan informasi yang dia miliki atas unit organisasi yang dia bawahi.
Hal ini dikarenakan, adanya partisipasi manajer dalam pembuatan anggaran unit
organisasinya memungkinkan terjadinya komunikasi yang positif antara atasan dan bawahan,
sehingga hal ini menyebabkan berkurangnya kecenderungan untuk menciptakan slack
anggaran. Sehingga dalam teori keperilakuan, partisipasi anggaran akan berhubungan negatif
dengan variabel slack anggaran. Sebaliknya, menurut teori agen, karena bawahan dipandang
lebih tahu tentang kondisi unit organisasi yang dia bawahi, adanya kesempatan untuk
berpartisipasi dalam proses penganggaran mendorong dia untuk membentuk slack anggaran.
Dengan demikian, menurut teori agen hubungan antara variabel partisipasi anggaran dan
slack anggaran adalah positif.
Karena adanya pandangan yang sangat berlawanan dari kedua teori, banyak peneliti
dalam merumuskan hipotesa tidak semata-mata mendasarkan pada satu pendekatan saja,
tetapi juga melihat penelitian lain yang meneliti hubungan antar variabel partisipasi anggaran
dan slack anggaran. Tetapi karena kesimpulan hasil penelitian atas hubungan dua variabel
tersebut juga masih saling berlawanan, hal ini mendorong para peneliti di bidang akuntansi
keperilakuan untuk memasukkan variabel kontijensi atas hubungan antara partisipasi
anggaran dan slack anggaran. Dengan arti apakah partisipasi anggaran akan meningkatkan
slack atau menurunkan slack tergantung variabel kontijensi yang memoderasi hubungan
antara kedua variabel (Nouri dan Parker, 1996).
Dalam penelitian Nouri dan Parker (1996) tersebut, peneliti memasukkan variabel
kontijensi komitmen organisasi atas hubungan antara partisipasi anggaran dan slack
anggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya slack anggaran bisa
dikurangi jika manajer yang berpartisipasi tinggi dalam penyusunan anggaran punya
komitmen organisasi yang tinggi.

19

2.6

Penelitian Akuntansi Keperilakuan dalam Pengauditan


Fokus dari isu pengauditan adalah auditor, baik internal maupun eksternal. Penelitian

akuntansi keperilakuan untuk isu ini muncul 10 tahun lebih lama daripada isu pengendalian
manajerial. Penelitian isu pengauditan baru secara sistematis dilakukan orang di tahun 1970an. Hal inipun dipicu oleh adanya dana dari the Peat Marwick Foundation sehingga lahirlah
Research Opportunities in Auditing. Penelitian dengan menggunakan auditor sebagai
partisipan akan mengurangi masalah validitas eksternal yang sering menjadi masalah ketika
mahasiswa yang digunakan sebagai partisipan untuk memerankan auditor. Namun di sisi lain,
penggunaan auditor sebagai partisipan membutuhkan setting tugas yang lebih realistik karena
keahlian (expertise) mereka sangat sensitif terhadap variasi tugas dan settingnya. Namun,
penggunaan mahasiswa juga mengandung sisi positif, yaitu tidak terkontaminasi oleh
keadaan sesungguhnya.
Beberapa topik dalam penelitian di bidang ini berkaitan dengan judgment auditor,
yaitu diantaranya adalah topik konsensus dan pengalaman auditor, penggunaan statistik dan
judgment auditor, dan judgment dengan menggunakan aiat bantu pengambilan keputusan.
Topik mengenai consensus auditor sebagai cermin dari respon auditor dalam pengambilan
keputusan merupakan topik yang paling awal. Kemudian penelitian beralih kepada
pengalaman auditor karena diproposisikan bahwa auditor yang lebih berpengalaman memiliki
judgment yang lebih baik.
2.6.1

Judgement and Decision Making (JDM)


Studi tentang penilaian dan pengambilan keputusan dalam akuntansi lebih dari 30

tahun. Meskipun penelitian akuntansi telah menghasilkan ratusan studi yang berkaitan
dengan topic pengambilan keputusan, studi JDM (Judgement and Decission Making) terus
menjadi salah satu topik yang paling dinamis dan cepat berubah dalam penelitian akuntansi.
Alasan teoritis untuk mempelajari JDM di akuntansi dimana akuntansi memiliki fitur
unik dimana tidak dikembangkan oleh teori-teori dalam disiplin ilmu lain. Sebagai contoh,
proses review di audit adalah unik karena menggabungkan unsur pertanggungjawaban kepada
atasan dan pengambilan keputusan kelompok. Lebih menariknya, akuntan dan auditor dalam
penelitian akuntansi tunduk pada peraturan, standar profesional, dan pembatasan lainnya
dalam praktek.

