Anda di halaman 1dari 19

Dasar-Dasar Manajemen Perpajakan

Dosen Pengampu: Ismawati Haribowo, S.E., M.Si.

Mata Kuliah: Perencanaan Pajak

Kelompok 1 :
Nugraha (11160820000094)
Adlu Abdilah (11170820000021)
Yuni Andiani (11170820000028)
Dinda (11170820000037)

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Analisis Kredit ini sesuai
dengan harapan dan selesai tepat pada waktunya.

Dibuatnya makalah ini bertujuan agar setiap pembaca dapat mengerti dan menambah
pengetahuannya. Penulis menyadari segala kekurangan dari makalah ini, baik materi maupun
bahasa, namun demikian penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih bagi setiap pembaca.

Kami sebagai penulis makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang ada kaitannya dengan penyempurnaan makalah
ini sangat kami harapkan dari pembaca. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan
dan pertimbangkan guna perbaikan di masa datang.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini mampu memberikan
manfaat dan mampu memberikan nilai tambah kepada para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Ciputat, 08 Maret 2020


Daftar Isi

1. Menjelaskan pengertian manajemen perpajakan


2. Fungsi, motivasi, manfaat, tujuan manajemen perpajakan
3. Memahami persyaratan perencanaan pajak
4. Menjelaskan rambu-rambu dalam penyusunan perencanaan pajak
5. Menjelaskan perangkat perencanaan perpajakan
6. Menjelaskan strategi perencanaan perpajakan
Dasar-Dasar Manajemen Perpajakan

1. Pengertian Manajemen Perpajakan

Perpajakan sama hal nya dengan ilmu pengetahuan yang lain memiliki

perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut nantinya akan memunculkan

beberapa spesialisasi. Upaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakan harus dibarengi

dengan langkah-langkah manajemen perpajakan yang baik .

Manajemen perpajakan merupakan upaya sistematis yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian di bidang perpajakan

untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang minimum. Jadi manajemen

perpajakan merupakan upaya untuk mengimplementasikan fungsi manajemen agar dapat

dicapai efektivitas dan efisiensi pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.

2. Fungsi, motivasi, manfaat, tujuan manajemen perpajakan

a. Fungsi-fungsi perpajakan

1. Perencanaan pajak (tax planning)

Perencanaan pajak adalah usaha untuk mencakup perencanaan perpajakan agar

pajak yang dibayar oleh perusahaan benar- benar efisien. Tujuan utama dari Tax

Planning adalah mencari berbagai celah yang dapat ditempuh dalam koridor peraturan

perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah

minimal.

Dalam Tax Planning ada 3 macam cara yang dapat dilakukan wajib pajak untuk

menekan jumlah beban pajaknya, yakni :

a. Tax Avoidance

b. Tax Evasion
c. Tax Saving

2. Tax Administration/Tax Compliance

Tax Administration/Tax Compliance mencakup usaha-usaha untuk memenuhi kewajiban

administrasi perpajakan dengan cara menghitung pajak secara benar, sesuai dengan

ketentuan perpajakan, kepatuhan dalam membayar dan melaporkan tepat waktu sesuai

deadline pembayaran dan pelaporan pajak yang telah ditetapkan.

3. Tax Audit

Tax Audit mencakup strategi dalam menangani pemeriksaan pajak, menanggapi hasil

pemeriksaan pajak maupun strategi dalam mengajukan surat keberatan atau surat

banding.

4. Other Tax Matters

Masalah yang mencakup fungsi-fungsi lain yang berkaitan dengan perpajakan, seperti

menkomunikasikan ketentuan-ketentuan sistem dan prosedur perpajakan kepada pihak-

pihak atau bagian-bagian lain perusahaan, seperti penerbitan faktur penjualan standar

yang berhubungan dengan PPN, pemotongan witholding tax (PPh Pasal 23/26) yang

berkaitan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, dan jasa profesi serta objek

witholding tax lainnya, juga termasuk pelatihan bagi staf yang berkaitan dengan masalah

perpajakan dan sebagainya.

b. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak

Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk meminimumkan kewajiban

pembayaran pajak mereka, baik secara legal maupun ilegal :

1. Tingkat kerumitan suatu peraturan (Complexity of rule)


Makin rumit peraturan perpajakan, muncul kecenderungan wajib pajak untuk

menghindarinya karena biaya untuk mematuhinya (compliance cost) menjadi tinggi.

