Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STRATEGI PERPAJAKAN

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan Lanjutan

Dosen Pengampu
Dr. Sa’adah Siddik, M.Si, Ak, CA (SS)

Disusun Oleh
Muhammad Fikri Irsyadillah
NIM : 01022682226013

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PASCA SARJANA MAGISTER ILMU EKONOMI
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum ketentuan perpajakan maupun peraturan-peraturannya yang tergantung dan
ditertibkan dalam undang-undang atau peraturan-peraturan perpajakan lainnya yang sangat
berpengaruh pada dunia usaha, hal tersebut akan meningkatkan kompetisi dan prestasi suatu
badan usaha, dimana kegiatan usaha dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu untuk
mendapatkan laba yang sebesar-besarnya dan meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung
oleh perusahaan.
Untuk meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung wajib pajak ditempuh dapat ditempuh
dengan cara rekayasa yang masih berada dalam ruang lingkup perpajakan hingga diluar
ketentuan perpajakan. Upaya untuk meminimalisasi pajak sering disebut dengan tekhnik tax
planning. Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total pajak yang
harus dibayar oleh wajib pajak.
Tax planning adalah tindakan legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan
memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya bukan untuk mengelak
membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang
seharusnya. Tax planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak dan langkah
selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (Tax Implementation) dan pengendalian
pajak (Tax Control). Pada tahap perencanaan pajak ini dilakukan pengumpulan dan penelitian
terhadap peraturan perpajajkan. Tujuannya agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan
pajak yang akan dilakukan dan bertujuan untuk meminimumkan kewajiban pajak.
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah Strategi Perpajakan yaitu sebagai
berikut :
I. Apa Tax Planning dan Management Process
II. Apa itu Tax & Decicion Making
III. Bagaimana Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan Pajak
IV. Bagaimana memilih bentuk Badan Usaha Tepat
V. Accounting Method dan Accounting Period
Adapun tujuan dari pembuatan makalah Strategi Perpajakan ini adalah sebagai berikut :
I. Mengetahui Tax Planning dan Management Process
II. Mengetahui Tax dan Decicion Making
III. Mengetahui petunjuk pelaksanaan perencanaan pajak
IV. Mengetahui pemilihan bentuk usaha tepat
V. Mengetahui penentuan metode akuntansi dan periode akuntansi
BAB II
PEMBAHASAN

II. A TAX PLANNING DAN MANAGEMENT PROCESS


Pengertian Tax Planning dan Management Process
Secara umum Tax Planning atau Perencanaan Pajak merupakan serangkaian strategi untuk
mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan dalam upaya meminimalkan kewajiban perpajakan
dengan cara-cara yang tidak melanggar peraturan perpajakan.
Managemen Process (khususnya dalam perpajakan) adalah seluruh upaya yang dilakukan wajib
pajak untuk mengelola aktivitas atau penerapan perpajakan secara ekonomis, efektif dan efesien
sesuai dengan ketentuan peraturan dan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Adapun pengertian Tax Planning menurut beberapa ahli, sebagai berikut :
Menurut Erly Suandi (2016) perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen
pajak, pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar
dapat di seleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya,
penekanan perncanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimulkan beban pajak.
Menurut Resmi (2003) perencanaan pajak dapat di artikan sebagai upaya yang dilakukan oleh
wajib pajak untuk menghemat pajak dengan cara mengatur perhitungan penghasilan yang lebih
kecil yang dimungkinkan oleh perundang-undangan perpajakan.
Menurut Zain (2008) secara garis besar perencanaan pajak (tax planning) adalah proses
mengorganisasi usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga
hutang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang
minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan maupun secara komersial.
Menurut Tjahjono (2005) perencanaan pajak diartikan sebagai proses mengorganisasi usaha
wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya baik pajak
penghasilan maupun 12 pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal
ini di mungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan Tax Planning
a. Mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak
b. Menunda pengakuan penghasilan
c. Menghindari pengenaan pajak berganda
d. Menghindari bentuk pajak penghasilan yang bersifat teratur atau membentuk,
memperbanyak dan mempercepat pengurangan pajak
Manfaat Tax Planning
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam perencanaan pajak, yaitu:
- Penghematan Kas Keluar Perencanaan pajak dapat menghemat pajak yang merupakan
biaya bagi perusahaan.
- Mengatur Aliran Kas (Cash Flow) Perencanaan pajak dapat mengestimasi kebutuhan kas
untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun
anggaran kas secara lebih akurat.
- Memaksimalkan Gaji Karyawan Jika pajak dapat dianggap sebagai unsur pengurang
penghasilan, maka dengan memanfaatkan perencanaan pajak yang tepat akan meminimalkan
biaya tersebut sehingga karyawan akan memperoleh penghasilan lebih dari selisih pajak yang
diminimalkan.
Aspek-Aspek Perencanaan Pajak
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan maupun peristiwa.
Maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen perusahaaan akan merencanakan
pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu objek pajak harus dilaporkan
secara benar, lengkap dan bebas dari rekayasa negatif. Aspek dalam perencanaan pajak, yaitu:
a. Aspek Formal dan Administratif
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), menyelenggarakan pembukuan
atau pencatatan, memotong atau memungut pajak, menyampaikan surat pemberitahuan.
b. Aspek Material
Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana,
manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.