20

Penelitian JDM membahas dua isu dasar. Pertama, mengkaji kualitas dari individu
JDM. Dengan kata lain, peneliti JDM berusaha untuk mengukur kinerja individu ketika
melakukan penilaian dan pengambilan keputusan. Kedua, penelitian JDM meneliti faktorfaktor penentu dari tinggi dan rendahnya kualitas JDM. Faktor-faktor yang menyebabkan
JDM berkualitas rendah dapat dianggap sebagai penyebab "masalah" JDM, sementara faktorfaktor yang menyebabkan berkualitas tinggi dapat dianggap sebagai solusi dalam
permasalahan JDM. Penyebab masalah dan solusi meliputi faktor input maupun proses.
Faktor input adalah pengambil keputusan membawa ke tugas (seperti pengetahuan) atau
wajah saat melakukan tugas (seperti tekanan waktu).
Penelitian JDM telah dilakukan di semua bidang fungsional akuntansi, penelitian
JDM di audit adalah yang paling matang. Audit telah menjadi area fungsional utama untuk
penelitian JDM sejak 1970-an.
Bonner (2008), menggambarkan kerangka isu akuntansi judgement and decision
making (JDM), seperti berikut ini.

21

Judgement dan Decision Making (JDM)


Penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut.
Asumsikan peneliti tertarik untuk meneliti JDM dalam akuntansi. Pertanyaan yang
muncul adalah apa yang membuat penelitian ini menjadi sukses?. Dua hal yang penting
yang harus dipahami peneliti adalah. Pertama, peneliti membutuhkan pemahaman tentang
bagaimana isu-isu mengenai JDM secara umum. Kedua, peneliti harus mempertimbangkan
isu-isu praktis yang membedakan akuntansi dengan domain lainnya. Akuntansi adalah ilmu
praktis. Maka suatu penelitian praktis bila tidak bersentuhan langsung dengan praktik-praktik
akuntansi, maka penelitian tersebut menjadi tidak membumi. Dari gambar JDM diatas
disajikan rerangka logika umum yang mendasari munculnya pertanyaan penelitian dalam
penelitian pengauditan. Dengan pertanyaan penelitian termasuk didalamnya adalah
22

pertanyaan-pertanyaan kunci mengenai kualitas judgement sebagai variabel bebas maupun


terikat maka model empiris dapat dirumuskan. Rerangka ini paling tidak mempunyai tiga
tujuan, pertama seseorang peneliti bisa menggunakan rerangka ini untuk menentukan, jika
ada lubang-lubang dalam literatur-literatur yang terkait dengan isu JDM dalam akuntansi.
Kedua, mengevaluasi suatu garis penelitian atau proyek tertentu yang bersifat ex ante. Tujuan
ketiga dari rerangka ini adalah memberikan suatu alat untuk mengorganisasikan literature
JDM dalam akuntansi.
Sesuai gambar JDM diatas ada beberapa pertanyaan penelitian

Is The Task An Important Accounting-Related JDM Task?


Pertanyaan pertama berkaitan dengan apakah tugas-tugas dalam pengauditan yang

berkaitan dengan JDM memiliki implikasi-implikasi praktis. Berbagai cara untuk


menentukan apakah tugas-tugas dalam JDM memiliki signifikansi secara praktis.
Peniliti bisa melakukan dengan penelitian empiris terhadap keputusan tertentu,
misalnya reaksi harga saham. Rerangka memilah antara yes atau no berarti apakah
ada alasan lain untuk studi JDM dalam tugas-tugas terkait.

Are there differences on a particular dimension of JDM quality for these


individuals in this task?
Pertanyaan kedua dalam rerangka Bonner (2008) adalah apakah ada perbadaan

dimensi tertentu dari kualitas JDM (misalnya akurasi dalam pengambilan keputusan)
untuk individu-individu tertentu merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji. Sebagai
contoh, jika peramalan laba adalah tugas JDM yang sangat penting, maka peneliti harus
memfokuskan pada peramalan pada laba sesungguhnya dan pada analisis bagimana
individu membuat peramalan ini.

