Anda di halaman 1dari 18

PRINSIP DASAR AKUNTANSI PAJAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Pajak
tahun ajaran 2017/2018

Disusun oleh :
Dino Vebrianto { 14.13031.0160 }
M. Iqbal Wicaksono { 14.13031.0223 }
Wahyu Septianing { 14.13031.0235 }
Dibyo Rizki Pratama { 14.13031.0254 }
VII AKUNTANSI PERPAJAKAN

EKONOMI AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM KADIRI (UNISKA) KEDIRI
Jl. Sersan Suharmaji 38 Kediri 64128 Telp.(0354) 684651-683243 Fax.(0354) 684651

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Prinsip Dasar

Akuntansi Pajak”. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Akuntansi Pajak.

Makalah ini disusun sedemikian rupa agar mudah dibaca dan dipahami oleh mahasiswa

dan guna meningkatkan kemampuan akademik. Dalam penyeleseian makalah ini banyak pihak

yang telah membantu dengan demikian penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis mengetahui adanya kekurangan baik dalam isi ataupun penjelasan dalam makalah

ini. Dengan demikian, kritik dan saran diharapkan agar kesempurnaan makalah ini dapat

terwujud. Terima kasih kepada dosen dan mahasiswa yang telah membaca dan mempelajari.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4

1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 6

2.1 Pendahuluan ...................................................................................................................... 6

2.2 Sejarah Perkembangan Akuntansi Indonesia ................................................................... 6

2.3 Teori Akuntansi .............................................................................................................. 7

2.4 Sejarah Perkembangan Perpajakan Indonesia ................................................................ 8

2.5 Prinsip Dasar Akuntansi Pajak........................................................................................ 11

2.6 Hubungan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Pajak ............................................. 13

2.7 Hubungan Istimewa dan Penilaian Kewajaran dalam Transaksi .................................... 13

2.8 Penilaian Kewajaran dalam Transaksi ............................................................................ 14

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari hari kita sering mendengar istilah akutansi dan pajak melalui
media massa seperti koran televisi dan radio maupun melaui orang orang di sekitar kita.
Pada umumnya orang beranggapan bahwa akutansi dan pajak hanya ber hubungan dengan
dunia usaha, pemerintah, dan perusahaan saja. Sebenarnya akutansi dan pajak terlebih
halnya akutnsi dapat juga dilakukan di dalam rumah tangga sekolah, dan lain lain. Yaitu
dengan melakukan pencatatan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan keuangan.
Pencatatan keuangan dalam akutansi dan pajak dilakukan dengan cara atau aturan tertentu.
pengetahuan mengenai prosedur pencatatan akutansi sangat bermanfaat terutma sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan. Dalam makalah ini akan dilakukan hal hal yg berkaitan
erat dengan akutansi perpajakan yang meliputi : pengertian akutansi perpajakan , macam
macam akutansi dan pajak, perpajakan bagi pihak pihak yg berkepentingan atau terkait.
Urian ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang akutnsi
perpajakan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pendahuluan akuntansi pajak ?

1.2.2 Bagaimana sejarah perkembangan akuntansi Indonesia ?

1.2.3 Bagaimana teori akuntansi ?

1.2.4 Bagaimana sejarah perkembangan perpajakan Indonesia ?

1.2.5 Apa prinsip dasar akuntansi pajak ?

1.2.6 Bagaimana hubungan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak ?

1.2.7 Bagaimana hubungan istimewa dan penilaian kewajaran dalam transaksi ?

1.2.8 Bagaimana penilaian kewajaran dalam transaksi ?

4
1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pendahuluan dari akuntansi pajak.

1.3.2 Untuk mengetahui sejarah perkembangan akuntansi Indonesia.

1.3.3 Untuk mengetahui teori akuntansi.

1.3.4 Untuk mengetahui sejarah perkembangan perpajakan Indonesia.

1.3.5 Untuk mengetahui prinsip dasar akuntansi pajak.

1.3.6 Untuk mengethaui hubungan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

1.3.7 Untuk mengetahui hubungan istimewa dan penilaian kewajaran dalam transaksi.

1.3.8 Untuk mengetahui penilaian kewajaran dalam transaksi.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan

Tujuan akuntansi adalah menyajikan informasi ekonomi dari suatu entitas atau
kesatuan ekonomi kepada pemangku kepentingan atas informasi ekonomi. Agar akuntansi
dapat menghasilkan informasi ekonomi, diperlukan adanya suatu metode pencatatan,
penggolongan, analisis, pengendalian transaski kegiatan keuangan, dan pelaporan keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan juga merangkai kegiatan akuntansi dalam suatu
system akuntansi. Rangkaian kegiatan akuntansi yang dimaksud meliputi :

