Anda di halaman 1dari 25

Modul Seri 3 : Manajemen Perpajakan

PERENCANAAN PAJAK
Disusun Oleh :
Drs. Bambang Mudjiono, Ak, MM

PROGRAM KULIAH SABTU MINGGU


FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVESITAS MERCUBUANA
JAKARTA 2009

PERENCANAAN PAJAK

A. Strategi Perencanaan

Tax planning adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Tax planning merupakan
upaya legal yang bisa dilakukan Wajib Pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak
tersebut dilakukan dengan cara tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Tax Planning
merupakan sarana yang memungkinkan untuk merencanakan pajak – pajak yang dibayarkan,
agar tidak terjadi kelebihan dalam membayar pajak. Tax planning tidak berarti sebagai upaya
menghindari pajak, karena bila demikian jelas bertentangan dengan undang – undang
perpajakan yang berlaku.
Menurut Lumbantoruan dalam buku “ akuntansi pajak “ secara teoritis, tax planning
merupakan bagian dari fungsi – fungsi manajemen pajak, yang terdiri dari : planning,
implementation, dan control. Apabila dihubungkan dengan fungsi – fungsi spesifik manajemen,
perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan ( tax planning ) termasuk ke dalam salah satu

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
fungsi – fungsi spesifik manajemen, yaitu fungsi planning, dimana dalam proses menetapkan
perencanaan penyusunan strategi penghematan pajak.
Defini tax planning menurut Harnanto adalah suatu proses pengintegrasian usaha –
usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak untuk meminimalisasikan beban atau kewajiban
pajaknya, baik yang berupa penghasilan maupun pajak – pajak yang lain melalui pemanfaatan
fasilitas perpajakan dan perundang – undangan perpajakan.
Manajer harus terlebih dahulu harus memikirkan dengan matang sasaran dan tindakan
yang didasarkan pada penelitian dan pengumpulan Ketentuan Peraturan Perpajakan, sehingga
manajer dapat memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan secara lengkap, benar dan tepat
waktu. Apabila tax planning perusahaan tidak baik atau memiliki kelemahan – kelemahan, maka
sumber daya yang dimiliki perusahaan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemborosan yang sebenarnya dapat dicegah.
Apabila pemborosan tersebut terjadi terus – menerus, maka penghasilan perusahaan lama –
kelamaan akan semakin menurun yang pada akhirnya tidak dapat bersaing dengan
kompetitornya, sehingga kelangsungan hidup perusahaan menjadi terancam.
Tax planning didefinisikan sebagai proses mengorganisasi usaha pajak sedemikian rupa
sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak – pajak lainnya berada dalam
posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
Irwansyah Lubis berpendapat bahwa “ tax planning merupakan usaha untuk
meminimalisasi beban pajak perusahaan yang dilakukan secara legal oleh manajemen
perusahaan sesuai dengan master budget perusahaan “ . Tax planning dilakukan untuk
kepentingan pembayaran pajak secara efisien sesuai ketentuan yang berlaku dan menghindari
pembayaran pajak atau sanksi pajak yang tidak seharusnya.
Tujuan tax planning perusahaan ada tiga yaitu :
a. Membuka kesadaran akan pentingnya manajemen perpajakan perusahaan
b. Membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku
c. Membuat metode perhitungan dalam efisiensi pembayaran pajak secara legal
Tax Planning di sini tidak sama dengan perencanaan yang merugikan penerimaan
negara, karena tujuannya adalah untuk mengatur agar pajak yang harus dibayar tidak lebih dari
jumlah yang seharusnya.Untuk itu perusahaan perlu melakukan penelitian dan pengumpulan
ketentuan peraturan perpajakan.
Empat hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan tax planning adalah :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
a. Pertama, Wajib Pajak harus mengerti peraturan perpajakan yang terkait. Akan sangat
sulit dapat melakukan tax planning yang baik dan tidak melanggar undang – undang bila
tax planning dirancang tidak dalam koridor undang – undang – undang perpajakan yang
berlaku. Pelaksanaan tax planning yang melanggar undang – undang akan berakibat
fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilan Tax Planning
Apabila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan
perpajakan, bagi wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan mengancam
keberhasilan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib pajak menghindari hal
tersebut karena dapat sangat merugikan wajib pajak sendiri
b. Kedua, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning. Tax planning paling
tidak memiliki dua tujuan utama yakni :
1. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar
2. Mengefisienkan laba yang diharapkan
c. Ketiga, dalam melakukan tax planning harus memahami karakter usaha Wajib Pajak.
Hal ini dikarenakan hampir setiap perusahaan memiliki perbedaan – perbedaan dalam
kebijakan maupun perilaku dan kebiasaan – kebiasannya. Dengan memahami secara
mendalam seluk – beluk usaha akan sangat membantu dalam melakukan tax planning
d. Keempat, memahami tingkat kewajaran atas transaksi – transaksi yang diatur dalam tax
planning. Hal ini dikarenakan apabila pelaksanaan tax planning dengan mengabaikan
kewajaran sudah tentu akan menimbulkan kesulitan – kesulitan karena adanya
kecurigaan fiskus dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa
diindikasikan adanya kecurangan pajak
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa
usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal,
tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga
dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap,
benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber
daya.

