Anda di halaman 1dari 20

PPN & PPn BM

Menyesuaikan
Menyesuaikan dengan
dengan soal,
soal, jawaban
jawaban PPN
PPN Masih
Masih Berdasarkan
Berdasarkan Ketentuan
Ketentuan yang
yang berlaku
berlaku sesuai
sesuai
kerangka
kerangka waktu
waktu dalam
dalam soal.
soal.

1. Pada 1 Nopember 2009, Ita Hayati (PKP) memberikan jasa penerjemah dokumen kepada Mirisan Pte. Ltd. Yang
berdomisili di Singapura. Hasil terjemahan dikirim oleh Ita melalui media internet. Atas pemberian jasa tersebut.
a. Terutang PPN 10% dengan DPP nilai tagihan Ita Hayati
b. Terutang PPN 0% dengan DPP nilai tagihan Ita Hayati
c. Dibebaskan dan pengenaan PPN
d. Tidak temtang PPN

Jawaban : D.
Tidak Terutang
PPN
ANALISA SOAL :
Dari cerita soal di atas, jelaslah penyerahan yang dilakukan oleh Ita Hayati merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak
ke Luar Daerah Pabean/Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).

Saat soal ini dibuat (dan mengacu pada soal), belum diberlakukan ketentuan Ekspor JKP merupakan Objek PPN.
Baru Per 1 April 2010 Ekspor JKP diatur terutang PPN walaupun masih JKP Tertentu yang terutang PPN.

DASAR KETENTUAN :
Tentang Objek Pajak PPN Diatur Dalam Pasal 4, 16C, 16D UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU Nomor 18 Tahun 2000
tentang PPN

"Pasal 4

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :


a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."

"Pasal 16C

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang
batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan."

"Pasal 16D

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula
aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikreditkan."

Dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai objek PPN di atas, tidak disebutkan adanya penyerahan JASA
KENA PAJAK KE LUAR DAERAH PABEAN/KE LUAR NEGERI. Dengan demikian, penyerahan jasa yang
dilakukan oleh Ita Hayati (PKP) TIDAK TERUTANG PPN.

2. Pada bulan Agustus 2009, Nurdin (PKP) memberikan jasa reparasi mobil antik kepada Reza. Atas pekerjaan
tersebut biaya yang ditagih oleh Nurdin adalah Rp20.000.000. Karena suku cadang yang digunakan untuk
perbaikan disediakan sendiri oleh Reza, Reza menolak untuk membayar tagihan jasa reparasi yang dilakukan
oleh Nurdin karena hasil reparasi tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh Nurdin sebelumnya. Pernyataan yang
benar sehubungan dengan transaksi tersebut.
a. Atas transaksi tersebut tidak temtang PPN karena Reza tidak mengakui hasil pekerjaan Nurdin
b. Atas transaksi tersebut temtang PPN sekalipun Reza tidak mengakui hasil pekerj aan Nurdin
c. Nurdin hams menerbitkan nota retur ke Reza agar dapat mengurangi Pajak Keluaran masa Agustus 2009.
d. Reza hams membuat nota debit dan nota retur agar dapat mengurani pajak masukan masa Agustus 2009.

Jawaban : B.
Atas transaksi tersebut temtang PPN
sekalipun Reza tidak mengakui hasil
pekerjaan Nurdin 1
DASAR KETENTUAN :
Terutang PPN karena transaksi yang dilakukan memenuhi syarat terutangnya PPN sebagaimana disebutkan dalam
ketentuan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN
"Pasal 4
Walaupun pada kenyataannya pihak penerima jasa kena pajak tidak mau mengakui/tidak mau membayar, TETAP
TERUTANG PPN. KECUALI JIKA kedua belah pihak sepakat melakukan PEMBATALAN TRANSAKSI dengan
adanya Bukti Pembatalan Transaksi dengan ditanda-tangani oleh kedua belah pihak, bukannya terbit Nota Retur.
Nota Retur diterbitkan atas penyerahan kembali Barang Kena Pajak (pengembalian barang).

3. Doddy Iskandar membuka Toko Grosir peralatan klontong pada tanggal 02 Januari 2009 dan langsung
mendaftarkan diri sebagai PKP pada tanggal 03 Januari 2009. Doddy memilih menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto dalam melaporkan penghasilannya. Berdasarkan hal tersebut maka pernyataan yang benar
adalah...
a. PPN atas penyerahan peralatan klontong yang hams disetorkan oleh Doddy setiap bulannya adalah sebesar
15% dan jumlah Pajak Keluaran yang dipungut.
b. Atas penyerahan peralatan klontong dibebaskan dan pengenaan PPN.
c. Atas penyerahan peralatan klontong oleh Doddy temtang PPN sebesar 10% dan harga jual.
d. Tidak ada jawaban yang benar.

Jawaban : C.
Atas penyerahan peralatan klontong oleh Doddy temtang PPN sebesar 10% dan harga jual

DASAR KETENTUAN :
Terutang PPN karena transaksi yang dilakukan memenuhi syarat terutangnya PPN sebagaimana disebutkan dalam
ketentuan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN (asumsi peralatan kelontong-
nya termasuk dalam kategori BARANG KENA PAJAK).
"Pasal 4
Selain itu juga diatur dalam KMK-571/KMK.03/2003 tentang Batasan Pengusaha Kecil :
"Pasal 1
Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah)."
"Pasal 4
(1) Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai
dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
(2) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
(3) Dalam hal Pengusaha tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah bulan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
(4) Kewajiban untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimulai sejak saat
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak."

Tentang kewajiban memungut, meyetor, dan melaporkan PPN disebut juga dalam Pasal 3A UU No. 8 Tahun 1983 jo.
UU No. 18 Tahun 2000 :

KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA DAN KEWAJIBAN MEMUNGUT,


MENYETOR DAN MELAPORKAN PAJAK YANG TERUTANG"

"Pasal 3A
(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f,
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
(2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf d dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan."

2
4. Sehubungan dengan soal nomor 3, jika pada tanggal 11 Februari 2009 Doddy membayar PPN atas perolehan
gedung yang digunakan untuk gerai dan kantor sebesar Rp 20.000.000, maka pajak masukan yang dapat
dikreditkan oleh Doddy adalah sebesar :
a. Rp 2.000.000
b. Rpl.600.000
c. Rp 0
d. Tidak adajawaban yang benar

Jawaban : D. Tidak adajawaban yang benar

DASAR KETENTUAN :
Tentang ketentuan Pajak Masukan dapat atau tidak dapat dikreditkan diatur dalam Pasal 9 Ayat 8 UU
Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

(8) Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2)
bagi pengeluaran untuk :
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur
Pajak Sederhana;
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan.

