Anda di halaman 1dari 7

Analisis Penerbitan Faktur Pajak TBTS (Tidak berdasarkan transaksi yang

Sebenarnya) Kasus PT Mandira Utama Sukses

Disusun oleh:

Ariski Jeremy Besrimas        12019004206

LATAR BELAKANG

Sebelumnya terkait penerbitan faktur pajak telah memberikan kebebasan kepada


pengusaha kena pajak untuk membuat faktur dan nomor faktur tersebut sendiri. Dalam
berjalannya kebijakan ini menimbulkan banyak masalah karena dengan kebebasan membuat
faktur dan nomor faktur sendiri menimbulkan celah untuk dilakukannya pemalsuan yang
berujung kerugian untuk penerimaan negara. Atas Dasar itu maka diterbitkan lah sistem yang
berbasis elektronik (E-Faktur). Dengan adanya Efaktur Kantor Pajak mulai menertibkan nomor
faktur yang akan digunakan oleh wajib pajak tersebut, sehingga nomor faktur sudah tidak dapat
diterbitkan sendiri melainkan wewenang dari Kantor Pajak tersebut.

Dalam berjalannya sistem tersebut tidak lepas dari celah-celah yang dapat digunakan
untuk menggelapkan pajak seperti kita ketahui dengan mengkreditkan faktur pajak yang tidak
sah atau fiktif, oknum pelaku dapat mengurangi besarnya pajak yang harus disetorkan ke kas
negara.

Kurang ketatnya aturan perpajakan terkait penerbitan faktur pajak memberikan peluang
kepada oknum untuk membuat perusahaan fiktif yang digunakan sebagai penerbit faktur pajak
TBTS. Seperti kasus pada PT Mandira Sukses Utama yang akan kami dalam melanggar Pasal
39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
(UU KUP). Atas kejadian ini, wajib pajak pengguna faktur pajak TBTS atau fiktif diimbau untuk
secara sukarela segera melakukan pembetulan SPT atau melakukan pengungkapan
ketidakbenaran sesuai perundangan-undangan perpajakan, dan selanjutnya agar melaksanakan
kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

Saat ini juga proses pembayaran dan pelaporan PPN keluaran belum tersinkronisisasi
dengan e faktur. Perusahaan penerima faktur pajak dapat melakukan pengkreditan selama PPN
keluaran telah di approve walaupun Faktur tersebut belum dilaporkan. Hal ini tentu saja menjadi
celah dalam penerbitan faktur pajak TBTS.

PEMBAHASAN

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan pasal 1 ayat (1), “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk negara bagis sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dalam negara Indonesia kita menganut sistem pemungutan pajak Self
Assessment System yaitu memberi wewang wajib pajak untuk menentukan dan menjalankan
kewajiban perpajakannya secara mandiri dengan peraturang perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak sangat bergantung pada
Wajib Pajak itu sendiri.

Dalam perjalannya sistem self-Assessment ini menimbulkan berbagai macam dispute


terkait berjalannya perpajakan di Indonesia itu sendiri. Sering terjadi perbedaan pandangan
antara Wajib Pajak dan Dirjen Pajak selaku pemungut pajak. Sehingga pada akhirnya akan
berlanjut ke Pengadilan Pajak untuk ditentukan pihak manakah yang benar sekaligus sanksi-
sanksi diberikan kepada tergugat.

Sanksi Pajak di Indonesia terdapat dua jenis sanksi pajak, yaitu sanksi administrasi dan
sanksi pidana. Kedua sanksi ini diatur dalam peraturan Undang-undang nomor 28 Tahun 2007
mengenai Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP). Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa
dalam bentuk surat teguran maupun tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Dengan
tujuan agar wajib pajak patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.,

Dalam Putusan Nomor 38/PID.SUS/2020/PT.BDG Terdakwa Hendrik Abdul Rohman


sebagai agen/pihak ketiga dalam melakukan pemalsuan penerbitan faktur pajak yang tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Adapun proses pembuatannya Hendrik meneruskannya
kepada temannya untuk dibuatkan faktur pajak tersebut. Setelah faktur pajak selesai dibuat
Hendrik langsung memberikannya kepada klien melalui perantara untuk kemudian digunakan
sebagai pajak masukan bagi perusahaan. Selanjutnya dikarenakan pesanan faktur pajak palsu
semakin banyak, Hendrik menerbitkan perusahaan-perusahaan baru untuk mengakomodasi yaitu
sebanyak 7 perusahaan yang terdaftar di KPP Pratama Senen dan KPP Cibitung. Selanjutnya
Hendrik memberikan perintah kepada rekannya membuat kelengkapan faktur seperti invoice,
Surat Jalan dan Kwitansi, serta membuat laporan SPT PPN, dan melaporkan SPT PPN tersebut
secara online atau e-SPT, dimana sebelumnya terdakwa HENDRIK ABDUL ROHMAN sudah
memberikan ID, Kode Aktivasi (Pasword) dan sertifikat elektronik.

Perbuatan HENDRIK ABDUL ROHMAN tersebut dilakukan adalah guna memperoleh


keuntungan yaitu fee atas Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya yang
diterbitkan kemudian dijualnya dan telah dikreditkan oleh PKP Pengguna sebagai pajak masukan
guna mengurangi pajak yang harus dibayar kepada Negara. Sehingga akibat perbuatan terdakwa
Hendrik Abdul Rohman dan rekannya telah menimbulkan kerugian bagi negara sebesar Rp
53.489.841.344,- (lima puluh tiga milyar empat ratus delapan puluh sembilan juta delapan ratus
empat puluh satu ribu tiga ratus empat puluh empat rupiah).

Dalam kasus ini Klien mengkreditkan pajak masukan dengan bukti lembar faktur pajak
fiktif, bukan berdasarkan transaksi sebenarnya, dalam SPT Masa PPN. Faktur Pajak fiktif ini
pada umumnya diperoleh dari PT Mandala . Sehingga jika kita lihat dalam kasus ini terdapat dua
belah pihak pelaku utama kejahatan ini yaitu pihak penerbit Faktur Pajak fiktif yang menjual
kepada pihak lain, dan pihak pengguna yang membeli dari penerbit dan kemudian
mengkreditkannya dalam SPT Masa PPN. Pelaku utama dari kasus ini adalah penerbit Faktur
Pajak fiktif dan pihak yang mengreditkannya. Jadi tidak semata-mata pelaku nya hanya Penerbit
Faktur Pajak Tersebut.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 39 A huruf a jo
Pasal 43 ayat (1) Undang-UndangNomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1986 joUndang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 tahun 2009 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Jika kita lihat berdasarkan keputusan Hakim di Pengadilan atas dasar Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 39A yang berisi

“Setiap orang dengan sengaja: A. menerbitkan, menggunakan faktur pajak, bukti potong,
bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan yang sebenarnya. B. Menerbitkan faktur pajak
tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP” maka sanksi yang akan diterima antara lain “Pidana
penjara paling singkat 2 tahun dan paling 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah
pajak dalam faktur pajak, bukti pungutan pajak, pemotongan pajak dan/atau bukti setoran
pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak,bukti pemungutan pajak,
pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak”

Pasal yang dikenakan sudah tepat karena berdasarkan kronologi dan faktor-faktor terkait
telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal 39A yaitu Saudara Hendrik Abd Rohman selaku agen
perantara menerbitkan faktur pajak, bukti potong, bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan
yang sebenarnya. Melalui Hendrik Rohman, PT Mandira Utama Sukses sangat jelas menerbitkan
faktur pajak palsu yang tidak ada dasarnya atau tidak berdasarkan transaksi sebenarnya dengan
melibatkan perusahaan-perusahaan lainnya.

Keputusan Hakim berdasarkan pertimbang-pertimbangan tertentu sudah cukup tepat


dikarenakan Hakim memutuskan pidana penjara selama 4 tahun, karena berdasarkan undang-
undang pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun. Selanjutnya jika kita lihat
jumlah denda pajak yang wajib dibayarkanpun cukup ringan yaitu 2 kali jumlah faktur pajak
yang digelapkan tersebut, dalam undang-undang perpajakan dendan paling sedikit yaitu 2 kali
jumlah dan paling banyak yaitu 6 kali jumlah faktur.

Dengan adanya fitur Prepulated efaktur merupakan pengisian informasi berdasarkan


informasi yang telah disimpan. Layanan ini mampu mengotomatisasi pengisian data berdasarkan
informasi yang telah disimpan sebelumnya sehingga menyederhanakan proses perpajakan Mulai
dari membuat faktur pajak elektronik untuk transaksi . Saat membuat dan menerbitkan faktur
pajak tersebut, data akan terekam secara otomatis oleh sistem. Informasi pajak terkait akan
tertera secara otomatis berdasarkan database yang telah terekam sebelumnya sehingga tidak
perlu lagi memasukkan data pajak secara manual ke dalam form SPT Masa PPN tetapi hanya
memeriksa data PPN yang harus dilaporkan, dan lapor melalui 1 aplikasi yang sama. ada pula
fitur Sinkronisasi Transaksi Pembelian. Fitur ini memudahkan membuat draft faktur pajak atas
pembelian dengan lawan transaksi secara otomatis, tanpa perlu memasukkan data secara manual.
Sehingga cukup dapat melakukan pembelian dengan lawan transaksi. Selanjutnya, melalui
sinkronisasi dengan DJP yang terjadi setiap pukul 01.00 dini hari, sistem akan membuatkan draft
faktur pajak berdasarkan transaksi yang telah dilakukan selanjutnya dan memunculkannya pada
akun wajib pajak.

Data informasi yang dapat tersaji dalam prepopulated e-Faktur 3.0 yakni:

 Prepopulated Pemberitahuan Impor Barang (PIB)


 Prepopulated Pajak Masukan (PM)
 Prepopulated VAT (Value Added Tax) Refund
 Prepopulated SPT Masa PPN 1111

Sebelumnya banyak negara telah menerapkan sistem prepopulated tax return (SPT) terutama
untuk jenis SPT PPh maupun untuk goods and services tax (GST). Menurut IBFD International
Tax Glossary, prepopulated tax return (SPT) merupakan salah satu sistem pelaporan pajak di
mana otoritas memasukan data WP menggunakan informasi yang diperoleh dari pihak ketiga
atau database otoritas. Penerapan prepoluted sangat baik untuk meminimalisasi pelanggaran
dalam sistem perpajakan karena langsung terecord dalam sistem database Dirjen Pajak. Dalam
Prepoluted lawan transaksi langsung tersingkronisasi sehingga sangat menghindari kesalahan
dalam menentukan lawan transaksi dan jumlah yang akan dibayarkan. Sehingga dapat
meminimilasiasi dan mencegah kesalahan-kesalahan.
KESIMPULAN

Penerapan prepopulated diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak.


Dengan adanya Prepopulated memudahkan wajib pajak dalam proses pengkreditkan faktur pajak
masukan. Pemerintah melalui KPP juga dapat menggunakan fitur prepopulated tersebut sebagai
alert untuk mengetahui faktur pajak masukan yang telah dikreditkan apakah sudah dilakukan
pelaporan oleh penerbit faktur pajak. Hal ini dikarenakan di dalam efaktur seluruh database
faktur pajak telah tersedia. Akan tetapi fungsi prepopulated tersebut hanya bersifat administrasi
saja. Sehingga penanganan terhadap kasus penyimpangan perpajakan belum dapat disupport oleh
prepopulated.

Berdasarkan kasus pemalsuan faktur pajak, diharapkan pemerintah mampu meningkatkan


system lebih baik lagi untuk mencegah hal tersebut terjadi. Pemerintah dapat mengembangkan
aplikasi dimana efaktur juga dapat tersinkronisasi dengan pelaporan. Disarankan faktur pajak
masukan dapat dikreditkan oleh lawan transaksi apabila faktur pajak keluaran telah dibayar dan
dilaporkan. Dengan cara tersebut, faktur pajak TBTS dapat dicegah dan tanggung jawab renteng
dapat dilakukan karena kedua belah pihak memiliki tanggung jawab yang sama dalam
perpajakan.

Pengukuhan perusahaan kena pajak juga perlu dievaluasi sesuai dengan PER-02/PJ/2018
untuk menghindari pendirian perusahaan fiktif sebagai wadah penerbitan faktur pajak TBTS.
Pemerintah melalui KPP wajib menjalankan survei terhadap perusahaan yang baru saja
mengajukan pengukuhan. Fungsi KPP memiliki peran penting untuk megevaluasi apakah
perusahaan yang akan dikukuhkan memang beroperasi atau hanya sebagai tempat untuk
melakukan manipulasi.

Anda mungkin juga menyukai