1. Identifikasi dan pengukuran data yang relevan untuk pengambilan keputusan


2. Pemrosesan data dan pelaporan informasi
3. Pengomunikasian informasi kepada para pengguna laporan

Dengan akuntansi, dapat diperoleh informasi ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh
manajemen, misalnya berkaitan dengan perkembangan kegiatan dan prospek bisnis di masa
yang akan datang.

Dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, maka peran akuntansi
sebagai suatu system informasi keuangan menjadi semakin penting untuk dunia usaha,
sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa pemerintah khususnya DJP sangat memerlukan
informasi ekonomi ini yang digunakan sebagai dasar menetapkan besarnya pajak yang
terutang. Walaupun demikian, masih diperlukan adanya penyesuaian dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga diperlukan adanya akuntansi yang
khusus mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan. Akuntansi pajak tersebut
pada prinsipnya akuntansi yang dipengaruhi fungsi pajak karena tampak adanya
implementasi ketentuan perpajakan.

2.2 Sejarah Perkembangan Akuntasi Indonesia

Sejalan dengan perkembangan ekonomi, hubungan dagang antar negara pada masa
kerajaan di masa lalu seperti Majapahit, Mataram, Sriwijaya, menjadi pintu masuk akuntansi

6
dari negara lain ke Indonesia. Meskipun demikian, belum terdapat penelitian yang memadai
mengenai sejarah akuntansi di Indonesia. Masa perkembangan di Indonesia secara garis
besar dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang


Kedatangan bangsa belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya untuk berdagang,
kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang dikenal dengan
VOC. Pada tahun 1602, terjadi peleburan 14 maskapai yang beroperasi di Hindia
Timur, yang selanjutnya di tahun 1619 membuka cabang di Batavia dan kota-kota
lainnya di Indonesia.
2. Masa Kemerdekaan
Sistem akuntansi yang berlaku di Indonesia mengikuti sejarah masa lampau dari
masa colonial Belanda, maka system akuntansinya mengikuti akuntansi Belanda
yang dikenal system tata buku. Sistem tata buku ini merupakan sub system akuntansi
atau hanya merupakan metode pencatatan.
Setelah masa penjajahan Belanda berakhir dan masuk kedalam masa kemerdekaan,
banyak perusahaan milik Belanda yang dirasionalisasi yang diikuti pula dengan masuknya
berbagai investor asing, terutama AS. Para investor tersebut memperkenalkan system
akuntansi AS ke Indonesia.

2.3 Teori Akuntansi

Pengertian teori adalah susunan konsep, definisi, dan dalam menyajikan pandangan
yang sistematis fenomena yang menunjukkan hubungan antara satu variabel dengan yang
lainnya dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Menurut
Hendriksen, pengertian teori adalah satu susunan hipotesis, konsep, dan prinsip pragmatis
yang membentuk kerangka umum, referensi untuk suatau bidang yang dipertanyakan.

Bidang perpajakan sangat memrlukan laporan keuangan sebagai dasar perhitungan


pajak terutang walaupun masih diperlukan penyesuaian mengikuti ketentuan yang berlaku
dalam undang-undang pajak.

7
Akuntansi memang menggariskan karakteristik kualitatif laporan keuangan maupun
tujuan laporan keuangan dari berbagai rujukan. Menurut PSAK terdapat 4 karakteristik,
yaitu sebagai berikut :