Khusus untuk pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak
Masukan, diatur dalam PMK-45/PMK.03/2008 :

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :


1. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang memilih dikenakan Pajak
Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000,
2. Pedagang Eceran yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Pengusaha
Kena Pajak Orang Pribadi dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto selama 1 (satu)
tahun buku tidak lebih dari Rp. 1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya adalah melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagai
berikut :
a. Menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios
atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, atau dengan
cara penjualan yang dilakukan dari rumah ke rumah;
b. Menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut ;
dan
c. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran tertulis,
pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai, dan pembeli pada
umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung membawa Barang Kena Pajak yang
dibelinya.

Pasal 2

3
(1) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat menggunakan Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.
(2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan cara membubuhkan
catatan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bahwa yang bersangkutan
menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.

Pasal 3

Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Pajak Keluaran dihitung dengan cara mengalihkan nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto
yang terutang Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang bersangkutan dengan tarif Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud dalam huruf a, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
c. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan ditetapkan sebagai berikut :
1. untuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Eceran dengan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto, sebesar 80% (delapan puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
2. untuk penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak selain Pedagang
Eceran, sebesar 70% (tujuh puluh persen) dikalikan dengan pajak keluaran sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
3. Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, sebesar 40% (empat puluh
persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pasal 4

(1) Untuk keperluan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pengusaha Kena
Pajak wajib membuat catatan nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto yang menjadi Dasar
Pengenaan Pajak.
(2) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak di samping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, Pengusaha Kena Pajak wajib membuat catatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang terpisah antara penyerahan yang terutang pajak dan
penyerahan yang tidak terutang pajak.

Jadi, tidak ada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas PPN yang dibayar atas perolehan gedung yang
digunakan untuk gerai dan kantor sebesar Rp 20.000.000 dikarenakan PKP sudah menggunakan Pedoman
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana di atas. SEHARUSNYA, PAJAK MASUKAN YANG
DAPAT DIKREDITKAN ADALAH SEBESAR 70% X PAJAK KELUARAN.

5. Warnoto (non PKP) menerima pekerjaan borongan untuk renovasi mmah dan Indra (PKP). Nilai kontrak yang
disepakati adalah Rp600.000.000 dengan bahan-bahan bangunan disediakan sendiri oleh Indra. Biaya yang
dikeluarkan Indra untuk membeli bahan bangunan adalah Rp880.000.000 (termasuk PPN). Atas transaksi
tersebut pernyataan yang benar adalah...
a. Terntang PPN, dipungut oleh Warnoto
b. Terutang PPN, disetor sendiri oleh Indra
c. Tidak terutang PPN karena Warnoto selaku kontraktor adalah non PKP
d. Tidak terutang PPN karena objek yang direnovasi adalah mmah yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha.

Jawaban : C.
Tidak terutang PPN karena Warnoto selaku kontraktor adalah non PKP

DASAR KETENTUAN :

Tentang ketentuan PENYERAHAN TERUTANG/TIDAK TERUTANG PPN diatur dalam Pasal 4 UU 8 Tahun 1983
jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

"Pasal 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

4
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."

Penjelasan Pasal 4

Pasal 4
Huruf a
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak,
b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud,
c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Disini, Warnoto (non PKP) -- TIDAK MEMENUHI SYARAT PENYERAHAN TERUTANG PPN.

6. Untuk dapat menyelesaikan karya ilmiah yang sedang dibuatnya, Meyda, seorang mahasiswa pasca sarjana
berkonsultasi kepada Mr. Bronk yang berdomisili di Singapura melalui media internet. Atas informasi yang
disampaikan oleh Mr. Bronk, Meyda membayar sebesar SGD2,000 (Kurs KMK 1 SGD = Rp7.000). Berdasarkan
informasi tersebut pernyataan yang benar adalah...
a. Transaksi diatas terntang PPN sebesar Rpl.400.000 karena mempakan pemanfaatan JKP dad luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
b. Transaksi diatas tidak tenitang PPN karena Meyda bukan PKP.
c. Transaksi diatas tidak terntang PPN karena pemanfaatan JKP dad luar daerah pabean di dalam daerah pabean
yang dilakukan oleh Meyda tidak dalam rangka kegiatan usaha.
d. Tidak ada jawaban yang benar.

Jawaban : A.
Transaksi diatas terntang PPN sebesar Rpl.400.000 karena mempakan pemanfaatan JKP dad
luar daerah pabean di dalam daerah pabean

DASAR KETENTUAN :
Transaksi di atas adalah transaksi pemanfaatan Jasa (Kena Pajak ) dari luar daerah pabean/luar negeri ke dalam
daerah pabean/dalam negari.

Tentang ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 UU 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

"Pasal 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."

Dalam Pasal 4 Huruf e tidak disebutkan yang memanfaatkan harus ber-NPWP/harus dikukuhkan sebagai PKP,
namun SIAPA SAJA. Jadi siapa saja yang memanfaatkan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean terutang PPN.

Berikut penjelasa Pasal 4 Huruf e UU 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

Huruf e
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak "C" di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari
Pengusaha "B" yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak
Pertambahan Nilai.

7. Benny (PKP), pengusaha pedagang mobil bekas pada tanggal 11 Oktober 2008 menaruh mobil sedan yang biasa
dipergunakan untuk operasional kantor sebagai barang dagangannya. Pada tanggal Oktober 2008 mobil tersebut

5
laku terjual dengan harga Rp 150.000.000. Mobil sedan tersebut dulu dibeli pada tanggal 10 Oktober 2006
dengan harga Rp 200.000.000. berdasarkan informasi tersebut pernyataan yang benar adalah..
a. Atas penjualan mobil tersebut terntang PPN Rp 1.500.000 dan dilaporkan sebagai pajak keluaran masa pajak
Oktober 2008.
b. Atas penjualan mobil tersebut terntang PPN Rp15.000.000 dan dilaporkan sebagai pajak keluaran masa pajak
Oktober 2008.
c. Pajak masukan atas pembelian mobil Rp 20.000.000 dapat dikreditkan oleh Benny dan dilaporkan sebagai
pajak masukan masa pajak oktober 2008.
d. Pajak masukan atas pembelian mobil Rp 15.000.000 dapat dikreditkan.

Jawaban : A.
Atas penjualan mobil tersebut terntang PPN Rp 1.500.000 dan dilaporkan sebagai pajak
keluaran masa pajak Oktober 2008.

ANALISA KASUS BERDASARKAN CERITA DI SOAL :


Benny (PKP), pengusaha pedagang mobil bekas pada tanggal 11 Oktober 2008 menaruh mobil sedan yang
biasa dipergunakan untuk operasional kantor sebagai barang dagangannya.

 KATA-KATA MENARUH SEBAGAI BARANG DAGANGANNYA berarti mobil sedan yang pada
awalnya merupakan mobil operasional (bukan barang dagangannya) diambil untuk ditaruh sebagai
barang dagangan. Hal ini termasuk dalam pengertian PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
DALAM RANGKA PEMAKAIAN SENDIRI TUJUAN PRODUKTIF. Karena tujuan produktif =
TIDAK TERUTANG PPN.