Do the dimensions on which there are quality differences matter to the


individuals themselves or to others who use their JDM Products?
Jika ada bukti bahwa ada variasi dalam kualitas tugas JDM antar individu

sepanjang waktu, maka tepat apabila kita mengatakan apakah dimensi kualitas pada
perbedaan tersebut adalah sesuatu yang penting.

Is the (uniform) level of this dimension of JDM quality in this task low?
Sebelum berlanjut pada pertanyaan berikut, kita harus mempertimbangkan isu

penetilian yang berkaitan dengan indikasi kemungkinan tidak adanya perbadaan


antarindividu dalam kualitas JDM. Kita harus ingat, bahwa tujuan utama darri

23

penelitian JDM adalah dalam rangka memperbaiki pengambilan keputusan. Jika


dimensi tertentu dari kualitas JDM adalah baik, rerangka akan mengarahkan peneliti
untuk mempertimbangkan apakah tidak ada alasan lain untuk melanjutkan
penelitiannya.

Are there other reasons to study these individuals JDM in this task?
Seorang peneliti bisa beranjak dalam membuat pertanyaan penelitian dengan cara

yang berbeda. Pertama, dia bisa menjawab no untuk pertanyaan apakah tugas yang
diausulkan untuk studi adalah penting terkait dengan tugas JDM. Kedua, dia bisa
menemukan bahwa tidak ada perbedaan antar individu.

Which factors create differences in or low levels on a particular dimension of


JDM quality for these individuals in this task? By what cognitive processes do
these factors affect quality?
Pertanyaan berikutnya muncul yaitu apakah ada perbedaan level dimensi tertentu

yang mempengaruhi kualitas JDM. Menurut Bonner (2008), ada tiga hal uang
mempengaruhi kualitas JDM yaitu :
(1) Variabel personal (person)
Variabel personal terkait dengan karakteristik pengambilan keputusan,
misalnya knowledge dan kemampuan. Variabel personal juga terkait dengan
personal involvement, struktur pengetahuan, motivasi intrinsic yang dimilki oleh
pengambil keputusan.
(2) Variabel tugas (task)
Variabel tugas terkait kompleksitas tugas yang diantaranya terkait dengan
relevansi informasi, pengaruh pembingkaian informasi (framing) terhadap kualitas
JDM, pengaruh pengurutan informasi terhadap kualitas JDM.
(3) Variabel lingkungan (environment).
Variabel lingkungan meliputi pengaruh intensif moneter terhadap kualitas
JDM, pengaruh akuntabilitas dan justifikasi, pengaruh umpan balik, pengaruh
kelompok dan tim, pengaruh tekanan waktu dan pengaruh standard an regulasi
terhadap kualitas JDM.

24

Do third parties and/or individuals understand the factors that create differences
in or low levels on a particular dimension JDM quality for these individuals in
this task?
Satu pertanyaan penting berikutnya adalah mengikuti pembelajaran tenatang

personal, tugas, dan variabel lingkungan yang bisa membedakan kualitas judgement,
maka ada kemungkinan pihak ketiga (diluar yang disebutkan diatas) berpengaruh
terhadap kualitas JDM. Peniliti harus mengekspolari banyak hal mengenai hal ini.
Sebagai contoh, investor yang tidak canggih menggunakan peramalan analisis laba
sebagai input untuk keputusan investasi mereka. Jadi ini yang dimaksud pihak ketiga.

Which changes affect either the factor that create differences in or low levels on
a particular dimension of JDM quality or peoples understanding of JDM
Quality in this task?
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah setelah menginvestasi variabel-variabel

yang mempengaruhi kualitas JDM adalah metode yang mana yang bisa mengurangi
variasi dalam level kualitas untuk tugas JDM tertentu. Pertanyaan ini muncul jika
tujuan utama peneliti adalah untuk memperbaiki kualitas judgement. Sebagai contoh,
orang bisa dilatih, tugas bisa direstrukturisasi, atau lingkungan bisa dimodifikasi.

Can these changes occur in practice?