II.B TAX AND DECISION MAKING


Pajak dan Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan tugas manajer yang
paling penting dari pekerjaannya. Berapa besar pajak yang harus dibayar. Bagaimana cara
melakukan penghindaran pajak yang tidak melanggar undang- undang, serta bagaimana hasil
penghematan pajak digunakan dan untuk keperluan apa.
Pada hakekatnya pengambilan keputusan merupakan proses mengevaluasi beberapa alternative
yang tersedia. Ditinjau dari segi perpajakan, alternative jatuh kepada alternative yang
menjanjikan keuntungan yang besar. Sebagian besar dari tindakan yang akan diambil dalam
rangka perpajakan dapat dikategorikan sebagai keuntungan pajak atau biaya pajak.
Pajak dikaitkan dengan pengambilan keputusan, meliputi :
a. Pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan
Pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan, biaya penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai,
merupakan biaya fiscal yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilannya. Aspek pajak
yang muncul akibat koreksi fiscal terhadap pemberian dalam bentuk natura dan
kenikmatan harus diperhitungkan oleh perusahaan.

b. Biaya setelah pajak (after tax)


Untuk kepentingan pengambilan keputusan perlu adanya pembedaan antara tarif pajak
rata-rata (average tax rate) dan tarik pajak marginal. Tarif pajak rata-rata memperlihatkan
perbandingan antara jumlah pajak terutang dengan penghasilan kena pajak, tarif pajak
ada relevansinya apabila ingin mengetahui berapa besar jumlah tambahan pajak yang
harus dibayar atau yang harus dihindarkan akibat transaksi spesifik.

c. Tambahan Modan dan Tambahan / Penggantian Assets


Apabila suatu perusahaan membutuhkan tambahan modal untuk suatu jangka waktu yang
relative Panjang. Ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan oleh perusahaan
tersebut antara lain :
1. Menerbitkan saham-saham baru
2. Kredit investasi jangka Panjang
Adapun keputusan seorang manajer tentang cara-cara memperoleh tambahan atau
penggantian assets antara lain :
1. Kemungkinan memperoleh kredit investasi
2. Alternative penyusutan yang diperkenankan
3. Pilihan antara pembelian dan leasing
4. Pilihan antar pembelian asset baru atau asset bekas

II.C PETUNJUK PELAKSANAAN TAX PLANNING


Tujuan dari perencanaan pajak itu sendiri antara lain adalah untuk memperkecil pengeluaran
perusahaan untuk membayar pajak sehingga biaya yang dikeluarkan lebih efisien serta
memperhitungkan dan menyiapkan pembayaran pajak sesuai peraturan yang berlaku agar tidak
timbul sanksi atau denda yang justru memperbesar pengeluaran pajak itu sendiri.

Sebelum menjalankan perencanaan pajak, ada beberapa syarat umum dalam menjalankannya,
yakni :
a. Tidak melanggar aturan perpajakan yang berlaku
b. Tidak memalsukan bukti-bukti yang dapat mendukung atau data-data lain yang
diperlukan untuk membayar pajak
c. Secara bisnis, penyusunan tax planning haruslah masuk akal. Sebab jika tidak, maka
pengenaan tax planning justru akan melemahkan perencanaan pajak itu sendiri.

Dalam melaksanakan perencanaan pajak, terdapat langkah-langkah yang dapat menjadi pedoman
dalam pelaksanaan perencanaan pajak.
1. Menganalisis informasi yang ada
Tahap pertama dari perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas
pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak
yang ditaanggung. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-
masing elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang
harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien.
2. Buat satu model atau lebih rencana besaran pajak
Pilih bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional. Pada hampir semua sistem
perpajakan internasional, paling tidak ada dua negara yang ditentukan lebih dahulu. Dari
sudut pandang perpajakan, proses perencanaan tidak bisa berada di luar dari tahapan
pemilihan transaksi, operasi, dan hubungan yang paling menguntungkan.
3. Evaluasi atas Perencanaan Pajak
Tax planning sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh
perencanaan strategis perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk
melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak,
perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan.
4. Mencari Kelemahan Dan Kemudian Memperbaiki Kembali Rencana Pajak
Untuk mengatakan bahwa hasil suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu harus
dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Tindakan perubahaan (up to date
planning) harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau
kemungkinan keberhasilannya sangat kecil.
5. Memutakhirkan Rencana Pajak
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, tetap
perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi, baik dari undang-undang maupun
pelaksanaannya sesuai negara di mana aktivitas tersebut dilakukan yang dapat berdampak
terhadap komponen suatu perjanjian.
Pada umumnya, ada 5 (lima) strategi yang biasa perusahaan lakukan dalam membuat
perencanaan pajak, yaitu :
i. Tax Avoidance
Tax avoidance atau penghindaran pajak merupakan upaya perusahaan
menghhindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek
pajak. Contohnya, perusahaan mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk
uang menjadi natura karena natura bukan objek pajak PPh21. Upaya ini biasanya
dilakukan oleh perusahaan yang masih mengalami kerugian.
ii. Tax Saving
Upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak
dengan tarif yang lebih rendah. Contohnya, perusahaan melakukan perubahan
pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.

iii. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan


Kebanyakan Wajib Pajak badan kurang mengetahui bahwa mereka dapat
mengkreditkan pajak yang sudah dipotong asalkan tidak menyimpang dari
peraturan. Misalnya, Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas pembelian solar dan/atau
impor, PPh 23 atas penghasilan jasa atau sewa, serta pajak fiskal luar negeri atas
perjalanan dinas pegawai.
iv. Melakukan Penundaan dalam Membayar Kewajiban Pajak
Perusahaan sebagai Wajib Pajak dapat menunda pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai (PPn) dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas
waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. PPN dapat
dibayar pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
v. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan
Wajib Pajak badan harus menguasai peraturan pajak yang berlakuagar terhindar
dari timbulnya sanksi perpajakan berupa sanksi administrasi, seperti denda,
bunga, atau kenaikan, hingga sanksi pidana.

Jika dilihat dari jenisnya, praktik perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua, yakni :
a. National Tax Planning yang praktiknya berpedoman pada Undang-Undang
domestik. Perencanaan pajak jenis ini biasanya dilakukan oleh Wajib Pajak badan
yang hanya memiliki usaha di Indonesia saja atau melakukan transaksi dengan Wajib
Pajak dalam negeri saja.
b. International Tax Planning, biasanya dilakukan oleh Wajib Pajak badan yang
memiliki kegiatan usaha di dalam negeri dan di luar negeri. Perencanaan pajak ini
dilakukan jika Wajib Pajak melakukan transaksi tak hanya dengan Wajib Pajak
dalam negeri, tetapi juga dengan Wajib Pajak di luar negeri. Berbeda dengan
National Tax Planning, International Tax Planning harus turut memperhatikan
Undang-Undang atau perjanjian pajak (Tax Treaty) dari negara-negara yang ikut
terlibat.

