Perlakuan pajak dari keuntungan selisih kurs dan kerugian secara teratur menimbulkan
pertanyaan. Artikel ini dimaksudkan sebagai review aturan main yang ditetapkan dalam UndangUndang Pajak Penghasilan. Keputusan yang diberikan oleh pengadilan dan posisi diadopsi oleh
otoritas pajak. Aturan yang berbeda, yang kita tidak akan membahas di sini, berlaku untuk
individu dan untuk lindung nilai dan turunannya.
Konsep dasar
Tunduk pada pemilu memungkinkan penggunaan mata uang fungsional (ss. 261 (3) ITA),
ayat 261 (2) ITA, mata uang Kanada yang akan digunakan dalam menentukan hasil pajak
Kanada wajib pajak. Oleh karena itu, jumlah setiap dinyatakan dalam mata uang selain dolar
Kanada harus dikonversi untuk membangun hasil wajib pajak untuk tujuan pajak Kanada.
Sebagai aturan umum, konversi harus dilakukan dengan menggunakan nilai tukar mata uang
yang relevan dikutip oleh Bank of Canada di siang hari pada tanggal transaksi, atau nilai tukar
lainnya Menteri menganggap diterima. Namun, kita harus menentukan bahwa Badan Kanada
Pendapatan ("CRA") menerima penggunaan kurs rata-rata untuk transaksi saat ini, atau ketika
jumlah yang terhuyung-huyung di seluruh tahun.
Sifat valuta asing keuntungan atau kerugian
Untuk menentukan perlakuan pajak yang berlaku untuk laba atau rugi kurs, langkah
pertama adalah untuk mengidentifikasi sifatnya. Ini kemudian harus ditetapkan apakah
keuntungan atau kerugian adalah barang pendapatan atau barang modal. Kualifikasi ini akan
menentukan jumlah yang akan dikenakan pajak atau dikurangkan, tarif pajak yang akan berlaku
dan waktu
pengakuan keuntungan atau kerugian untuk tujuan pajak.
UU PPh tidak mengandung ketentuan apapun mengenai sifat dari keuntungan dan
kerugian selisih kurs. Oleh karena itu perlu mengandalkan prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan
oleh pengadilan. Shell Canada v. Canada, [1999] 3 S.C.R. ("Shell"), menetapkan mendikte
prinsip bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs tergantung pada sifat dari transaksi yang
terlibat (transaksi yang mendasarinya). Dengan demikian, untuk mencapai kesimpulan mengenai
sifat dari keuntungan atau kerugian selisih kurs, transaksi sehingga menimbulkan harus
diperiksa, atau penggunaan dana, dalam kasus dana pinjaman dalam mata uang asing. Misalnya,
keuntungan atau kerugian selisih kurs menyadari setelah pembelian atau penjualan barang dalam
persediaan atau jasa akan memenuhi syarat sebagai item pendapatan. Namun, laba kurs atau
kerugian yang dihasilkan dari pembelian atau penjualan properti modal akan menjadi barang
modal.
2. Capital expenditure versus revenue expenditure.
Buy Fixed Assets vs Leasing (Finance Lease)
Buy Fixed Assets:
Capital expenditure
Alokasi biaya: depresiasi
Selama masa SGU tidak boleh menyusutkan brg modal, sampai hak opsi dipakai;
Dasar penyusutan setelah pemakaian hak opsi adalah nilai sisa brg ybs
Dapat membebankan pembayaran SGU dari pengh bruto
Bila masa SGU lebih pendek, biaya akan dikoreksi.Objek PPh adalah Imbalan Jasa
(pembyrn - angs.pokok)
.Tidak boleh menyusutkan brg modal
Bila masa SGU lebih pendek, penghasilan akan dikoreksi.
Dapat membentuk cadangan
Kerugian piutang tak tertagih dibebankan ke cadangan ybs.
Dlm hal cadangan > kerugian, sisanya mrpk penghasilan, demikian sebaliknya;
g.Angsuran PPh Ps 25 dihitung dari laporan keuangan tri - wulan disetahunkan dibagi 12.
Perlakukan PPh atas SGU Finance Lease Lessor Lessee
Pertimbangan:
o
Jika jangka waktu leasing < useful life per fiskal lebih baik leasing karena
angsuran pokok > depresiasi meningkatkan expense reduce taxable income
reduce tax payable
penilaian persediaan yang diizinkan oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average)
dan metode FIFO (first in first out). Untuk efisiensi pajak, terutama dalam kondisi perekonomian
yang mengalami inflansi seperti saat ini dimana harga-harga barang cenderung naik, maka
metode rata-rata (average) akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode FIFO (first in first out). Harga pokok penjualan yang lebih tinggi
akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga akan
menjadi lebih kecil. Dengan demikian dalam penilaian persedian, pemilihan menggunakan
metode rata-rata (average) lebih menguntungkan untuk efisiensi beban pajak bagi perusahaan.
4. Pemilihan metode penyusutan
Berdasarkan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan No.17, penyusutan adalah alokasi
jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan
perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang.
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang PPh Tahun 2000, bahwa
pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan
dibebankan melalui penyusutan. Sejak tahun 1995, metode penyusutan fiskal untuk aktiva tetap
berwujud bukan bangunan yang diakui oleh fiskus adalah metode saldo menurun dan metode
garis lurus dan wajib pajak diperkenankan untuk memilih metode mana yang akan dipakainya,
sepanjang dilaksanakan dengan taat asas dan diterapkan terhadap seluruh kelompok harta.
Penyusutan dengan metode garis lurus akan menghasilkan beban penyusutan yang sama
besarnya setiap periode, sedangkan penyusutan dengan metode saldo menurun akan
menghasilkan beban penyusutan lebih besar pada awal periode dan semakin menurun pada
periode-periode berikutnya. Pada saat umur ekonomis aktiva tersebut habis, maka jumlah
akumulasi penyusutan dari kedua metode tersebut sama. Sebelum menentukan metode
penyusutan mana yang akan digunakan untuk mengefisiensi beban pajak, maka seorang tax
planner terlebih dahulu harus melihat kondisi dari perusahaan yang bersangkutan. Jika pada awal
tahun investasi kondisi perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar, maka dapat
dipakai metode penyusutan saldo menurun, sehingga biaya penyusutan tersebut dapat
mengurangi laba kena pajak. Sedangkan jika pada awal tahun investasi diperkirakan kondisi
perusahaan belum bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian, maka dapat memilih
menggunakan metode penyusutan garis lurus yang akan memberikan biaya yang lebih kecil
supaya biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Sedangkan untuk aktiva tetap
bangunan, metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan peraturan perpajakan hanya
metode garis lurus.
5. Menyiasati SE-46/PJ.4/1995
Dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya langsung
atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana yang berasal dari pihak ketiga yang dibebani
biaya bunga. Maka Wajib Pajak dapat memperkecil Penghasilan Kena Pajak secara tidak wajar,
karena bunga yang terutang atau dibayar atas pinjaman tersebut dikurangkan sebagai biaya,
sedangkan bunga yang diterima atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk
deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam penghitungan Penghasilan
Kena Pajak karena telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 15%.
Sehubungan dengan hal tsb, melalui SE-46/PJ.4/1995, diberikan penegasan sbb:
a. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah
rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka
bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat
dibebankan sebagai biaya.
b. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman
yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas ratarata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito
berjangka atau tabungan lainnya.
Contoh:
Pada tahun 1995 PT. A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimum
sebesar Rp 200.000.000,00 dan tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tersebut telah
diambil pada bulan Pebruari sebesar Rp 125.000.000,00, pada bulan Juni diambil lagi
sebesar Rp 25.000.000,00 dan sisanya (Rp 50.000.000,00) diambil pada bulan Agustus.
Disamping itu Wajib Pajak mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito
dengan perincian sebagai berikut:
o bulan Pebruari s/d Maret sebesar Rp. 25.000.000,00
o bulan April s/d Agustus sebesar Rp. 46.000.000,00
Pinjaman
Jangka Waktu
Januari
Rp 0
1 bulan = Rp 0
Pebruari s/d Maret
Rp 25.000.000,00 2 bulan = Rp 50.000.000,00
Juni s/d Juli
Rp 46.000.000,00 5 bulan = Rp 230.000.000,00
Agustus s/d Desember
Rp 50.000.000,00 4 bulan = Rp 200.000.000,00
Jumlah
Rp 4.800.000.000,00
Rata-rata deposito perbulan = Rp 480.000.000,00 : 12 = Rp 40.000.000,00
Bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya = 20% x (Rp 150.000.000,00 - Rp
40.000.000,00) = Rp 22.000.000,00
Diluar dari ketentuan tersebut, bunga yang dibayarkan atau terutang atas pinjaman Wajib Pajak
dari pihak ketiga dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya, dalam hal:
a. dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas
jasanya dikenakan PPh yang bersifat final,
b. adanya keharusan bagi Wajib Pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada
suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi
keharusan tersebut: misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam
bentuk deposito atau tabungan di Bank Pemerintah,
c. dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya berasal dari
tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.
6. Cadangan Kerugian Piutang tak Tertagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak, dan
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara (Badan Usaha Piutang dan Lelang Negara BUPLN), atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan
utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, dan telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan untuk jumlah utang tertentu (khusus debitur kecil tidak perlu)
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib
Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan
upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yang dimaksud dengan publikasi dalam penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala
nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
7. Biaya entertainment
Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya sepanjang untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Contoh Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya adalah jamuan makan untuk
relasi bisnis.
Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar
dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).
Bagi Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, agar
melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan atau PPh Orang Pribadi yang
menggunakan pembukuan berupa daftar nominatif yang berisi :
a. Nomor urut.
b. Tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.
c. - Nama tempat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.
-
d. Relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nmor urut
tersebut di atas berisi :
-
Nama
Posisi
Nama perusahaan
Jenis usaha.
adalah biaya promosi yang ketentuanya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 6 ayat
(1) huruf a angka 7 UU PPh).
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur hal ini sebenarnya sudah dikeluarkan yaitu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009. Namun demikian,
belum sempat Wajib Pajak menggunakan ketentuan ini, ternyata telah terbit pada tanggal 8
Januari 2009 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi Yang
Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 2009 sehingga
Wajib Pajak yang akan membuat SPT Tahunan 2009, sudah dapat menggunakan peraturan ini
dan mengabaikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009.
Tulisan di bawah ini adalah merupakan hasil ringkasan atau penyusunan kembali ketentuan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 dan tidak memperhatikan sama
sekali ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009.
Pengertian Biaya Promosi
Yang dimaksud dengan biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang
dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian
suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau
meningkatkan penjualan.
Besarnya biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi
dari biaya periklanan (media cetak, elektronik dan/atau media lainnya), biaya pameran produk,
biaya pengenalan produk baru dan/atau biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi
produk.
Biaya Promosi Yang Tidak Dapat Dikurangkan
Berikut ini adalah biaya promosi yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam
menghitung penghasilan neto :
1. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, kepada fihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan
kegiatan promosi
2. biaya promosi untuk mendapatkan , menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang
dapat dikurangkan adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan sepanjang belum
dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.
Kewajiban Pemotongan PPh
Kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan ditegaskan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri
Keuangan ini di mana jika biaya promosi dibebankan kepada fihak lain dan merupakan objek
pemotongan Pajak Penghasilan, maka wajib dilakukan pemotongan sesuai ketentuan yang
berlaku.
Kewajiban pemotongan PPh ini misalnya jika biaya promosi berupa iklan maka harus dilakukan
pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto sesuai ketentuan dalam Pasal 23 UU
PPh dan peraturan pelaksanaannya. Contoh lain misalnya jika promosi dilakukan berupa
kegiatan pameran atau acara yang dilakukan dengan menggunakan jasa event organizer, maka
atas jasa tersebut wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 21 sesuai dengan
ketentuan yang sesuai.
Daftar Nominatif
Untuk dapat mengurangkan biaya promosi yang dibayarkan kepada fihak lain, Wajib
Pajak harus membuat daftar nominatif yang yang paling sedikit memuat informasi nama, NPWP
dan alamat penerima serta tanggal, bentuk dan jenis biaya promosi, besarnya biaya, nomor bukti
pemotongan dan besarnya PPh yang dipotong. Bentuk daftar nominatif ini sudah diatur dalam
lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.
Daftar nominatif ini nantinya dilaporkan sebagai lampiran SPT Tahunan yang disampaikan Wajib
Pajak. Apabila ketentuan di atas tentang daftar nominatif ini tidak sipenuhi maka biaya promosi
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
9. Berbagai pengujian untuk menguji kebenaran beban pokok penjualan
Penjelasan umum Undang-Undang No. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak (UU PP) dalam
anilea menjelaskan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan UndangUndang Perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat wajib pajak, sehinggga
dapat menimbulkan sangketa Pajak antar wajib pajak dangan pejabat yang berwenang.
Pasal 1 butir ke 5 UU PP memberikan pengertian resmi sangketa pajak sebagai berikut:
sangketa pajak adalah sangketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau
penanggung pajak dengan pejabat yang berwenangsebagai akibat dikeluarkanya keputusan yang
10. Ekualisasi beban pokok penjualan dan beban operasional dengan DPP PPN
Masukan
A. Teknik Penentuan Saat Terutang Pajak
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun
2000 menjelaskan bahwa pemotongan PPh oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 UU PPh, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu. Sementara itu, penjelasan Pasal 8 ini memberikan informasi tambahan sbb.:
1.
pemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 23
UU PPh yang dikaitkan dengan saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
2.