Ini adalah pertanyaan pamungkas yang merupakan keunikan dari domain

pengauditan. Pertanyaannya adalah apakah tipe perubahan ynag diusulkan dapat


memberikan pencerahan bagi praktisi akuntansi. Mempertimbangkan suatu proyek
penelitian yang menemukan bahwa tekanan waktu memiliki pengaruh negative
terhadap kualitas JDM dalam suatu tugas pengauditan tertantu adalah sesuatu yang
sulit. Logikanya adalah memperbaiki JDM dalam situasi untuk mengurangi tekanan
waktu merupakan tantangan bagi auditor.
2.6.2

Metode Eksperimen dalam Audit


Riset eksperimental pengauditan (REP) merupakan bagian riset keperilakuan dalam

akuntansi yang berkaitan dengan pertimbangan dan pengambilan keputusan (judgment and
decision making). Kebanyakan penelitian akuntansi keperilakuan dalam bidang pengauditan
dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen. Menurut Ken T. Trotman (2008), secara
umum ada tiga tipe desain eksperimentasi dalam dunia audit, yaitu post-test only group
design, pre-test post-test control group design, dan factorial design.

25

1. Post-test only group design


Desain ini juga disebut two-group design. Subjek dialokasikan secara acak pada
masing-masing perlakuan. Sebagai contoh X1 dan X2 adalah dua tipe umpan balik
yang berbeda atau X1 bisa menjadi variabel manipulasi dan X2 adalah kontrol grup.
Variabel terikat diukur setelah setiap sel menerima perlakuan atau disebut juga dengan
post-test only design, dimana X2 adalah kontrol grup dari O1 dan O2 menentukan
apakah perlakuan mempunyai pengaruh. Jika X1 dan X2 adalah perlakuan yang
berbeda, perbandingan antara O1 dengan O2 ditentukan perbandingan kompraratif
dari dua perlakuan.
R

X1

O1

X2

O2

Dimana,
X = suatu perlakuan (variabel bebas)
O = observasi (variabel terikat)
R = fakta bahwa subjek ditugaskan secara acak
Desain ini bisa diperluas lagi dengan jumlah level perlakuan yang ditingkatkan.
Sebagai contoh, jika tiga tipe berbeda dari umpan balik diuji dan satu kelompok
sebagai kontrol grup, maka desainnya menjadi
R
R
R
R

X1
X2
X3
X4

O1
O2
O3
O4

Dimana X1, X2, X3 adalah outcome feedback, task properties feedback, dan
cognitive feedback, sedangkan X4 adalah kontrol grup. Bila kita membandingkan O1
dan O4 misalnya, berarti mebendingkan antara peningkatan kinerja melalui outcome
feedback pada tugas-tugas tertentu.
2. Pre-test post-test control group design
Dapat digambarkan sebagai berikut
R
O1
X1
O2
R
O3
X2
O4
Pada desain ini, subjek secara acak pada dua perlakuan, hanya saja pada desain
ini disertai dengan pre-test sebelum akhirnya variabel terikat di ukur melalui posttest.

26

Penggunaan pre-test mempunyai beberapa keuntungan yaitu bisa mengecek apak


acakisasi telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Heiman (1990) dalam
penelitiannya menggunakan pre-test/post-test desain. Pre-test mengambil subjek
dengan cara menilai kemungkinan hipotesis spesifik yang menyebabkan fluktuasi
dalam rasio keuangan. Hasilnya diketahui setelah ada post-test. Pada umumnya desain
jenis ini pada pengauditan, subjek menerima initial probability assessment sebelum
menerima informasi atau bukti lebih lanjut (ini yang disebut (pre-test). Kemudian,
mereka menerima informasi tambahan berupa bukti audit baru, dan akhirnya akan
memberikan penilaian akhir (post-test). Fenomena seperti ini sebenarnya sesuatu yang
biasa dalam audit seperti audit keuangan atau audit forensik.
3. Faktorial design
Desain ini banyak sekali digunakan dalam desain eksperimen audit. Desain ini
merupakan uji simultan dari dua atau lebih variabel bebas untuk menentukan
pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel terkait beserta interaksinya. Faktorial
desain yang paling sederhana misalnya 2 X 2 yang berarti dua variabel bebas
dimanipulasi, dimana masing-masing terdiri dari dua level berati 4 sel yang tersedia.
Subjek dimasukkan kedalam sel secara acak. Kalau setiap subjek mendapatkan satu
perlakuan disebut between subject, tetapi kalau dua perlakuan disebut within subject.
Keuntungan dari factorial desain dalam penelitian audit adalah sebagai berikut.
- Memampukan eksperimenter untuk menguji pengaruh interaksi dari variabel
-

bebas terhadap variabel terkait;


Mampu mengendalikan confounding effect, misalnya factor pengalaman

subjek;
Desain ini dapat meningkatkan validitas eksternal sebuah penelitian
eksperimen audit, missal meniliti pengalaman auditor pada berbagai

pengalaman;
Lebih ekonomis, karena setiap sel bisa terdiri dari 10 sampai 20
subjek/pertisipan.