2. Besarnya pajak yang dibayar (Tax required to pay)

Makin besar jumlah pajak yang harus dibayar, akan semakin besar pula

kecenderungan wajib pajak untuk melakukan kecurangan dengan cara memperkecil

jumlah pembayaran pajaknya.

3. Biaya untuk negosiasi (Cost of bribe)

Disengaja atau tidak, kadang-kadang wajib pajak melakukan negosiasi dan

memberikan uang sogokan kepada fiskus dalam pelaksanaan hak dan kewajiban

perpajakannya. Makin tinggi uang sogokan yang dibayarkan, semakin kecil pula

kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

4. Risiko deteksi (Probability of detection)

Risiko deteksi ini berhubungan dengan tingkat probabilitas apakah pelanggaran

ketentuan perpajakan ini akan terdeteksi atau tidak. Makin rendah risiko terdeteksi,

wajib pajak cenderung untuk melakukan pelanggaran. Sebaliknya, bila suatu

pelanggaran mudah diketahui, wajib pajak akan memilih posisi konservatif dengan

tidak melanggar aturan.

5. Besarnya denda (Size of penalty)

Makin berat sanksi perpajakan yang bisa dikenakan, maka wajib pajak akan

cenderung mengambil posisi konservatif dengan tidak melanggar ketentuan

perpajakan. Sebaliknya makin ringan sanksi atau bahkan ketiadaan sanksi atas

pelanggaran yang dilakukan wajib pajak, maka kecenderungan untuk melanggar akan

lebih besar.
6. Moral Masyarakat

Moral masyarakat akan memberi warna tersendiri dalam menentukan kepatuhan dan

kesadaran mereka dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

c. Manfaat Manajemen Perpajakan

Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara

cermat :

1. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupakan unsur biaya dapat

dikurangi.

2. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena dengan perencanaan pajak

yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak, dan menentuka saat

pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

d. Tujuan Manajemen Perpajakan

Secara umum tujuan pokok yang ingin dicapai dari manajemen pajak/perncanaan pajak

yang baik adalah:

1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang.

Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut berupa usaha-

usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan

tidak melanggar peraturan perpajakan.

2. Memaksimalkan laba setelah pajak

3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaan pajak

oleh fiskus.

4. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif, sesuai dengan

ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi :


a. Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan

sanksi, baik sanksi administratif maupun pidana, seperti bunga, kenaikan, denda,

dan hukum kurungan, atau penjara.

b. Melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang-undang perpajakan yang

terkait dengan pelaksanaan pemasaran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti

pemotongan dan pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal 22, dan pasal 23).

3. Syarat – syarat perencanaan pajak ( tax planning )

Tax Management/Tax Planning yang baik mensyaratkan beberapa hal :

1. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan.

Jadi rekayasa perpajakan yang didesain dan di implementasikan bukan

merupakan tax evasion.

2. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal (reasonable)

Kewajaran melakukan transaksi bisnis harus berpegang kepada praktik

perdaganagan yang sehat dan menggunakan standard arm’s lenght price

atau harga pasar yang wajar, yakni tingkat harga antara pembeli dan

penjual yng diindependen, bebas melakukan transaksi.

