Pajak Penghasilan Badan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Terdapat perbedaan antara perhitungan pajak versi PSAK dengan versi fiskal, tetapi perbedaan tersebut tidak perlu dipertentangan karena masing-masing memiliki tujuan penggunaan yang berbeda, meski pengukuran profitnya diperoleh dari sumber data yang sama, yakni laporan keuangan komersial. Menyusun perencanaan pajak PPh Badan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri tanpa memfaktorkan jenis-jenis pajak lainnya, karena perhitungan PPh badan memiliki keterkaitan atau interdependensi dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23/26, PPh Final dan juga PPN. Contoh total omzet penjualan dalam SPT PPh badan harus sama dengan total omzet penjualan yang ada dalam akumulasi SPT masa PPN bulan terakhir (masa pajak) pada akhir tahun pajak. Jika terjadi perbedaan, perlu dilakukan equaliasi atau rekonsiliasi, ketika perusahaan memilih apakah menerapkan metode net atau gross up pada saat menghitung PPh Pasal 21, keputusan itu akan berpengaruh pada besarnya PPh Badan dan Pengeluaran biaya gaji upah, honorarium, dan sebagainya yang menyangkut kesejahteraan karyawan yang tercantum dalam SPT PPh Badan. Pembahasan tentang perencanaan PPh ini difokuskan pada beberapa upaya berikut ini: 1. Laba Fiskal vs Laba Komersial Laporan keuangan komersial yang berupa neraca dan laba-rugi disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang lazim diterima dalam praktik. Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan fiscal dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian melalui suatu rekonsiliasi antara standar akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pada dasarnya yang membedakan laporan keuangan fiskal dengan laporan keuangan komersial adalah bahwa penyusunan laporan keuangan fiskal didasarkan pada penerapan mekanisme atau prinsip taxable dan deductible. Prinsip taxable (dapat dipajaki) dan deductible (dapat dikurangi) merupakan prinsip yang lazim diterapkan dalam perencanaan pajak, yang pada umumnya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang tidak merupakan objek pajak, serta mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan, atau sebaliknya, didasarkan pada ketentuan perpajakan, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan tersebut. 2. Tax Planning dalam Rangka Mengefisiensikan PPh Badan Strategi yang telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu terkait dengan upaya wajib pajak untuk mengefisiensikan PPh Badan dengan penerapan tax planning yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perusahaan. Beberapa upaya yang bisa dilakukan wajib pajak dalam mengefisiensikan pembayaran PPh Badan yaitu memilih sistem pembukuan yang tepat, memilih metode penyusustan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud, memilih metode penilaian persediaan yang tepat, pemilihan pemberin kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk natura atau cash, dan memilih metode pemotongan PPh Pasal 21 yang tepat (lihat urauan penulis tentang perencanaan PPh Pasal 21) 3. Formula Perhitungan Pajak Penghasilan Perencanaan pajak bersifat dinamis, membutuhkan keahlian dalam bidang perencanaan pajak dengan cara mendalami dan mempelajari masalahnya secara berkesinambungan, serta melakukan penelitian yang kontinyu yang dipadu dengan terapan ide-ide dan teknik-teknik perencanaan pajak. Secara bertahap dianjurkan melakukan langkah-langkah berikut, mempelajari pokok permasalahannya secara komprehensif, review keinginan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan pengeluaran pajak minimal atau berupa keuntungan bebas pajak (tax exemption) melalui tindakan atau persyaratan yang ditemukan, mencari data sebanyak mungkin berkenaan dengan permasalahan tersebut dan teliti dan tentukan fakta-fakta yang relevan, kemudian buat asumsi- asumsi yang harus disusun dan tentukan peraturan perpajakan yang sesuai dengan situasi semacam itu. Kesimpulannya bahwa Wajib pajak badan dan PPh Badan merupakan bagian yang sangat kompleks dalam perpajakan, begitu juga dengan hak dan kewajiban dari wajib pajak badan. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak badan tanpa memandang omzet karena wajib pajak badan dirasa telah terbentuk dalam suatu organisasi yang maju sehingga mampu menyelenggarakan pembukuan perpajakan.