Ketika sudah menjadi barang dagangan, maka atas penyerahan SEDAN (SEBAGAI BARANG
DAGANGAN) = terutang PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Lain, yaitu 10% X Harga Jual.

DASAR ATURAN :
Pasal 1A UU 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

"Pasal 1A
(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :
a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
b. pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
e. persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak
Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
f. penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang
Kena Pajak antar Cabang;
g. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.

Pasal 4 UU 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

"Pasal 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."

KMK-251/KMK.03/2002 :

"Pasal 2
Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
b. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
c. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
d. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e. untuk persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga
pasar wajar;
f. untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang Pajak Pertambahan

6
Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar;
g. untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual;
h. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
i. untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih;
j. untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa
service charge, provisi, dan diskon;
k. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya
dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak antar cabang adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
l. untuk penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga
lelang.

8. Pada tanggal 25 Maret 2009, Eko (PKP) menjual 1 unit komputer kepada Adri dengan harga jual Rp5.000.000.
Karena telah menjadi langganan, Add barn akan melakukan pembayaran pada tanggal 2 April 2009. Berdasarkan
informasi tersebut maka pernyataan yang benar adalah....
a. Eko wajib membuat faktur pajak standar tertanggal 25 Maret 2009 dan melaporkannya di SPT Masa PPN
Masa Pajak Maret 2009
b. Eko wajib membuat faktur pajak standar tertanggal 2 April 2009 dan melaporkannya di SPT Masa PPN Masa
Pajak April 2009.
c. Eko dapat membuat faktur pajak sederhana tertanggal 25 Maret 2009 dan melaporkannya di SPT Masa PPN
Masa Pajak Maret 2009
d. Eko dapat membuat faktur pajak sederhana tertanggal 2 April 2009 dan melaporkannya di SPT Masa PPN
Masa Pajak April 2009.

Jawaban : C.
Eko dapat membuat faktur pajak sederhana tertanggal 25 Maret 2009 dan melaporkannya di SPT
Masa PPN Masa Pajak Maret 2009.
.

ANALISA KASUS BERDASARKAN CERITA DI SOAL :

Pada tanggal 25 Maret 2009, Eko (PKP) menjual 1 unit komputer kepada Adri dengan harga jual Rp5.000.000.
Disini, ANDRI sangatlah mungkin merupakan ORANG PRIBADI yang tidak lengkap identitasnya khususnya tidak
ada NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) ataupun kalau tidak, ANDRI adalah KONSUMEN AKHIR yang ketika
membeli 1 unit komputer tidak akan dijual lagi melainkan akan dikonsumsi (Konsumen Akhir).
Atas penyerahan yang dilakukan oleh PKP kepada siapapun wajib dipungut PPN dan terbit Faktur Pajak sebagai Bukti
Pungutan PPN. Namun atas penyerahan kepada pihak yang identitas tidak lengkap atau kepada konsumen akhir,
DAPAT DITERBITKAN FAKTUR PAJAK SEDERHANA.

DASAR KETENTUAN :

Kep-524/PJ./2000 jo. KEP-128/PJ./2004 Tentang SYARAT-SYARAT FAKTUR PAJAK SEDERHANA :

"Pasal 1
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen
akhir, atau
b. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima
Jasa Kena Pajak yang nama, alamat atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui, dapat membuat Faktur
Pajak Sederhana."

Pasal 2

Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :


a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak;
b. Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan;
c. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya
Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

Pasal 3

(1) Tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlakukan
sebagai Faktur Pajak Sederhana, yaitu :
a. bon kontan,
7
b. faktur penjualan,
c. segi cash register,
d. karcis,
e. kuitansi, atau
f. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
(2) Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
merupakan Faktur Pajak yang tidak lengkap.
(3) Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.

"Pasal 4

(1) Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak atau
pada saat pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak.
(2) Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu :
- Lembar ke-1 : untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Sederhana.
(3) Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat dalam rangkap 2 (dua) atau lebih dalam hal Faktur Pajak
Sederhana tersebut dibuat dalam 1 (satu) lembar yang terdiri dari 2 (dua) atau lebih bagian atau potongan yang
disediakan untuk disobek atau dipotong.
(4) Faktur Pajak Sederhana lembar kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat beruparekaman Faktur Pajak
Sederhana dalam bentuk media elektronik yaitu sarana penyimpanan data, antara lain : diskette, Digital Data
Storage (DDE) atau Digital Audio Tape (DAT) dan Compact Disc (CD)."

9. Sejak Januari 2009, Bambang memulai usaha sendiri dengan membuka toko emas. Sampai bulan September
2009, total omzet Bambang telah mencapai Rp500.000.000 yang mempakan hasil penjualan emas bentuk
perhiasan dan emas batangan. Sehubungan dengan hal itu mana pemyataan yang benar...
a. Bambang wajib mendaftarkan di untuk dikukuhkan menjadi PKP
b. Bambang boleh tidak mendaftarkan di untuk dikukuhkan menjadi PKP
c. Emas adalah non BKP, sehingga Bambang tidak perlu menjadi PKP
d. Tidak ada pernyataan yang benar.

Jawaban : B.
Bambang boleh tidak mendaftarkan di untuk dikukuhkan menjadi PKP

ANALISA KASUS BERDASARKAN CERITA DI SOAL :

Sampai bulan September 2009, total omzet Bambang telah mencapai Rp500.000.000 yang mempakan hasil
penjualan emas bentuk perhiasan dan emas batangan. Disini sebenarnya juga tidak diketahui secara pasti, BERAPA
PENYERAHAN EMAS BENTUK PERHIASAN dan BERAPA PENYERAHAN EMAS BATANGAN, karena :
- Penyerahan Emas Bentuk Perhiasan Terutang PPN
- Penyerahan Emas Batangan TIDAK TERUTANG PPN
Namun demikian, karena andai saja dari total penyerahan Rp 500.000.000,- merupakan penyerahan emas bentuk
perhiasan dan penyerahan emas bentuk batangan Rp 0,- TETAP JUMLAH PEREDARAN BRUTO-NYA <= 600
Juta Rupiah.
Berdasar ketentuan perpajakan, masih tergolong PENGUSAHA KECIL.
PENGUSAHA KECIL = TIDAK WAJIB DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP, namun boleh minta dikukuhkan
sebagai PKP.

DASAR KETENTUAN :
Pasal 3A UU UU 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :
(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f,
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
(2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Selain itu juga diatur dalam KMK-571/KMK.03/2003 tentang Batasan Pengusaha Kecil :

"Pasal 1

Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah)."