1. Dapat dipahami
2. Relevan
3. Materialitas
4. Keandalan

2.4 Sejarah Perkembangan Perpajakan Indonesia

Sebagaimana telah diuraikan, akuntansi dapat menghasilkan informasi ekonomi yang


bermanfaat untuk manajemen atau pihak-pihak di luar manajemen, seperti pemerintah, bank,
dan lain sebagainya. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur ketentuan
formal perpajakan tentang kebutuhan informasi keuangan sebagai alat komunikasi bahkan
tidak menggunakan istilah akuntansi tetapi menggunakan istilah Pembukuan dan Pencatatan.
Menurut Sijbren Cnossen, seorang guru besar Erasmus Universitiet Rotterdam,
masalah perpajakan adalah masalah “book keeping’, di mana istilah book keeping lazim
diterjemahkan dengan pembukuan. Apabila suatu negara secara nasional mempunyai book
keeping yang kurang baik, maka akibatnya negara akan mengalami kesulitan dalam
menyusun sistem perpajakan yang baik. Dengan demikian, masalah pembukuan merupakan
bagian yang sangat penting bagi negara yang menggunakan self assessment system dalam
pemungutan pajaknya.
Menyimak sejarah perpajakan di Indonesia yang dimulai dari kurun waktu penjajahan
Belanda, sistem perpajakan lebih menekankan pada fungsi budgeted, yaitu pemasukan
keuangan untuk keperluan pemerintah koloni. Sedangkan corak sistem pemungutan pajak
mendasarkan pada official assessment. Pada sistem ini besarnya pajak yang terutang sangat
bergantung pada aparat pajak (fiskus).
Setelah merdeka tahun 1945, pemerintah Indonesia dalam masalah perpajakannya,
yaitu Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan, masih tetap menggunakan perundang-
undangan yang lama, walaupun telah dilakukan perubahan- perubahan. Namun sejak era
tahun 1984 sampai sekarang dengan adanya pembaruan sistem pemungutan pajak, Indonesia
memasuki era baru dengan menggunakan self assessment system. Self assessment system ini

8
selanjutnya memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
Peran pembukuan atau akuntansi dalam perpajakan perlu ditingkatkan. Paket 27 Maret
1979 dengan Inpres No. 6 Tahun 1979 dan keputusan Menteri Keuangan No.
108/KMK/077/1979 menyatakan bahwa Wajib Pajak diberikan keringanan dalam rangka
penetapan pajaknya apabila Laporan Keuangan Wajib Pajak diperiksa oleh Akuntan Publik,
sehingga pelaporan audit Akuiltan Publik digunakan sebagai dasar penetapan pajak, tanpa
dilakukan koreksi, kecuali apabila laporan tersebut ternyata tidak benar. Sangat disayangkan
dalam pelaksanaannya ternyata banyak Akuntan Publik yang tidak dapat dipercaya dalam
menyusun pelaporan audit, sehingga Paket 27 Maret 1979 ini kemudian dicabut.
Memasuki era baru perundang-undangan perpajakan, sejak tahun 1984 telah terjadi
perubahan besar yang tidak lagi menggunakan official assessment tetapi menggunakan self
assessment system dalam pemungutan pajak di Indonesia. Kewajiban menyelenggarakan
Pembukuan telah tegas diatur dalam Pasal 28 Undang- Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menyatakan:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
2. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan
pencatatan adaiah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pengaturan kewajiban pembukuan sebenarnya juga diatur secara implisit di berbagai
undang-undang seperti Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang- Undang No. 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah dilakukan perubahan dengan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal sebagaimana telah dilakukan perubahan. Pada prinsipnya, peraturan-peraturan
tersebut mewajibkan setiap badan usaha untuk menyusun Iaporan keuangan, sehingga harus
menyelenggarakan pembukuan. Cara menyelenggarakan pembukuan dan menyusun Iaporan
keuangan haruslah berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang

9
telah dilakukan pembaruan, terakhir dengan PSAK Tahun 2009. Demikian pula
hubungannya dengan perpajakan bahwa kewajiban pembukuan merupakan bagian yang
sangat esensial. Pembukuan menurut ketentuan perpajakan memiliki syarat- syarat sebagai
berikut:
1. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad
baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai aset, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang.
3. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia, dengan
menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau bahasa asing yang dii2inkan oieh Menteri Keuangan.
4. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan atau dokumen lain wajib disimpan di Indonesia selama 10 (sepuluh)
tahun, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak Badan.
5. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan stelsel akrual atau stelsel
kas. Apabila terjadi perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Setiap Wajib Pajak seharusnya menyelenggarakan pembukuan, sehingga dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang. Apabila kewajiban pembukuan seperti yang telah
diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang KUP tidak dipenuhi yang berakibat
pajak yang terutang tidak dapat diketahui, tidak menyampaikan SPT walaupun telah ditegur,
dan dari hasil pemeriksaan PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen), maka Wajib Pajak
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan (Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang KUP):
1. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar
dalam satu tahun pajak;
2. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak
atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan dan dipotong, atau dipungut
tetapi tidak atau kurang disetorkan; atau

