1. Neraca fiskal;
2. Perhitungan laba rugi dan perubahan laba yang ditahan;
3. Penjelasan laporan keuangan fiskal;
4. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal;
5. Ikhtisar kewajiban pajak.
b. Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang
dilampiri oleh laporan keuangan.
Untuk mencocokan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial dan
laporan keuangan fiskal maka perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal / koreksi fiskal. Secara
umum ada dua cara untuk menyusun laporan keuangan fiskal. Pertama, pendekatan
terpisah (separated approach) dimana wajib pajak membukukan segala transaksi atau
informasi berdasarkan prinsip pajak untuk penghitungan PPh terutang dan berdasarkan
prinsip akuntansi untuk keperluan komersial. Tapi pendekatan ini sangat jarang digunakan
karena memakan banyak biaya dan tenaga.
Sebagian besar wajib pajak memilih pendekatan kedua, extra-compatible approach dimana
wajib pajak membukukan semua transaksi atau informasi hanya berdasarkan prinsip
akuntansi, kemudian pada akhir tahun wajib pajak melakukan koreksi terhadap laporan
keuangan komersial tersebut agar sesuai dengan Undang - Undang Pajak Penghasilan yang
dapat digunakan untuk menghitung besarnya PPh terutang. Jadi laporan keuangan
komersial terkait erat dengan laporan keuangan fiskal karena laporan keuangan komersial
digunakan oleh wajib pajak sebagai dasar melakukan rekonsiliasi fiskal untuk
menghasilkan laporan keuangan fiskal.
a) Konsep Penyusutan
Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah
penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi
menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur
tersebut tidak terlepas dari tafsiran Judgement.
Menurut IAI (2007) Akuntansi memiliki beberapa metode penyusutan yaitu:
1. Metode garis lurus (Straight line method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang
tetap selama umur manfaat asset jika dinilai residunya tidak berubah.
2. Metode Saldo Menurun (diminishing balance method) yaitu, menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.
3. Metode Jumlah Unit (sum of the unit method), yaitu menghasilkan pembebanan
yang menurun selama umur manfaat asset.
Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus
dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal UU No 36 tahun 2008 pasal 11 tentang
Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo menurun
yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud)
dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut:
Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk
memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun
amortisasi.
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum
menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi
(yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.
b. Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak
dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan.
Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Karena adanya perbedaan pengakuan atas pendapatan maupun biaya menurut perusahaan
(selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara).
Sederhananya: ada pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun biaya
oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Ditjend Pajak.
Mengapa berbeda dan apa saja perbedaaanya?
Bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak ,
dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Bagi Ditjend
Pajak: tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis
pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan
tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor
pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan
merupakan bagian dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini
disebut dengan BEDA TETAP.
Perbedaan lainnya adalah perebedaan yang diakibatkan karena bedanya SAAT PENGAKUAN
(waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan),
juga akibatperbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunakan metode
penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin
menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya
perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut
memberi kontribusi atas perbedaan tersebut. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan
BEDA WAKTU.
Penyesuaian Fiskal Positif: adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba
kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.
Penyesuaian Fiskal Negatif: adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba
kena pajak.
Laporan Komersial iya benar, hanya saja “Pajak Penghasilan” nya belum benar.Bukankah
seharusnya ada penyesuaian-penyesuaian?.
Okay, kita bandingkan dengan table rincian penyesuaian fiskal positif dan negative di atas.
Menurut table, ada beberapa yang harus disesuaikan, yaitu:
“Bunga Jasa Giro” telah dikenakan pajak oleh pihak bank, maka ini dimasukkan sebagai
“Pendapatan dikenakan Pajak Final”, sehingga ini tidak seharunya dikenakan pajak lagi. Kita
jadikan faktor pengurang Laba Kena Pajak.
“Pengambilan Oleh Direktur” ini adalah bukan beban perusahaan. Direktur hanya boleh
menerima Gaji dan Dividen saja. Maka kita masukkan ke dalam koreksi fiskal positif (faktor
penambah laba kena pajak).
“Makan Untuk Pegawai” ini adalah bentuk kenikmatan (natura) yang diberikan oleh
perusahaan kepada pegawai, ini tidak diakui sebagai beban perusahaan.
“Sumbangan” ini bukan beban perusahaan, tidak bisa dihubungkan dengan revenue. Sehingga
kita masukkan ini ke dalam kelompok koreksi fiskal positif.
Saya tidak menemukan koreksi fiskal negative dalam contoh kasus ini.sehingga nanti koreksi
fiskal negatifnya akan 0 (nol).
Setelah unsur koreksi fiskal kita masukkan, maka Laporan Laba Rugi akan menjadi seperti
dibawah ini: