Anda di halaman 1dari 14

KASUS MANAJEMEN PAJAK

PERENCANAAN PAJAK ATAS AKTIVA TETAP : DEPRESIASI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

232015187 Andrieta Paula Mansawan

232017010 Shirley Wijaya

232017032 Nurul Rizki Anindita

232017057 Faizah Alfiani

232017098 Gabriela Amanda Widyastuti

232017127 Uning Fiyati

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

2019
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pajak adalah iuran wajib yang harus diserahkan kepada kas negara dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan bersifat memaksa yang diatur dalam undang
undang (Asri & Suardana, 2016; Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, 2013). Pajak juga
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang mempunyai kontribusi yang
besar, hal ini dibuktikan dari data APBN yang menunjukkan bahwa pendapatan pajak
mencapai 1.786,4 triliun dimana hasil tersebut merupakan penerimaan terbesar
dibandingkan dengan penerimaan negara yang bersumber dari PNBP maupun hibah
(Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2018) yang mana penerimaan negara
tersebut akan digunakan untuk melaksanakan pembangunan nasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat di berbagai sektor (Darmawan & Sukartha, 2014). Melihat
besarnya kontribusi pajak tersebut, tentunya membuat pemerintah semakin tegas dalam
hal perpajakan dan pemungutannya meskipun tidak selalu mendapat respon yang baik
dari perusahaan.

Bagi perusahaan, pajak merupakan beban karena dengan membayar pajak laba
yang diterima perusahaan berkurang. Perbedaan kepentingan baik dari sisi pemerintah
maupun perusahaan sangat bertolak belakang (Darmawan & Sukartha, 2014; Kurniasih
& Sari, 2013). Karena hal tersebut maka menimbulkan banyak respon dari perusahaan,
perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba setinggi-tingginya tentunya akan memilih
membayar pajak dengan nominal yang lebih kecil agar memperoleh laba yang lebih
tinggi (Prakosa, 2014; Swingly & Sukartha, 2015). Dalam rangka penghematan
pajaknya, salah satu cara yang digunakan perusahaan adalah pemilihan metode
depresiasi penyusutan.

Metode penyusutan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang diatur dalam


PSAK nomor 17 ada 7 macam yaitu metode garis lurus, jumlah angka tahunan, saldo
menurun, metode jasa jam, unit produksi, anuitas, sistem persediaan. Metode
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan ini digunakan untuk laporan keuangan
komersial. Sedangkan dalam aturan perpajakan, metode penyusutan yang dibolehkan
berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 (1) adalah :

1. Metode garis lurus atau Straight-line Method yaitu metode penyusutan aktiva
tetap dimana beban penyusutan aktiva tetap setiap tahunnya sama hingga akhir
umur ekonomis aktiva tetap tersebut.
2. Metode Saldo menurun atau Declining Balance Method yaitu metode penyusutan
aktiva tetap yang ditentukannya berdasarkan persentase tertentu dihitung dari
harga buku pada tahun yang bersangkutan dimana tarif persentasenya dua kali
tarif persentase penyusutan metode garis lurus (Binus University, 2015)

Penggunaan setiap metode depresiasi harus dilakukan secara konsisten jika suatu
perusahaan ingin menerapkannya (Ortax, 2015). Perencanaan pajak dalam rangka
penghematan pajak dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya menghitung
penyusutan aktiva tetap perusahaan dengan metode tertentu, karena hal penerapan
metode penyusutan bisa berdampak pada beban pajak yang terutang dan besarnya
penyusutan yang dapat dikurangkan dari penghasilan berdampak pada penghasilan kena
pajak yang akan menjadi dasar pengenaan pajak terutang wajib pajak (Arifin, 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas, kami akan mengulas tentang penerapan dua
metode penyusutan yaitu garis lurus dan saldo menurun serta implikasinya terhadap
beban pajak dan keputusan pajak yang harus diambil dalam bentuk contoh kasus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERENCANAAN PAJAK UNTUK PENYUSUTAN

Penentuan metode penyusutan secara tepat penting untuk dilakukan dalam


perencanaan pajak, terutama untuk perusahaan-perusahaan yang padat modal.
Berdasarkan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan, metode penyusutan yang
dapat digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aset tetap bukan bangunan
adalah metode garis lurus dan saldo menurun.

Pengelompokan Harta Berwujud

TARIF DEPRESIASI
KELOMPOK HARTA MASA
BERWUJUD MANFAAT
GARIS SALDO
LURUS MENURUN

I. Bukan Bangunan

Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II. Bangunan

Permanen 20 tahun 5% -

Tidak Permanen 10 tahun 10% -


B. PEMBAHASAN KASUS

PT. Aku Padamu adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang


makanan instan dimana salah satu dari kegiatan operasionalnya adalah melakukan
produksi untuk makanan instannya tersebut. Untuk meningkatkan efektifitas perusahaan
pada tahun 2017 PT. Aku Padamu membeli mesin produksi untuk memproduksi
makanan instannya dimana mesin tersebut merupakan aktiva tetap yang mempunyai
kinerja yang lebih baik dibandingkan mesin mereka yang lama. Dalam pembelian mesin
tersebut PT. Aku Padamu mengeluarkan biaya sebesar Rp. 800.000.000. Mesin tersebut
masuk dalam kategori asset tetap kelompok 1 yang merupakan aset bukan bangunan,
dan mempunyai masa manfaat 4 tahun dan tidak memiliki nilai residu. Tingkat diskonto
yang digunakan 20 %.

Hitung besar dari beban penyusutan PT. Aku Padamu dengan menggunakan metode
garis lurus dan saldo menurun dan kaitkan dengan Present Value!

1. Perhitungan beban penyusutan

Berikut perhitungan beban penyusutan dengan metode garis lurus dan saldo menurun:

Metode Penyusutan
Tahun
Garis Lurus (25%) Saldo Menurun (50%)
Nilai Buku Penyusutan Nilai Buku Penyusutan
1 800.000.000 200.000.000 800.000.000 400.000.000
2 600.000.000 200.000.000 400.000.000 200.000.000
3 400.000.000 200.000.000 200.000.000 100.000.000
4 200.000.000 200.000.000 100.000.000 100.000.000
Akum.
Penyusutan 800.000.000
800.000.000

Analisa untuk Tax Planning PT. Aku Padamu

Jika dilihat dari tabel penyusutan mesin PT. Aku Padamu diatas, besarnya beban
penyusutan untuk setiap tahunnya berbeda-beda, namun jika dilihat dari jumlah akhir
akumulasi penyusutan, hasil dari kedua metode tersebut sama sebesar Rp 800.000.000.
Dalam perpajakan besar perbedaan beban penyusutan di setiap tahunnya dinamakan
dengan beda waktu.
Dengan adanya perbedaan waktu dalam kedua metode penyusutan, wajib pajak
dapat melakukan perencanaan pajak yang nantinya bisa digunakan untuk penghematan
pajak. Apabila dilihat dengan metode garis lurus besarnya penyusutan dari tahun
pertama sampai tahun keempat itu selalu sama yaitu Rp 200.000.000 per tahun. Apabila
PT. Aku Padamu dalam operasi perusahaannya mengalami keuntungan, penggunaan
metode saldo menurun akan lebih baik karena pada tahun pertama beban penyusutan
sebesar Rp 400.000.000 dan mengecil pada tahun berikutnya. Apabila dalam operasi
perusahaan timbul kerugian, sebaiknya PT. Aku Padamu menggunakan metode garis
lurus. Dalam penggunaan kedua metode tersebut, besarnya akumulasi beban penyusutan
sebenarnya sama, namun hal ini akan berbeda jika dilihat dari sudut pandang present
value.

