Abstract
This research aims to analyse the value relevance of actuarial gain and loss before and after the
adoption of PSAK 24 (2013 revision) on Employee Benefits. Prior to the adoption reporting
entity measured actuarial gain and loss using corridor approach, while in post-adoption period
this approach was prohibited and entities should charge the number to Other Comprehensive
Income. This study predicts that actuarial gain and loss figure is positively significant to the
entity’s capital market value. Using 73 listed companies under Kompas 100 index during 2013-
2015, the regression analysis confirms the prediction that actuarial gain and loss number is
positively significant to the capital market value. However, the value relevance before the
adoption (corridor approach) is higher than after the adoption. Thus the prohibition of corridor
approach has not improved the quality of financial information.
Keywords : Employee Benefits, Corridor Approach, Value Relevance, PSAK 24
1. Pendahuluan
Suatu perusahaan melakukan kegiatan produksi tujuannya adalah untuk mencapai laba. Laba
dapat mencerminkan suatu kondisi perusahaan, dimana para investor ataupun pihak lainnya
memerlukan informasi tersebut yang dapat dilihat dari Laporan Keuangan perusahaan. Informasi
akuntansi harus membuat perbedaan dalam sebuah keputusan. Jika tidak mempengaruhi keputusan,
maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan terhadap keputusan yang diambil. Informasi yang
relevan akan membantu pemakai membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian masa lalu, masa
kini dan masa depan; yaitu, memiliki nilai prediktif. Informasi yang relevan juga membantu pemakai
menjustifikasi atau mengoreksi ekspektasi atau harapan masa lalu; yaitu, memiliki nilai umpan balik.
Agar relevan, informasi juga harus tersedia kepada pengambil keputusan sebelum informasi tersebut
Komponen penting dalam laporan keuangan yang seringkali dijadikan sebagai alat untuk
menginformasikan kinerja perusahaan adalah laba dan nilai buku. Laba memiliki nilai relevansi bila
secara statistik berhubungan dengan harga saham: penurunan dan peningkatan laba berhubungan
dengan penurunan atau kenaikan harga saham. Demikian halnya dengan nilai buku, relevansi nilai buku
berasal dari perannya sebagai suatu proksi untuk nilai adaptasi dan nilai penolakan (Burgstahler dan
Dichev, 1997).
Untuk mencapai laba yang diharapkan, suatu perusahaan harus menggunakan sumber daya yang
mereka miliki secara optimal. Salah satu sumber daya yang perusahaan miliki adalah tenaga kerja,
dimana tenaga kerja merupakan kebutuhan yang besar di setiap kegiatan atau usaha yang dilakukan
perusahaan. Sebagai pemberi kerja, perusahaan memiliki kewajiban untuk memenuhi hak para pekerja
yang dikenal dengan istilah imbalan kerja sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Di Indonesia jaminan hak dan kewajiban tenaga kerja diatur dalam Undang-
salah satu hak yang berhak didapat oleh para tenaga kerja adalah upah dan imbalan kerja.
Akuntansi yang terkait dengan imbalan kerja diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) Nomor 24 yang pertama pada tanggal 7 September 1994 yang mulai berlaku efektif
pada tahun 1995, dengan judul PSAK tersebut adalah “PSAK Nomor: Akuntansi Biaya Manfaat
Pensiun”. PSAK Nomor 24 ini telah berubah tiga kali yaitu pada tahun 2004, 2010, dan 2013. Pertama,
PSAK Nomor 24 direvisi pada 24 Juni 2004 yang berlaku efektif sejak 1 Juli 2004 dan diubah judulnya
menjadi “PSAK Nomor 24 : Imbalan Kerja” dengan mengadopsi IAS 19 (revised 2001) tentang
“Employee Benefit”.
Prinsip dasarnya adalah PSAK Nomor 24 Imbalan Kerja (revisi 2004) mengharuskan perusahaan
untuk mengakui kewajiban jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalan
kerja yang akan dibayarkan dimasa depan, dan beban jika perusahaan menikmati manfaat ekonomis
yang dihasilkan dari jasa yang berhak memperoleh imbalan kerja. Sedangkan dalam PSAK Nomor 24
sebelum direvisi, konsep pengakuan beban adalah pada saat pembayaran (karyawan putus hubungan
kerja).
Kedua, pada tahun 2009 IASB (International Accounting Standards Board) mengeluarkan revisi
IAS 19 tentang Employee Benefits. Dengan adanya konfergensi PSAK ke IFRS maka PSAK Nomor 24
(revisi 2004) juga direvisi hingga menghasilkan PSAK Nomor 24 (revisi 2010) yang mulai efektif 1
Januari 2012. Adapun perbedaan terbesar dari revisi PSAK Nomor 24 (revisi 2004) dengan PSAK
Nomor 24 (revisi 2010) adalah pada Keuntungan dan Kerugian Aktuarial, yaitu pada komponen
perubahan Nilai Kini Kewajiban yang disebabkan karena adanya perbedaan antara asumsi yang
digunakan pada perhitungan sebelumnya dengan realisasi yang terjadi tahun ini, atau karena adanya
perubahan estimasi/asumsi. Pada PSAK Nomor 24 (revisi 2004) Keuntungan dan Kerugian Aktuarial
ini biasanya ditangguhkan sementara (belum diakui) apabila akumulasinya dari tahun ke tahun belum
mencapai 10% dari Nilai Kini Kewajiban atau Nilai wajar Aset program; dan baru diakui sebagai
komponen Beban dalam Laporan Laba Rugi yaitu sebesar amortisasinya apabila akumulasinya sudah
besar (sudah lebih dari 10% Nilai Kini Kewajiban atau Nilai Wajar Aset Program). Pada PSAK Nomor
24 (revisi 2010) perusahaan memiliki opsi untuk mengakui Keuntungan dan Kerugian Aktuarial dengan
Perubahan ketiga yang ada saat ini telah terbit PSAK Nomor 24 (revisi 2013) yang merupakan
adopsi dari revisi IAS 19 per 1 Januari 2013 dan sudah mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari
2015. Didalam PSAK Nomor 24 (revisi 2013) terdapat beberapa perubahan dari peraturan sebelumnya
yaitu PSAK Nomor 24 (revisi 2010). Perubahan yang signifikan dari PSAK Nomor 24 (revisi 2010)
menjadi PSAK Nomor 24 (revisi 2013) antara lain adalah pengakuan keuntungan dan kerugian
aktuarial, perubahan komponen imbalan pasti dan asset program, serta persyaratan pengungkapan.