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen


pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar,
tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh
laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban
perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang
akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk
meminimimalisasi kewajiban pajak.

Manajemen Perpajakan yang Ekonomis, Efisien, dan Efektif

Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang
masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan
perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan pajak umumnya
selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai
dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak
tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya,
apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda.

Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut:

(1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan.

(2) Secara bisnis dapat diterima.

(3) Bukti-bukti pendukungnya memadai.

Aspek-aspek dalam Tax Planning

a. Aspek Formal dan Administratif

- Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak


(NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
- Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
- Memotong dan/atau memungut pajak
- Membayar pajak
- Menyampaikan Surat Pemberitahuan

b. Aspek Material

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi
sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih
dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.

Tahapan Tax Planning

a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)


b. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one
or more possible tax plans)
c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax
plans)
e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan)

Strategi Umum Perencanaan Pajak

a. Tax saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang
memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan
pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5%-25% untuk
penghasilan karyawan sampai dengan Rp. 200 juta.
b. Tax avoidance

Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari


pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak.
Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah
tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura
bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. Dengan demikian, terjadi
penghematan pajak antara 5%-35%.
c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan

Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat


menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa:
Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
d. Menunda pembayaran kewajiban pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat
dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan
menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang
diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat
menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
barang.

e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan

Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak


yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal
22 atas pembelian solar dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan
dinas pegawai.

Dalam kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan
dokumen lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak standar, seperti SPPB
atau Surat Perintah Pengiriman Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog
untuk penyaluran tepung terigu, PNBP (Faktur Nota Bon Penyerahan) yang
dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan/atau bukan BBM, dan
tanda pembayaran atau kwitansi telepon.

B. Insentive Pajak

Yang dimaksud dengan insentive pajak adalah pemberian keringanan pajak yang
terutang atas Objek Pajak atau bahkan pembebasan kewajiban membayar pajak tertentu yang
terutang
Program insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak, antara lain adalah :
1. Melalui program SUN SET Policy
SUNSET Policy adalah program penjaringan untuk memperoleh WP baru yang
dijalankan pada tahun 2008 -2009 .
Program ini berhasil meningkatkan jumlah WP dari mulai sekitar 7 juta WP pada tahun
2007 menjadi hampir 12 juta WP pada akhir Maret 2009. Terjadi peningkatan hampir
71% dan meningkatnya jumlah kurang bayar pajak hingga 5,5 trilliun tahun ini.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Kenapa SUN SET policy ini, bisa cukup berhasil menjaring WP baru, adalah karena
Dirjen Pajak memberikan janji – janji berupa insentif bagi WP antara lain :
a. Penghapusan denda dan bunga bagi WP lama yang memanfaatkan program ini
b. Janji untuk tidak akan diperiksa
c. Bebas biaya fiskal ke luar negeri, mulai awal tahun 2009
Fiskal Luar Negeri adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh setiap
Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri yang dibayarkan di tempat
Pembayaran Fiskal Luar Negeri antara lain pada loket pembayaran yang telah
disediakan ( Unit Pelaksana FLN dan Bank-bank Persepsi yang ditunjuk), di kota
pelabuhan/tempat pemberangkatan.
Tarif Fiskal Luar Negeri :
- Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan
menggunakan pesawat udara;
- Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan
menggunakan kapal laut;
- Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan melalui darat.
2. Bebas Pajak Penghasilan ( PPh ) bagi karyawan dengan penghasilan dibawah Rp 5 juta
sebulan.

Insentive pajak ini dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu kepedulian pemerintah
terhadap rakyat untuk meningkatkan kembali daya beli masyarakat yang menurun akibat
terjadinya krisis finansial global.

Untuk karyawan dengan penghasilan dibawah Rp 5 juta sebulan pajaknya ditanggung


oleh pemerintah, hal ini diatur dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan)
No.43/PMK.03/ 2009 tentang PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah atas
penghasilan pekerja, peraturan ini berlaku untuk masa pajak Februari sampai November
2009.

PPh 21 ditanggung pemerintah hanya berlaku bagi pegawai di sektor perikanan, semua
sektor pertanian seperti perkebunan dan peternakan, perburuan dan kehutanan dan
semua sektor industri pengolahan (manufaktur).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Untuk mendukung program ini Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk stimulus
PPh dalam APBN 2009 sebesar Rp 6,5 triliun. Ketentuan dalam aturan ini yaitu adalah
bagi karyawan yang memiliki penghasilan bruto di atas PTKP tidak lebih dari Rp 5 juta
per bulan (dari Rp 1,3 juta sampai Rp 5 juta). Tiga sektor tersebut dipilih karena menjadi
sektor utama produksi barang dalam negeri yang mendominasi untuk ekspor.