10
3. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

2.5 Prinsip dasar akuntansi pajak

Sebelum membicarakan konsep atau prinsip dasar akuntansi pajak perlu mengetahui
terlebih dahulu elemen-elemen atau unsur yang ada pada struktur teori akuntansi. Struktur
teori akuntansi merupakan elemen yang saling berkaitan dan menjadi pedoman untuk
mengembangkan teori dan menyusun teknik-teknik akuntansi. Diagram berikut
menunjukkan struktur teori akuntansi:
Tujuan laporan keuangan ini adalah memberikan informasi keuangan kepada para
pengguna laporan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Standar Akuntansi
Keuangan Indonesia merumuskan tujuan laporan keuangan, yaitu “menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.”
Ketentuan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang KUP
menyatakan bahwa pengisian SPT Tahunan Pajak-Penghasilan oleh Wajib Pajak
yang diwajibkan melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan Iaporan keuangan
berupa neraca dan Iaporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Dari gambaran tersebut Iaporan
keuangan mempunyai peran yang penting. Tujuan utama pelaporan keuangan fiskal adaiah
menyajikan informasi yang digunakan sebagai bahan menghitung dasar pengenaan pajak
terutang.
Pengaturan selanjutnya perhitungan dalam Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang KUP
lebih menekankan kepentingan Iaporan keuangan tersebut karena SPT dianggap tidak
disampaikan apabila tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang
diperlukan. Namun demikian, Iaporan keuangan komersial maupun Iaporan keuangan fiskal
masih memiliki beberapa keterbatasan seperti:
1. Laporan keuangan yang disusun bersifat historis.
2. Lebih banyak menekankan hal yang bersifat material.
3. Penggunaan estimasi dan berbagai pertimbangan dalam menyusun laporan keuangan.

11
Prinsip-prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para ahli, tetapi
umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, yaitu dasar akrual (accrual basis)
dan kelangsungan usaha {going concern). APB Statement No. 4 menyatakan terdapat
sembilan prinsip dasar akuntansi:
1. Cost Principle
Prinsip biaya (cost principle) atau biaya historis (historical cost), yaitu dasar penilaian
untuk mencatat perolehan barang, jasa harga pokok, biaya, maupun ekuitas, sehingga
yang paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga pertukaran pada tanggal
perolehan.
2. Revenue Principle
Prinsip pendapatan (revenue principle) ini lebih menjelaskan tentang sifat dan
komponen, pengukuran, maupun pengakuan pendapatan sebagai salah satu komponen
penyusunan laporan laba rugi.
3. Matching Principle
Prinsip dasar pemadanan atau penandingan (matching) menjelaskan masalah
pengaturan pembebanan biaya pada periode yang sama dengan periode pengakuan
hasil, sehingga hasil akan diakuipada periode menurut prinsip dasar pengakuan hasil,
sedangkan biayanya dibebankan sesuai periode tersebut.
4. Objectivity Principle
Masalah objektivitas (objectivity) mempunyai penafsiran yang berbeda. Sebagai
contoh objektivitas sebagai realitas yang disampaikan pihak ketiga yang independen
(misalnya laporan rekening koran dari bank), objektivitas dianggap sebagai hasil
konsensus kelompok yang mengukur ataupun objektivitas diukur dengan penentuan
batas atau limit tertentu.
5. Consistency Principle
Prosedur dan prinsip akuntansi yang sama harus diterapkan dalam periode yang
bersangkutan, sehingga laporan keuangan dapat diperbandingkan.
6. Discloure Principle
Mengharuskan laporan keuangan yang disajikanm dari peristiwa ekonomi yang
mempengaruhi perusahaan dalam periode tertentu.
Dimana laporan keuangan yang disajikan hatus lengkap, jujur, dan memadai.

12
7. Conservatism Principle
Digunakan untuk hal yang sifatnya tak menentu atau ditengah kondisi
ketidakpastian.tetapi karna makin banyaknya pihak yang menyajikan kejujuran dan
dapat diandalkan membuat konservatisme berkurang penggunaanya.
8. Materiality Principle
Sama halnya dengan prinsip ke – 7 prinsip materialitas termasuk pengecualian.
Dimana menurut APB. NO.4 , prinsip materialitas adalah laporan keuangan yang
menyangkut informasi yang dianggap penting ( material ) dalam mempengaruhi
penilaian .
9. Uniformity dan Comparability Principle
Yang merupakan salah satu yang hendak dicapai dalam penyusunan prinsip akuntansi.