II. D PEMILIHAN BENTUK USAHA TETAP

Pemilihan bentuk usaha tetap guna menjalankan bisnisnya merupakan factor yang penting
dalam rangka meminimalkan beban pajak. Hendaknya diperhatikan bahwa sebelum
keputusan mengenai bentuk usaha apa yang akan diambil, haruslah terlebih dahulu diadakan
studi perbandingan mengenai jumlah pajak yang harus dipikul pada setiap bentuk usaha
tersebut, termasuk pula pertimbangan berbagai factor non-pajak.
Walaupun pertimbangan faktor pajak sudah memenuhi, namun pertimbangan faktor non-tax
seperti terbatasnya kredit yang akan diperoleh, kesinambungan usaha dan dapat
ditransfernya bunga, merupakan hal-hal yang penting untuk dibahas. Selanjutnya apabila
diperkirakan sejumlah investor akan menjadi pemegang saham/pemilik dari usaha tersebut,
maka bentuk usaha PT lebih baik daripada bentuk Firma, kongsi dan persekutuan.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan bentuk usaha tetap ;
1. Bagaimana hubungan antara tarif PPh WPOP dan tarif PPh WP badan termasuk
ketentuan-ketentuan khusus yang mengatur hal ini.
2. Pengenaan PPh secara berganda, bai katas laba bruto usaha maupun penghasilan dari
pembagian keuntungan (deviden) kepada para pemegang sahamnya.
3. Kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada tarif PPh lebih kecil/besar
apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan
dan akmulasi penghasilan perusahaan.
4. Adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi
kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu.
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak
atas penghasilan personal holding company dan seterusnya.
6. Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit.

II.E ACCOUNTING METHOD DAN ACCOUNTING PERIOD


Metode Akuntansi (Accounting Method)
Metode akuntansi yang terbaik yang akan dipergunakan oleh WP sangat bergantung kepada
bentuk usaha dan ukuran besarnya perusahaan yang bersangkutan serta sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing.
Dalam UU pajak tidak terdapat pasal yang mengharuskan WP untuk menggunakan metode
akuntansi tertentu, tetapi mengharuskan bahwa :
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP
badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan (Pasal 28 KUP)”.
Pasal 4 ayat (4) surat pemberitahuan pajak penghasilan wajib pajak yang wajib melakukan
pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya PKP.
Pasal 29 Ayat (5) menyebutkan : “Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan
dengan stelsel akrual dan stelsel kas”.

Periode Akuntansi (Accounting Period)


Pemakaian tahun pajak, baik berdasarkan tahun takwim atau tahun buku harus taat azas
(konsisten). Hal ini terutama untuk mencegah kemungkinan adanya penggeseran laba atau rugi,
apabila WP diberi kebebasan untuk setiap saat berganti tahun pajaknya. “perubahan terhadap
metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Rirektur Jenderal
Pajak (Psl 28 ayat (6)).

BAB III
PENUTUP
Analisis Kasus PT Agri Grup
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda
Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto
adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp
25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup
Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings
Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara
khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina,
Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah
terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain
tiga pabrik minyak goreng.

Awal Mula Kasus


Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin
Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta
pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di
PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh
perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh.
Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut.
Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda
Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK
untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah
dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul
“AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002.
Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci.
Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm
Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar –
untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak
di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang
menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan
tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat
dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution,
kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini
bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan
Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan
terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya
penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan
nilai (PPN). Selain itu juga “bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun
penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga
Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil
penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak
penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang
digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan
pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang
tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan
orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di
samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka
tersebut.