3. Kenaikan Lapisan Penghasilan Kena Pajak dan penurunan tarif pajak untuk PPh 21

Ini juga merupakan bentuk insentif yang diberikan pemerinta kepada WP. Tarif
penghasilan kena pajak yang berlaku saat ini mengalami kenaikan dengan detail seperti
dibawah ini ( Pasal 17 UU PPh NO. 36 Tahun 2008 ) :

a.Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

b. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun Tarif Pajak


2009 28%
2010 dan selanjutnya 25%
PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek 5% lebih rendah
dari yang
seharusnya
Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 Pengurangan
50% dari yang
seharusnya

4. Kenaikan Pendapatan Kena Pajak ( PTKP ).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Hal ini juga merupakan realisasi dari program stimulus fiskal yang dilakukan oleh pemerintah
untuk tahun anggaran 2009

No Keterangan Setahun
1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,-
2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-
3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya Rp. 15.840.000,-
digabung dengan penghasilan suami.
4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah Rp. 1.320.000,-
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang ditanggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk
setiap keluarga

5. Subsidi Pajak dan Bea Masuk

Stimulus fiskal lain yang digulirkan pemerintah untuk memperkuat daya tahan industri
dalam negeri dalam masa krisis sekarang ini adalah dengan memberikan subsidi pajak
dan bebas bea masuk untuk industri yang mulai efektif berlaku pada Maret 2009.
Anggaran yang disediakan untuk program ini adalah sebesar Rp 13.3 trilliun pada APBN
2009.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.011/2009, tanggal 13


Februari 2009 Pemerintah melakukan perubahan tarif bea masuk umum atau dalam
rangka MFN (Most Favored Nations) atas impor produk-produk tertentu.

Kebijakan penurunan tarif didasarkan pertimbangan bahwa produk-produk yang


diturunkan tarif bea masuknya dibutuhkan sebagai bahan baku untuk industri hilirnya.
Produk – produk tersebut antara lain : bahan baku untuk industri minuman, bahan baku
industri kimia dan bahan baku untuk industri kecil kerajinan perak.

Kebijakan menaikan tarif adalah untuk memberikan perlindungan sementara terhadap


beberapa produk jadi yang diproduksi industri hilir dalam menghadapi serbuan produk-
produk impor, antara lain : barang jadi impor yang juga dihasilkan oleh industri di dalam

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
negeri, meliputi industri minuman, industri kimia, industri logam yang terkait dengan
kawat dan paku dan industri alat-alat mesin pertanian.

Total dari Jumlah Rp 73,3 triliun stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah dalam
melindungi perekenomian dalam negeri menghadapi krisis financial itu terdiri dari :
a. Stimulus perpajakan Rp 56,3 triliun
b. Stimulus belanja negara sebesar Rp 17 triliun.

Stimulus perpajakan terdiri dari


d.a Penghematan pembayaran pajak Rp 43 triliun
d.b Subsidi pajak ditanggung pemerintah dan bea masuk ditanggung pemerintah
sebesar Rp 13,3 triliun.

6. Penurunan tarif pajak untuk jasa lainnya.

Efektif mulai January 2009 pemerintah memberlakukan UU PPh Nomor 36 tahun 2008.
yang mengatur mengenai perubahan tarif untuk jasa lain-lain yang semula bermacam-
macam menjadi tarif tunggal yaitu sebesar 2% dari penghasilan brutto yang menjadi
dasar pengenaan pajak.

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 bahwa imbalan sehubungan dengan jasa
lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan
dimaksud.

Jenis jasa lainnya yang dipotong PPh Pasal 23 diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008.

C. Penghindaran dan Penyelundupan Pajak

Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan


yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas
negara. Perlawanan terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan perlawanan pasif.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Dalam buku-buku perpajakan Indonesia, penghindaran pajak (tax avoidance) selalu
diartikan sebagai kegiatan yang legal (misalnya meminimalkan beban pajak tanpa melawan
ketentuan perpajakan) dan penyelundupan pajak (tax evasion/tax fraud) diartikan sebagai
kegiatan yang ilegal (misalnya meminimalkan beban pajak dengan memanipulasi pembukuan).

Permasalahannya adalah apakah penghindaran pajak selalu legal? Menurut Roy


Rohatgi (2002: 342), di banyak negara penghindaran pajak dibedakan menjadi penghindaran
pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan yang tidak
diperbolehkan (unacceptable tax avoidance).

Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai kegiatan legal dan dapat
juga dikategorikan sebagai kegiatan ilegal. Suatu penghindaran pajak dikatakan ilegal apabila
transaksi yang dilakukan semata-mata untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi tersebut
tidak mempunyai tujuan usaha yang baik (bonafide business purpose).

Oleh karena itu, untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh
perusahaan multinasional, sebagian besar negara telah mempunyai ketentuan anti
penghindaran pajak (Brian J. Arnold dan Michael J. McIntyre, 2002:81).

