Anda di halaman 1dari 8

Tax Planning

PT Intanwijaya International Tbk

Disusun oleh:
Ariski Jeremy Besrimas        12019004206

Universitas Katolik Atmajaya


Jakarta
2020
Sekilas Tentang Intanwijaya Internasional Tbk. merupakan perusahaan multinasional yang
memproduksi kimia yang bermarkas di Bandar Lampung, Indonesia. Perusahaan ini didirikan
pada tahun 1984. Perusahaan ini menghasilkan bahan-bahan kimia lainnya.

PT Intanwijaya Internasional Tbk. Telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Arman, Eddy
Ferdinand dan Rekan dan mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecuialian.

Penghasilan Laba Bersih Sebelum Pajak Perusahaan PT Intanwijaya Internasional Tbk adalah Rp.
22,040,417,272

Pajak Penghasilan yang dibayarkan PT Intanwijaya Internasional Tbk pada Tahun 2018 adalah
sebesar Rp. 6,182,892,000. Jika kita lihat Pajak perusahaan adalah 25%, jika dibandingkan Rasio
Effective Tax Rate (ETR) 6,182,892,000 / 22,040,417,272 = 28,05%. Ini berarti jika diasumsikan
PT Intanwijaya Membayar Pajak Diatas rata-rata pada umumnya yaitu 25%

Terdiri dari

Pajak Kini Rp 6,182,892,000

Pajak Tangguhan Rp 818,148,431

Pajak Penghasilan yang di setor ke negara sebesar 6,182,892,000 - 818,148,431 = Rp.


5,364,743,569

Jika kita lihat Pajak Tangguhan Perusahaan Memberikan Tax Benefit Deffered Tax Assets Rp
818,148,431 yaitu dapat mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar akibat perbedaan
perlakuan antara Laporan Perpajakan dan Akuntansi berdasarkan PSAK 49 yang berasal dari
Beban manfaat karyawan, Depresiasi, Penyisihan Piutang Tak Tertagih, dan Sewa Guna Usaha.

Terkait Tax Planning untuk karyawan saya memberikan beberapa rekomendasi antara lain:

A. Melaukan Revaluasi Asset untuk kepentingan Perpajakan


Revaluasi merupakan penilaian kembali asset yang sisa manfaatnya sudah habis
maupun tidak menurut buku. Revaluasi yang dilakukan disini adalah untuk kepentingan
perpajakan masa manfaat aset tetap setelah revaluasi disesuaikan kembali menjadi
manfaat penuh untuk kelompok aset tersebut, dan dasar penyusutan aset tetap adalah
nilai pada saat revaluasi aset tetap.
Seperti bisa kita lihat asumsi Asset yang masa manfaatnya habis Tarif dikenakan atas
selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali atau hasil perkiraan penilaian
kembali oleh WP berdasarkan Kantor Jasa Penilai Publik atau ahli penilai di atas nilai
buku fiskal semula. Untuk permohonan sampai dengan 31 Desember 2015 dan penilaian
kembali selesai paling lambat 31 Desember 2016, tarifnya sebesar 3%. Untuk
permohonan periode Januari-Juni 2016 dan penilaian kembali selesai paling lambat 30
Juni 2017 tarifnya sebesar 4%. Untuk permohonan periode Juli-Desember 2016 dan
penilaian kembali selesai paling lambat 31 Desember 2017, tarifnya sebesar 6%. Setelah
lewat tanggal tersebut makan berdasarkan PMK-79/PMK.03/2008 maka akan
dikenakan tarif sebesar 10%.
Asumsi Perhitungan
Misalnya Asset Tetap yang sudah habis masa manfaatnya
Peralatan Transportasi, Inventaris Kantor( Kategori 1) dinilai kembali menjadi Rp.
10.000.000 untuk 4 tahun dapat didepresiasi sebesar Rp. 2.500.000 per tahunnya. Tarif
yang kita bayar hanya 10% dari selisi yaitu Rp. 1.000.000 sedangkan kita mendapatkan
manfaat sebesar Rp. 10.000.000 – 1.000.000 = Rp 9.000.000

Bangunan dan Prasarana asumsi melakukan penilain kembali bangunan yang sudah
habis masa manfaatnya dimana dibagi Permanen dan Non Permanen. Jika penilaian
ternyata menambah nilai sebesar Rp 100.000.000 maka jika Permanen dapat di
depresiasikan selama 20 tahun dan jika tidak permanen. Tarif yang dibayar sebesar 10%
yaitu Rp 10.000.000. Sedangkan manfaat yang didapatkan Rp. 100.000.000 –
10.000.000 = Rp 90.000.000
Begitu juga dengan Asset kategori 2 , Asset kategori 3, dan Asset kategori 4 lainnya.
B. Menggunakan Metode Depresiasi
Secara konsep, penyusutan adalah alokasi biaya perolehan suatu aktiva tetap (kecuali
tanah) selama masa manfaat tertentu sesuai dengan kelompok harta. Penyusutan fiskal
diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan
amortisasi adalah alokasi perolehan harta tidak berwujud selama masa manfaat
tertentu. Ketentuan mengenai amortisasi diatur dalam Pasal 11A UU PPh.
Dalam UU PPh, metode penyusutan hanya ada dua, yaitu garis lurus (straight line
method) dan saldo menurun (double declining balanced method). Khusus untuk aktiva
bangunan, wajib pajak hanya boleh menggunakan metode garis lurus
Dalam PT Intanwijaya International Tbk. Depresiasi asset tetapnya menggunakan garis
lurus (straight line method). Asumsi saya lebih baik menggunakan saldo menurun
(double declining balanced method) karena lebih besar dalam memberikan depresiasi
di awal.

Berikut contoh perhitungannya:


Asset Bergerak Kendaraan Mobil Jika dengan menggunakan Garis Lurus Rp 40.000.000
maka tahun pertama akan dibeban kan sebesar Rp 10.000.000
Jika menggunaka Saldo menurun Rp 40.000.000 maka tahun pertama akan di
depresiasikan sebesar Rp. 20.000.000 di tahun pertama.

Menggunakan atau memilih depresiasi saldo menurun diperbolehkan dalam perpajakan


dengan catatan Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua
kelompok harta tetap terwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya
diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja.

C. Menggunakan Metode Persediaan


Dalam menjalankan bisnis, persediaan menjadi salah satu elemen penting yang memiliki
dampak besar pada laba perusahaan. Dengan penilaian persediaan yang tepat, maka
Anda dapat lebih mudah mengetahui penilaian persediaan barang dagang dan harga
pokok penjualannya dalam suatu periode tertentu untuk kepentingan perpajakan.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (6) Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan (PPh) mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh
menggunakan harga perolehan, sedangkan penilaian pemakaian persediaan barang
untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara atau metode
pencatatan persediaan Fifo dan Average.
PT. Intanwijaya Internasional Tbk. Menggunakan metode Rata-Rata Tertimbang
(Average) metode ini sudah cukup baik untuk meminimalkan jumlah pajak yang
dibayarnya karena dengan asumsi beban semakin lama semakin tinggi jika mengikuti
inflasi, sehingga perusahaan sudah sangat tepat dalam menggunakan tax planning untuk
meminimalkan jumlah pajak terhutang.

D. Memperbanyak pendanaan dengan Pinjaman disbanding Ekuitas


Seperti kita ketahui Hutang yang dimaksud adalah hutang jangka panjang. Beban bunga
secara jangka panjang akan mengurangi beban pajak yang ada. Sedangkan jika pendaan
menggunakan ekuitas kita harus memberikan dividen, dividen ini tidak dapat
mengurangi pajak seperti beban bunga. Dengan beban bunga yang banyak tentu saja
akan memberikan dampak pengurangan signifikan bagi pajak yang terutang. Berikut
laporan Keuangan Perusahaan dapat kita lihat.
Jika kita lihat dalam laporan Laba Rugi Perusahaan bisa kita lihat beban bunga menjadi
pengurang Laba Sebelum Pajak(EBT). Sedangkan Dividen yang kita berikan baru dapat
mengurangi Setelah Laba Kena Pajak (EAT) sehingga tidak dapat mengurangi pajak yang
terhutang. Padahal merupakan sama-sama biaya bagi perusahaan oleh sebab itu untuk
kepentingan perpajakan akan lebih baik menggunakan pembiayaan dengan
hutang/liabilitas. Namun perlu kita perhatikan tahun 2015 berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan nomor 169/PMK.010/2015. Aturan ini membatasi DER setinggi-
tingginya empat dibanding satu (4 : 1) maksudnya disini jumlah Hutang maksimal 4x dari
liabilitas misalnya Hutang 80 Equitas 20. Disini dapat kita maksimalkan jumlah Pinjaman
sampai ketentuan 4:1 untuk rasio DER tersebut.

E. Melalui Insentif Pph 21 Karyawan


Perusahaan PT Intan Wijaya International Tbk. Dapat melakukan tax planning dengan
memberikan Insentif pajak kepada karyawannya berikut dengan asumsinya
Karyawan (K/3), karyawan memperoleh gaji setahun Rp 60 jt, iuran pensiun 1% dari gaji,
iuran THT 1,5% dari gaji.
Alternatiff Perencanaansebagai berikut :
1. Pajak Ditanggung Perusahaan, atau
2. Diberi Tunjangan Pajak
Pajak Ditanggung Perusahaan 
Gaji setahun        Rp 80.000.000 
Pengurang: 
Biaya jabatan (5%)  = Rp    4.000.000 
Iuran Pensiun (1%)  = Rp       800.000 
Iuran THT (1,5%)= Rp       1.200.000 
PTKP  (K/3)    = Rp  53.000.000             
PKP           Rp  21.000.000 
PPh = 5% x Rp 21.000.000 = Rp 1.050.000 
Pengeluaran Perusahaan= Rp 80.000.000+Rp 1.050.000 = Rp  81.050.750
Diberi Tunjangan Pajak
Gaji setahun        Rp 80.000.000 
Tunjangan Pajak Rp 1.050.000
Pengurang: 
Biaya jabatan (5%)  = Rp    4.000.000 
Iuran Pensiun (1%)  = Rp       800.000 
Iuran THT (1,5%)= Rp       1.200.000 
PTKP  (K/3)    = Rp  53.000.000             
PKP           Rp  19.050.000 
PPh = 5% x Rp 19.950.000 = Rp 997,500
Pengeluaran Perusahaan= Rp 80.000.000+Rp 997,500 = Rp  80.997.500
Bisa dilihat jika diberikan Insentif pajak akan memberikan beban untuk mengurangi
pajak terutang dengan menggunakan gross up sebesar (Rp  81.050.750-80.998.500) =
Rp 52.250 untuk satu karyawan
F. Memberikan untuk kesejahteraan melalui Natura
PT Intanwijaya International Tbk Untuk kesejahteraan karyawan, dapat mengalokasikan
dana dalam bentuk natura apabila ingin memberikan tunjangan tambahan, pemberian
atau hadiah. Mengingat pemberian natura pada perusahaan yang tidak terkena PPh
Final bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21. Pengalihan bentuk natura
menjadi pendapatan karyawan yang akan memberi dampak pada penurunan PPh Badan
dan dampak kenaikan pada PPh 21.

Anda mungkin juga menyukai