27

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penelitian akuntansi keperilakuan dapat dikatakn dimulai tahun 1952 melalui penelitian
The Impact of Budgets on People oleh Argyris. Namun untuk istilah akuntansi sendiri baru
muncul pada tahun 1967 dalam artikel Journal of Accountuing Research oleh Becker.
Selanjutnya, pada tahun 1989 terbit jurnal Behavioral Research in Accounting yang
memuat secara khusus mengenai penelitian akuntansi keperilakuan.
Perbedaan penelitian akuntansi keperilakuan dengan bidang lain adalah penelitian
akuntansi keperilakuan mengaplikasi teori dan metodologi dari ilmu keperilakuan untuk
memeriksa persinggungan antara informasi dan proses akuntansi dengan perilaku manusia
(termasuk perilaku organisasional) Namun, riset akuntansi keperilakuan memiliki kesamaan
dengan aliran riset akuntansi lain, yaitu, fenomena yang diuji sama, Observasi yang
dilakukan sama, dan audients yang dituju sama.
Terdapat 5 (lima) cabang ilmu yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan
penelitian akuntansi keperilakuan yaitu ekonomika, ilmu politik, teori organisasi (hubungan
antar manusia), psikolog, dan, sosiologi.
Penelitian akuntansi keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan normatif
kemudian deskriptif lalu universalistic approach. Tetapi karena pendekatan ini banyak
kelemahannya, segeralah muncul pendekatan lain yang selanjutnya mendapat perhatian
sangat besar dalam bidang penelitian yaitu pendekatan kontijensi.
Teori motivasi kerja yang paling dominan dipergunakan dalam pengembangan
penelitian akuntansi keperilakuan adalah Expectancy Theories, Attribution Theories, Goal
Theory dan sebagai tambahan Integrasi Pendekatan.
Penelitian isu pengauditan baru secara sistematis dilakukan orang di tahun 1970-an.
Penelitian akuntansi keperilakuan pada bidang pengauditan mengalami perkembangan yang
dinamis. Mayoritas penelitian eksperimen di bidang audit adalah dalam judgement and
decision making (JDM).
Kebanyakan penelitian akuntansi keperilakuan dalam bidang pengauditan dilakukan
dengan menggunakan metode eksperimen. Secara umum ada tiga tipe desain eksperimentasi
dalam dunia audit, yaitu post-test only group design, pre-test post-test control group design,
dan factorial design.
3.2 Saran

28

Penelitian dalam bidang akuntansi keperilakuan merupakan penelitian yang dinamis


dengan topik-topik beragam. Makalah ini adalah salah satu tulisan yang membahas topiktopik penelitian akuntansi keperilakuan. Karena topiknya yang beragam, maka penulis tidak
dapat menjelaskannya secara lengkap dan menyeluruh. Untuk kedepannya, penulis
menyarankan pembaca mencari literatur-literatur lain yang berhubungan dengan penelitian
akuntansi keperilakuan.

29

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Misnen. 2009. Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan. www.aifisdigilib.org/uploads/1/3/4/6/13465004/15_misnen.pdf. Diakses pada 8 Juni 2016.
Bonner, Sarah E. 1999.

Penilaian dan Pengambilan Keputusan Penelitian

Akuntansi. Accounting Horizons


Jaelani, Faozan Al Farizi A. dan Abdul Zaki. 2012. Akuntansi Keperilakuan Terhadap
Pengembangan

Akuntansi

Manajemen.

https://www.academia.edu/-

23963274/AKUNTANSI_KEPERILAKUAN_TERHADAP_PENGEMBANGAN_
AKUNTANSI_MANAJEMEN. Diakses pada 8 Juni 2016.
Hudayati, Ataina. 2002. Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan: Berbagai Teori.
Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI) Vol. 6 No. 2
Suartana,

Wayan.

2010.

Akuntansi

Keperilakuan

Teori

dan

Implementasi. Yogyakarta : ANDI


Wijaya, Indra Kusuma. 2003. Topik Penelitian Akuntansi Keperilakuan dalam Jurnal
Behavioral Research in Accounting (BRIA). Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 5.
No. 2, 147-166.
http://www.slideshare.net/RatzmanIII/856-8421pb. Diakses pada 8 Juni
2016

30

Anda mungkin juga menyukai