PERENCANAAN PAJAK
Disusun Oleh :
Drs. Bambang Mudjiono, Ak, MM
PERENCANAAN PAJAK
A. Strategi Perencanaan
Tax planning adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Tax planning merupakan
upaya legal yang bisa dilakukan Wajib Pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak
tersebut dilakukan dengan cara tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Tax Planning
merupakan sarana yang memungkinkan untuk merencanakan pajak – pajak yang dibayarkan,
agar tidak terjadi kelebihan dalam membayar pajak. Tax planning tidak berarti sebagai upaya
menghindari pajak, karena bila demikian jelas bertentangan dengan undang – undang
perpajakan yang berlaku.
Menurut Lumbantoruan dalam buku “ akuntansi pajak “ secara teoritis, tax planning
merupakan bagian dari fungsi – fungsi manajemen pajak, yang terdiri dari : planning,
implementation, dan control. Apabila dihubungkan dengan fungsi – fungsi spesifik manajemen,
perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan ( tax planning ) termasuk ke dalam salah satu
Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang
masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan
perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan pajak umumnya
selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai
dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak
tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya,
apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda.
b. Aspek Material
a. Tax saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang
memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan
pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5%-25% untuk
penghasilan karyawan sampai dengan Rp. 200 juta.
b. Tax avoidance
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat
dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan
menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang
diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat
menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
barang.
Dalam kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan
dokumen lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak standar, seperti SPPB
atau Surat Perintah Pengiriman Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog
untuk penyaluran tepung terigu, PNBP (Faktur Nota Bon Penyerahan) yang
dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan/atau bukan BBM, dan
tanda pembayaran atau kwitansi telepon.
B. Insentive Pajak
Yang dimaksud dengan insentive pajak adalah pemberian keringanan pajak yang
terutang atas Objek Pajak atau bahkan pembebasan kewajiban membayar pajak tertentu yang
terutang
Program insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak, antara lain adalah :
1. Melalui program SUN SET Policy
SUNSET Policy adalah program penjaringan untuk memperoleh WP baru yang
dijalankan pada tahun 2008 -2009 .
Program ini berhasil meningkatkan jumlah WP dari mulai sekitar 7 juta WP pada tahun
2007 menjadi hampir 12 juta WP pada akhir Maret 2009. Terjadi peningkatan hampir
71% dan meningkatnya jumlah kurang bayar pajak hingga 5,5 trilliun tahun ini.
Insentive pajak ini dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu kepedulian pemerintah
terhadap rakyat untuk meningkatkan kembali daya beli masyarakat yang menurun akibat
terjadinya krisis finansial global.
PPh 21 ditanggung pemerintah hanya berlaku bagi pegawai di sektor perikanan, semua
sektor pertanian seperti perkebunan dan peternakan, perburuan dan kehutanan dan
semua sektor industri pengolahan (manufaktur).
3. Kenaikan Lapisan Penghasilan Kena Pajak dan penurunan tarif pajak untuk PPh 21
Ini juga merupakan bentuk insentif yang diberikan pemerinta kepada WP. Tarif
penghasilan kena pajak yang berlaku saat ini mengalami kenaikan dengan detail seperti
dibawah ini ( Pasal 17 UU PPh NO. 36 Tahun 2008 ) :
No Keterangan Setahun
1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,-
2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-
3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya Rp. 15.840.000,-
digabung dengan penghasilan suami.
4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah Rp. 1.320.000,-
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang ditanggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk
setiap keluarga
Stimulus fiskal lain yang digulirkan pemerintah untuk memperkuat daya tahan industri
dalam negeri dalam masa krisis sekarang ini adalah dengan memberikan subsidi pajak
dan bebas bea masuk untuk industri yang mulai efektif berlaku pada Maret 2009.
Anggaran yang disediakan untuk program ini adalah sebesar Rp 13.3 trilliun pada APBN
2009.
Total dari Jumlah Rp 73,3 triliun stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah dalam
melindungi perekenomian dalam negeri menghadapi krisis financial itu terdiri dari :
a. Stimulus perpajakan Rp 56,3 triliun
b. Stimulus belanja negara sebesar Rp 17 triliun.
Efektif mulai January 2009 pemerintah memberlakukan UU PPh Nomor 36 tahun 2008.
yang mengatur mengenai perubahan tarif untuk jasa lain-lain yang semula bermacam-
macam menjadi tarif tunggal yaitu sebesar 2% dari penghasilan brutto yang menjadi
dasar pengenaan pajak.
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 bahwa imbalan sehubungan dengan jasa
lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan
dimaksud.
Jenis jasa lainnya yang dipotong PPh Pasal 23 diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008.
Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai kegiatan legal dan dapat
juga dikategorikan sebagai kegiatan ilegal. Suatu penghindaran pajak dikatakan ilegal apabila
transaksi yang dilakukan semata-mata untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi tersebut
tidak mempunyai tujuan usaha yang baik (bonafide business purpose).
Oleh karena itu, untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh
perusahaan multinasional, sebagian besar negara telah mempunyai ketentuan anti
penghindaran pajak (Brian J. Arnold dan Michael J. McIntyre, 2002:81).
Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan
(wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah
iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’.
Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting
bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan
pembayar diperlukan dalam hal ini.
Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka
perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin
dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan
dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan
kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :
Jika kita analogikan pajak dengan karcis tol, Jika kita lewat jalan tol namun tidak membayar
karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita menghindari untuk membayar
karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak. Menghindari
membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.
Seperti halnya dengan menghindari jalan tol (memilih jalan biasa) agar terhindar dari
kewajiban membayar karcis tol, cara yang paling mudah dan legal untuk menghindari pajak
adalah dengan cara menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, misalnya dengan
tidak memperoleh penghasilan. Namun tentu saja pilihan ini tidak mungkin untuk dipilih. Tentu
kita tidak mau khan hanya demi menghindari pembayaran pajak, lantas kita tidak mau
memperoleh penghasilan?
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah –loophole- yang dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan
minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar
sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang
‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan
yang berlaku.
Selain wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, perusahaan juga
memiliki kewajiban untuk memotong pajak yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan
kepada pihak lainnya, baik kepada karyawan maupun kepada pihak ketiga.
Atas pembayaran gaji dan tunjangan kepada karyawan perusahaan wajib memotong
dan menyetor PPh 21 yang terutang. Pembahasan mengenai PPh 21 akan dilanjutkan pada
kesempatan lain.
Sedangkan atas pembayaran kepada pihak ketiga, atas imbalan jasa/ kegiatan,
perusahaan juga memiliki kewajiban memotong PPh 23 yang terutang dan menyetorkannya ke
kas negara. Dalam kondisi yang ideal, PPh pasal 23 yang harus dipotong dari pembayaran
kepada pihak ke-3 (vendor) tidaklah menjadi pengurang penghasilan (biaya) bagi perusahaan,
karena perusahaan hanya mengurangi jumlah uang yang akan dibayarkan kepada vendor
sebesar tarif PPh 23 yang berlaku dan menyetorkannya ke kas negara.
Sayangnya, dunia –apalagi dunia pajak- tidak selalu indah. Ada saat dimana
perusahaan harus melakukan transaksi dengan vendor yang lebih superior dan tidak bersedia
dipotong pajak atas fee yang akan diterimanya. Ada saat dimana perusahaan dalam posisi
sangat membutuhkan jasa ‘pihak ketiga tersebut’ karena otoritas yang dimilikinya. Dalam
kondisi seperti ini, perusahaan lagi-lagi akan memperhitungkan alternatif mana yang harus
dipilih agar pajak tidak semakin menjadi beban bagi perusahaan. Kadang perusahaan terpaksa
memilih untuk melakukan gross up atas fee yang akan dibayarkan kepada vendor / pihak ketiga
yang jasanya sangat dibutuhkan perusahaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Adakalanya perusahaan memilih untuk menanggung pajak yang seharusnya menjadi beban
pihak lain, meskipun beban pajak tersebut pada akhirnya menjadi komponen non deductable
item.
Penghindaran pajak
Alasannya, biaya bunga (biaya yang timbul atas pinjaman) dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak anak perusahaan. Sedangkan dividen (biaya yang berkaitan dengan
modal) tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Adapun treaty
shopping dilakukan dengan cara memanfaatkan fasilitas tax treaty suatu negara oleh
perusahaan yang tidak berhak atas fasilitas treaty tersebut.