Dalam PSAK Nomor 24 (revisi 2013) keuntungan dan kerugian aktuarial hanya diukur menggunakan
pendekatan tanpa koridor dengan menghapus peraturan lama yang memperbolehkan pemilihan metode
pengungkapan keuntungan dan kerugian aktuarial melalui koridor. Perubahan ini disebabkan karena
Dalam metode pendekatan koridor perusahaan baru akan mengakui keuntungan dan kerugian
aktuarial, berdasarkan akumulasi keuntungan/kerugian dari periode sebelumnya melebihi batas 10%
dari nilai kini imbalan pasti (sebelum dikurangi asset program) dan 10% dari nilai wajar asset program
pada tanggal tersebut (PSAK Nomor 24 (revisi 2010),paragraf 97). Sedangkan bila perusahaan
menggunakan pendekatan tanpa koridor maka perusahaan dapat menggunakan metode sistematis
lainnya yang menghasilkan pengakuan keuntungan dan kerugian aktuarial yang lebih cepat pada
periode terjadinya keuntungan/kerugian aktuarial, yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain
(PSAK Nomor 24 (revisi 2010): paragraf 99). Tetapi dalam PSAK Nomor 24 revisi 2013 pengakuan
keuntungan dan kerugian aktuarialnya hanya diperbolehkan melalui pendekatan tanpa koridor, yakni
seluruh keuntungan dan kerugian aktuarial langsung diakui di pendapatan komprehensif lain.
Pendapatan komprehensif lain terdapat dalam laporan laba rugi yang termasuk dalam bagian laporan
keuangan perusahaan tepatnya laporan laba rugi komprehensif yang diatur dalam PSAK Nomor 1
Pada PSAK 24 (revisi 2010) pengakuan keuntungan dan kerugian aktuarial diperbolehkan
menggunakan pendekatan koridor berarti pada saat implementasi PSAK 24 (revisi 2013) liabilitas neto
(aset) akan mengalami kenaikan signifikan karena kerugian aktuarial atau akibat penurunan pada
keuntungan aktuarial setelah adopsi dan peningkatan ketidakstabilan pada penghasilan komprehensif
lain mengalami voltalitas karena keuntungan dan kerugian sebelumnya dibebankan pada laba rugi akan
dipindahkan ke penghasilan komprehensif lain. Dengan adanya peningkatan dan penurunan pada
penghasilan komprehensif lain memberikan dampak pada ekuitas perusahaan. Bila terjadi peningkatan
kerugian penghasilan komprehensif lain memberikan kerugian bagi pemilik saham dan kepentingan
non pengendali karena dengan adanya peningkatan maka laba komprehensif yang dapat diatribusikan
ke pemilik saham dan kepentingan non pengendali menurun dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena
penghasilan komprehensif lain mempengaruhi laba komprehensif tahun berjalan dimana semakin tinggi
kerugian penghasilan komprehensif lain maka laba yang diatribusikan semakin menurun. (Witjaksono,
Berdasarkan Azza Nadia (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Penerapan PSAK 24 (Revisi 2010) tentang Imbalan Kerja Terhadap Koefisien Respon Laba”
Perusahaan yang terdaftar di BEI yang termasuk dalam kategori Kompas100 kecenderungan emiten
memilih menggunakan metode pendekatan koridor. Dalam kategori Kompas 100 periode Februari
2011– Januari 2013 terdapat 67 perusahaan yang menggunakan metode pendekatan koridor.
Perusahaan yang memilih menggunakan metode pendekatan koridor cenderung dapat lebih
mengatur kapan pengakuan keuntungan dan kerugian aktuarial. Dikarenakan dalam metode pendekatan
koridor, keuntungan dan kerugian aktuarial ditangguhkan sementara (belum diakui) dan akumulasi
keuntungan dan kerugiannya dapat ditemukan diluar balance-sheet yang di mana hal tersebut mengarah
kepada pemerataan, contohnya pengakuan secara berkala, serta penurunan nilai laporan laba rugi dan
laporan posisi keuangan akibat perubahan dalam nilai keuntungan dan kerugian aktuarial. (Jan D.
Fasshauer, Martin Glaum, Donna L. Street;2008) Pada saat ini PSAK Nomor 24 (revisi 2013) sudah
berlaku efektif, sehingga perusahaan yang menggunakan metode pendekatan koridor harus mengubah
metode tersebut pada laporan keuangan ditahun 2015 dikarenakan didalam PSAK Nomor 24 (revisi
Kewajiban untuk menggunakan IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
(Listed Companies) merupakan salah satu perubahan paling signifikan dalam sejarah regulasi akuntansi
(Daske dkk, 2008). Regulator berharap bahwa penggunaan IFRS dapat meningkatkan komparabilitas
laporan keuangan, meningkatkan transparansi perusahaan dan kualitas pelaporan keuangan sehingga
menguntungkan investor. Belakangan ini muncul klaim yang menyatakan bahwa informasi akuntansi
yang diperoleh dari laporan keuangan telah kehilangan sebagian relevansinya bagi investor yang
diakibatkan oleh perubahan besar-besaran dalam perekonomian, yaitu dari perekonomian industrial ke
perekonomian berteknologi tinggi dan berorientasi jasa (Francis dan Schipper, 1999). Kegunaan
informasi akuntansi khususnya laba, arus kas, dan nilai buku, semakin memburuk karena dampak
perubahan operasi perusahaan dan perubahan kondisi perekonomian tidak terefleksi secara cukup dalam
sistem pelaporan sekarang (Lev dan Zarowin, 1999). Satu tanda hilangnya sebagian relevansi informasi
akuntansi adalah menurunnya value relevance dari tahun ke tahun (Arie Rahayu Hariani, 2006).
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum perubahan
penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) memiliki pengaruh terhadap nilai pasar perusahaan? (2)Apakah
keuntungan (kerugian) aktuarial setelah perubahan penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) memiliki
pengaruh terhadap nilai pasar perusahaan? (3) Apakah terdapat perbedaan antara relevansi nilai
keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum penerapan dengan setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
2. Landasan Teori
Didalam PSAK 24 (revisi 2010) perhitungan imbalan paska kerja untuk menentukan nilai kini
kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini terkait dan biaya jasa lalu (bila bisa diterapkan) menggunakan
metode project unit credit atau yang disingkat dengan PUC (PSAK 24 (revisi 2010), paragraf 69).
Metode PUC, disebut pula dengan metode imbalan yang diakui secara prorata sesuai jasa atau sebagai
metode imbalan atau tahun jasa, menganggap setiap periode jasa akan menghasilkan satu unit tambahan
imbalan dan mengukur setiap unit secara terpisah untuk menghasilkan kewajiban akhir (PSAK 24
(revisi 2010), paragraf 70). Metode PUC mensyaratkan perusahaan untuk mengatribusikan imbalan
pada periode kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan periode lalu (untuk menentukan nilai kini
Dalam melakukan perhitungan untuk imbalan pasca kerja program imbalan pasti, terutama untuk
menghitung nilai kini kewajiban pasti maka menggunakan asumsi aktuarial, yang mana perhitungannya
membutuhkan jasa aktuaris untuk melakukan perhitungan nilai-nilai aktuarialnya. Asumsi aktuaria
adalah suatu rangkaian estimasi yang digunakan dalam memperhitungkan manfaat pensiun yang
berkitan dengan perubahan pada masa yang akan datang yang mempengaruhi pembiayaan program
Asumsi aktuarial adalah estimasi terbaik entitas mengenai variabel yang akan menentukan total
a. Asumsi demografik mengenai karakteristik masa depan dari pekerja kini dan mantan pekerja (
dan tanggungan mereka) yang berhak atas imbalan. Asumsi demografik berhubungan dengan
hal-hal seperti: mortalitas, tingkat perputaran kerja, proporsi dari peserta program dengan
tanggungannya yang akan berhak atas imbalan, proporsi dari peserta program yang akan
memilih setiap bentuk opsi pembayaran yang tersedia berdasarkan persyaratan program, dan
b. Asumsi keuangan, berhubungan dengan hal-hal seperti: tingkat diskonto, level imbalan (tidak
termasuk setiap biaya atas imbalan yang harus dipenuhi pekerja, dan gaji masa depan), dalam
hal imbalan kesehatan, biaya kesehatan masa depan, termasuk biaya penanganan klaim (yaitu
biaya yang akan dikeluarkan dalam memproses dan menyelesaikan klaim, termasuk biaya
hukum dan penaksir tuntutan kerugian asuransi), dan pajak terutang oleh program iuran yang
terkait dengan jasa sebelum tanggal pelaporan atau atas imbalan yang dihasilkan jasa tersebut.
Keuntungan dan kerugian timbul akibat adanya penyesuaian perbedaan asumsi dan dampak perubahan
asumsi. Didalam PSAK 24 (Revisi 2010) perusahaan diperbolehkan memilih metode untuk mengakui
keuntungan dan kerugian aktuarial. Metode yang diperbolehkan antara lain adalah metode pendekatan
Teori signal menekankan pada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap
keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Teori ini menyatakan tentang bagaimana seharusnya
perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Informasi adalah unsur
penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan,
catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang
bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana efeknya. Informasi yang lengkap, relevan,
akurat dan tepat waktu sangat dibutuhkan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk
Relevansi nilai (value relevance) informasi akuntansi mempunyai arti kemampuan informasi
akuntansi untuk menjelaskan nilai perusahaan (Beaver,1968). Lev (1999) menyebutkan bahwa
relevansi nilai akuntansi dicirikan oleh kualitas informasi akuntansi. Francis dan Schipper (1999)
interpretasi konstruk relevansi nilai. Pertama, informasi laporan keuangan mempengaruhi harga saham
karena mengandung nilai intrinsik saham sehingga berpengaruh pada harga saham. Kedua, informasi
laporan keuangan merupakan nilai yang relevan bila mengandung variabel yang dapat digunakan dalam
model penilaian atau memprediksi variabel-variabel tersebut. Ketiga, hubungan statistik digunakan
untuk mengukur apakah investor benar-benar menggunakan informasi tersebut dalam penetapan harga,
sehingga nilai relevan diukur dengan kemampuan informasi laporan keuangan untuk mengubah harga
saham karena menyebabkan investor memperbaiki ekspektasinya. Terakhir, relevansi nilai diukur
dengan kemampuan informasi laporan keuangan untuk menangkap berbagai macam informasi yang
Penelitian relevansi nilai dirancang untuk menetapkan manfaat nilai-hilai akuntansi terhadap
penilaian ekuitas perusahaan. Relevansi nilai merupakan pelaporan angka-angka akuntansi yang
memiliki suatu prediksi berkaitan dengan nilai-nilai pasar ekuitas. Konsep relevansi nilai tidak terlepas
dari kriteria relevan dari standar akuntansi keuangan karena jumlah suatu angka akuntansi akan relevan
jika jumlah yang disajikan merefleksikan informasi-informasi yang relevan dengan penilaian suatu
perusahaan (Sekar Mayang Sari, 2004). Logikanya ialah, akuntansi memberikan informasi yang
mempresentasikan kinerja perusahaan, jika informasi akuntansi bermanfaat dan digunakan oleh
investor sebagai dasar dalam membuat keputusan, maka reaksi investor tersebut akan tercermin pada
harga saham. Oleh karena itu, relevansi nilai informasi akuntansi mencerminkan kemanfaatan informasi
tersebut untuk digunakan dalam pengambilan keputusan (Aulia dan Ulfi, 2010).
Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Lev (1989) menyatakan bahwa relevansi nilai
sangat erat hubungannya dengan kualitas laba, sehingga penggunaan reaksi pasar sekuritas untuk
mengukur kualitas laba mulai banyak digunakan. Salah satu informasi reaksi pasar sekuritas untuk
mengukur kualitas laba mulai banyak digunakan. Salah satu informasi reaksi pasar dapat dilihat dari
Laporan Keuangan yang dibuat oleh perusahaan (misalnya nilai buku dan laba perlembar saham/EPS).
Istilah relevansi nilai informasi akuntansi diturunkan dari teori surplus bersih (clean surplus theory)
yang menyatakan bahwa nilai perusahaan tercermin pada data-data akuntansi yang terdapat dalam
laporan keuangan (Fetham and Ohlson, 1995). Teori ini mengasumsikan bahwa investor memiliki
keyakinan dan preferensi yang homogen. Asumsi berikutnya adalah terdapat hubungan surplus bersih
antara ekuitas dan laba. Hubungan surplus bersih ini berarti bahwa seluruh perubahan ekuitas selain
yang berasal dari transaksi modal, berupa pembagian dividen atau penambahan modal, juga berasal dari
laba perusahaan. Penjelasan selanjutnya adalah bahwa kemampuan informasi akuntansi (khususnya
laba dan nilai buku) untuk menjelaskan besarnya nilai perusahaan dikenal dengan relevansi nilai
informasi akuntansi (Scott, 2003). Derajat kebermanfaatan akuntansi dapat diukur dengan adanya
perubahan harga dan volume perdagangan saham yang mengikut pengumuman informasi akuntansi
oleh perusahaan.
3. Metode Penelitian
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dan penelitian ini menggunakan
data yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan terpublikasi yang diperoleh dari website BEI
(www.idx.co.id) atau website resmi masing-masing perusahaan. Data sekunder ini dikumpulkan dari
tahun 2013 sampai dengan tahun 2015(time series) dan juga berupa cross section karena mencakup
beberapa perusahaan dengan industri yang beragam. Dengan adanya data time series dan cross section
dalam penelitian ini maka digunakan pooling data atau data panel.
Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan – perusahaan yang tergabung dalam Kompas
100 pada periode Februari 2013- Agustus 2015. Penarikan sampel (responden) dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel antara
1. Perusahaan terdaftar dalam indeks Kompas 100 pada periode Februari 2013- Agustus 2015.
2. Perusahaan yang telah mempublikasikan Laporan Keuangan tahun 2015 paling lambat pada
Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 73 perusahaan yang akan digunakan sebagai sampel penelitian.
Mengacu kepada latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat ditarik suatu hipotesis
Hipotesis 1 : Perubahan Keuntungan (Kerugian) Aktuarial sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
Hipotesis 2 : Perubahan Keuntungan (Kerugian) Aktuarial setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
Hipotesis 3 : Terdapat perbedaan relevansi nilai antara keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum
penerapan dengan setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) tentang Imbalan kerja.
menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression). Analisis linier berganda merupakan
analisa untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Berikut ini adalah model persamaan linier berganda yang dibuat dalam penelitian ini:
Ket:
Pit Harga saham perusahaan i pada tanggal terakhir terbit Laporan Keuangan
nstanta
β1-3 Koefisien regresi
APLit Keuntungan atau Kerugian Aktuarial perusahaan i pada tanggal t
Dan untuk mengukur seberapa besar peningkatan atau penurunan kualitas informasi akuntansi
akan diukur menggunakan nilai Adjusted R Square dengan membandingkan hasil dari sebelum dan
setelah penerapan. Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai
R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir seluruh informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan
mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu independen, maka R2 pasti meningkat tidak perduli
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu
banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana
model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel
independen ditambahkan kedalam model (Ghozali, 2011). Untuk memudahkan melakukan interpretasi
mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, penulis memberikan kriteria sebagai berikut
(Sarwono, 2006):
1 = Korelasi Sempurna
KD = r2 x 100%
Untuk mengetahui gambaran setiap variabel yang diteliti, maka dilakukan analisis deskriptif.
