CV Anda telah mencapai omzet lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun? Maka wajib
menjadi PKP dan memenuhi beberapa kewajiban pajak lainnya. Sebagai PKP, CV juga harus
menghitung besar pajak terutang PPh secara mandiri sesuai sistem self-assessment, serta
membayar pajak terutang ke kas negara sesuai prosedur.
Lalu, bagaimana jika omzet CV belum mencapai angka Rp4,8 miliar? Jawabannya, Anda
dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Dalam menjalankan kewajiban pajak, CV harus memperhatikan sanksi yang berlaku apabila
terdapat pelanggaran perpajakan. Oleh karena itu, para pemilik CV perlu meningkatkan
kesadaran tentang pentingnya kewajiban pajak bagi badan usahanya. Memenuhi kewajiban
pajak tidak hanya memenuhi tanggung jawab sebagai subjek pajak, namun juga memastikan
kelangsungan usaha dalam jangka panjang.
1. PPh Pasal 21
Jenis pajak ini wajib dipotong langsung dari penghasilan karyawan. Seperti gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya. Jenis pajak ini sangat penting karena
membantu memastikan kepatuhan CV dalam membayar pajak yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan jumlah pajak penghasilan terutang yang dikurangi PPh
dipotong serta PPh terbayar atau terhutang di luar negeri yang dikreditkan. Pajak ini dapat
membantu meringankan beban Wajib Pajak dan harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
3. PPh 28/29
Pajak ini dikenakan jika memperoleh penghasilan dari luar negeri dan telah dipotong pajak di
negara tersebut. Jenis pajak ini dapat dijadikan kredit pajak sesuai dengan mekanisme
pengkreditan pajak Pasal 24 UU PPh. Sebagai PKP, CV juga harus memungut PPN sebesar
10% dari harga jual barang/jasa/nilai penggantian yang dilakukan pada penyerahan terutang
PPN.
4. PPN
Untuk CV yang telah diakui sebagai PKP, diwajibkan untuk mengeluarkan faktur pajak dan
mengumpulkan PPN sebesar 10% dari nilai penjualan barang, jasa atau nilai penggantian
yang dikenakan PPN. Pungutan PPN ini berlaku ketika CV melakukan penyerahan yang
memerlukan pembayaran PPN.
Dilihat dari sisi kualitatif, UD adalah bentuk badan usaha paling sederhana yang ideal bagi
Wajib Pajak dengan modal terbatas. Di sisi lain, CV lebih formal dengan adanya NPWP
badan, sehingga cocok bagi Anda yang ingin mengembangkan usaha bersama rekanan.
Sedangkan, PT memiliki legalitas hukum yang baik dengan kemudahan memperoleh
tambahan modal usaha melalui bursa efek.
Dalam hal kuantitatif, baik UD, CV, maupun PT dapat menggunakan PP No. 23 Tahun 2018
dengan tarif sebesar 0,5%. Syarat penggunaannya adalah omzetnya wajib di bawah Rp4,8
miliar. Jangka waktu pengenaan PPh bersifat final paling lama 7 tahun bagi Wajib Pajak
orang pribadi, 4 tahun bagi Wajib Pajak badan berbentuk CV, serta 3 tahun bagi Wajib Pajak
badan berbentuk PT.
Namun, setiap jenis badan usaha tentu memiliki keuntungan dan kerugiannya tersendiri. UD
memiliki kemudahan dalam pendiriannya, namun Wajib Pajak harus menggunakan NPWP
pribadinya. CV memiliki kemudahan dalam memperoleh modal usaha, tetapi tidak dapat
menjual saham di bursa efek. Sedangkan PT memiliki legalitas hukum yang baik dan
kemudahan memperoleh tambahan modal usaha, tetapi memiliki pembukuan yang kompleks
dan pendiriannya paling sulit.