8
"Pasal 4

(1) Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai
dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
(2) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
(3) Dalam hal Pengusaha tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah bulan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
(4) Kewajiban untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimulai sejak saat
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak."

10. Sarmadan (PKP) menghibahkan rnmah yang tidak dijadikan tempat usaha kepada putra pertamanya. Harga
perolehan rumah tersebut Rp200.000.000 sedangkan harga pasar saat mi Rpl.000.000.000. atas hibah tersebut
berapa PPN yang terntang....
a. Rp 20.000.000
b. Rp 80.000.000
c. Rp 100.000.000
d. Tidak ada jawaban yang benar

Jawaban : D.
Tidak ada jawaban yang benar

Analisa Kasus Berdasarkan CERITA DI SOAL :

Sarmadan (PKP) menghibahkan rnmah yang tidak dijadikan tempat usaha kepada putra pertamanya. Disini berarti
rumah yang dihibahkan/diserahkan TIDAK DIPAKAI UNTUK KEGIATAN YANG LANGSUNG
BERHUBUNGAN DENGAN kegiatan usaha. Sesuai ketentuan perpajakan, Pajak Masukan atas perolehan
Barang/Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan dengan kegiatan usaha TIDAK DAPAT DIKREDITKAN.
Di ketentuan Pasal 16 D UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN disebutkan sebagai
syarat penyerahan aktiva yang semula tidak diperjualbelikan adalah PPN Masukannya pada saat perolehannya
DAPAT DIKREDITKAN.
Dengan demikian, penyerahannya pada soal = TIDAK TERUTANG PPN.

DASAR KETENTUAN :

Pasal 16 D UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

"Pasal 16D

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikreditkan."

Pasal 9 Ayat 8 UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

(8) Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2)
bagi pengeluaran untuk :
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak

9
Sederhana;
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan.
KMK-251/KMK.03/2002 :

"Pasal 2

Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, ditetapkan sebagai berikut:


a. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
b. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
d. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e. untuk persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga
pasar wajar;
f. untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai
atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar;
g. untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual;
h. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
i. untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih;
j. untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service
charge, provisi, dan diskon;
k. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
l. untuk penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga
lelang.

11. Fengky (PKP) adalah pengusaha penjual jagung yang juga memproduksi dan menjual minyak jagung. Pada bulan
Januari 2009, Fengky barn menyadari bahwa pada bulan Nopember 2008, stafnya telah melakukan kesalahan
dalam pemungutan PPN kepada pelanggan, dimana untuk penyerahan jagung kepada Tuan Zaenal telah dipungut
PPN. Nilai PPN yang seharnsnya tidak dipungut tersebut Rp3.000.000 telah disetorkan dan dilaporkan sebagai
pajak keluaran masa pajak Nopember 2008. Berdasarkan informasi tersebut pernyataan yang benar adalah...
a. Atas kesalahan tersebut, Fengky dapat melakukan pembatalan faktur pajak dan melakukan pembetulan SPT
Masa PPN Masa Nopember 2008.
b. Atas kesalahan tersebut, Fengky dapat memperhitungkan dengan pembayaran PPN masa pajak berikutnya
c. PPN yang seharnsnya tidak dipungut tersebut tidak dapat diminta kembali oleh Zaenal.
d. PPN yang seharusnya tidak dipungut tersebut tidak dapat diminta kembali oleh Fengky.

Jawaban : B.
Atas kesalahan tersebut, Fengky dapat memperhitungkan dengan pembayaran PPN masa
pajak berikutnya.

Analisa Kasus Berdasarkan CERITA DI SOAL :

Fengky (PKP) adalah pengusaha penjual jagung yang juga memproduksi dan menjual minyak jagung. Pada bulan
Januari 2009, Fengky barn menyadari bahwa pada bulan Nopember 2008, stafnya telah melakukan kesalahan dalam
pemungutan PPN kepada pelanggan, dimana untuk penyerahan jagung kepada Tuan Zaenal telah dipungut PPN.
Cerita di atas menyebutkan bahwa TERJADI KESALAHAN PEMUNGUTAN PPN. Namun TRANSAKSI TETAP
BERJALAN, hanya saja PPN yang dipungut seharusnya tidak terutang.

Karena TRANSAKSI TETAP BERJALAN (TETAP TERJADI) maka TIDAK BISA DILAKUKAN
PEMBATALAN FAKTUR dan kemudian PEMBETULAN SPT.
Selain itu, untuk pembatalan transaksi harus ada DOKUMEN PEMBATALAN TRANSAKSI antara ke dua belah
pihak. Dalam soal tidak disebut-sebut transaksi batal.
Dengan demikian TELAH TERJADI PENYETORAN PPN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG. Hal ini
10
bisa dilakukan dengan PEMINDAHBUKUAN yang dilanjutkan dengan PEMBETULAN SPT MASA PPN MASA
yang bersangkutan.
Atas hasil pemindahbukuan yang disetujui, dapat diperhitungkan dengan pembayaran PPN masa pajak berikutnya
atau Masa-Masa Pajak berikutnya.

DASAR KETENTUAN :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/KMK.04/1991 TENTANG TATA


CARA PEMBAYARAN PAJAK MELALUI PEMINDAHBUKUAN :

Pasal 1

Yang dimaksud dengan pajak dalam Keputusan ini adalah Pajak Penghasilan, serta Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Pasal 2

(1) Pembayaran utang pajak, termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan, dapat dilakukan melalui
perhitungan dengan kelebihan pembayaran pajak atau bunga yang diterima atau melalui perhitungan dengan
setoran pajak yang lain atas nama Wajib Pajak yang sama atau Wajib Pajak lain.
(2) Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinamakan pemindahbukuan (PBK).
(3) Yang dimaksud dengan bunga yang diterima oleh Wajib Pajak dalam Keputusan ini adalah bunga yang
diperoleh Wajib Pajak dari Pemerintah karena keterlambatan pengembalian pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang tercantum dalam Surat
Keputusan Pemberian Bunga Atas Kelambatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPB).

Pasal 3

Pemindahbukuan meliputi :
(1) Pemindahbukuan karena adanya kelebihan pembayaran pajak atau telah dilakukan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang berdasarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak atau surat keputusan
lainnya yang menyebabkan timbulnya kelebihan pembayaran pajak.
(2) Pemindahbukuan karena adanya pemberian bunga kepada Wajib Pajak akibat kelambatan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(3) Pemindahbukuan karena diperolehnya kejelasan Surat Setoran Pajak (SSP) yang semula diadministrasikan
dalam Bermacam-macam Penerimaan Pajak (BPP).
(4) Pemindahbukuan karena salah mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) baik menyangkut Wajib Pajak sendiri
maupun Wajib Pajak lain.
(5) Pemindahbukuan karena adanya pemecahan setoran pajak yang berasal dari Surat Setoran Pajak.
(6) Pemindahbukuan karena adanya pelimpahan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangka impor atas dasar inden
sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/ 1990 tentang Pajak Penghasilan Pasal
22, Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk kegiatan usaha di bidang
impor atas dasar inden.