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan
(wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah
iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’.
Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting
bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan
pembayar diperlukan dalam hal ini.

Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka
perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin
dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan
dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.

Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan
kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
 Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya
dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
 Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
 Transaksi export fiktif,
 Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan

Jika kita analogikan pajak dengan karcis tol, Jika kita lewat jalan tol namun tidak membayar
karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita menghindari untuk membayar
karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak. Menghindari
membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.

Bagaimana cara menghindari Pajak

Seperti halnya dengan menghindari jalan tol (memilih jalan biasa) agar terhindar dari
kewajiban membayar karcis tol, cara yang paling mudah dan legal untuk menghindari pajak
adalah dengan cara menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, misalnya dengan
tidak memperoleh penghasilan. Namun tentu saja pilihan ini tidak mungkin untuk dipilih. Tentu
kita tidak mau khan hanya demi menghindari pembayaran pajak, lantas kita tidak mau
memperoleh penghasilan?

Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah –loophole- yang dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan
minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar
sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang
‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan
yang berlaku.

Selain menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, langkah-langkah penghematan


pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :

 Memilih Bentuk usaha yang memiliki tarif Pajak terendah


 Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan,
 Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak terendah.
 Memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Memilih alternatif transaksi yang memberikan efek pajak termurah

Selain wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, perusahaan juga
memiliki kewajiban untuk memotong pajak yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan
kepada pihak lainnya, baik kepada karyawan maupun kepada pihak ketiga.

Atas pembayaran gaji dan tunjangan kepada karyawan perusahaan wajib memotong
dan menyetor PPh 21 yang terutang. Pembahasan mengenai PPh 21 akan dilanjutkan pada
kesempatan lain.

Sedangkan atas pembayaran kepada pihak ketiga, atas imbalan jasa/ kegiatan,
perusahaan juga memiliki kewajiban memotong PPh 23 yang terutang dan menyetorkannya ke
kas negara. Dalam kondisi yang ideal, PPh pasal 23 yang harus dipotong dari pembayaran
kepada pihak ke-3 (vendor) tidaklah menjadi pengurang penghasilan (biaya) bagi perusahaan,
karena perusahaan hanya mengurangi jumlah uang yang akan dibayarkan kepada vendor
sebesar tarif PPh 23 yang berlaku dan menyetorkannya ke kas negara.

Sayangnya, dunia –apalagi dunia pajak- tidak selalu indah. Ada saat dimana
perusahaan harus melakukan transaksi dengan vendor yang lebih superior dan tidak bersedia
dipotong pajak atas fee yang akan diterimanya. Ada saat dimana perusahaan dalam posisi
sangat membutuhkan jasa ‘pihak ketiga tersebut’ karena otoritas yang dimilikinya. Dalam
kondisi seperti ini, perusahaan lagi-lagi akan memperhitungkan alternatif mana yang harus
dipilih agar pajak tidak semakin menjadi beban bagi perusahaan. Kadang perusahaan terpaksa
memilih untuk melakukan gross up atas fee yang akan dibayarkan kepada vendor / pihak ketiga
yang jasanya sangat dibutuhkan perusahaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Adakalanya perusahaan memilih untuk menanggung pajak yang seharusnya menjadi beban
pihak lain, meskipun beban pajak tersebut pada akhirnya menjadi komponen non deductable
item.

Penghindaran pajak

Dalam buku-buku perpajakan internasional, praktik penghindaran pajak oleh


perusahaan multinasional pada umumnya dilakukan dengan cara (i) transfer pricing, (ii) thin
capitalization. (iii) treaty shopping, dan (iv) controlled foreign corporation (CFC).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Transfer pricing biasanya dilakukan dengan cara memperbesar harga beli dan
memperkecil harga jual antara perusahaan dalam satu grup dan mentransfer laba yang
diperoleh kepada grup perusahaan yang berkedudukan di negara yang menerapkan tarif pajak
yang rendah.

Sedangkan thin capitalization dilakukan melalui pemberian pinjaman oleh perusahaan


induk kepada anak perusahaannya yang berkedudukan di negara lain. Di mana perusahaan
induk lebih suka memberikan dana kepada anak perusahaannya dengan cara pemberian
pinjaman daripada dalam bentuk setoran modal.

Alasannya, biaya bunga (biaya yang timbul atas pinjaman) dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak anak perusahaan. Sedangkan dividen (biaya yang berkaitan dengan
modal) tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Adapun treaty
shopping dilakukan dengan cara memanfaatkan fasilitas tax treaty suatu negara oleh
perusahaan yang tidak berhak atas fasilitas treaty tersebut.

Terakhir, praktik penghindaran juga dilakukan dengan cara menunda pengakuan


penghasilan modal yang bersumber di luar negeri (biasanya di negara tax haven) untuk
dikenakan pajak di dalam negeri, praktik ini dalam istilah perpajakan dikenal controlled foreign
corporation (CFC).