2.6 Hubungan akuntansi komersial dengan Akuntansi Pajak

Akuntansi merupakan suatu ilmu yang luas maknanya, khususnya akuntansi komersial
yang menjadi panutan akuntansi lainnya termasuk akuntansi pajak. Perpajakan dan
akuntansi komersial mempunyai hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme, yang artinya
satu sama lainnya memiliki hubungan yang saling mendukung dan sangat erat kaitannya
sesuai dengan peraturan yang berlaku akuntansi komersial merupakan alat pembuktian jika
administrasi perpajakan melakukan pemeriksaan pajak (tax audit) untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan.

2.7 Hubungan Istimewa dan Penilaian Kewajaran dalam Transaksi

Dalam bidang bisnis memang banyak dikenali istilah hubungan istimewa. Hal tersebut
perlu menjadi perhatian baik bidang bisnis/komersial maupun bidang perpajakan. Akibat
transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa menjadikan transaksi tersebut tidak
didasarkan pada Arm’slenght Price dan berpengaruh sekali terhadap penetapan laba rugi.

PSAK No. 7 Tahun 2009mengatur pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai


hubungan sitimewa. Pengaturan dalam PSAK tersebut lebih ditujukan sehubungan dengan
pengungkpan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah pihak-pihak yang

13
dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam
mengambil keputusan keuangan dan operasional.

Apabila terjadi transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa akan
tampak suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan.

2.8 Penilaian Kewajaran dalam Transaksi

Sebagaimana telah banyak dibahas dalam subbab hubungan istimewa yaitu adanya
transaksi bisnis yang dilakukan di antara para Wajib Pajak tidak sesuai dengan kewajaran
dan kelaziman usaha yang kemungkinannya sebagai akibat hubungan istimewa untuk itulah
selanjutnya atas kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak dalam rangka penilaian kewajaran transaksi.
Pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pajak Penghasilan
meliputi:
1. Kewenangan yang diberikan kepada Menteri Keuangan untuk memberi keputusan
tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat
dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia usaha terdapat tingkat
perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan
modal (debt to equity ratio). Bila perbandingan antara utang sangat besar melebihi
batas-batas kewajaran, maka pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan
tidak sehat. Dalam hal demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak,
undang-undang Pajak Penghasilan menentukan adanya modal terselubung.
Istilah modal menunjuk pada istilah atau pengertian ekuitas menurut standar
akuntansi, sedangkan yang dimaksud dengan "kewajaran atau kelaziman usaha”
adalah adat kebiasaan atau praktik menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang
sehat dalam dunia usaha.
2. Kewenangan Menteri Keuangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh
Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modalnya pada badan usaha di luar negeri
selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan:

14
a. Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah
50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
b. Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki
penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham
yang disetor.
3. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan
menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang
sebagai modal untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa. Tujuan pengaturan ini yaitu untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.
Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan
dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang
seharusnya.
4. Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan perjanjian dengan Wajib
Pajak dan bekerja sama dengan Pihak Otoritas Pajak negara lain untuk menentukan
harga transaksi antarpihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berlaku
selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan
renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.

5. Pencegahan penghindaran paj ak yang dilakukan oleh Wajib Pajak saat melakukan
pembelian saham atau penyertaan pada suatu perusahaan Wajib Pajak dalam negeri
melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut. Dengan
demikian bila Wajib Pajak melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui
pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud tertentu I special purpose
company dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian
tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa
dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
6. Bila terjadi penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit atau special
purpose company) yang didirikannya atau berkedudukan di tax heaven country yang
mempunyai hubungan istimewa dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan
saham badan di Indonesia atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

15
Penentuan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak
didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia hal tersebut terjadi bila pemberi kerja
mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi ke bentuk biaya
atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tujuan akuntansi adalah menyajikan informasi ekonomi dari suatu entitas atau
kesatuan ekonomi kepada pemangku kepentingan atas informasi ekonomi. Agar akuntansi
dapat menghasilkan informasi ekonomi, diperlukan adanya suatu metode pencatatan,
penggolongan, analisis, pengendalian transaski kegiatan keuangan, dan pelaporan keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan juga merangkai kegiatan akuntansi dalam suatu
system akuntansi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Waluyo .2016.Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat

18

Anda mungkin juga menyukai