Pasal 4

(1) Untuk dapat melakukan perhitungan dan atau pembayaran pajak melalui pemindahbukuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak up.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat, kecuali pemindahbukuan dalam rangka pelaksanaan Pasal 11 ayat 1
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983.
(2) Atas pelaksanaan pemindahbukuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan bukti pemindahbukuan
(bukti PBK).

12. Kushendra (PKP) supplier peralatan kantor memiliki 5 pelanggan tetap yang semuanya juga telah dikukuhkan
sebagai PKP. Dalam bulan September 2009, Kushendra juga telah melakukan penjualan ritel ke pembeli akhir
(orang pribadi). Pernyataan yang benar berdasarkan informasi tersebut....
a. Atas seluruh penyerahan yang dilakukan, Kushendra wajib membuat faktur pajak
b. Atas seluruh penyerahan yang dilakukan, Kushendra wajib membuat faktur pajak estándar
c. Atas penyerahan ritel Kushendra cukup membuat kuitansi penerimaan uang karena fungsinya sama dengan
faktur pajak sederhana.
d. Atas penyerahan ritel Kushendra dapat membuat fakiur pajak sederhana gabungan.

Jawaban : A.
Atas seluruh penyerahan yang dilakukan, Kushendra wajib membuat faktur pajak

ANALISA KASUS BERDASARKAN CERITA DI SOAL :

11
Kushendra (PKP) supplier peralatan kantor memiliki 5 pelanggan tetap yang semuanya juga telah dikukuhkan sebagai
PKP. Dalam bulan September 2009, Kushendra juga telah melakukan penjualan ritel ke pembeli akhir (orang pribadi).
Penyerahan kepada pelanggan tetap yang sudah PKP - Kushendra WAJIB MEMUNGUT PPN DAN WAJIB
TERBITKAN FAKTUR PAJAK (STANDAR).
Penyerahan kepada pembeli akhir (orang pribadi) - Kushendra WAJIB MEMUNGUT PPN DAN WAJIB
TERBITKAN FAKTUR PAJAK (dapat SEDERHANA).
Dibandingkan dengan pilihan B / C / D, maka yang paling tepat adalah A -  WAJIB TERBIT FAKTUR PAJAK,
masalah apakah terbit Faktur Pajak Standar atau Sederhana, tergantung kondisi pihak rekanan.

DASAR KETENTUAN :

Pasal 13 UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

"Pasal 13

(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c.
(2) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat membuat satu
Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa
Kena Pajak yang sama selama sebulan takwim.
(3) Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak,
Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
(4) Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu sebagai Faktur Pajak.
(7) Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana yang persyaratannya ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak."

Kep-524/PJ./2000 jo. KEP-128/PJ./2004 Tentang SYARAT-SYARAT FAKTUR PAJAK SEDERHANA :


"Pasal 1
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir,
atau
b. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima
Jasa Kena Pajak yang nama, alamat atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui, dapat membuat Faktur
Pajak Sederhana."
Pasal 2
Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak;
b. Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan;
c. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak
Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.
Pasal 3
(1) Tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak tersebut
di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlakukan sebagai Faktur
Pajak Sederhana, yaitu :
a. bon kontan,
b. faktur penjualan,
c. segi cash register,
d. karcis,
e. kuitansi, atau
f. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
(2) Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan Faktur
Pajak yang tidak lengkap.
(3) Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.
"Pasal 4
(1) Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak atau pada
saat pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.
(2) Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu :
- Lembar ke-1 : untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak.

12
- Lembar ke-2 : untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Sederhana.
(3) Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat dalam rangkap 2 (dua) atau lebih dalam hal Faktur Pajak Sederhana
tersebut dibuat dalam 1 (satu) lembar yang terdiri dari 2 (dua) atau lebih bagian atau potongan yang disediakan
untuk disobek atau dipotong.
(4) Faktur Pajak Sederhana lembar kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa rekaman Faktur Pajak
Sederhana dalam bentuk media elektronik yaitu sarana penyimpanan data, antara lain : diskette, Digital Data
Storage (DDE) atau Digital Audio Tape (DAT) dan Compact Disc (CD)."

13. Pada tanggal 21 Mei 2009 Amira (PKP) menerima komisi dan Aby Inc. USA atas jasanya mencarikan supplier di
Indonesia yang dapat memasok bahan baku untuk Aby Inc. di USA. Aby Inc. adalah pernsahaan yang berdomisili
di USA dan tidak memiliki BUT di Indonesia. Berdasarkan informasi tersebut, maka pernyataan yang benar
adalah:
a. Jasa yang dilakukan oleh Amira tidak terntang PPN karena jasa yang dilakukan termasuk non JKP
b. Jasa yang dilakukan oleh Amira tidak temtang PPN karena penjual selaku penerima jasa berada di luar
daerah pabean dan tidak memiliki BUT di Indonesia
c. Jasa yang dilakukan oleh Amira temtang PPN karena termasuk kedalam penyerahan JKP dan pembeli BKP
berada di dalam daerah pabean
d. Tidak adajawaban yang benar

Jawaban : B.
Jasa yang dilakukan oleh Amira tidak temtang PPN karena penjual selaku penerima jasa berada di
luar daerah pabean dan tidak memiliki BUT di Indonesia.

ANALISA KASUS BERDASARKAN CERITA DI SOAL :


Dari cerita soal di atas, jelaslah penyerahan yang dilakukan oleh Amira merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak ke Luar
Daerah Pabean/Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).
Saat soal ini dibuat (dan mengacu pada soal), belum diberlakukan ketentuan Ekspor JKP merupakan Objek PPN. Baru
Per 1 April 2010 Ekspor JKP diatur terutang PPN walaupun masih JKP Tertentu yang terutang PPN.

DASAR KETENTUAN :
Tentang Objek Pajak PPN Diatur Dalam Pasal 4, 16C, 16D UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU Nomor 18 Tahun 2000
tentang PPN

"Pasal 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."
"Pasal 16C
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan
tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan."
"Pasal 16D
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula
aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya
dapat dikreditkan."

Dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai objek PPN di atas, tidak disebutkan adanya penyerahan JASA
KENA PAJAK KE LUAR DAERAH PABEAN/KE LUAR NEGERI. Dengan demikian, penyerahan jasa yang
dilakukan oleh Ita Hayati (PKP) TIDAK TERUTANG PPN.