Di Indonesia, ketentuan anti penghindaran pajak diatur dalam Pasal 18 UU PPh, akan
tetapi tidak diatur secara ketat seperti yang diterapkan di banyak negara. Sebagai contoh,
dalam ketentuan perpajakan Indonesia tidak ada pembatasan perbandingan antara modal dan
utang (Debt Equity Ratio) untuk mencegah pembebanan biaya bunga yang tidak wajar, dan
juga belum ada prosedur rinci tentang Advance Pricing Agreement (APA) yang bisa diterima
oleh pihak fiskus maupun Wajib Pajak sebagai jalan tengah untuk memecahkan kebuntuan
pemeriksaan transaksi transfer pricing yang begitu rumit dan memerlukan waktu yang lama.

Oleh karena ketiadaan sebagian aturan tentang anti penghindaran pajak dalam
ketentuan perpajakan Indonesia, tentu saja akan dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan
multinasional untuk memperkecil beban pajak mereka.

Bentuk – Bentuk Perlawanan Pembayaran Pajak


A. Perlawanan pasif terhadap pajak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena
keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari struktur
ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu
sendiri.
a. Struktur Ekonomi
Contoh: Pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Padahal pajak ini
diperuntukkan untuk masyarakat di negara industri. Dalam pajak ini, wajib pajak dituntut untuk
menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu diperlukan adanya pembukuan. Namun,
menghitung pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Selain
karena pencatatan pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu
melakukan pembukuan. Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak. Untuk
menghindari hal ini, pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar pendapatan
kadastral/nilai sewa, ataupun atas dasar luasnya tanah yang dikerjakan.
Di negara berkembang, biasanya negara agraris menghubungkan besarnya penghasilan
netto dengan luas kepemilikan atas tanah dan dihubungkan dengan tingkat kesuburan tanah.
Indonesia mengambil jalan keluar untuk masyarakat kecil yang tidak bisa melakukan
pembukuan dengan menggunakan norma perhitungan. Normaperhitungan dibuat oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak tinggal menghitung berapa omsetnya dikalikan dengan
norma perhitungannya.
b. Perkembangan Intelektual dan Moral Penduduk
Perlawanan pasif yang timbul dari lkemahnya sistem kontrol yang dilakukan oleh fiscus
ataupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk dikontrol.
Contoh: Pajak kepemilikan permata yang diterapkan di Belgia. Permata adalah benda yang
kecil dan sulit dikontrol keberadaannya. Sehingga bisa saja pemilik permata menyembunyikan
permata ini agar terhindar dari pengenaan pajak.
c. Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara
Contoh: masyarakat yang hidup di daerh tropis yang hanya memiliki dua musim sehingga
memungkinkan mereka bekerja sepanjang tahun. Hal ini bisa mengakibatkan mereka bekerja
lebih santai dan hasilnya tidak optimal. Pendapatan mereka lebih sedikit sehingga
penerimaan negara pun kurang. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah
subtropis yang memiliki empat musim. Sebelum teknologi berkembang, mereka tidak bisa
bekerja di musim dingin. Karena itu, mereka harus bekerja keras di musim yang lainnya agar
kebutuhan di musim dingin bisa terpenuhi. Hasilnya, mereka bisa menghasilhan pendapatan
yang lebih banyak sehingga uang yang masuk ke kas negara pun lebih banyak.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
d. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri
Contoh: untuk pajak yang cara perhitungannya rumit dan memerlukan pengisian formulir yang
rumit pula, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya perlawanan
pasif terhadap pajak. Jadi, setiap tahun, peugas pajak melakukan penyuluhan dari kantor
perpajakan mulai dari pusat sampai ke daerah.
Perlawanan pasif sangat kuat dirasakan oleh pajak langsung dari pada pajak tidak langsung.
Hal ini disebabkan oleh karena cara perhitungan pajak tidak langsung lebih sederhana dari
pajak langsung. Di negara berkembang, pajak tidak langsung lebih besar dari pajak langsung.
Sedangkan di negara maju, pemasukan negara dari pajak langsung lebih besar dari pada
pemsukan negara dari pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung hanya merupakan
pelengkap dari pajak langsung. Namun, dari pajak tidak langsung ada masalah ketidakadilan.
Sebagai contoh, cukai tembakau yang dikenakan pada orang yang merokok. Jika ada
konglomerat dan tukang becak yang merokok, mereka akan dikenakan cukai tembakau yang
sama besarnya walaupun mereka memiliki kemampuan ekonomi yang jauh berbeda.

B. Perlawanan aktif terhadap pajak


Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri.
Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan
bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak.
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak
tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas
menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-
undang.
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Menahan Diri Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan
sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh:  Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau
 Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak atas
pemakaian barang tersebur. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.
2. Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang tarif
pajaknya rendah. Contoh:  Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan
oleh wajib pajak. Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta
fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang
akan mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang
terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang
akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih
rendah.
3. Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak
terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan
undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara
yuridis. Contoh:
 Penetapan pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda.
 Pemerintah negeri Belanda menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum.
Karena pengenaan pajak ini, keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari
hal ini, mereka merubah status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat dansa
khusus anggota yang keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan demikian, mereka
terbebas dari pengenaan pajak untuk tempat dansa umum.
 Di Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop
menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan. Dengan
asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang film tersebut
dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap iklan gratis. Maka
dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik bioskop menghindari
pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang sangat murah khusus
untuk wartawan.
 Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang
yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan
cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini.
Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai
dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai
biaya sehingga pajaknya berkuarang.
Celah undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis. Suatu
undang-undang dirumuskan tidak jelas karena:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
1. Kesengajaan pembuat undang-undang Hal ini terjadi karena latar belakang pembuat
undang-undang tersebut adalah pemerintah dan parlemen. Di mana parlemen mewakili
berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang antara satu dan yang
lainnya. Dua kepentingan yang paling dominan di parlemen adalah anggota parlemen yang
mewakili kelompok buruh dan pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang
menyinggung dua p;ihak tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi
masalahnya. Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut kepentingan yang berbeda. Lalu
dicarilah jalan kompromi terhadap perumuasn yang bisa diterima oleh semua pihak. Masing-
masing pihak bebas menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan
masing-masing pihak. Pada akhirnya, undang-undang tersebut mengambang. Bisa saja wajib
pajak menafsirkan sesuai kepentingannya dan fiscus menafsirkan sesuai dengan kepentingan
negara.
2. Ketidaksengajaan pembuat undang-undang Contoh: Pada akhir tahun 1800an, undang-
undang anti-trust atau undang-undang anti monopoli di Amerika Serikat yang ditujukan untuk
pemilik modal yang berbunyi “ Apabila ada yang menghambat atau menghalangi
perdagangan antar negara bgaian, bisa dijatuhi hukuman berdasarkan undang-undang ini”.
Pada suatu kasus, serikat buruh pada perusahaan transportasi melakukan pemogokan
sehingga perdagangan antar negara bagian terhambat. Pemimpin serikat buruh ini ditangkap
dan dihukum berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap menghambat
perdagangan antar negara bagian. Seharusnya undang-undang ini ditujukan untuk pemilik
modal, bukan untuk kaum buruh. Karena itu, pada pemilu berikutnya kaum buruh memilih
wakil-wakil mereka yang memang dalam hidupnya membela kepentingan kaum buruh.
Setelah pemilu, mereka berhasil mendominasi kursi di parlemen. Sehingga, mereka
menambahkan undang-undang anti trust tersebut dengan kalimat “undang-undang ini tidak
ditujukan untuk kaum buruh”.
b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion) Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal
ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari
pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari
penghasilannya. Wajib pajak di setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari
multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib
pajak kecil (berasal dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek
sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll). Kecenderungan wajib pajak melakukan
penghindaran atau pengelakan pajak (dengan asumsi negara yang mempunyai sistem
penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang tidak mudah disuap). 1. Wajib Pajak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Besar Wajib pajak besar memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak (Tax
Avoidance). Karena: a. Perusahaan besar memiliki biro-biro hukum atau tim lawyer yang
tangguh yang mampu mencari celah dalam undang-undang pajak. b. Pembukuan dilakukan
oleh banyak orang sehingga resiko terjadinya kebocoran juga besar. c. Jika wajib pajak besar
ingin melakukan pengelakan pajak, mereka harus memperkecil
keuntungannya di mata publik. Perusahaan yang labanya kecil, performancenya akan turun
sehingga harga sahamnya turun. Hal ini mengakibatkan pamornya turun di depan relasi
dagangnya. Sehingga mereka akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang
lebih besar dibandingkan pengurangan tarif pajak.
2. Wajib Pajak Kecil Wajib pajak kecil cenderung melakukan pengelakan pajak (Tax Evation).
Karena: a. Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak. b. Apabila
dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan
diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya. c. Penghasilan para
profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada
dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai
konsumsi.
Akibat-Akibat Pengelakan Pajak
a. Dalam bidang keuangan Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena
dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain
yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
b. Dalam bidang ekonomi
1. pengelakan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha.
Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya
secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh
keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha
dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan pengusaha yang jujur.
2. Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau
perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak
akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka
akan melakukan pengelakan pajak.
3. Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan penghasilannya agar
tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan
pajak tersebut ke pasar modal.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
c. Dalam bidang psikologi Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama
saja membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan
pajak, maka wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika
perbuatannya melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang
karena tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu
lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-
undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.

d. Melalaikan Pajak Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah
menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-
formalitas yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan. 1. Jika
wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut. 2. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.
3. Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan
putusan pengadilan yang berlaku. 4. Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga,
maka diterbitkan surat penyitaan yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta
wajib pajak itu. Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan
cara kasar dan cara halus. Cara kasar: yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder
untuk mengusir juru sita tersebut. Ataupun mengancam dengan golok. Cara halus: yaitu
dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke tangan orang
lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang tersembunyi ini,
maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan pidana, maka jika
wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun perdata
(menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang berutang
tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak termasuk
utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.

D. Penghematan Pajak

Pembangunan Nasional di suatu negara diselenggarakan oleh masyarakat bersama


dengan pemerintah. Untuk menunjang Pembangunan Nasional tersebut, sumber penerimaan
dalam negeri merupakan faktor yang sangat mendukung. Selama ini, sumebr penerimaan
dalam negeri terpusat pada penerimaan sektor pajak.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Pada tahun 2000, komposisi penerimaan sector pajak dalam negeri non migas
mencapai 82%. Oleh karena itu, komposisi penerimaan sector perpajakan diupayakan terus
meningkat tiap tahunnya. Kenaikan peranan penerimaan sector perpajakan dapat diwujudkan
karena adanya pembaruan system perpajakan disertai dengan partisipasi yang konstruktif dari
masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan adanya kesadaran masyarakat akan kewajibannya untuk
membayar pajak atas penghasilan yang diterimanya. Demikian pula dengan PT. selaku Wajib
Pajak Badan. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak secara jujur
dan bertanggung jawab harus disertai dengan peningkatan pelayanan yang baik. Tidak
dipungkiri, bahwa masih ada wajib pajak (WP) yang menganggap pajak sebagai biaya yang
dapat merugikan ataupun mengurangi jumlah pendapatan perusahaannya. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, dapat dilakukan suatu tindakan manajemen pajak secara legal.
Manajemen pajak ditujukan untuk upaya meminimalkan pajak. Pada umumnya
manajemen pajak adalah suatu tindakan atau pemikiran yang merujuk kepada proses
merekayasa usaha dan transaksi WP sehingga utang pajaknya berada dalam jumlah minimal
dengan cara memanfaatkan kelemahan tanpa melanggar ketentuan perpajakan yang ada untuk
tujuan mengurangi beban pengeluaran perusahhan yang tidak lebih dari jumlah yang
seharusnya.
Bagi pemerintah pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara. Sedang bagi
perusahaan, pajak adalah faktor pengurang dalam perhitungan laba. Pajak, apapun bentuknya
bagi perusahaan merupakan unsur pengeluaran yang dapat mengurangi laba. Oleh karena itu,
perusahaan akan berusaha meminimalkan beban pajak tersebut.
Salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk meminimalkan beban pajaknya
adalah penghematan Pajak (tax saving). Persepsi Wajib Pajak akan menghasilkan suatu
strategi penghematan pajak yang disesuaikan dengan peraturan perpajakan, untuk itu
diperlukan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai peraturan-peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Berdasarkan hasil pengujian signifikasi diperoleh bahwa t > t table yaitu 3,61 > 2,02
maka hipotesis yang diajukan penulis yaitu terdapat hubungan antara persepsi wajib pajak
badan mengenai undang-undang pajak penghasilan dengan penghematan pajak penghasilan
telah teruji dan diterima. Uji korelasi dengan menggunakan koefisien korelasi untuk statisik non
parametrik denga data ordinal maka dihasilkan nilai korelasi rank spearman (rs) adalah 0,48
(cukup berarti).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa gambaran pemahaman Persepsi Wajib
Pajak Badan mengenai Undang-undang Pajak Penghasilan yaitu sebesar 45,66% termasuk
kategori tinggi, 47,83% termasuk kategori sedang dan 4,34% termasuk dalam kategori rendah,
artinya pemahaman Persepsi Wajib Pajak Badan mengenai Undang-undang Pajak Penghasilan
dapat dipahami dengan baik. Tingkat upaya Wajib Pajak Badan dalam menghemat pajak
penghasilan yaitu sebesar 15,22% termasuk kategori tinggi dan 6,52% termasuk kategori
sedang artinya Tingkat upaya Wajib Pajak Badan dalam menghemat pajak penghasilan dapat
dikatakan cukup baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan antara pemahaman wajib pajak
badan mengenai undang-undang pajak penghasilan dengan penghematan pajak yang
dilakukan oleh perusahaan. Penghematan pajak yang dilakukan melalui pajak ini diharapkan
dapat menekan beban perusahaan sehingga tercapai tingkat efisiensi beban pajak yang
diharapkan.
Penelitian ini menggunakan metode survei, dengan pendekatan kuantitaif dan telaah
statistika sebagai instrumen analisisnya, yaitu analisis korelasi (Correlation Analysis). Penelitian
ini merupakan penelitian sampel dengan teknik Simple Random Sampling pada 49 perusahaan
industri manufaktur yang termasuk ke dalam Daftar 100 Besar Wajib Pajak Tetap PPh Badan di
Lingkungan KPP Cimahi. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkat pemahaman wajib
pajak mengenai UU PPh memiliki hubungan yang signifikan dengan penghematan pajak
penghasilan.
Pemerintah meminta perusahaan yang mendapatkan keringanan pembayaran pajak
akibat stimulus fiskal mengalihkan dana yang dihematnya itu untuk meningkatkan daya beli
pegawai mereka. Langkah itu sudah bisa dilakukan sejak sekarang karena pembayaran pajak
perusahaan, terutama untuk pajak penghasilan (PPh) karyawan, sudah berlaku efektif.

Total stimulus fiskal yang ditetapkan pemerintah untuk mengantisipasi krisis ekonomi
global pada tahun 2009 mencapai Rp 73,3 triliun, sebesar Rp 43 triliun di antaranya merupakan
stimulus dalam bentuk penghematan pembayaran pajak. Stimulus pajak ini merupakan
konsekuensi dari perubahan Undang-Undang (UU) PPh menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008.
Stimulus fiskal pajak itu dibagi atas tiga bagian. Pertama, penghematan pembayaran
pajak karena penurunan tarif PPh Orang Pribadi dari maksimal 35 persen menjadi paling tinggi
30 persen senilai Rp 13,5 triliun. Kedua, penghematan pajak karena peningkatan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 15,84 juta per tahun, nilainya Rp 11 triliun. Ketiga,
penurunan tarif PPh Badan dari 30 persen menjadi 28 persen plus insentif bagi perusahaan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
masuk bursa sebesar 5 persen dengan nilai penghematan Rp 18,5 triliun.
Pemerintah menetapkan fasilitas penghematan pajak pada perusahaan dengan maksud untuk
menekan angka pemutusan hubungan kerja akibat krisis ekonomi global.
Banyak cara yang dapat dilakukan seorang investor dalam rangka memperoleh return
yang diharapkan salah satunya adalah dengan melakukan investasi portofolio yang
menerapkan pengenaan tarif pajak yang rendah khususnya pajak penghasilan.
Ada instrumen investasi yang bebas pajak, ada yang terkena tarif final terhadap
keseluruhan transaksi, ada yang dikenakan tarif final terhadap penghasilan, ada juga
pengenaan pajak yang tertunda serta ada yang diatur secara khusus.

• Investasi yang bebas pajak

Investasi yang bebas pajak seperti asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan
beasiswa. Dasarnya adalah Pasal 4 ayat 33 UU PPh yang menyatakan pembayaran asuransi
bukan objek pajak. Sebagai contoh jika berinvestasi dengan membayar premi asuransi Rp
1.000.000,-, saat jatuh tempo masa asuransi akan mendapatkan kembali Rp 1.500.000,-.
Return yang akan diperoleh adalah sebesar rp.500.000,- net tanpa dipotong pajak. Kebijakan ini
dilakukan dengan tujuan untuk menghidupkan asuransi.

• Investasi yang terkena tarif pajak final terhadap keseluruhan transaksi


Jika berinvestasi dalam saham di bursa saham , pengenaan pajak hanya 0,1%, untuk transaksi
jual beli saham ( termasuk gain dari saham ) . Ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan
memperoleh dividen dari PT.

Contoh lain jika berinvestasi dengan membeli properti seharga Rp 100.000.000,-, kemudian
dijual seharga Rp 150.000.000,-. Sesuai dengan aturan PP 79/1999 dikenakan pajak sebesar
5% dari keseluruhan transaksi yaitu Rp 7.500.000,-. Jadi walaupun perolehan keuntungan
sebesar Rp. 50.000.000,- , atas keuntungan tersebut tidak dikenakan tarif pajak normal yang
dapat mencapai 35 % atau sebesar Rp. 17.500.000,- sehingga tetap lebih hemat.

• Investasi yang terkena tarif final terhadap penghasilan.

Contoh dalam investasi ini adalah time deposit dan jenis tabungan lain, serta diskonto SBI,
terkena tarif final 20%. Contoh yang lain adalah penyewaan tanah dan bangunan, terkena tarif

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN
final 10%. Sebetulnya, tarif final 10% ini merupakan salah satu sistem untuk menyederhanakan
pemungutan pajak.

• Penundaan pengenaan pajak.

Contoh adalah dana pensiun, di mana iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh menteri keuangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Iuran yang diterima
oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, tidak termasuk objek
pajak. Jadi, dana pensiunnya sendiri kalau mendapat pajak, belum dianggap sebagai
penghasilan. Nanti pada waktu nasabah menerima pensiun, ia terkena tarif umum.

• Investasi yang terkena tarif umum yang diatur secara khusus.


Contohnya, dividen dalam negeri yang dibayar secara penuh. Walaupun, hanya dipotong dulu
15%, dan kemudian dibayar penuh saat memasukkan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak ). (Ludi
Harjanto)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs Bambang Mudjiono, Ak., MM


MANAJEMEN PERPAJAKAN

Anda mungkin juga menyukai