Anda di halaman 1dari 27

MANAJEMEN PAJAK ATAS ELEMEN BEBAN

DARI PENJUALAN BARANG DAN


PENGURANGAN DARI PENGHASILAN
BRUTO (GROSS INCOMEE)

ENTAR SUTISMAN
Capital Expenditure vs
Revenue Expenditure
• Capital expenditure merupakan pengeluaran yang
bertujuan untuk memperoleh suatu aset atau untuk
menambah nilai ekonomis aset tersebut di masa yang
akan datang. Perlakuan akuntansinya adalah dengan
mengapitalisasikan besar biaya yang dikeluarkan sebagai
aset.

• Revenue expenditure merupakan pengeluaran yang


dikeluarkan dengan tujuan untuk memperoleh
penghasilan pada periode di mana pengeluaran dan
beban tersebut terjadi, masa manfaatnya hanya satu
periode saja. Perlakuan akuntansinya adalah dengan
mencatat biaya yang dikeluarkan sebagai beban
Capital Expenditure vs
Revenue Expenditure
N Keterangan Capital Expenditure Revenue
o Expenditure
1. Definisi Pengeluaran yang dikeluarkan untuk Biaya yang
mendapatkan aset tetap, serta dikeluarkan untuk
meningkatkan kapasitas aset tersebut aktivitas bisnis
sehari-hari
2. Jangka Waktu Jangka panjang Jangka pendek
3. Nilai Tambah Meningkatkan nilai aset tetap yang Tidak
ada meningkatkan
nilai aset yang ada
4. Posisi di Laporan Muncul sebagai aset di neraca Muncul di laporan
Keuangan keuangan dan beberapa bagian dalam laba rugi
laporan laba rugi
Foreign Exchange Loss

➢Kerugian selisih kurs mata uang asing merupakan salah satu


beban yang boleh dibebankan menurut pasal 6 ayat (1e) UU
Pajak Penghasilan. Hal ini juga diatur dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 03/PJ.31/1997. Waktu
pembebanan kerugian atas selisih kurs akibat adanya fluktuasi
kurs dilakukan sesuai dengan pembukuan yang dianut oleh
Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas:
➢Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan kurs tetap (kurs historis), maka pembebanan
dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata
uang asing tersebut;
➢Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang
sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya
dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tersebut.
PEMILIHAN Metode Persediaan

Menurut UU Pajak Penghasilan pasal 10 ayat (6),


ada dua metode yang dapat digunakan oleh Wajib
Pajak dalam menilai persediaan barang dan
pemakaian persediaan untuk menghitung harga
pokok penjualannya yaitu first in first out
(mendahulukan persediaan yang diperoleh
pertama) dan weighted average (merata-ratakan
nilai persediaan).
PEMILIHAN Metode Persediaan
PEMILIHAN Metode Persediaan
PEMILIHAN Metode Persediaan
(Weight Average)
Perhitungan Laba Bersih untuk
Masing-Masing Metode
Summary Perbandingan
Metode Average dan FIFO
Perbandingan Metode Average
dan FIFO

• Penggunaan metode FIFO akan menghasilkan


Harga Pokok Penjualan yang lebih kecil
dibandingkan metode Average sehingga laba
bersih perusahaan akan menjadi lebih besar
dan beban pajak yang harus ditanggung Wajib
Pajak juga lebih besar.
• Penggunaan metode Average menyebabkan
jumlah kas yang dimiliki oleh perusahaan lebih
banyak dibandingkan dengan metode FIFO
karena adanya penghematan dalam
pembayaran pajak.
Pemilihan Metode Penyusutan
• Metode Penyusutan Saldo • Metode Penyusutan Garis Lurus
Menurun
Saldo menurun adalah sistem
penyusutan dipercepat yang Metode garis lurus adalah suatu
mencatat biaya penyusutan metode penyusutan aktiva tetap
lebih besar selama tahun-tahun di mana beban penyusutan tetap
awal masa manfaat asset dan per tahunnya sama hingga akhir
mencatat biaya penyusutan umum ekonomis aktiva tetap
lebih kecil untuk tahun-tahun tersebut. Metode ini termasuk
masa manfaat aset berikutnya. yang paling luas dipakai. Untuk
penyusutan dengan metode penerapan “Matching Cost
saldo menurun dihitung Principle”, metode garis lurus
dengan mengalikan nilai buku dipergunakan untuk
aset ini dengan tarif menyusutkan aktiva-aktiva yang
penyusutan aset. Menurutnya, fungsionalnya tidak terpengaruh
metode saldo menurun oleh besar kecilnya volume
merupakan kebalikan dari produk atau jasa yang dihasilkan
metode garis lurus dan cocok seperti bangunan dan peralatan
untuk aset yang cepat usang. kantor.
Tarif Penyusutan Metode Garis
Lurus dan Saldo Menurun
Kelompok Harta Masa Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun
Berwujud
Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -
Perbandingan Perhitungan Metode
Garis Lurus dan Saldo Menurun