Kajian Hukum Sebuah Kasus


Dalam  persidangan di Pengadilan  Negeri Jakarta Pusat, ternyata diketahui bahwa Majelis
Hakim Pengadilan menolak eksepsi dari Manajer Asian Agri Group yang diwakili oleh
Pengacaranya. Eksepsi yang disampaikan Pengacara Asian Agri Group pada dasarnya
menegaskan bahwa penyelesaian kasus dugaan penyelewengan pajak merupakan kewenangan
Pengadilan Pajak karena merupakan persoalan atau sengketa pajak yang sudah diatur dalam
undang-undang pajak.
Sengketa pajak yang muncul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan
Wajib Pajak harus diupayakan penyelesaiannya secara baik, sederhana, murah, dan cepat.
Artinya, ada jalan penyelesaian secara kekeluargaan dengan musyawarah antara kedua belah
pihak yang bersengketa dan tetap memperhatikan peraturan perpajakan.
Namun, Majelis Hakim menolak eksepsi Pengacara Asian Agri Group dan berpendapat bahwa
kasus Asian Agri Group bukan merupakan sengketa pajak karena tidak adanya surat ketetapan
pajak yang diterbitkan oleh  Direktorat Jenderal Pajak. Kalau sengketa pajak akan ada upaya
hukum untuk menyelesaikannya, yaitu melalui upaya hukum  keberatan. Oleh karenanya, kasus
Asian Agri Group bisa diadili oleh Pengadilan Negeri.
Penolakan eksepsi inilah yang perlu mendapat kajian apakah benar argumentasi hukum yang
dibangun Majelis Hakim hingga kasus dugaan penggelapan pajak bisa dipidana karena tidak
adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar adanya
sengketa pajak. Kalau permasalahan pajak dibawa dalam ranah hukum  pidana, tentu menjadi
kontradiktif terkait proses administrasi pajak yang tujuan utamanya mengumpulkan uang pajak.
Pilihan memidanakan Wajib Pajak atau memprioritaskan penerimaan tentu menjadi politik
kepentingan pemerintah. Untuk itu, kajian komprehensif pemidanaan atas pajak, patut menjadi
perhatian serius agar tidak terjadi keresahan terus menerus di kalangan dunia usaha dan pegawai
pajak.
Seperti diuraikan diatas, dalam banyak literatur disebutkan bahwa hukum pajak tergolong
sebagai hukum publik, termasuk hukum administrasi/tata usaha negara. Jalur hukum administrasi
(hukum pajak) mempunyai cara penyelesaiannya sendiri sesuai dengan aturan yang sudah
ditegaskan dalam  undang-undang pajak yang mengaturnya. Jika seperti itu, menyelesaikan
persoalan administrasi pajak dengan cara pidana menjadi kontradiktik ketika negara
membutuhkan dana pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang tiap tahun jumlahnya
terus naik (meningkat). Persoalan memidana Wajib Pajak jelas membawa keresahan tersendiri
bagi pelaku dunia usaha. Artinya, pelaku usaha menjadi takut dipidana ketika persoalan
penghitungan pajak yang cukup rumit akan dipersoalkan menjadi persoalan berindikasikan
tindak pidana.
Pendapat pakar hukum dalam kasus Asian Agri Group di atas, menarik untuk dikaji dan
dipahami dengan baik oleh semua aparat penegak hukum terutama aparat Kepolisian, Kejaksaan,
maupun Hakim. Kesamaan visi memandang pajak tidak boleh dipidana karena merupakan
bagian dari hukum administrasi, harus menjadi perhatian bersama.
Hukum pajak sebagai bagian hukum tata usaha negara memang bersumber pada peristiwa
perdata, yang apabila dilanggar dapat diancam dengan pelanggaran pidana. Dalam hukum pajak
memuat unsur-unsur :
 Hukum tata negara dan hukum tata usaha negara.
 Hukum perdata;
 Hukum pidana. Menyamakan persepsi demikian memang tidak mudah. Diperlukan satu
koordinasi yang kuat. Presiden selaku pimpinan eksekutif sebaiknya memimpin proses
koordinasi demikian.