A. PT Aku Padamu Mempunyai Omzet < Rp.4.800.000.000


Dalam kasus ini apabila PT. Aku Padamu memiliki omzet kurang dari
Rp4.800.000.000, dan melakukan pembelian asset tetap berupa mesin produksi seperti
yang sudah di jelaskan diatas. Jika mendapati kasus seperti ini lalu bagaimana keputusan
yang akan diambil PT. Aku Padamu dalam meggunakan metode depresiasi? Apakah
dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun dalam melakukan penghematan
pajak?

Garis Lurus Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4


Pendapatan 4,500,000,000 4,600,000,000 4,700,000,000 4,800,000,000
HPP 1,600,000,000 1,600,000,000 1,600,000,000 1,600,000,000
Laba Kotor 2,900,000,000 3,000,000,000 3,100,000,000 3,200,000,000
Beban :
Beban Penyusutan Mesin 200,000,000 200,000,000 200,000,000 200,000,000
Beban Gaji 500,000,000 500,000,000 500,000,000 500,000,000
Beban Pemasaran 200,000,000 200,000,000 200,000,000 200,000,000
Beban Administrasi 150,000,000 150,000,000 150,000,000 150,000,000
Jumlah Beban 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000
Penghasilan Kena Pajak 1,850,000,000 1,950,000,000 2,050,000,000 2,150,000,000
Beban Pajak (Tarif 0,5%) 9,250,000 9,750,000 10,250,000 10,750,000
Laba Bersih Setelah Pajak 1,840,750,000 1,940,250,000 2,039,750,000 2,139,250,000
Total Laba 4 tahun 7,960,000,000
Perhitungan PV Beban Pajak dengan Metode Garis Lurus

Tahun Beban pajak Tingkat Diskonto 20% PV


1 9.250.000 0.833 7.705.250
2 9.750.000 0.694 6.766.500
3 10.250.000 0.579 5.934.750
4 10.750.000 0.482 5.181.500
Total 40.000.000 25.588.000

Saldo Menurun

Saldo Menurun Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4


Pendapatan 4,500,000,000 4,600,000,000 4,700,000,000 4,800,000,000
HPP 1,600,000,000 1,600,000,000 1,600,000,000 1,600,000,000
Laba Kotor 2,900,000,000 3,000,000,000 3,100,000,000 3,200,000,000
Beban :
Beban Penyusutan Mesin 400,000,000 200,000,000 100,000,000 100,000,000
Beban Gaji 500,000,000 500,000,000 500,000,000 500,000,000
Beban Pemasaran 200,000,000 200,000,000 200,000,000 200,000,000
Beban Administrasi 150,000,000 150,000,000 150,000,000 150,000,000
Jumlah Beban 1,250,000,000 1,050,000,000 950,000,000 950,000,000
Penghasilan Kena Pajak 1,650,000,000 1,950,000,000 2,150,000,000 2,250,000,000
Beban Pajak (Tarif 0,5%) 8,250,000 9,750,000 10,750,000 11,250,000
Laba Bersih Setelah Pajak 1,641,750,000 1,940,250,000 2,139,250,000 2,238,750,000
Total Laba 4 tahun 7,960,000,000

Perhitungan PV Beban Pajak dengan Metode Saldo Menurun:

Tahun Beban pajak Tingkat Diskonto PV


20%
1 8.250.000 0.833 6.872.250
2 9.750.000 0.694 6.766.500
3 10.750.000 0.579 6.224.250
4 11.250.000 0.482 5.422.500
Total 40.000.000 25.285.500

2. Perhitungan Beban Penyusutan dikaitkan dengan Present Value

Present Value sangat berkaitan dengan Time Value of Money. Konsep ini sangat
penting karena perusahaan dapat mempertimbangkan besarnya risiko pendapatan di
masa mendatang yang lebih tinggi, dan yang keda karena ada biaya kesempatan pada
masa mendatang.

Perhitungan Present Value (Tingkat Diskon 20%)

Tahun Tingkat Bunga

r = 20%

1 0,833333333

2 0,694444444

3 0,578703704

4 0,482253086

PT. Aku Padamu Memiliki Omzet > Rp50.000.000.000

PT.Aku Padamu memmbuat perkiraan omzet selama 4 tahun ke depan, sebagai


berikut:

1. Jika diasumsikan pendapatan PT.Aku Padamu mengalami kenaikan lebih dari Rp


50 M:
Tahun Pendapatan

1 Rp 52.000.000.000

2 Rp 64.000.000.000

3 Rp 70.000.000.000

4 Rp 80.000.000.000

Dengan penggunaan metode yang sama seperti penghasilan dibawah Rp 4.800.000.000,


PT. Aku Padamu menghitung kembali metode depresiasi mana yang lebih efektif
digunakan untuk mengurangi beban pajak sebagai berikut:

GARIS LURUS Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4


Pendapatan 52.000.000.000 64.000.000.000 70.000.000.000 80.000.000.000
HPP 34.000.000.000 34.000.000.000 34.000.000.000 34.000.000.000
Laba Kotor 18.000.000.000 30.000.000.000 36.000.000.000 46.000.000.000
Beban:
Beban 200.000.000 200.000.000 200.000.000 200.000.000
Penyusutan
Mesin
Beban Gaji 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Beban Pemasaran 1.275.000.000 1.275.000.000 1.275.000.000 1.275.000.000
Beban 875.000.000 875.000.000 875.000.000 875.000.000
Administrasi
Jumlah Beban 3.850.000.000 3.850.000.000 3.850.000.000 3.850.000.000
Penghasilan Kena 14.150.000.000 26.150.000.000 32.150.000.000 42.150.000.000
Pajak
Beban Pajak 3.537.500.000 6.537.500.000 8.037.500.000 10.537.500.000
(Tarif 25%)
Laba Bersih 10.612.500.000 19.612.500.000 24.112.500 31.612.500.000
Setelah Pajak
Total Laba 4 85.950.000.000
tahun

Perhitungan PV Beban Pajak dengan Metode Garis Lurus

Tahun Beban Pajak Tingkat Diskonto 20% PV


1 3.537.500.000 0.833 2.946.737.500
2 6.537.500.000 0.694 4.537.025.000
3 8.037.500.000 0.579 4.653.712.500
4 10.537.500.000 0.482 5.079.075.000
Total 28.650.000.000 17.216.550.000

Saldo Menurun

SALDO Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4


MENURUN
Pendapatan 52.000.000.000 64.000.000.000 70.000.000.000 80.000.000.000
HPP 34.000.000.000 34.000.000.000 34.000.000.000 34.000.000.000
Laba Kotor 18.000.000.000 30.000.000.000 36.000.000.000 46.000.000.000
Beban:
Beban 400.000.000 200.000.000 100.000.000 100.000.000
Penyusutan
Mesin
Beban Gaji 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Beban 1.275.000.000 1.275.000.000 1.275.000.000 1.275.000.000
Pemasaran
Beban 875.000.000 875.000.000 875.000.000 875.000.000
Administrasi
Jumlah Beban 4.050.000.000 3.850.000.000 3.750.000.000 3.750.000.000
Penghasilan 13.950.000.000 26.150.000.000 32.250.000.000 42.250.000.000
Kena Pajak
Beban Pajak 3.487.500.000 6.537.500.000 8.062.500.000 10.562.500.000
(Tarif 25%)
Laba Bersih 10.462.500.000 19.612.500.000 24.187.500.000 31.687.500.000
Setelah Pajak
Total Laba 85.950.000.000
Setelah 4
Tahun

Perhitungan PV Beban Pajak dengan Metode Saldo Menurun

Tahun Beban Pajak Tingkat Diskonto PV


20%
1 3.487.500.000 0.833 2.905.087.500
2 6.537.500.000 0.694 4.537.025.000
3 8.062.500.000 0.579 4.668.187.500
4 10.562.500.000 0.482 5.091.125.000
Total 28.650.000.000 17.201.425.000
BAB III
KESIMPULAN

Dengan adanya aktiva tetap yang harus mengalami depresiasi, perusahaan harus
memilih dari ketujuh metode yang ditetapkan oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
yaitu: Metode Garis Lurus, Metode Saldo Menurun, Metode Jumlah Angka Tahun,
Metode Jumlah Satuan Kerja, dan Metode Hasil Produksi. Namun metode berdasarkan
SAK hanya digunakan untuk laporan keuangan komersial. Sedangkan, menurut
ketentuan perpajakan yaitu UU no.17 Tahun 2000 mewajibkan perusahaan hanya
diperbolehkan untuk memilih metode garis lurus dan metode saldo menurun dan
penggunaan metode ini wajib dilaporkan kepada DJP dan diminta untuk konsisten dalam
penggunaanya. Melalui pembahasan di atas, metode yang kelompok kami gunakan
adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun untuk aktiva tetap baik
penggunaannya dalam akuntansi komersial maupun akuntansi pajak dan terdapat
perbedaan antara segi penghematan pajak maupun segi efisiensi akuntansi komersial,
oleh sebab itu perusahaan harus menyesuaikan penggunaan depresiasi aktiva tetap
dengan melihat situasi perusahaan dan mempertimbangkan efisiensi akuntansi komersial
untuk pembukuan perusahaan dan penghematan pajak. Berdasarkan analisis kelompok
kami, metode depresiasi yang lebih tepat digunakan adalah metode saldo menurun
karena setelah perhitungan present value, beban pajak dengan metode ini menghasilkan
nominal yang lebih kecil dibandingkan metode garis lurus. Akan tetapi dalam
penggunaan metode beban penyusutan, setiap perusahaan mempunyai kebijakan masing-
masing tergantung dengan situasi dan kondisi perusahaan karena beban dan target
pendapatan yang digunakan berbeda-beda.
Daftar Pustaka :

Arifin, Z. (2015). Perencanaan pajak melalui metode penyusutan dan penyesuaian


fiskal untuk meminimalkan beban pajak. 1–21.

Asri, I. A. T. Y., & Suardana, K. A. (2016). Pengaruh Proporsi Komisaris


Independen, Komite Audit, Preferensi Risiko Eksekutif dan Ukuran
Perusahaan pada Penghindaran Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 16, 72–100. https://doi.org/10.1177/0333102411399350

Binus University. (2015). METODE PENYUSUTAN AKTIVA TETAP DALAM


AKUNTANSI. Retrieved from
https://accounting.binus.ac.id/2015/05/19/metode-penyusutan-aktiva-tetap-
dalam-akuntansi-2/

Darmawan, I. G. H., & Sukartha, I. M. (2014). Pengaruh Penerapan Corporate


Governance, Leverage, Return on Assets, Dan Ukuran Perusahaan Pada
Penghindaran Pajak. E-Jurnal Akuntans9i Universitas Udayana., 9(1), 143–
161. Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/8635

Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan H. M. (2013). Undang-Undang KUP dan


Peraturan Pelaksanaannya. Retrieved from
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/uu-kup mobile.pdf

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. (2018). APBN 2018. Retrieved from


Kementrian Keuangan Republik Indonesia website:
https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018

Kurniasih, T., & Sari, M. M. R. (2013). Pengaruh Return on Assets, Leverage,


Corporate Governance, Ukuran Perusahaan Dan Kompensasi Rugi Fiskal Pada
Tax Avoidance. Jurnal Ekonomi. https://doi.org/10.1016/j.giq.2005.05.002

Ortax, T. R. (2015). Penyusutan. Retrieved from Ortax website:


https://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=51

Prakosa, K. B. (2014). Pengaruh Profitabilitas, Kepemilikan Keluarga dan


Corporate Governance Terhadap Penghindaran Pajak Di Indonesia. SNA 17
Mataram, Lombok Universitas Mataram 24-27 Sept 2014, 1–27.
Swingly, C., & Sukartha, I. M. (2015). Pngaruh Karakter Eksekutif, Komite Audit,
Ukuran Perusahaan, Leverage dan Sales Growth terhadap Tax Avoidance. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai