Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PERPAJAKAN UNTUK STARTUP

Nama: Riniawati
NIM : 5554200050
Asal : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Soal & Jawaban

1. Bagaimana jika seorang WP tidak memiliki omzet usaha dalam satu bulan?

Jawaban: Jika seorang WP tidak memiliki omzet dalam usahanya Maka DJP akan
memberi keringanan terhadap WP yang tidak memiliki omzet usaha atau merugi dengan
tidak mewajibkan WP tersebut untuk menyetor atau membayar PPh Final kepada Kas
Negara.

2. Bagaimana perhitungan pajak penghasilan pada orang pribadi atau badan usaha
yang UMKM?

Jawaban: Ada perbedaan pengenaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam
penghitungan PPh. Bila karyawan UMKM memiliki gaji per bulan kurang dari Rp32 Juta
per tahun, maka pajak yang dikenakan kepada pengusaha atau badan adalah PPh Final.
PPh Final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2.

Terdapat berbagai macam objek PPh Final, seperti untuk sewa bangunan, jasa
konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha, dan lainnya.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh
Final untuk pajak UKM adalah pajak atas penghasilan (omzet) dari usaha yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak. PPh Final khusus dikenakan pada Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto atau omzet di bawah Rp4,8 Miliar dalam setahun. Namun pada tanggal
1 Juli 2018, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 mengenai tarif baru
teruntuk PPh Final UMKM.

Tarif PPh Final yang awalnya dikenakan sejumlah 1% dipangkas menjadi hanya 0,5%
dengan ketentuan sebagai berikut:

 Wajib Pajak Orang Pribadi bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 7
tahun.
 Untuk WP Badan seperti Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), dan Firma hanya
bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 4 tahun.
 Sedangkan untuk WP Perseroan Terbatas (PT), hanya bisa menikmati tarif PPh Final
0,5% dalam jangka waktu 3 tahun
3. Sebutkan contoh pekerjaan orang pribadi yang tidak boleh menggunakan tarif
fasilitas UMKM sebesar 0,5%, dan apa istilah dari pekerjaan tersebut?

Jawaban: Istilah dari pekerjaan orang pribadi yang tidak boleh menggunakan tarif
fasilitas UMKM sebesar 0,5% yaitu Penghasilan pekerjaan bebas yang dikecualikan
contoh pekerjaan orang pribadi yang tidak boleh menggunakan tarif fasilitas UMKM
sebesar 0,5% yaitu:
 Tenaga ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai,
dan aktuaris);
 Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/wati, pemain drama, dan
penari;
 Olahragawan;
 Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
 Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
 Agen iklan;
 Pengawas atau pengelola proyek;
 Perantara;
 Petugas penjaja barang dagangan;
 Agen asuransi;
 Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan
sejenis lainnya.

4. Pajak UMKM berlaku sampai kapan?

Jawaban: PPh final UMKM hanya dapat dimanfaatkan selama 3 tahun pajak bagi wajib
pajak badan berbentuk PT; 4 tahun pajak bagi wajib pajak badan berupa koperasi, CV,
dan firma; serta 7 tahun pajak bagi wajib pajak orang pribadi.

5. Kenapa harus ada pajak UMKM?

Jawaban: Dalam beberapa tahun terakhir sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM)
telah berhasil menjelma menjadi sumber penggerak ekonomi baru di Indonesia.
Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat mencapai 61,41
persen. dengan dominasi tersebut, UMKM setidaknya menyerap hampir 97 persen total
tenaga kerja nasional dan memiliki proporsi 99 persen dari total pelaku usaha di
Indonesia. Namun, dalam sektor perpajakan UMKM belum mencerminkan kontribusi
yang dominan sebagaimana pengaruhnya terhadap perekonomian dan penyerapan
tenaga kerja.

Untuk itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berupaya meningkatkan tingkat


partisipasi pajak UMKM dengan menciptakan ekosistem perpajakan yang ramah.
Pemetaan perpajakan yang mudah bagi UMKM. Adapun langkah yang dilakukan
pemerintah yaitu:
1. Penerapan tarif yang mudah dan ringan bagi UMKM. Berdasarkan peraturan
pemerintah No. 46/2013 tentang Pajak Final UMKM, pemerintah telah memberikan
skema khusus berupa Pajak Penghasilan Final 1 persen dari total penghasilan yang
diperoleh bagi UMKM dengan omset hingga Rp 4,8 miliar. Tak hanya itu, pada tahun
2018 pemerintah berencana memberikan insentif spesial bagi UMKM dengan
menurunkan tarif tersebut hingga menjadi 0,25 persen sebagai upaya merangkul
partisipasi perpajakan UMKM agar menjadi lebih luas.
2. Menciptakan perpajakan yang ramah bagi UMKM bukan hanya dilakukan dengan
memberikan tarif pajak yang rendah. Tetapi pemerintah juga mengembangkan
inovasi menciptakan aplikasi perpajakan bagi UMKM yang memiliki fungsi untuk
merekapitulasi pendapatan UMKM sekaligus sebagai kasir online. Tujuannya untuk
memudahkan pengusaha UMKM dalam mengenali omset usahanya, memberikan
kepraktisan pembukuan, hingga kemudahan perhitungan perpajakan bagi usaha
mereka. Saat ini, Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Pajak telah menggandeng
empat perusahaan sebagai penyedia jasa aplikasi perpajakan atau application
Service Provider (ASP).
3. Membuat sinergitas dan komunikasi yang baik untuk menjalin hubungan timbal balik
baik secara langsung bersama UMKM. Hal ini dilakukan Kemenkeu dengan cara
memberikan esistensi perpajakan, menciptakan layanan komunikasi yang responsif,
serta inovasi dengan menggandeng UMKM.
4. Melakukan kerja sama dengan civitas akademika politeknik keuangan negara (PKN)
STAN. Tidak hanya itu langkah dalam menciptakan perpajakan yang ramah juga
disambut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan memberikan fasilitas
kemudahan impor. Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah (KITE IKM) guna
mendorong UMKM menembus pasar global. Langkah-langkah tersebut merupakan
wujud nyata untuk menciptakan pajak yang ramah bagi mitra UKM. Sehingga
diharapkan mampu meningkatkan UMKM untuk tidak hanya ada dominan dalam
mengembangkan perekonomian bangsa namun juga bisa memberikan
sumbangsihnya untuk turut bergotong-royong membangun negara yang adil,
makmur, dan berdaulat melalui pajak.

6. Sebutkan macam-macam jenis Pajak?

Jawaban:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Bea Meterai.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

7. Bagaimana cara membayar pajak UMKM?


Jawaban: Cara membayar pajak UMKM yaitu:
1. Membuat kode billing. Membuat kode billing dapat dilakukan secara off-line dan on-
line.
2. Membayar pajak UMKM. Setelah membuat kode billing, tahap selanjutnya adalah
langsung membayar pajak UMKM sesuai nominal pajak yang harus dibayar.
3. Simpan struk pembayaran.

Note: Untuk mempermudah melakukan pelaporan pajak baik orang pribadi atau
perusahaan maka kita dapat mengaskses laman DJP ( Ditektorat Jendral Pajak)
Online.
Berikut linknya: https://djponline.pajak.go.id/account/login

8. Apa yang dimaksud UMKM di dalam peraturan perpajakan?

Jawaban: UMKM artinya sebagai bisnis yang dijalankan individu, rumah tangga, atau
badan usaha ukuran kecil. Penggolongan UMKM lazimnya dilakukan dengan batasan
omzet per tahun, jumlah kekayaan atau aset, serta jumlah karyawan. Kriteria atau
klasifikasi UMKM tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro Kecil Menengah.

Menurut Undang-Undang tersebut, kriteria UMKM bisa dibedakan dari jumlah aset dan
total omzet penjualan selama satu tahun. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik
(BPS), jumlah karyawan juga menjadi variabel penentu kriteria UMKM. Di Indonesia,
terdapat empat kriteria UMKM.

Empat kriteria tersebut adalah Usaha Besar, Usaha Menengah, Usaha Kecil, dan Usaha
Mikro.

1. Kategori Usaha Mikro

Usaha Mikro adalah usaha produktif yang dijalankan secara perorangan dan atau suatu
badan yang memenuhi persyaratan berikut ini :

a. Memiliki karyawan kurang dari 4 orang.

b. Aset (kekayaan bersih) hingga Rp. 50 Juta per tahun.

c. Omzet penjualan tahunan hingga Rp. 300 Juta per tahun.

2. Kategori Usaha Kecil


Usaha Kecil memiliki definisi yang hampir mirip dengan Usaha Mikro. Namun
perbedaannya adalah Usaha Kecil bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
dari suatu induk perusahaan. Dan Usaha Kecil tidak dikuasai atau menjadi bagian
baik secara langsung maupun tidak langsung dari jenis Usaha Menengah atau Usaha
Besar. Berikut kriteria dari Usaha Kecil :
a. Memiliki karyawan lebih dari 5 orang dan kurang dari 19 orang.
b. b. Aset (kekayaan bersih) dari Rp. 50 Juta – Rp. 500 Juta.
c. c. Omzet penjualan tahunan dari Rp. 300 Juta – Rp. 2,5 Miliar.

3. Kategori Usaha Menengah


Usaha Menengah adalah usaha yang dijalankan baik oleh perorangan maupun badan
yang memiliki persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki karyawan lebih dari 20 hingga 99 orang.
b. b. Aset (kekayaan bersih) antara Rp. 500 Juta – Rp. 10 Miliar.
c. c. Omzet penjualan tahunan antara Rp. 2,5 – Rp. 50 Miliar.

4. Kategori Usaha Besar


Usaha Besar adalah jenis usaha ekonomi produktif yang paling tinggi di antara
kriteria usaha sebelumnya. Jenis usaha ini biasanya merupakan perusahaan go-
public, Badan Usaha Milik Negara atau Swasta yang yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia. Berikut kriteria dari Usaha Besar :
a. Memiliki karyawan lebih dari 100 orang.
b. b. Aset (kekayaan bersih) lebih dari Rp. 10 Miliar.
c. c. Omzet penjualan tahunan lebih dari Rp. 50 Miliar.

Anda mungkin juga menyukai