Penyelesaian Kasus PT Asian Agri Grup


PT Asian Agri Group (AAG) telah diduga melakukan penggelapan  pajak (tax evasion) selama
beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum
lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan
(out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya
hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri
ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih
(white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan
melenggang karena kekuatan kapital nya.
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi
pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan
para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka
peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur
bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan.
Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan
itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out
of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak
hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan
secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam
melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk
“Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan
langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori
“Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang
pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa
Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana
perpajakan ini.
Asian Agri akhirnya benar - benar melayangkan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) terkait Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada 14 anak perusahaannya. Perusahaan
perkebunan sawit milik taipan Sukanto Tanoto ini melayangkan surat keberatan setelah
membayar senilai Rp 969,675 miliar atau 49% dari total pajak terutang yakni mencapai Rp 1,95
triliun.
Sedari awal Asian Agri memang berniat banding atas penetapan SKP yang ditetapkan DJP.
Namun mereka harus terlebih dulu membayar setengah dari total utang pajak. Asian Agri
melayangkan keberatan karena menganggap SKP yang mencapai Rp 1,95 triliun tidak sesuai,
sebab melebihi total keuntungan perusahaannya yang pada 2002-2005 hanya Rp 1,24 triliun.
Total utang pajak plus denda Asian Agri sendiri mencapai Rp 1,959 triliun.
General Manajer Grup Asian Agri, Freddy Widjaya mengatakan, surat keberatan SKP telah
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. "Sesuai dengan jangka
waktu tiga bulan sejak tanggal penerbitan SKP." ujarnya kepada KONTAN di Jakarta, Rabu
(4/9).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Kismamtoro Petrus mengakui telah menerima
surat keberatan Asian Agri pada 28 Agustus 2013. DJP wajib memberikan keputusan atas
keberatan itu paling lambat dua belas bulan.
Meski keberatan, Asian Agri tetap harus membayar sisa utang pajak seperti dalam SKP. Jika
Asian Agri tidak melunasi seluruh tagihan SKP setelah jatuh tempo, DJP dapatmelakukan
penagihan aktif berupa teguran, penerbitan surat paksa, penyitaan dan blokir rekening hingga
pelelangan aset.

Simpulan
Berdasarkan hasil kasus analisis diatas apabila sudah terjadi suatu kasus sengketa pajak antara
Wajib pajak dengan Fiskus, maka otomatis Wajib Pajak mempunyai Hak dan Kewajiban dalam
menangani sengketa pajak tersebut. Hak dari Wajib Pajak sendiri ialah dapat mengajukan
keberatan kepada Surat Keputusan Pajak yang dibuat oleh DJP sesuai pasal 25 UU no 28 tahun
2007, serta dapat mengajukan banding ke Peradilan Pajak apabila tidak puas dengan Surat
Ketetapan Pajak yang dijatuhkan oleh Fiskus sesuai pasal 27 UU no 28 tahun 2007.
Namun yang menjadi kewajiban Wajib Pajak sebelum mengajukan keberatan maupun banding
ialah Wajib Pajak terlebih dahulu harus melunasi pajak yang disetujui dalam keputusan
keberatan maupun banding tersebut.
Dalam kasus sengketa pajak Asian Agri, dijelaskan bahwa Asian Agri melakukan penggelapan
pajak yang mengarah kepada kerugian negara. Maka dari itu Peradilan Pajak dituntut untuk
bijaksana dalam menyelidiki dan menyelesaikan permasalahan kasus tersebut sesuai dengan
ketentuan Undang Undang yang berlaku.
Daftar Pustaka
https://www.slideshare.net/gudangmakalah9/makalahtpwpop
https://accounting.binus.ac.id/2021/12/01/perencanaan-pajak-tax-planning/
https://www.harmony.co.id/blog/manajemen-perpajakan-pengertian-fungsi-dan-penerapannya
https://blog.pajak.io/kenali-tax-planning-tax-avoidance-dan-tax-evasion/
https://tulusramdhani.blogspot.com/2016/09/contoh-kasus-pajak-dan-penyelesaiannya.html

Anda mungkin juga menyukai