Data Aset Perusahaan ABC adalah sebagai


berikut:
• Jenis Harta : Mesin
• Tanggal Pembelian : 1 Januari 2008
• Harga Perolehan : Rp250,000,000
• Masa Manfaat Fiskal : 8 tahun (Kelompok 2)
Perbandingan Perhitungan Metode Garis
Lurus dan Saldo Menurun

Tahun Penyusutan Fiskal Efisiensi PPh (25%)


MGL MSM MGL MSM Perbedaan
2008 31,250,000 62,500,000 7,812,500 15,625,000 7,812,500

2009 31,250,000 46,875,000 7,812,500 11,718,750 3,906,250

2010 31,250,000 35,156,250 7,812,500 8,789,063 976,563

2011 31,250,000 26,367,188 7,812,500 6,591,797 (1,220,703)

2012 31,250,000 19,775,391 7,812,500 4,943,848 (2,868,652)

2013 31,250,000 14,831,543 7,812,500 3,707,886 (4,104,614)

2014 31,250,000 11,123,657 7,812,500 2,780,914 (5,031,586)

2015 31,250,000 33,370,972 7,812,500 8,342,743 530,243

250,000,000 250,000,000 62,500,000 62,500,000 -


Perbandingan Perhitungan Metode
Garis Lurus dan Saldo Menurun

Apabila ditinjau berdasarkan tabel di atas, maka


dapat terlihat bahwa untuk tiga tahun pertama,
Metode Saldo Menurun menyebabkan beban
penyusutan yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan Metode Garis Lurus yang berdampak pada
lebih kecilnya jumlah laba bersih yang dihasilkan
dan lebih kecilnya beban pajak yang ditanggung
oleh Wajib Pajak dibandingkan dengan metode
garis lurus. Penggunaan metode saldo menurun
dapat membantu Wajib Pajak dalam menghemat
pajak di tahun-tahun awal.
BEBAN BUNGA (SE-
46/PJ.4/1995)
SE-46/PJ.4/1995 merupakan peraturan yang mengatur
tentang perlakuan biaya bunga yang dibayar atau terutang
dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan berupa
bunga deposito atau tabungan lainnya. Menurut peraturan
ini, besarnya bunga pinjaman yang boleh dibebankan oleh
Wajib Pajak adalah:
• Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan
atau lebih kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan
sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka
bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut
seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
• Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah
rata-rata dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau
tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman yang boleh
dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau
terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya.
BEBAN BUNGA (SE-
46/PJ.4/1995)
Terlepas dari poin sebelumnya, Peraturan ini juga
memberikan pengecualian di mana bunga pinjaman dapat
dibebankan sesuai dengan pasal 6 ayat (1) UU Pajak
Penghasilan dalam hal:
• Dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam
bentuk rekening giro yang atas jasanya dikenakan pajak
bersifat final.
• Adanya keharusan untuk menempatkan dana dalam jumlah
tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito
sepanjangan jumlahnya semata-mata untuk memenuhi
keharusan tersebut, misalnya cadangan biaya reklamasi
yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito atau
tabungan di Bank Pemerintah.
• Adanya bukti bahwa penempatan deposito atau tabungan
dananya berasal dari tambahan modal dari sisa laba setelah
pajak.
Cadangan Piutang Tak
• . Tertagih

Pasal 9 ayat (1c) UU Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa


pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali:
• Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan
usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang.
• Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan
sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial yang meliputi cadangan premi tanggungan sendiri dan
klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi serta
cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa.
• Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
yaitu cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif
dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya.
Cadangan Piutang Tak Tertagih
• .
• Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yaitu
cadangan biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki
atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat
kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan
berdaya guna sesuai peruntukannya.
• Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
yaitu cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan
yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas hutan
yang telah dieksploitasi untuk usaha terkait dengan sistem
pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
• Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan
bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang
mencakup kegiatan penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan
penimbunan hasil pengolahan limbah industri.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih yang boleh
dibebankan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 jo. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 219/PMK.011/2012
Biaya Entertainment

Biaya entertainment merupakan salah satu jenis


biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto sepanjang biaya tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan. Untuk dapat membebankannya, Wajib
Pajak harus membuat daftar nominatif seperti yang
dilampirkan oleh Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE-27/PJ.22/1986 tentang biaya entertainment dan
sejenisnya. Dalam hal manajemen pajak, Wajib
Pajak harus membuat daftar ini agar seluruh biaya
entertainment yang berhubungan dengan usaha
dapat dibebankan.
Biaya Promosi

Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan


bruto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
02/PMK.03/2010. Besarnya biaya promosi yang boleh
dibebankan merupakan akumulasi dari jumlah:
• Biaya periklanan di media elektronik, media cetak,
dan/atau media lainnya,
• Biaya pameran produk,
• Biaya pengenalan produk baru, dan/atau
• Biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
Wajib Pajak harus membuat daftar nominatif atas biaya
promosi sesuai dengan format yang dilampirkan dalam PMK
Nomor 02/PMK.03/2010 dan melampirkannya dalam SPT
Tahunan Badan.
Pengujian untuk Menguji
Kebenaran Beban Pokok Penjualan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2012
menyebutkan bahwa terdapat beberapa teknik yang
dapat digunakan pemeriksa untuk mendapatkan temuan
dalam pemeriksaannya seperti pemanfaatan informasi
internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak,
pengujian keabsahan dokumen, evaluasi, analisis angka-
angka, penelusuran angka-angka (tracing), penelusuran
bukti, pengujian keterkaitan, ekualisasi atau rekonsiliasi,
permintaan keterangan atau bukti, konfirmasi, inspeksi,
pengujian kebenaran fisik, pengujian kebenaran
perhitungan matematika, wawancara, uji petik, teknik
audit berbantuan Komputer, dan teknik-teknik
pemeriksaan lainnya.
Adapun pos yang berkaitan dalam rangka pengujian
keterkaitan untuk menguji kebenaran beban pokok
penjualan antara lain:
• Pembelian – Pelunasan Utang Usaha
• Barang Masuk/Keluar – Mutasi Persediaan
Pengujian untuk Menguji
Kebenaran Beban Pokok Penjualan

• Pengujian arus barang yaitu untuk memastikan kebenaran


semua unit barang yang keluar ataupun masuk ke gudang
dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti pemakaian
sendiri, barang rusak, sampel, pemberian cuma-cuma,
retur pembelian, barang dalam pengiriman, dan lainnya.
• Formula:
HPP = Saldo Awal Persediaan + Pembelian – saldo Akhir
Persediaan
• Pengujian arus utang yaitu untuk memastikan pembelian
barang secara kredit.
• Formula:
• Pembelian = Saldo Akhir Utang Usaha + Pembelian Tunai
+ Pelunasan Utang Usaha – Saldo Awal Utang Usaha +/-
Penyesuaian
Ekualisasi Beban Pokok Penjualan
dan Beban Operasional dengan DPP
PPN Masukan
Secara teori, seharusnya besarnya nilai Pajak Masukan yang dimiliki oleh Wajib
Pajak adalah 11% dari total pembelian yang dilakukannya. Namun, pada
kenyataannya sering terjadi perbedaan antara Pajak Masukan dan pembelian
yang disebabkan karena beberapa hal:
• Wajib Pajak tidak sepenuhnya melakukan pembelian dari Pengusaha Kena Pajak
(PKP) sehingga tidak ada Faktur Pajak yang diterima.
• Wajib Pajak telah melakukan pembayaran uang muka kepada pemasok, namun
barang belum dikirim dan belum diterima. Wajib Pajak telah menerima faktur
pajak masukan dari pemasok sesuai dengan peraturan PPN.
• Wajib Pajak menerima Faktur Pajak Masukan selain dari pemasok barang
dagang akibat adanya transaksi lain seperti pembelian aset tetap,
pengangkutan barang, dan transaksi lain dengan pemasok lainnya yang
menunjang kegiatan operasional.
• Wajib Pajak menerima Faktur Pajak cacat sehingga tidak dapat dikreditkan.
Dengan melakukan ekualisasi (Rekonsiliasi), Wajib Pajak dapat mengetahui
perbedaan yang ada serta mencari tahu penyebab atas perbedaan tersebut. Hal
ini dilakukan sebagai persiapan dalam memberikan tanggapan kepada Account
Representative apabila Wajib Pajak diperiksa oleh otoritas pajak.
KESIMPULAN
• Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
Menetapkan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak yakni
dengan mengurangi Penghasilan Bruto dengan biaya Deductible lalu
didapatkan laba kena pajak. Penyusunan laporan keuangan fiskal
didasarkan pada penerapan mekanisme atau prinsip taxable dan
deductible. Implementasi dari taxability deductibility berarti bahwa
biaya-biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pihak
pembayar apabila pihak penerima uang tersebut melaporkannya
sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenai pajak. Upaya
yang bisa dilakukan wajib pajak dalam perencanaan pajak atas
elemen beban dari penjualan barang dan pengurangan dari
penghasilan bruto harus memperhatikan hal-hal yang telah disebutkan
di atas. Elemen-elemen biaya tersebut harus diperhatikan dalam
penghitungan laba fiskal dan beban pokok penjualan agar perusahaan
tidak akan ada koreksi yang material atas beban yang sudah dicatat
dan diperhitungkan dalam SPT sehingga tidak timbul koreksi yang
menyebabkan perusahaan harus membayar sanksi administrasi
perpajakan di kemudian hari karena adanya kesalahan catat atau
kurang tepatnya manajemen pajak atas pemilihan metode-metode
tersebut.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai