Anda di halaman 1dari 7

PENYAJIAN AKUNTANSI DALAM HYPERINFLANSI

January 24, 2014

LATAR BELAKANG
Akuntansi keuangan merupakan sebuah media informasi yang disusun oleh
pihak manajemen selaku pengelola perusahaan untuk kepentingan publik khususnya
pihak investor dan pihak kreditor. Informasi akuntansi dalam laporan keuangan
perusahaan memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan pada saat
tertentu (neraca) serta hasil usahanya pada periode tertentu (laba/rugi).
Salah satu prinsip dasar akuntansi adalah kesatuan moneter yang dianggap
stabil (Stable Monetary Unit). Stable monetary unit merupakan salah satu prinsip
dasar akuntansi yang menyatakan bahwa kesatuan moneter dianggap stabil. Nilai uang
yang ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang, hutang atau
kewajiban lainnya, memiliki angka dan jumlah nilai uang yang tetap. Hal ini berarti
angka dan jumlah yang akan ditagih ataupun dibayar di masa yang akan datang tidak
mengalami perubahan. Namun, dalam aplikasinya kita tidak pernah mendengar bahwa
ada valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana nilai
tukar atau daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya
belinya justru menurun (inflasi).
Inflasi menjadi tolak ukur kondisi perekonomian di satu negara sebab kejadian
ekonomi tersebut menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat serta bagaimana
cara pemerintah menjaga kondisi perekonomian di negaranya. Namun, adakah kondisi
yang lebih buruk dari inflasi?. Hyperinflasi merupakan peristiwa ekonomi yang lebih
buruk dari inflasi. Hal ini terjadi apabila inflasi semakin tak terkendali dalam artian
ketika harga-harga barang naik dengan cepat, nilai uang justru menurun drastis.
Secara formal, hiperinflasi terjadi jika tingkat inflasi lebih dari 50% dalam satu
bulan. Inflasi biasanya dilaporkan setahun sekali, namun dalam kondisi hiperinflasi,
tingkat inflasi dilaporkan dalam interval yang lebih singkat, biasanya satu bulan sekali.
Hiperinflasi biasanya muncul ketika adanya peningkatan persediaan uang yang tidak
diketahui atau perubahan sistem mata uang secara drastis. Hiperinflasi biasanya
dikaitkan dengan perang, depresi ekonomi dan memanasnya kondisi politik atau sosial
suatu negara. Oleh karena itu, kondisi hiperinflasi jarang terjadi namun bukan tidak
mungkin terjadi.
Dalam keadaan ekonomi yang sedang mengalami hiperinflasi, pelaporan
posisi keuangan dan laba rugi dalam keadaan yang belum disesuaikan akan menjadi
tidak bermanfaat. Uang kehilangan daya belinya sehingga tanpa adanya penyesuaian,
TEORI AKUNTANSI KEUANGAN

PENYAJIAN AKUNTANSI DALAM HYPERINFLANSI

January 24, 2014

laporan keuangan akan menyesatkan. Untuk menjamin terpenuhinya prinsip laporan


keuangan yang fairly stated, IAS mengeluarkan standar IAS 29 tentang Financial

Reporting in Hyperinflationary Economies yang mengatur cara penyajian kembali


laporan keuangan dalam kondisi hiperinflasi. Pada tahun 2009, IAS 29 ini belum
diadopsi dalam PSAK, namun akan segera diadopsi dalam PSAK tahun 2012.
Akhirnya, Pada tanggal 5 Oktober 2010 Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah
mengeluarkan Eksposure Draft Interpetasi Standar Akuntansi Keuangan No. 19
Penerapan Pendekatan Penyajian Kembali Dalam PSAK nomor 63 tentang Pelaporan
Keuangan Dalam Ekonomi Hiperinflasi.
PERMASALAHAN
Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan No.19 memberikan panduan mengenai
penerapan persyaratan PSAK 63, namun ada pertanyaan yang timbul dalam
interpretasi ini, yaitu Bagaimanakah persyaratan dalam PSAK 63: Pelaporan

Keuangan dalam Ekonomi Hyperinflasi diinterprestasikan ketika entitas menerapkan


PSAK 63?.
AKUNTANSI DALAM KEADAAN HIPERINFLASI MENURUT IAS
IAS 29 diterapkan pada entitas yang mata uang fungsionalnya mengalami
kondisi hiperinflasi. Dalam IAS 29, tidak ada batasan tertentu tingkat inflasi yang
dapat dinyatakan sebagai hiperinflasi. Untuk itu, IAS 29 mengeluarkan parameter
yang dapat dijadikan indikasi bahwa negara tersebut sedang mengalami hiperinflasi,
yaitu:
a. Penduduknya lebih memilih untuk menyimpan kekayaan mereka dalam bentuk
aset non-moneter atau dalam mata uang asing yang relatif stabil. Jumlah mata
uang lokal yang dimiliki segera diinvestasikan untuk mempertahankan daya beli;
b. Penduduknya mempertimbangkan jumlah moneter bukan dalam mata uang lokal
tetapi dalam mata uang asing yang relatif stabil. Harga-harga mungkin
dikuotasikan dalam mata uang asing tersebut;
c. Harga yang berlaku dalam penjualan dan pembelian secara kredit ditentukan
dengan memasukkan faktor ekspektasi hilangnya daya beli selama periode
kredit, bahkan jika periode kreditnya singkat;
d. Suku bunga, upah dan harga dikaitkan dengan indeks harga; dan
TEORI AKUNTANSI KEUANGAN

PENYAJIAN AKUNTANSI DALAM HYPERINFLANSI

January 24, 2014

e. Tingkat inflasi kumulatif selama tiga tahun mendekati atau melebihi 100%.
Entitas yang mata uang fungsionalnya mendominasi mata uang Negara yang
mengalami hiperinflasi maka entitas tersebut harus menyajikan kembali laporan
keuangannya dalam unit pengukuran yang berlaku pada akhir periode pelaporan
baik entitas tersebut menggunakan pendekatan nilai historis ataupun nilai wajar.
Ada dua prosedur penyajian kembali laporan keuangan dalam kondisi
hiperinflansi yang dilakukan sebagai berikut:
Pendekatan Historis
Akuntansi hiperinflasi merupakan sutu metode untuk mengkoreksi dengan
menyatakan kembali sepenuhnya laporan keuangan berdasarkan harga perolehan
historis ke dalam suatu metode yang mencerminkan perubahan daya beli mata uang
yang diukur dengan menggunakan angka indeks. Akuntansi hiperinflasi bukan sebagai
pengganti akuntansi konvensional melainkan sebagai informasi tambahan bagi para
pemakainya.
Metode yang digunakan dalam akuntansi hiperinflasi ini sama dengan metode
penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relevan
yang digambarkan oleh laporan keuangan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam
menyusun laporan keuangan pada saat hiperinflasi, YAITU:
1. General Price Level (GPL). GPL merupakan suatu metode yang menyajikan elemenelemen laporan keuangan dengan unit moneter yang daya belinya sama.
Keuntungan dari GPL ini adalah:
a. Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan
b. meningkatkan penggunaan perbandingan laporan antar periode
c. Membantu pemakai laporan menilai arus kas di masa mendatang secara lebih
baik.
Namun, terdapat beberapa kelemahan dari GPL, yaitu:
a. Inflasi terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak
bisa disamakan.
b. GPL tidak bermakna lagi bagi perusahaan
c. Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas
2. Current Cost Accounting. Menurut Edgar Edward dan Philip Bell (1961), yang

dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasiakan sumberTEORI AKUNTANSI KEUANGAN

PENYAJIAN AKUNTANSI DALAM HYPERINFLANSI

January 24, 2014

sumber ekonomi yang ada untuk memaksimalkan laba. Manajer biasanya


menghadapi masalag apakah ingin mempertahankan suatu aktiva atau utang atau
menjual atau membayarnya dan bagaimana menggunakan atau mendanai kegiatan
perusahaan . Untuk menjawab ini mereka mengusulkan perhitungan business profit,
yang memliki dua komponen.
a. Current Operating Profit. Laba dari current operating adalah kelebihan nilai
sekarang dari barang atau jasa yang dijual dengan harga pokoknya.
b. Realizable Cost Saving ( Holding Gain). Kenaikan harga pokok dari suatu aktiva
yang masih dilmiliki sekarang ( dengan harga sekarang) .
Apabila hal di atas adalah metode yang digunakan dalam menyusun laporan
keuangan pada saat hiperinflasi, maka berikut ini adalah prosedur penyajian kembali
laporan keuangan dalam kondisi hiperinflansi menurut IAS 29, meliputi:
a. Laporan Posisi Keuangan
Jumlah dalam laporan posisi keuangan disajikan dalam general price index
(indeks harga umum) bila belum dinyatakan dalam unit pengukuran kini.
Pos-pos moneter (uang yang dimiliki atau yang akan dibayarkan dalam
bentuk uang) tidak disajikan kembali.
Aset dan kewajiban yang terikat perjanjian untuk perubahan harga
disajikan kembali sesuai dengan perjanjian untuk memastikan saldo pada
akhir periode pelaporan.
Aset non meneter yang disajikan dalam nilai realisasi bersih dan nilai
pasar tidak disajikan kembali.
Aset non moneter yang dicatat pada biaya perolehan dikurangi biaya
penyusutan disajikan kembali sesuai dengan jumlah kini pada tanggal
akuisisinya.
Aset non moneter yang telah disajikan kembali dikurangi sesuai dengan
standar terkait. ketika

jumlah tersebut melebihi jumlah terpulihkan.

Misalnya, jumlah aset tetap, goodwill, paten dan merek dagang yang
disajikan kembali dikurangi menjadi jumlah terpulihkan, dan jumlah
persediaan yang disajikan kembali dikurangi menjadi nilai realisasi neto.
Akun ekuitas kecuali laba ditahan dan surplus revaluasi disajikan kembali
dengan menggunakan indeks harga umum. Saldo revaluasi dihapuskan.
TEORI AKUNTANSI KEUANGAN

PENYAJIAN AKUNTANSI DALAM HYPERINFLANSI

January 24, 2014

b. Laporan Laba Rugi Komperhensif


Seluruh pos dalam laporan laba rugi komprehensif dinyatakan dalam unit
pengukuran kini pada akhir periode pelaporan. Oleh karena itu, seluruh jumlah
perlu untuk disajikan kembali dengan menerapkan perubahan indeks harga
umum dari tanggal pos pendapatan dan beban tersebut awalnya dicatat dalam
laporan keuangan
c. Keuntungan atau Kerugian Posisi Moneter Neto
Adanya hiperinflasi akan dapat mengakibatkan selisih antara asset moneter dan
liabilitas moneter. Keuntungan atau kerugian posisi moneter ini disajikan dalam
laporan laba rugi komprehensif.
Ada beberapa alasan dalam penggunaan nilai historis dalam akuntansi financial, yaitu:
1. Relevan dalam pembuatan keputusan
2. Nilai historis berdasarkan pada data obyektif dapat dipercaya
3. karena telah disepakati berlakunya prinsip akuntansi pada penggunaan nilai
historis, maka dengan demikian memudahkan untuk melakukan perbandingan.
Akan tetapi, penggunaan nilai historis dalam akuntansi financial juga tidak
luput dari kelemahan, diantaranya:
1. Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil
2. Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah
apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir
3. Alokasi biaya untuk depesiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan
mengakibatkan laba dihitung terlalu besar.
Pendekatan Biaya Kini
a. Laporan Posisi Keuangan
Pos-pos yang disajikan pada biaya kini tidak disajikan kembali karena sudah
dinyatakan dalam unit pengukuran kini pada akhir periode pelaporan.
b. Laporan Laba Rugi Komperhensif
Laporan laba rugi komprehensif yang menggunakan biaya kini, sebelum penyajian
kembali, secara umum melaporkan biaya kini pada waktu terjadinya transaksi
atau peristiwa yang mendasari. Oleh karena itu, seluruh jumlah tersebut perlu
disajikan kembali dalam unit pengukuran kini pada akhir periode pelaporan
TEORI AKUNTANSI KEUANGAN

PENYAJIAN AKUNTANSI DALAM HYPERINFLANSI

January 24, 2014

dengan menggunakan indeks harga umum.


c. Keuntungan atau Kerugian Posisi Moneter Neto
Adanya hiperinflasi akan dapat mengakibatkan selisih antara asset moneter dan
liabilitas moneter. Keuntungan atau kerugian posisi moneter ini disajikan dalam
laporan laba rugi komprehensif.
d. Laporan Arus Kas
Seluruh pos dalam laporan arus kas dinyatakan dalam unit pengukuran kini pada
akhir periode pelaporan
AKUNTANSI DALAM KEADAAN HIPERINFLASI MENURUT PSAK
Pelaporan keuangan dalam kondisi hiperinflasi diatur di dalam PSAK 63:

Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi. Interprestasi Standar Akuntansi


Keuangan ini memberikan panduan bagaimana menerapkan pelaporan keuangan
ekonomi hiperinflasi dalam suatu periode pelaporan saat entitas mengidentifikasi:
a. Keberadaan hiperinflansi dalam ekonomi mata uang fungsionalnya ketika ekonomi
bukan hiperinflansi dalam periode sebelumnya.
b. Entitas menyajikan kembali laporan keuangannya sesuai dengan PSAK 63
INTERPRETASI
Dalam periode pelaporan ketika entitas mengidentifikasikan keberadaan
hiperinflasi dalam ekonomi mata uang fungsionalnya dan belum terjadi hiperinflasi
pada periode sebelumnya, entitas menerapkan persyaratan PSAK 63: Pelaporan

Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi seolah-olah perekonomian selalu mengalami


hiperinflasi. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pos-pos non-moneter yang
diukur pada biaya historis, laporan posisi keuangan awal pada awal periode terkini
dalam laporan keuangan, disajikan kembali untuk mencerminkan pengaruh inflasi
sejak tanggal aset (diperoleh dan liabilitas terjadi atau diambil-alih) sampai akhir
periode pelaporan.
Untuk pos-pos non-moneter yang dicatat pada jumlah kini (pada tanggal selain
tanggal perolehan atau kejadian) dalam laporan posisi keuangan awal maka penyajian
kembali mencerminkan pengaruh inflasi sejak tanggal jumlah tercatat tersebut
ditentukan sampai akhir periode pelaporan. Setelah entitas menyajikan kembali
laporan keuangannya, seluruh angka dalam laporan keuangan periode pelaporan
TEORI AKUNTANSI KEUANGAN

PENYAJIAN AKUNTANSI DALAM HYPERINFLANSI

January 24, 2014

selanjutnya (termasuk pos pajak tangguhan) disajikan kembali dengan menerapkan


perubahan dalam unit pengukuran untuk periode pelaporan selanjutnya tersebut
hanya terhadap laporan keuangan yang disajikan kembali untuk periode pelaporan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Standar Akuntansi Keuangan, IAI. 2010. ED Interpetasi Standar Akuntansi

Keuangan No. 19 Penerapan Pendekatan Penyajian Kembali Dalam PSAK nomor


63: Pelaporan Keuangan Dalam Ekonomi Hiperinflasi. Jakarta.
International Financial Reporting Interpretations Committee. 2004. Applying IAS 29
Financial Reporting in Hyperinflationary Economies for the First Time. United
Kingdom.
International Accounting Standar 29. 2009. Financial Reporting in Hyperinflationary
Economies.
(http://ec.europa.eu/internal_market/accounting/consolidated/ias29)

TEORI AKUNTANSI KEUANGAN

Anda mungkin juga menyukai