3.Harus didukung dengan bukti-bkti pendukung yang memadai, baik dari segi

pencatatan akuntansinya, maupun dari segi hukum (misalnya: kontrak, invoice,

faktur pajak, PO, dan DO). Kebenaran formal dan materiil suatu transaksi

keuangan perusahaan dapat dibuktikan dengan adanya kontrak perjanjian dengan

pihak ketiga atau purchase order (PO) dari pelanggan, bukti penyerahan
barang/jasa (delivery order), invoice, faktur pajak sebagai bukti penagihannya

serta pembukuannya (general ledger) .

4.Rambu – Rambu Dalam Penyusunan Perencanaan Pajak ( Tax Planning

Dalam strategi perpajakan, kita mengenal tax avoidance dan tax evasion. Dalam

Praktik di lapangan, kedua metode penghindaran pajak tersebut tipis perbedaannya,

sehingga bias terjadi bahwa apa yang pada awalnya didesain untuk melakukan tax

avoidance akhirnya terjebak melakukan tax evasion. Untuk menentukan legalitas tax

management/tax planning yang didesain, baik legal atau ilegal, rambu-rambu yang dapat

dipakai adalah ketentuan pidana pasal 38, 39, 41, 41A, 41B, dan 43 Undang-Undang

KUP No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU KUP No. 7 Tahun 2007

1. Pasal 38

Setiap orang yang karena kealpaannya :

 Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

atau

 Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi

isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan

tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu)

tahun.

Pasal 39

1. Setiap orang yang dengan sengaja:


a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau

Pengukuhan

Pengusaha Kena Pajak :

a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan

b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar

atau tidak lengkap

c. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;

d. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah- olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang

sebenarnya

e. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak

memperlihatkan atau

f. Tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain

g. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan

atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan

yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-
line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau

h. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling

sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling

banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua)

kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan

sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang

dijatuhkan.
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau

menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau

tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan

permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan

denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi

atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang

dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Pasal 41

1. Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
2. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang

menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 41A

Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi

keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)

tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 41B

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di

bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling

banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Pasal 43

1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil,

kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut

serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi yang

menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana

di bidang perpajakan.
5.Perangkat Perencanaan Pajak ( Tax Planning )

Perangkat Perencanaan Pajak ( Tax Planning ), yaitu :

1. Pemahaman Ketentuan Perpajakan

Agar berhasil dengan baik, tax planning ini harus dikaitkan dengan kondisi tax

administration setempat. Bukan hanya terhdap undang-undang, tetapi juga Peraturan

Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuaangan, Keputusan Pengadilan Pajak,

Keputusan Dirjen, Surat Edaran, bahkan kadang-kadang ada private ruling/surat-

menyurat kepada individu. Semakin banyak yang dikuasai seorang tax planner,

semakin efektif pula hasilnya. Untuk yang sifatnya pajak daerah/lokal, tax palnner

tentu juga harus paham berbagai ketentuan pajak daerah.

 Mengetahui tentang tax treaty

Perbedaan yang ada pada tax treaty tiap tiap negara sifatnya national distortion.

Tax Planner bisa mengambil keuntungan dari national distortion itu dengan

teknik treaty shopping. Contoh treaty shopping : kalau bank Singapura menerima

bunga di Indonesia tanpa dikenai witholding tax, maka orang Indonesia akan

berduyun duyun melakukan treaty shopping ke Singapura. Mereka bisa

menitipkan obligasi pada temen mereka dibank Singapura, seolah olah

membayar bunganya ke bank di sana padahal tidak, ini akan meminimalisadi

pajak.

2. Pengadministrasian atau Pendokumentasian yang Baik


Penyelenggaraan pembukuan yang baik dan lengkap merupakan suatu persyaratan

untuk pengorganisasian suatu tax management yang baik. Pembukuan itu sendiri bisa

direkayasa untuk meminimalisasi beban pajak. Karena dalam pembukuan ini ada

berbagai macam opsi dalam pajak. Opsi dalam pajak ini merupakan suatu masukkan

untuk membuat planning. Tidak ada opsi tidak akan ada planning, banyak opsi akan

ada banyak planning. Sama dengan tidak ada perbedaan treaty kurang bagus, semakin

banyak perbedaan treaty makin banyak peluang karena makin banyak pilihan. Dan

kecenderungan setiap negara, secara politis akan memperbanyak treaty walaupun

tidak efektif. Apalagi bagi negara besar, semakin banyak treaty, semakin bagus dari

segi politik perpajakan. Makin banyak treaty, makan banyak investor yang akan

datang untuk memanfaatkan peluang pajak.

3. Menjaga Hubungan dan Komunikasi yang baik

Menjaga hubungan baik dengan fiskus perlu dilakukan, terutama dinegara

berkembang. Kalau dinegara maju, hubungan itu sifatnya proporsional saja. Di negara

berkembang, personal approach sangat menentukan karena banyak informasi yang

tertutup. Law enforcemen masih merupakan barang yang sangat mahal. Selain dengan

fiskus, penting juga untuk selalu menjalin komunikasi dalam manajemen internal :

a. Komunikasi dengan Kepala Divisi/Bagian

Sebagai bagian dari tax plan, seorang tax manager harus mengkomunikasikan

ketentuan dan prosedur perpajakan terkini kepada bagian-bagian lain dalam

perusahaan, seperti bagian penjualan, pembeliaan , akuntansi, dan kepegawaian.

Masing-masing bagian diberi suatu perangkat manual tax plan yang hanya
berkenaan dengan fungsi dan aktivitas mereka masing-masing, agar

pelaksanaannya tidak menyimpang.

b. Komunikasi dengan Top Management dan Asosiasi

Dalam melaksanakan tax plan, sangat dibutuhkan dukungan dari top managemen,

sebab kebijakan perpajakan yang diambil merupakan bagian dari corporate policy

yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh segenap jajaran manajemen, mulai dari

top hingga ke lower management, karena hal ini berdampak pada pencapaian net

profit after tax. Oleh sebab itu top management harus banyak dilibatkan dalam

pemilihan strategi perpajakan yang diambil agar selaras dengan master plan

perusahaan.

c.Komunikasi dengan Konsultan Pajak

Konsultan pajak berfungsi sebagai penyuluh dan jembatan antara wajib pajak

dengan fiskus, serta sebagai kuasa wajib pajak dipengadilan pajak, selain fungsi-

fungsi yang lain. Keberadaan konsultan pajak, sudah selayaknya jika kita

mengetahui kualifikasi dan pengalaman mereka dalam menangani hal serupa.

Jangan sampai menunjukan konsultan pajak justru makin memperburuk kondisi

perusahaan dan menimbulkan beban pajak yang lebih besar. Hal ini banyak terjadi

dalam praktik, dan diketahui waktu perusahaan diperiksa oleh fiskus.

4. Implementasi Perencanaan Pajak

Dalam perencanaan pajak ada proses yang disebut staffing, maksudnya menentukan

orang-orang, tax planner atau konsultan pelaksana yang ditugasi saat closing

conference, menjelang tahap akhir proses pemeriksaan pajak. Pelaksanaan ini


dilakukan dengan mempertimbangkan optimalisasi perencanaan pajak sehingga apa

yang sudah direncanakan harus proposional, sehingga hasilnya tidak bagus.

6.Strategi Umum Perencanaan Pajak ( Tax Planning )

1. Tax saving

Tax saving  merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan

alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Contoh:

Pemberian natuna kepada karyawan pada umumnya tidak diperkenankan

untuk dibebankan sebagai biaya dalam menghitung PPh badan. Kebijakan

pemberian natuna dapat diubah menjadi pemberian tidak dalam bentuk

natuna, dan dimasukan sebagai penghasilan karyawan sehingga dapat

dikurangkann sebagai biaya. Perlakuan ini akan mengakibatkan PPh badan

turun, tetapi PPh Pasal 21 akan naik. Penurunan PPh badan akan lebih besar

daripada kenaikan PPh Pasal 21 (dengan asumsi perusahaan memperoleh

laba kena pajak diatas Rp. 100 juta, dan PPh badan tidak bersifat final.