Di Indonesia, ketentuan anti penghindaran pajak diatur dalam Pasal 18 UU PPh, akan
tetapi tidak diatur secara ketat seperti yang diterapkan di banyak negara. Sebagai contoh,
dalam ketentuan perpajakan Indonesia tidak ada pembatasan perbandingan antara modal dan
utang (Debt Equity Ratio) untuk mencegah pembebanan biaya bunga yang tidak wajar, dan
juga belum ada prosedur rinci tentang Advance Pricing Agreement (APA) yang bisa diterima
oleh pihak fiskus maupun Wajib Pajak sebagai jalan tengah untuk memecahkan kebuntuan
pemeriksaan transaksi transfer pricing yang begitu rumit dan memerlukan waktu yang lama.
Oleh karena ketiadaan sebagian aturan tentang anti penghindaran pajak dalam
ketentuan perpajakan Indonesia, tentu saja akan dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan
multinasional untuk memperkecil beban pajak mereka.
d. Melalaikan Pajak Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah
menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-
formalitas yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan. 1. Jika
wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut. 2. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.
3. Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan
putusan pengadilan yang berlaku. 4. Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga,
maka diterbitkan surat penyitaan yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta
wajib pajak itu. Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan
cara kasar dan cara halus. Cara kasar: yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder
untuk mengusir juru sita tersebut. Ataupun mengancam dengan golok. Cara halus: yaitu
dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke tangan orang
lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang tersembunyi ini,
maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan pidana, maka jika
wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun perdata
(menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang berutang
tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak termasuk
utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.
D. Penghematan Pajak
Total stimulus fiskal yang ditetapkan pemerintah untuk mengantisipasi krisis ekonomi
global pada tahun 2009 mencapai Rp 73,3 triliun, sebesar Rp 43 triliun di antaranya merupakan
stimulus dalam bentuk penghematan pembayaran pajak. Stimulus pajak ini merupakan
konsekuensi dari perubahan Undang-Undang (UU) PPh menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008.
Stimulus fiskal pajak itu dibagi atas tiga bagian. Pertama, penghematan pembayaran
pajak karena penurunan tarif PPh Orang Pribadi dari maksimal 35 persen menjadi paling tinggi
30 persen senilai Rp 13,5 triliun. Kedua, penghematan pajak karena peningkatan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 15,84 juta per tahun, nilainya Rp 11 triliun. Ketiga,
penurunan tarif PPh Badan dari 30 persen menjadi 28 persen plus insentif bagi perusahaan
Investasi yang bebas pajak seperti asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan
beasiswa. Dasarnya adalah Pasal 4 ayat 33 UU PPh yang menyatakan pembayaran asuransi
bukan objek pajak. Sebagai contoh jika berinvestasi dengan membayar premi asuransi Rp
1.000.000,-, saat jatuh tempo masa asuransi akan mendapatkan kembali Rp 1.500.000,-.
Return yang akan diperoleh adalah sebesar rp.500.000,- net tanpa dipotong pajak. Kebijakan ini
dilakukan dengan tujuan untuk menghidupkan asuransi.
Contoh lain jika berinvestasi dengan membeli properti seharga Rp 100.000.000,-, kemudian
dijual seharga Rp 150.000.000,-. Sesuai dengan aturan PP 79/1999 dikenakan pajak sebesar
5% dari keseluruhan transaksi yaitu Rp 7.500.000,-. Jadi walaupun perolehan keuntungan
sebesar Rp. 50.000.000,- , atas keuntungan tersebut tidak dikenakan tarif pajak normal yang
dapat mencapai 35 % atau sebesar Rp. 17.500.000,- sehingga tetap lebih hemat.
Contoh dalam investasi ini adalah time deposit dan jenis tabungan lain, serta diskonto SBI,
terkena tarif final 20%. Contoh yang lain adalah penyewaan tanah dan bangunan, terkena tarif
Contoh adalah dana pensiun, di mana iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh menteri keuangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Iuran yang diterima
oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, tidak termasuk objek
pajak. Jadi, dana pensiunnya sendiri kalau mendapat pajak, belum dianggap sebagai
penghasilan. Nanti pada waktu nasabah menerima pensiun, ia terkena tarif umum.