3.
pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang
berkewajiban memotong atau memungut PPh.
4.
pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi,
saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
5.
Ref
OBJEK PAJAK
510121 Perawatan & Perbaikan
01
Komputer
510121 Jasa Perawatan Alat
Wajib Pajak
Pemeriksa
21.987.000
P23-1
Koreksi
21.987.000
315.420.000 315.420.000
02
Kantor & Gedung
510122 Telepon & Internet
49.440.000
49.440.000
01
510122 Printing & Stationery
42.000.000
42.000.000
02
510122 Sewa Furnitur
40.800.000
40.800.000
03
510122 Sewa Crane
37.200.000
37.200.000
04
510122 Jasa Pengurusan
21.000.000
21.000.000
05
Dokumen
510122 Keamanan Kantor
72.000.000
72.000.000
06
510122 Katering
54.000.000
54.000.000
07
510122 Kebersihan
40.800.000
40.800.000
08
510123 Iklan & Promosi
P23-2
187.146.955 187.146.955
01
510123 Komisi Penjualan
P23-3
150.000.000 150.000.000
02
510123 Packaging & Pengiriman
03
36.000.000
36.000.000
Kode
Ref
Wajib Pajak
04
510124 Rekrutmen dan Pelatihan
01
510124 Sewa Container
P23-4
Pemeriksa
Koreksi
96.000.000
96.000.000
29.000.000
29.000.000
150.000.000 150.000.000
02
510124 Legal
87.500.000
87.500.000
03
510124 Audit
45.000.000
45.000.000
04
510124 Sub Kontrak Tenaga
30.000.000
30.000.000
05
Kerja
510124 Konsultan
44.000.000
44.000.000
06
510124 Royalti
235.000.000 235.000.000
07
Objek Pajak menurut
1.175.500.0
SPT
Jumlah Objek Pajak
00
00)
1.175.500.0 1.784.293.95 608.793.955
00
0 (1.175.500.0
PAJAK TERUTANG
Tarif 1,5%
Tarif 2%
Tarif 3%
Tarif 6%
Tarif 7,5%
Tarif 15%
Jumlah Pajak Terutang
1.062.000
1.422.000
3.960.000
6.120.000
1.760.000
1.760.000
12.037.500 42.142.228
4.752.000 16.200.000
30.000.000 35.250.000
53.571.500 102.894.228
PAJAK TELAH
53.571.500
53.571.500
49.322.728
49.322.728
360.000
2.160.000
0
30.104.728
11.448.000
5.250.000
49.322.728
DISETOR
PAJAK KURANG
(LEBIH) BAYAR
Pendekatan yang dilakukan pemeriksa biasanya didasarkan pada account base seperti terlihat
di atas. Selanjutnya, pemeriksa menyerahkan temuan sementara di atas ke wajib pajak untuk
dilakukan pembuktian terbalik. Artinya, jika wajib pajak tidak dapat membuktikan objek
pajak menurut pemeriksa, dianggap bahwa angka menurut pemeriksa tersebut akan menjadi
dasar penerbitan SKPKB.
Untuk membantah temuan pajak sesuai kertas kerja pemeriksaan (KKP) di atas, wajib pajak
harus melakukan pendekatan sbb.:
1.
2.
merinci bukti potong berdasarkan jenis jasa dan vendor, lalu mengaitkan dengan
journal voucher yang menjadi dasar pencatatan transaksi di buku besar. Alangkah
baiknya, di dalam bukti potong PPh Pasal 23 tercantum nama akun dan nomor FP
Masukan di kiri bawah. Dengan demikian, proses pencocokan bukti potong, jurnal,
voucher, dan FP Masukan bisa lebih cepat.
3.
potong yang dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 23. Karena itu, untuk mempermudah
proses pembuktian terbalik, wajib pajak perlu memberikan kode transaksi tertentu pada
bukti potong atau sebaliknya membubuhkan kode bukti potong di dalam detail GL.
C. Teknik Pemisahan antara Material dan Jasa dalam Invoicing
Dengan mengacu pada ketentuan serta tabel ilustrasi KKP PPh Pasal 23 di atas, wajib pajak
perlu merinci juga transaksi-transaksi yang menjadi objek PPh Pasal 23 dan menggabungkan
jasa dan material di dalam buku besarnya. Untuk mendukung argumentasi, wajib pajak perlu
menyiapkan bukti pendukung terkait seperti kontrak atau pun invoice.
D. Teknik Ekualisasi Objek Pajak dengan Faktur Pajak Masukan
Teknik ini menggunakan pendekatan faktur pajak masukan yang telah dilaporkan oleh wajib
pajak dalam SPT Masa PPN Januari-Desember. Selanjutnya, pemeriksa pajak menerapkan
tarif PPh dan menghitung pajak terutang. Bagaimanapun juga, secara umum jumlah objek
PPh Pasal 23 identik dengan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) untuk PPN. Meskipun
transaksinya dalam mata uang asing, total DPP untuk PPh Pasal 23 dan PPN tetap sama.
Nama
No.
Penerima
Penghasilan
No Seri
NPWP
FP/Mas
a Pajak
No Urut
FP / No.
Bkti
Potong
Tgl Bkt
Jumlah Tarif
Ptg /Tgl
Objek
FP
(Rp)
PPh
Paja Terutan
k
Nama
No.
Penerima
No Seri
NPWP
Penghasilan
FP/Mas
a Pajak
No Urut
FP / No.
Bkti
Potong
Tgl Bkt
Jumlah Tarif
Ptg /Tgl
Objek
FP
(Rp)
PPh
Paja Terutan
k
A. JASA KATERING
1. Objek pajak & pajak terutang menurut
pemeriksa
a. PT Senang
Wareg
b. PT Senang
Wareg
c. PT Senang
Wareg
d. PT Senang
Wareg
01.000.22
1.1231.001
01.000.13
1.1721.001
01.000.13
1.1721.001
01.000.13
1.1-
010.00 0000043
1.07
010.00 0000043
1.07
010.00 0000043
1.07
07
00
00
2 Agust-07
010.00 0000043
1.07
00
721.001
Jumlah objek & pajak terutang menurut
0
54.000.0
pemeriksa
810.000
00
30.000.0
dipotong/disetor menurut WP
450.000
00
24.000.0
360.000
00
B.
JASA KEBERSIHAN
02.107.72
5.0222.000
02.107.72
010.00 0000054
0.07
010.00 0000072
00
Nama
No.
Penerima
No Seri
NPWP
Penghasilan
CLONG
c. PT KIN
CLONG
FP/Mas
a Pajak
FP / No.
Bkti
Tgl Bkt
Jumlah Tarif
Ptg /Tgl
Objek
FP
Potong
0.07
3 Agust-07
5.0222.000
02.107.72
No Urut
(Rp)
PPh
Paja Terutan
k
00
5.0-
0.07
222.000
Jumlah objek & pajak terutang menurut
pemeriksa
07
00
40.800.0
612.000
00
40.800.0
612.000
00
0
kebersihan
Untuk bisa memberi argumentasi kepada pemeriksa pajak, wajib pajak pun harus melakukan
hal yang sama. Artinya, wajib pajak harus me-match-kan temuan dalam tabel di atas ke
dalam transaksi di buku besar. Di dalam praktik selisih itu terjadi karena memang belum ada
pemotongan oleh pihak pembayar. Selain itu, pihak pembayar kadang kala melakukan
pemotongan dan pelaporan pada saat pembayaran yang nota bene berbeda dengan masa
pengkreditan pajak masukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.slideshare.net/tyas_rohadi/dasar-dasar-tax-planning
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ.4/1995 Tentang Perlakuan Biaya
Bunga yang Dibayar atau Terutang Dalam Hal Wajib Pajak Menerima atau Memperoleh
Penghasilan Berupa Bunga Deposito atau Tabungan Lainnya (Seri PPh Umum No. 20)
3. http://www.wibowopajak.com/2012/02/pengertian-dan-cara-pengakuanpencatatan.html,
4. www.ortax.org,
5. http://otakatikbelajarpajak.blogspot.com/2014/07/timbulnya-sangketa-pajak.html
6. http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/biaya-promosi-yang-dapatdikurangkan.html
7. http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&ved=0CEYQFjAH&url=http%3A%2F
%2Fputusan.mahkamahagung.go.id%2Fputusan%2Fdownloadpdf
%2F3e96196e9a6ac6581e2b7b0c371111ad
%2Fpdf&ei=Uv9iVfuFM8uIuATCroIg&usg=AFQjCNGiazXnM6EKhc6k6gjibmbtqozXYA
&bvm=bv.93990622,d.c2E&cad=rja