14. Pada tanggal 20 Januari 2009, Add menerima nota retur Rp3.000.000 tertanggal 18 Januari 2009 dad PT Bankas
atas Faktur Pajak nomor 010.000.08.00000036 yang diterbitkan pada tanggal 30 November 2008 dengan nilai
tagihan Rp3.000.000. Nota retur diterbitkan karena PT Bankas mengembalikan seluruh barang yang dibelinya
karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Berdasarkan informasi tersebut maka pernyataan yang
benar adalah…
a. Adel wajib menerbitkan faktur pajak pengganti tertanggal 18 Januari 2009 dan dilaporkan di SPT masa PPN
masa pajak Januari 2009.
b. Baik Adel dan PT Bankas wajib melakukan pembetulan SPT masa PPN masa pajak November 2008, karena
terjadi pembatalan transaksi oleh PT Bankas.
c. Nota retur dilaporkan dalam SPT masa PPN masa pajak November 2008 oleh Add sebagai pengurang pajak
keluaran dan oleh PT Bankas dilaporkan sebagai pengurang pajak masukan masa pajak Januari 2009.
13
d. Nota retur dilaporkan dalam SPT masa PPN masa pajak Januari 2009 oleh Add sebagai pengurang pajak
keluaran dan oleh PT Bankas dilaporkan sebagai pengurang pajak masukan masa pajak Januari 2009.

Jawaban : D.
Nota retur dilaporkan dalam SPT masa PPN masa pajak Januari 2009 oleh Add sebagai
pengurang pajak keluaran dan oleh PT Bankas dilaporkan sebagai pengurang pajak masukan
masa pajak Januari 2009.

ANALISA KASUS BERDASARKAN CERITA DI SOAL :

Adel menerima nota retur Rp 3.000.000 tertanggal 18 Januari 2009 dari PT Bankas atas Faktur Pajak nomor
010.000.08.00000036 yang diterbitkan pada tanggal 30 November 2008 dengan nilai tagihan Rp 3.000.000. Nota retur
diterbitkan karena PT Bankas mengembalikan seluruh barang yang dibelinya karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan.
Karena adanya Nota Retur (dikarenakan pengembalian barang) yang diterbitkan oleh Pembeli akan mengurangi penjualan
sehingga akan mengurangi juga PAJAK KELUARAN bagi PKP Penjual.
Kebalikannya Nota Retur akan mengurangi pembelian sehingga akan mengurangi juga PAJAK MASUKAN bagi PKP
Pembeli.
Nota Retur dilaporkan sesuai dengan Masa Nota Retur (Bulan Diterbitkannya Nota Retur), tanpa adanya pembetulan.

DASAR KETENTUAN :

Penjelasan Pasal 1A Huruf g UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

Huruf g
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang
bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan
Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan
diputuskan untuk dikembalikan
kepada pemilik Barang Kena Pajak, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai
pengembalian Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A
Undang-undang ini.

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 596/KMK.04/1994 TENTANG TATA


CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
UNTUK BARANG KENA PAJAK YANG DIKEMBALIKAN
Pasal 1
(1) Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh pembeli mengurangi :
a. Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjual sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak
tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
b. Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, sepanjang Pajak Masukannya dapatdikreditkan dan telah
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
c. Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukannya tidakdapat dikreditkan dan
telah dikapitalisasi atau telah dibebankan sebagai biaya;
d. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak.
(2) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan
pembeli mengurangi :
a. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan
menyerahkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah, sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang
Kena Pajak Yang tergolong Mewah tersebut telahdilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai;
b. Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli;
c. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 2
(1) Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak dilakukan, apabila Barang
Kena Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun
harganya, oleh Pengusaha Kena Pajak penjual Barang Kena Pajak tersebut.
(2) Pengurangan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) tidak dilakukan,
apabila Barang Kena Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah
fisik, jenis maupun harganya, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan menyerahkan Barang Kena Pajak
tersebut.
Pasal 3
(1) Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur
kepada Pengusaha Kena Pajak penjual.
(2) Atas pengembalian Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat tidak dibuat Nota retur.
(3) Nota Retur sekurang-kurangnya mencantumkan :
a. Nomor urut;
b. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
c. Nama, alamat dan NPWP pembeli;
d. Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur

14
Pajak;
e. Macam, jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
f. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
g. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan;
h. Tanggal pembuatan Nota retur;
i. Tanda tangan pembeli.
(4) Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur.
(5) Nota Retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua)
yaitu :
- Lembar ke-1 : untuk Pengusaha Kena Pajak penjual;
- Lembar ke-2 : untuk arsip pembeli.
(6) Nota Retur harus dibuat dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena
Pajak.
(7) Bentuk dan ukuran Nota Retur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disesuaikan dengan kebutuhan
administrasi pembeli atau dapat dibuat seperti contoh dalam lampiran Keputusan ini.
Pasal 4
(1) Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah oleh Pengusaha Kena Pajak penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a
dilakukan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.
(2) Dalam hal Nota Retur belum dapat diperhitungkan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dibuatnya Nota
Retur, maka Nota Retur dapat diperhitungkan dalam Masa pajak diterimanya Nota Retur tersebut.
(3) Pengurangan Pajak Masukan, atau pengurangan harta, atau pengurangan biaya, oleh pembeli sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 dilakukan dalam Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 12/PJ.54/1995 TENTANG TATA CARA
PENGURANGAN PPN ATAU PPN DAN PPn BM UNTUK BARANG KENA PAJAK YANG DIKEMBALIKAN (SERI
PPN 11-95)

Sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21
Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan PPN Dan PPn BM Untuk Barang Kena Pajak Yang Dikembalikan, bersama
ini disampaikan penegasan sebagai berikut :
1. Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh pembeli mengurangi :
a. Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjual, sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak
tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Yang dimaksud dengan
Faktur Pajak adalah Faktur Pajak Standar, atau Faktur Pajak Sederhana;
b. Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, sepanjang Pajak Masukannya dapat dikreditkan dan telah
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
c. Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan dan
telah dikapitalisasi atau telah dibebankan sebagai biaya;
d. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak.
2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan
oleh pembeli mengurangi :
a. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan
menyerahkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah, sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut telah tercantum dalam Faktur Pajak Standar dan telah dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
b. Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak yang bertindak sebagai pembeli;
c. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak.

3. Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai tersebut pada butir 1 tidak dilakukan, apabila Barang Kena Pajak yang
dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah phisik, jenis maupun harganya, oleh
Pengusaha Kena Pajak penjual Barang Kena Pajak tersebut.
4. Pengurangan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut pada butir 2 tidak dilakukan, apabila Barang Kena Pajak
yang dikembalikan itu diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah phisik, jenis maupun
harganya oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan menyerahkan Barang Kena Pajak tersebut.
5. Dalam hal terjadi pengembalian Barang Kena Pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur
kepada Pengusaha Kena Pajak penjual.
6. Atas pengembalian Barang Kena Pajak tersebut pada butir 3 dan butir 4 dapat tidak dibuat Nota Retur.
7. Nota Retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan :
a. Nomor urut;
b. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
c. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
d. Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur
Pajak;
e. Macam, jenis, kuantum, dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
f. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
g. Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan;
h. Tanggal Pembuatan Nota Retur;
i. Tanda tangan pembeli.
8. Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada butir 7, maka tidak

15
dapat diperlakukan sebagai Nota Retur sehingga tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak
Masukan, atau harta, atau biaya, bagi pembeli.
9. Nota Retur tersebut pada butir 5 dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu :
- Lembar ke-1 : untuk Pengusaha Kena Pajak penjual;
- Lembar ke-2 : untuk arsip pembeli.
10. Nota Retur harus dibuat dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian
Barang Kena Pajak.
11. Bentuk dan ukuran Nota Retur tersebut pada butir 7 dapat disesuaikan dengan kebutuhan administrasi pembeli atau
dapat dibuat seperti contoh yang tercantum dalam lampiran Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994.
12. Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah oleh Pengusaha Kena Pajak penjual tersebut pada butir 1 huruf a dan butir 2 huruf a dilakukan dalam Masa
Pajak yang sama dengan Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.
13. Dalam hal Nota Retur belum dapat diperhitungkan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dibuatnya Nota
Retur, maka Nota Retur dapat diperhitungkan dalam Masa Pajak diterimanya Nota Retur tersebut.
14. Pengurangan Pajak Masukan, atau pengurangan harta, atau pengurangan biaya oleh pembeli tersebut pada butir 1 dan
butir 2 dilakukan dalam Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.
15. Tidak berlebihan kiranya bila ditegaskan bahwa atas pengembalian Barang Kena Pajak yang terjadi masih dalam
Masa Pajak yang sama dengan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, tidak harus ditatausahakan sebagai
pengembalian Barang Kena Pajak dalam pengertian Surat Edaran ini, melainkan dapat ditatausahakan sebagai
pembatalan dan/atau perbaikan atas penyerahan berikut Faktur Pajak yang bersangkutan. Namun, apabila Pengusaha
Kena Pajak yang bersangkutan
menghendaki, Pengusaha Kena Pajak dapat juga memperlakukan pengembalian pada Masa Pajak yang sama dengan
Masa Pajak terjadinya penyerahan tersebut sebagai pengembalian yang ditatausahakan sesuai dengan Surat Edaran ini.
Sebagai konsekuensinya, baik penyerahan maupun pengembalian atas penyerahan tersebut kedua-duanya harus
dilaporkan dalam Masa Pajak yang sama.

15. Eddy (PKP) menjalankan usaha penjualan sapi potong dan jasa penggemukan sapi potong. Pada tanggal 7 Maret
2009, Eddy menyerahkan 2 ekor sapi potong ke Deddy dengan harga Rp20.000.000 dan menerima pembayaran
uang muka jasa penggemukan sapi dad PT Happy Cow (PKP) Rp35.000.000. Atas transaksi tersebut, kewajiban
Eddy adalah...
a. Memungut PPN yang terutang atas penyerahan 2 ekor sapi Rp2.000.000 dan uang mukajasa penggemukan
sapi Rp3.500.000. Eddy juga wajib menerbitkan faktur pajak standar atas transaksi tersebut.
b. Memungut PPN yang terutang hanya atas uang muka jasa penggemukan sapi Rp3.500.000 dan menerbitkan
faktur pajak standar hanya atas penyerahan uang muka penggemukan sapi.
c. Memungut PPN yang terutang atas uang muka jasa penggemukan sapi Rp3.500.000 dan menerbitkan faktur
paj ak standar hany / atas penyerahan uang muka penggemukan sapi. Untuk penyerahan 2 ekor sapi potong
Eddy dapat menerbitkan faktur pajak sederhana.
d. Tidak ada PPN yang hams dipungut oleh Eddy karena atas penyerahan sapi potong dan jasa penggemukan
sapi PPN yang temtang dibebaskan.

Jawaban : C.
Memungut PPN yang terutang atas uang muka jasa penggemukan sapi Rp3.500.000 dan
menerbitkan faktur paj ak standar hany / atas penyerahan uang muka penggemukan sapi. Untuk
penyerahan 2 ekor sapi potong Eddy dapat menerbitkan faktur pajak sederhana.

ANALISA KASUS BERDASARKAN CERITA DI SOAL :

Eddy (PKP) menjalankan usaha penjualan sapi potong dan jasa penggemukan sapi potong.
PENYERAHAN SAPI POTONG - Terutang PPN Dengan Fasilitas PPN Dibebaskan - TETAP TERBIT FAKTUR
PAJAK PENYERAHAN JASA PENGGEMUKAN SAPI - Terutang PPN Tanpa Fasilitas - TERBIT FAKTUR PAJAK.
Penyerahan kepada pihak yang identitas lengkap : FAKTUR PAJAK STANDAR.
Penyerahan kepada pihak yang identitas tidak lengkap atau konsumen akhir : FAKTUR PAJAK SEDERHANA.
Termasuk penyerahan yang diterbitkan Faktur Pajak adalah pada saat pembayaran diterima lebih dahulu sebelum terjadinya
penyerahan (uang muka).

DASAR KETENTUAN :
Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :
"Pasal 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."

Pasal 13 UU Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 18 Tahun 2000 :

16
"Pasal 13
(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c.
(2) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat membuat satu Faktur
Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
yang sama selama sebulan takwim.
(3) Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, Faktur
Pajak dibuat pada saat pembayaran.
(4) Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu sebagai Faktur Pajak.
(7) Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana yang persyaratannya ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak."

Kep-524/PJ./2000 jo. KEP-128/PJ./2004 Tentang SYARAT-SYARAT FAKTUR PAJAK SEDERHANA :


"Pasal 1
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, atau
b. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa
Kena Pajak yang nama, alamat atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui, dapat membuat Faktur Pajak
Sederhana."
Pasal 2
Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak;
b. Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan;
c. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan
Nilai dicantumkan secara terpisah;
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.
Pasal 3
(1) Tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak tersebut di
bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlakukan sebagai Faktur Pajak
Sederhana, yaitu :
a. bon kontan,
b. faktur penjualan,
c. segi cash register,
d. karcis,
e. kuitansi, atau
f. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
(2) Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
merupakan Faktur Pajak yang tidak lengkap.
(3) Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.
"Pasal 4
(1) Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau JasaKena Pajak atau pada saat
pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.
(2) Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu :
- Lembar ke-1 : untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Sederhana.
(3) Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat dalam rangkap 2 (dua) atau lebih dalam halFaktur Pajak Sederhana tersebut
dibuat dalam 1 (satu) lembar yang terdiri dari 2 (dua) ataulebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau
dipotong.
(4) Faktur Pajak Sederhana lembar kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat beruparekaman Faktur Pajak
Sederhana dalam bentuk media elektronik yaitu sarana penyimpanandata, antara lain : diskette, Digital Data Storage
(DDE) atau Digital Audio Tape (DAT) dan Compact Disc (CD)."

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA
ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN
BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk

17
suku cadang;
b. makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
c. barang hasil pertanian;
d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; dan
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt;
2. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang :
a. pertanian, perkebunan dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari
sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah
proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
3. dihapus.
Pasal 2
(1) Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang diperlukan secara langsung dalam proses
menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b;
c. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d;
d. dihapus;
e. dihapus;
f. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c,dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang diperlukan secara langsung dalam proses
menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b;
c. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c;
d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf g; dan
h. listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus)watt sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf h, dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

BARANG HASIL PERTANIAN YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU
PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

18
NO KOMODITI PROSES JENIS BARANG
IV. PETERNAKAN
1. Sapi, Kerbau,
Kambing/domba,
babi dan ternak
lainnya
- Ternak dewasa - Tanpa diolah - Bakalan
- Disembelih, dikuliti, dipotong, - Ternak hidup
didinginkan, dibekukan, - Daging; segar/dingin/beku
dikemas/tanpa dikemas
- Karkas dan non karkas; segar/dingin/beku
- Kulit - Digarami, dikapur, diasamkan, atau - Jangat dan kulit mentah tidak disamak
diawetkan secara lain
- Buntut, lidah, - Digarami, direbus - Buntut, lidah, kikil, segar/kering/dingin/beku
kikil, tulang
- Hati dan jeroan - Digarami, direbus - Hati dan jeroan, segar/kering/dingin, beku
lainnya (edibel
offal)
2. Unggas (ayam, itik,
puyuh dan lain-lain)
- Unggas - Tanpa diolah - Unggas hidup
- Disembelih, dibersihkan, - Daging; segar/dingin/beku termasuk bulu
utuh/potongan,
bentuk segar maupun beku - Karkas dan non karkas; segar/dingin/beku,
termasuk jeroan dan tulang
- Telur - Dikumpulkan, dibersihkan,  - Telur berkulit segar/asin.
diasinkan,dikemas
3. Ternak Perah (Susu)
- Ternak perah Diperah, didinginkan, dipanaskan - Susu segar pasteurisasi tidak dipekatkan dan
(Susu) tidak mengandung tambahan gula tidak mengandung, tambahan gula/bahan
atau bahan lainnya, dikemas bahan pemanis lainnya; dingin
lainnya, dikemas/tidak dikemas.

STUDI KASUS

Amri Kurniawan mengelola usaha persewaan mobil dan penjualan mobil bekas di Jl. H. Jusin
No. 8 Jakarta, Kode Pos 12345, Telepon (021) 8401235. NPWP Amri Kurniawan adalah
24.123.456.7-009.000 dan telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tanggal 28 Januari 2008.
Nomor Kiasifikasi Lapangan Usaha (KLU) pemsahaan mi adalah 12345. Dalam bulan
Januari 2009, dapat dipetik transaksi-transaksi sebagai berikut:

Penyerahan BKP/JKP
1. 1 Januari 2009 Menjual 1 unit mobil sedan A dengan harga Rp140.000.000 kepada Tn. Amir.
2. 3 Januari 2009 Menerima pembayaran sewa 20 unit mobil dad PT Kran Baja (PKP) untuk pemakaian
tanggal 15 — 31 Desember 2008 Rp60.000.000.
3. 5 Januari 2009 Menerima pembayaran Rp l0.000.000 dad Tn. Bagus atas transaksi tukar tambah mobil
tanggal 5 Januari 2009. Mobil Tn Bagus dihargai Rp l00.000.000 sedangkan mobil dad
Amri dihargai Rpl 10.000.000.
4. 5 Januari 2009 Menjual 4 unit mobil jenis van ke PT Sintrans (PKP) @Rp 85.000.000.
5. 10 Januari 2009 Menerima Rp 90.000.000 dad PT Asuransi Jaya atas klaim kehilangan kendaraan pada
tanggal 2 Januari 2009.
6. 14 Januari 2009 Menjual tunai 1 unit mobil sedan kepada PT Kontan (PKP)
Rp 200.000.000. mobil tersebut adalah mobil titipan dan Tn. Oki. Dalam perjanjian, Tn
Oki meminta harga Rp 180.000.000 dan Tn Oki akan membayar 2% komisi untuk Amri.
Oleh karena itu dan pembayaran ke Tn Old, Amri langsung memotong komisi untuknya
Rp 3.600.000.
7. 17 Januari 2009 Menjual mobil sedan yang dipakai untuk kendaraan operasional Rp 75.000.000 kepada PT
Jambu (PKP)
8. 24 Januari 2009 Mengirimkan tagihan sebesar Rp 20.000.000 untuk sewa 4 unit kendaraan (@Rp
5.000.000) kepada PT Pribadi (PKP) untuk periode pemakaian 20 Desember 2008 s.d. 20
Januari 2009. Satu dan keempat mobil tersebut adalah milik Tn. Aji yang dititipkan untuk
disewakan. Bagian Tn Aji adalah Rp 3.500.000 (setelah dipotong komisi Rp 500.000)
9. 26 Januari 2009 Menginim 1 unit mobil ke Tn. Amir dengan harga Rp120.000.000. Tn Amir melakukan
pembelian secara cicilan kepada Amni, dengan uang muka ketika pengiriman Rp
20.000.000. Pembayaran selanjutnya akan dicicil 5 kali mulai tanggal 1 Maret 2009.

19
10. 31 Januari 2009 Menenima pelunasan pembayaran dani Tn Agus Rp l0.000.000 atas pembelian 1 unit
mobil tanggal 10 Desember 2008.

Pembelian BKP I Perolehan JKP


1. 5 Januani 2009 Menenima 1 unit mobil sedan dan Tn. Chandra untuk dijualkan dengan harga
Rp150.000.000.
2. 8 Januani 2009 Membayar ongkos perbaikan mobil yang disewakan kepada PT Sumber Ban (PKP)
Rp12.000.000
3. 14 Januari 2009 Membayar ongkos pengecatan mobil yang akan dijual kembali kepada PT Kinclong (PKP)
Rp 7.000.000
4. 17 Januari 2009 Membayar Sewa gedung showroom mobil bekas dan mobil sewaan untuk periode 1
Januari 2009 s.d. 31 Januari 2009 Rp 120.000.000 kepada PT Graha Sarana (PKP).
5. 22 Januani 2009 Membayar gaji tenaga marketing Rp15.000.000,-
6. 28 Januani 2009 Membayar jasa salon mobil untuk barang dagangan kepada PT Kwik Klin Rp 8.000.000

Permasalahan:
Anda diminta oleh Amri untuk menghitung berapa PPN kurang/(lebih) bayar masa pajak Januari 2009.

20

Anda mungkin juga menyukai