Dalam penelitian ini, analisis statistik deskriptif yang digunakan meliputi gambaran deskriptif, nilai
minimum, nilai maksimum, rata-rata, nilai standar deviasi, dan juga penjelasan keterangan perubahan
keuntungan (kerugian) aktuarial dari periode sebelum ke periode setelah penerapan PSAK 24 (Revisi
2013) tentang Imbalan Kerja, dimana pada periode sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
perusahaan menggunakan Metode Koridor sedangkan setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
Tabel 1.1
Statistik Deskriptif
Tabel 1 menyajikan statistik deskriptif variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam model
pengujian relevansi nilai. Sesuai dengan model harga (price model) yang dikembangkan Ohlson (1995),
variabel yang digunakan adalah harga saham, book value dan earnings per share. Harga saham pada
penelitian ini adalah harga saham pada tanggal pelaporan laporan keuangan. Statistik deskriptif tabel 1
menunjukkan peningkatan rata-rata harga saham sebelum periode penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
sebesar 3738,400 (dalam rupiah) menjadi 3763,552 (dalam rupiah) setelah penerapan PSAK 24 (Revisi
2013). Sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) harga saham tertinggi dimiliki oleh PT Gudang
Garam Tbk pada tahun 2014 sebesar Rp. 51.000/lembar. Nilai harga saham terendah dimiliki oleh PT
Exploitasi Energi Indonesia Tbk pada tahun 2014 sebesar Rp.75/lembar. Sedangkan setelah penerapan
PSAK 24 (Revisi 2013) harga saham tertinggi masih dimiliki oleh PT Gudang Garam Tbk sebesar
Rp.65.300/lembar dan harga saham terendahnya masih dimiliki oleh PT Exploitasi Energi Indonesia
Tbk sebesar Rp 67/lembar. Nilai harga saham yang memiliki simpangan baku yang sangat tinggi
menyebabkan distribusi data yang tidak normal. Sehingga harga saham ditransformasikan kedalam
bentuk logaritma natural (Ln).
Pada tabel 1, diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata APL1 pada indeks Kompas 100 sebelum
penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) adalah sebesar -7,739 dengan simpangan baku 31,369. Dimana, pada
data yang diambil dari perusahaan sampel, pada tahun 2013 terdapat 40 perusahaan yang mengalami
kerugian aktuarial dan 33 perusahaan yang mendapatkan keuntungan aktuarial dengan menggunakan
metode koridor. Sedangkan, pada tahun 2014 terdapat 47 perusahaan yang mengalami kerugian
aktuarial dan 26 perusahaan yang mendapatkan keuntungan aktuarial. Kerugian aktuarial tertinggi
dimiliki oleh PT Indomobil Sukses International Tbk sebesar -154,624 pada tahun 2013. Sedangkan,
Keuntungan aktuarial tertinggi dimiliki oleh PT Pacific Strategic Financial Tbk sebesar 83,515 pada
sebesar 7,35%.
Pada tabel 1, diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata APL2 pada indeks Kompas 100 setelah
penerapan adalah sebesar -3,814 dengan simpangan baku 56,120. Dimana pada data yang diambil dari
perusahaan sampel, pada tahun 2014* terdapat 51 perusahaan yang mengalami kerugian aktuarial dan
22 perusahaan yang mendapatkan keuntungan aktuarial dengan menggunakan metode tanpa koridor.
Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 23 perusahaan yang mengalami kerugian dan 50 perusahaan yang
mendapatkan keuntungan aktuarial. Kerugian aktuarial tertinggi dimiliki oleh PT Tifa Finance Tbk,
pada tahun 2015. Sedangkan keuntungan tertinggi dimiliki oleh PT Timah (Persero) Tbk sebesar
125,993 pada tahun 2015. Perubahan keuntungan (kerugian) aktuarial setelah penerapan rata-rata
perusahaan yang menggunakan metode tanpa koridor mengalami penurunan sebesar 103,09%.
Dengan menggunakan SPSS 19.0, diperoleh hasil estimasi regresi linier berganda dengan hasil
sebagai berikut :
Tabel 2
Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda Pengaruh APL1, BV dan EPS Terhadap Nilai Pasar
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model B Sig.
BV 0,000074 0,367
Persamaan regresi yang menjelaskan pengaruh dari APL1 terhadap nilai pasar perusahaan adalah
sebagai berikut:
1. Konstanta sebesar 6,769 ln atau Rp. 869,297 menunjukkan nilai prediksi rata-rata harga saham
2. Koefisien regresi untuk APL1 adalah sebesar -0,010 dengan koefisien bertanda negatif yang
menunjukkan setiap terjadi peningkatan APL1 dan variabel bebas lainnya diasumsikan konstan,
3. Koefisien regresi untuk BV adalah sebesar 0,000074 dengan koefisien bertanda positif
menunjukkan setiap terjadinya peningkatan nilai BV dan variabel bebas yang lainnya
diasumsikan konstan, diprediksikan akan meningkatkan harga saham sebesar 0,000074 ln.
4. Koefisien regresi untuk EPS adalah sebesar 0,002 dengan koefisien bertanda positif yang
menunjukkan setiap terjadinya peningkatan nilai EPS dan variabel bebas yang lainnya
diasumsikan konstan, diprediksikan akan meningkatkan harga saham sebesar 0,002 ln.
Hasil pengujian menggunakan program SPSS 19.0, disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3
Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Pada tabel 3 di atas, dapat dilihat nilai Adjusted R Square yang diperoleh adalah sebesar 0,491
yang artinya variabel independen yaitu Keuntungan (kerugian) aktuarial dengan menggunakan metode
koridor serta variabel kontrol yang terdiri dari book value dan earnings per share dapat menjelaskan
variabel nilai pasar perusahaan sebesar 49,1% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS 19.0, diperoleh hasil
Tabel 4
Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda Pengaruh APL2, BV dan EPS Terhadap Nilai
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Persamaan regresi yang menjelaskan pengaruh dari APL2 terhadap harga saham adalah sebagai
berikut:
1) Konstanta sebesar 6,707 ln atau Rp. 817,957 menunjukan nilai prediksi rata-rata harga saham
2) Koefisien regresi untuk APL2 adalah sebesar 0,010 dengan koefisien yang bertanda positif
yang menunjukan setiap terjadi peningkatan nilai APL2 dan variabel bebas yang lainnya
diasumsikan konstan, diprediksikan akan meningkatkan harga saham sebesar 0,003 ln.
3) Koefisien regresi untuk BV adalah sebesar 0,0001 dengan koefisien yang bertanda positif yang
menunjukan setiap terjadinya peningkatan nilai BV dan variabel bebas yang lainnya
diasumsikan konstan, diprediksikan akan meningkatkan harga saham sebesar 0,0001 ln.
4) Koefisien regresi untuk EPS adalah sebesar 0,001 dengan koefisien yang bertanda positif yang
menunjukan setiap terjadinya peningkatan nilai EPS dan variabel bebas yang lainnya
diasumsikan konstan, diprediksikan akan meningkatkan harga saham sebesar 0,001 ln.
Hasil pengujian menggunakan program SPSS 19.0, disajikan pada tabel berikut:
Tabel 5
Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Pada tabel 5 di atas, dapat dilihat nilai Adjusted R Square yang diperoleh adalah sebesar 0,425. Hasil
tersebut menunjukan jika APL2, BV dan EPS secara simultan memberikan kontribusi pengaruh sebesar
42,5% terhadap nilai pasar perusahaan, sedangkan (1-R2) 57,5% sisanya merupakan besar kontribusi
4.8 Pembahasan
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Relevansi Nilai informasi akuntansi
antara keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) dengan setelah
keuntungan (kerugian) aktuarial setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013). Pengujian dilakukan
terhadap 73 perusahaan yang terdaftar dalam indeks Kompas 100 BEI pada periode 2013-2015.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, peneliti terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik agar dapat
melihat dan menghasilkan model regresi yang tidak bias dan bebas dari masalah asumsi klasik. Uji
asumsi klasik yang dilakukan yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolonieritas
Pengujian hipotesis kemudian dilakukan dengan analisis regresi berganda dan juga membandingkan
Adjusted R2 antara sebelum penerapan dengan setelah penerapan. Setelah melakukan pengujian
hipotesis, maka peneliti melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan berdasarkan hasil uji
hipotesis.
Hipotesis Pertama
Setelah melakukan uji statistik menggunakan software spss 19.0, maka didapatkan hasil bahwa
keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) dengan menggunakan
book value dan earnings per share sebagai variabel kontrol menunjukkan model penelitian layak
dengan nilai F signifikan yang berarti secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar
perusahaan. Hasil pengujian dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa
keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) terhadap nilai pasar
perusahaan menunjukkan hasil dengan arah yang negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa informasi
keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum penerapan yang terdapat pada perusahaan akan menurunkan
nilai pasar perusahaan yang tercermin pada harga saham perusahaan yang beredar di pasar. Hal ini
dikarenakan kebanyakan perusahaan mengalami kerugian aktuarial berdasarkan data yang sudah diolah
terdapat 40 perusahaan pada tahun 2013 dan 47 perusahaan pada tahun 2014. Berikut grafik perusahaan
yang mengalami keuntungan (kerugian) aktuarial pada periode sebelum dan setelah perubahan
Gambar 1
Hasil pengujian selanjutnya adalah pada periode sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
selama dua tahun memiliki relevansi nilai informasi akuntansi yang cukup. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai Adjusted R2 sebesar 49,1%. Hal ini menunjukkan bahwa relevansi nilai informasi akuntansi dari
sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) telah cukup diserap oleh para pengguna informasi laporan
keuangan yang tercermin pada harga saham yang ada dipasar. Harga pasar tersebut mencerminkan nilai
Hipotesis Kedua
Setelah melakukan uji statistik menggunakan software spss 19.0, maka didapatkan hasil bahwa
keuntungan (kerugian) aktuarial setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) dengan menggunakan book
value dan earnings per share sebagai variabel kontrol menunjukkan model penelitian layak dengan nilai
F signifikan yang berarti secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil
pengujian dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa keuntungan (kerugian)
aktuarial sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) terhadap nilai pasar perusahaan menunjukkan
hasil dengan arah yang positif. Namun secara parsial keuntungan(kerugian) aktuarial tidak signifikan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa informasi keuntungan (kerugian) aktuarial setelah penerapan yang
terdapat pada perusahaan akan meningkatkan nilai pasar perusahaan yang tercermin pada harga saham
perusahaan yang beredar di pasar. Hal ini didukung dengan data yang diperoleh bahwa pada tahun
2014* hanya ada 22 perusahaan yang mendapatkan keuntungan aktuarial sedangkan pada tahun 2015
Hipotesis Ketiga
Pada hipotesis ketiga, penelitian difokuskan pada perbedaan nilai Adjusted R2. Jika nilai Adjusted
R2meningkat maka dapat disimpulkan bahwa informasi akuntansi meningkatkan relevansi nilainya.
Hasil yang didapatkan setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) nilai Adjusted R2mengalami
penurunan dari sebesar 49,1% menjadi sebesar 42,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa setelah penerapan
PSAK 24 (Revisi 2013) tentang Imbalan Kerja belum dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi.
Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak banyak menggunakan informasi akuntansi dalam
pengambilan keputusan untuk pembelian atau penjulan saham. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian
Van der Meulen (2007), Hung dan Subramayam (2007), serta Kampinis dan Hevas (2011)
menunjukkan informasi akuntansi yang telah disusun berdasar IFRS/IAS tidak lebih berkualitas
dibanding informasi yang disusun berdasar standar akuntansi sebelumnya. Hasil penelitian
Cahyonowati dan Ratmono (2012) juga menunjukkan hasil bahwa aplikasi standar berbasis IFRS di
Indonesia belum dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi. Namun hasil ini bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustavo Saraiva (2012) yang menunjukkan hasil bahwa dengan
menghapus metode koridor, informasi akuntansi lebih relevan. Begitu juga dengan hasil penelitian
Bartov dkk. (2005), Liu dan Liu (2007), Barth dkk (2008), serta Alali dan Foote (2012) menunjukkan
informasi akuntansi yang telah disusun berdasar IFRS/IAS lebih berkualitas dibandingkan informasi
5. Simpulan
5.1 Kesimpulan
Penelitian dilakukan untuk mencoba meneliti pengaruh keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum
dan setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) terhadap nilai pasar perusahaan studi dilakukan pada
perusahaan yang pernah terdaftar dalam indeks Kompas100. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
1. Secara simultan keuntungan (kerugian) aktuarial sebelum penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
dengan variabel kontrol nilai buku dan laba per saham berpengaruh secara signifikan terhadap
nilai pasar perusahaan pada perusahaan yang pernah terdaftar dalam indeks Kompas100 pada
penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nilai pasar
perusahaan pada perusahaan yang pernah terdaftar dalam indeks Kompas100 pada tahun
2013-2014.
2. Secara simultan keuntungan (kerugian) aktuarial setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013)
dengan variabel kontrol nilai buku dan laba per saham berpengaruh secara signifikan terhadap
nilai pasar perusahaan pada perusahaan yang pernah terdaftar dalam indeks Kompas100 pada
penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) berpengaruh positif namun tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai pasar perusahaan pada perusahaan yang pernah terdaftar dalam
metode tanpa koridor memiliki nilai relevansi yang lebih kecil dibandingkan dengan
menunjukkan bahwa pada hasil penelitian ini, metode tanpa koridor (sebelum penerapan)
tidak memiliki explanatory power yang lebih baik dibanding metode koridor (setelah
penerapan).
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Indeks Kompas 100 BEI selama
periode 2013-2015.
2. Penelitian ini hanya menggunakan model analisis relevansi nilai dengan model harga (price
model).
3. Pada periode perbandingan sebelum dan setelah penerapan PSAK 24 (Revisi 2013) , rentang
waktu penelitian hanya dilakukan dengan jangka waktu dua tahunan yaitu 2013-2014 dan 2014*-
2015.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka sebagai bahan pertimbangan agar
penelitian selanjutnya dapat memiliki hasil yang lebih baik terutama untuk mengatasi keterbatasan
dalam penelitian ini, peneliti mempunyai beberapa saran yang dapat diberikan pada peneliti selanjutnya.
1. Penelitian ini hanya berfokus pada sampel perusahaan Kompas100. Penelitian selanjutnya dapat
menambah jumlah dan kriteria sampel, terutama jumlah sampel perusahaan yang menggunakan
mempertimbangkan untuk menggunakan sampel pada seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia, atau berdasarkan kategori usahanya, sehingga lebih terlihat dampaknya dan agar
2. Peneliti selanjutnya dapat memperpanjang rentang waktu penelitian, agar dapat memberikan
3. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan penelitian untuk meneliti pengaruh PSAK lainnya.
Daftar Pustaka
Alali, F.A. & Foote, P.S. (2012). The Value Relevance Of International Financial Reporting Standards: Empirical
Evidence in an Emerging Market. The International Journal of Accounting, 47, 85108.
Aulia F. Rahman dan Oktaviana, Ulfi K. (2010). Masalah Keagenan Aliran Kas Bebas, Manajemen Laba dan
Relevansi Nilai Informasi Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi XIII, 1-25.
Barth, M. E., Landsman, W. R. & Lang, M. (2008). International Accounting Standards and Accounting Quality.
Journal of Accounting Research,46, 467-498.
Barth, Mary E., William H. Beaver, dan Wayne R. Landsman. 2001. The Relevance of the Value Relevance
Literature for Financial Accounting Standart Setting: Another View. Journal of Accounting and
Economics, 31, 1-41.
Bartov, E., Goldberg, S. & Kim, M. (2005). Comparative Value Relevance Among German, U.S. and International
Accounting Standards: A German Stock Market Perspective. Journal of Accounting, Auditing and Finance,
20, 95-119
Beaver,W. 1968. The Value Relevance of Annual Earnings Announcements. Journal of Accounting Research
(Supplement): 68-76.
Burgstahler, D,. And I. Dichev. 1997. Earnings Management to Avoid Earnings Buyout Offers, Journal of
Accounting and Economic, Vol 18, 1994.
Cahyonowati, Nur dan Dwi Ratmono. 2012. Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi. Journal
Akuntansi dan Keuangan. Vol. 14 No 2.
Daske, H., Hail, L, Leuz, C. & Verdi R. 2008. Mandatory IFRS Reporting Around The World: Early Evidence on
The Economic Consequences, Jurnal of Accounting Research, 46, 1085-1142.
Dewan Standar Akuntansi Indonesia. 2012. Standar Akuntansi Keuangan – PSAK No. 24 (Revisi 2010), Imbalan
Kerja. Jakarta: Salemba Empat.
Dewan Standar Akuntansi Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan – PSAK No. 24 (Revisi 2013), Imbalan
Kerja. Jakarta: Salemba Empat.
Djanegara, H. Moermahadi Soerja dan Siti Ita Rosita. 2008. Evaluasi Penerapan Akuntansi Imbalan Kerja dalam
Kaitannya Dengan Penyajian Laporan Keuangan, Studi Kasus Pada PT Astra Agro Lestari. Jurnal Ilmiah
Kesatuan, Vol. 10 No. 2, hlm. 74 – 80.
Francis,J. & K. Schipper., 1999.”Have Financial Statements Lost Their Relevance?”. Jurnal of Accounting
Research (Autumn): 319-352.
GA Feltham dan James A Ohlson. 1995. Valuation and clean surplus accounting for operating and financial
activities. Contempory Accounting Research; Spring 1995; 11,2; ABI/INFORM Globalpg. 689
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Pogram SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Dipenogoro.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Pogram IBM SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Dipenogoro.
Gitman, Lawrence J., Zutter, Chad J. 2012. Principle of Mangerial Finance 13th edition. Boston: Pearson Prentice
Hall.
Glaum, Martin. 2009. Pension accounting and research: a eview. Accounting and Business Research, Vol. 39 No.
3,p. 273-311.
Hariani, Arie Rahayu dan Moh Nashih, (2006). Value Relevance Laporan Keuangan di Indonesia dan Kaitannya
dengan Beban Iklan dan Promosi. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Universitas Airlangga.
Holthausen, R. W. Dan Ross L. Watts (2001). The relevance of the value relevance literature for financial
accounting standart setting. Journal of Accounting and Economics, 31, 3-75.
Hung, M. & Subramanyam, K.R (2007). Financial Statement Effects of Adopting International Accounting
Standards, The Case of Germany. Review of Accounting Standards, 12, 623-657.
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu
Karampinis, N. & Hevas, D. (2011). Mandating IFRS in an Unfavorable Environment: The Greek Experience. The
International Journal of Accounting, 46, 304-332.
Kieso, Donald E, Jerry J Weygandt, Terry D. Warfield. 2014. Intermediate Accounting: IFRS Second Edition.
United States of America: John Wiley & Sons.
Kothari, dan J.L. Zimmerman. 1995. Price and Return Models. Journal of Accounting and Economics, Vol. 20
Hal. 155-192.
Kuncoro, Mudrajad. 2013. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomu Edisi 4. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Lev, B. 1989. On The Usefulness of Earnings and Earnings Research: Lessons and Directions from Two Decades
of Empirical Research. Journal of Accounting Research 27 (Supplement): 153-192.
Lev, Baruch, and Paul Zarowin, (1999). The Boundaries of Financial Reporting and How to Extend Them. Journal
of Accounting Research, Vol. 37, 353-385.
Liu, J., & Liu, C. (2007). Value Relevance Of Accounting Information In Different Stock Market Segments: The
Case of Chinese A-, B- and H-shares. Journal of International Accounting Research, 6, 55-81.
Muchlis, Saiful. 2011. Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional dan Dampak Penerapan dari Adopsi Penuh
IFRS Terhadap PSAK. Jurnal ASSETS, Vol.1 No.2, hlm 191-206.
Nadia, Azza. 2015. Analisis Pengaruh Penerapan PSAK 24 (Revisi 2010) Tentang Imbalan Kerja Terhadap
Koefisien Respon Laba (ERC), studi pada perusahaan yang terdaftar dalam Kompas100 Tahun 2011-2012.
Bandung: Unpad
Nazir, Moh. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Ohlson, James A. 1995. Earnings, Book Values, and Dividends in Equity Valuation. Contemporary Accounting
Research, Spring Vol. 11 Np. 2, 661-687.
Refyal, Ilha dan Dwi Martani. 2012. Pengaruh Adopsi PSAK No 24 Terhadap Earnings Response Coefficient.
Jurnal Akuntansi & Auditing, Vol.8 No.2, hlm. 97-189.
Sari, Sekar Mayang, (2004). Analisa terhadap Relevansi Nilai (Value-Relevance) Laba, Arus Kas, dan Nilai Buku
Ekuitas: Analisa di seputar Periode Krisis Keuangan 1995-1998. Simposium Nasional Akuntansi VII, 862-
882.
Saraiva, Gustavo. 2012. Pensions Accounting and Value Relevance. Journal in Finance from the NOVA.
Scott, W. R. (2003). Financial Accounting Theory (Third ed.). Toronto: Prentice Hall.
Sekaran, Uma. 2014. Metodologi Penelitian untuk Bisnis, ed. 4.Jakarta: Salemba Empat.
Sopiyudin, D. 2013. Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta
Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung
Sugiyono 2014. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sunyoto, Danang. 2013. Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung: PT Refika Aditama.
Utami, Ayu Hapsari Budi, Yuciana Wilandari dan Triastuti Wuryandari. 2012. Penggunaan Metode Project Unit
Credit dan Entry Age Normal dalam Pembiayaan Pensiun. Jurnal Gaussian, Vol. 1 No. 1, hlm. 47 – 54.
Van der Meulen, S., Gaeremynck, A., & Willekens, M. 2007. Attribute Differences Between US GAAP and IFRS
Earnings: An exploratory study. The International Journal of Accounting, 43, 1-27.
Weiers, Ronald M. 2008. Introduction to Business Statistics, Seventh Edition. United States of America: Cengage
Learning.
______, Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.