2. Tax avoidance

Tax avoidance  merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari

pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek

pajak. Contoh : Pada jenis perusahaan yang PPh badannya tidak dikenakan

secara final, untuk mengefisiensikan PPh Pasal 21 karyawan, dapat dilakukan

dengan cara memberikan semaksimal mungkin kesejahteraan karyawan dalam

bentuk natuna, mengingat pemberian natuna pada perusahaan yang tidak

terkena PPh final bukan merupakan objek PPh Pasal 21. Misak pada saat
perusahaan dalam kondisi rugi secara fiskal, atau memiliki kompensasi

kerugian fiskal dalam jumlah yang relatif besar di tahun-tahun sebelumnya.

3. Penundaan/Penggeseran Pembayaran Pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturanyang berlaku dapat

dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan

menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga  batas waktuyang

diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat

menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan

barang. Contoh : Ketika perusahaan harus membayar sejumlah imbalan jasa nilainya

cukup material atas suatu transaksi pembelian jasa professional atau jasa lain (yang

menjadi objek pemotongan withholding tax) yang transaksi pembayarannya dilakukan

pada akhir bulan, misalnya pada akhir bulan Agustus 2014, maka dengan penundaan

transfer pembayaran jasa 1 (satu) hari saja ke tanggal 1 September 2014 akan

mengakibatkan penggeseran/penundaan pembayaran pajak selama 1 (satu) bulan ke bulan

berikutnya.

4. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan

Wajib pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai

pembayaran yang dapat dikreditkan. Sebagai contoh : PPh Pasal 22

atas pembelian solar dari Pertamina yang bersifat final jika

pembelinya perusahaan yang bergerak dibidang penyaluran migas.

Tetapi jika pembelinya bergerak dibidang pabrikan, PPh Pasal 22

tersebut dapat dikreditkan dengan PPh badan. Pengkreditkan ini lebih

menguntungkan ketimbang dibebankan sebagai biaya. Bila


dibandingkan, keuntungan yang diperoleh adaalh sebesar 75% dari

nilai pajak yang dikreditkan (untuk laba kena pajak badan di atas

tahun: 2008). Bila dikreditkan, maka seluruh jumlah pajak (100%)

diklaim oleh wajib pajak. Akan tetapi bila dibebankan sebgai biaya,

maka dampak pengurangan pajaknya hanya sebesar 25%, itupun

dengan asumsi bahwa biayanya merupakan deductible expenses.

5. Menghindari Pemeriksaan Pajak dengan cara Menghindari Lebih

Bayar

a.Mengajukan pengurangan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 ke KPP yang

bersangkutan, apabila berdasarkan estimasi dalam tahun pajak yang

bersangkutan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Pengajuan tersebut

dapat dilakukan paling cepat 3 (tiga) bulan setelah berjalnnya tahun pajak dan

wajib pajak dapat menunjukan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak

tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari PPh terutang yang

menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 (KEP-

537/PJ./2000).

Pengajuan pengurangan pembayaran angsuran ini harus melampiri:

- Proyeksi perhitungan laba rugi tahun berjalan

- Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan

- Proyeksi besarnya PPh badan yang terutang, yang akan menjadi kelebihan

pembayaran pajak, apabila besarnya angsuran tidak dikurangi.

- Bukti-bukti pembayaran pajak yang sudah dilakukan


b.Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila perusahaan

melakukan impor. Permohonan ini harus melampiri:

- Proyeksi impor setiap bulan dalam tahun yang bersangkutan.

- Proyeksi perhitungan laba rugi tahun berjalan.

- Proyeksi perhitungan PPh badan yang terutang dan angsuran PPh Pasal 25,

serta PPh Pasal 22 yang menunjukan lebih bayar apabila dilakuakn pembayaran

PPh Pasal 22.

- Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.

6. Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan

Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai

peraturan perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai