Oleh :
OKTAVIANA ANGGUN PERMATASARI
NIM : 232013077
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan-Persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
i
PENDAHULUAN
16
Keunggulan dari peraturan PP No.46 Tahun 2013 ini adalah kemudahan
perhitungan pajak, karena didasarkan atas omset penjualan. Pajak dikenakan
dengan menggunakan tarif 1% dari omset. Prinsip kesederhanaan ini diterapkan
mengingat karakteristik UMKM di Indonesia yang belum baik dalam menyusun
pembukuannya. Meskipun sudah dibuat dengan sederhana, pembayaran pajak
seringkali dirasa sebagai beban. Penerapan PP Nomor 46 Tahun 2013
menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak pelaku UMKM, sebab belum semua
wajib pajak pelaku UKM memiliki penghasilan yang sama setiap bulannya.
Wicaksono (2016) menunjukkan pelaku UMKM memiliki penghasilan yang tidak
selalu sama sehingga dengan adanya PP Nomor 46 Tahun 2013 ini dirasa
memberatkan pelaku UMKM. Masih banyak UMKM yang belum mapan, yang
terbebani pajak semacam itu terlebih dengan adanya sanksi denda atas
keterlambatan pembayaran pajak sebesar 2% menambah beban bagi pelaku
UMKM itu sendiri.
19
TINJAUAN PUSTAKA
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013
20
pertengahan 2014, potensi penerimaan yang baru tergarap sekitar 7 persen,
adapun total penerimaan pajak dari UMKM sejak Juli 2013 hingga Juni 2014
hanya sekitar Rp 2 triliun, angka tersebut jauh dari potensinya sekitar Rp 30
triliun, dengan asumsi kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar Rp 3.000 triliun.
Sedangkan Ningrum (2016) menyatakan bahwa pelaksanaan PP No. 46 Tahun
2013 berdampak kepada kepatuhan pajak namun masih ada kendala dalam
implementasinya antara lain kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan
pembukuan keuangan untuk Wajib Pajak, ketidaktahuan Wajib Pajak dalam
melakukan pembukuan ini biasanya terjadi pada UMKM yang memang kurang
paham mengenai pembukuan dan menghitung, menyetor dan melaporkan pajak
terhutangnya.
Mental Accounting
Seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang masalah, bahwa Mental
accounting adalah perilaku ekonomi dimana seseorang menggolongkan masukan
dan keluaran finansial yang dilakukan berdasarkan pos-pos seperti halnya yang
ada pada akuntansi (Benny,2009).
Tahap pertama yaitu mengkode. Thaler dan Shefrin (1981) serta Thaler
(1990) mengatakan bahwa tahap mengkode pada mental accounting terlihat dari
pemikiran seseorang ataupun suatu entitas memiliki kecenderungan untuk
memposkan kebutuhan. Contohnya pos A untuk aset, pos B untuk laba usaha, dan
pos lainnya. Kedua, tahap mengkategori terlihat dari perilaku memilah pos apa
yang dipilih untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu. Yang terakhir pada tahap
21
mengevaluasi, mental accounting juga memicu seorang untuk membedakan dari
mana uang itu berasal serta mempengaruhi penggunaannya. Pemisahan kebutuhan
ke dalam pos-pos inilah yang memungkinkan timbulnya mental accounting yang
mengakibatkan bias atau kecenderungan salah prediksi atau error. Purnomo
(2009) mental accounting menunjukkan konsekuensi yang lebih serius atas
perilaku pengambilan keputusan.
22
Meskipun demikian, mental accounting merupakan perilaku irasional yang
dapat menyebabkan bias dalam pengambilan keputusan. Namun hal ini
bergantung pada bagaimana sikap kita terhadap pengelolaan uang. Jika kita adalah
orang yang sangat rasional, kita akan dapat mengelola uang kita dengan efektif
untuk setiap kategorinya. Namun jika kita tidak selalu rasional, optimalisasi
mental accounting menjadi sangat penting dalam manajemen keuangan.
23
METODA PENELITIAN
1 + Ne 2
24
Tabel 1
Variabel, Definisi Operasional dan Indikator Empirik Penelitian
Variabel Definisi Operasional Indikator
PP No.46 tahun 2013 Pajak atas penghasilan Sudah atau belum
dari usaha yang diterima membayar pajak
atau diperoleh Wajib Mengetahui atau
Pajak yang memiliki tidak peraturan PP
peredaran bruto tertentu, Nomor 46 Tahun
dikenai Pajak Penghasilan
2013
yang bersifat final 1%
(satu persen) dari Pengetahuan PP
peredaran bruto yang tidak Nomor 46 Tahun
melebihi Rp 4,8 milyar 2013
dalam satu tahun pajak Sumber informasi
tentang PP No. 46
Tahun 2013
Jenis pajak yang
dibayarkan
Cara perhitungan
pajak
Periode pembayaran
pajak
Pembukuan Sudah melakukan
pembukuan atau
belum
Transaksi dalam
pembukuan
Periode pembukuan
Yang melakukan
pembukuan
Mental Accounting Suatu rangkaian operasi Sumber membayar
kognitif yang digunakan pajak
individu maupun Yang melakukan
kelompok dalam perhitungan
mengkode, membuat Penggunaan
kategori dan mengevaluasi
penghasilan usaha
aktivitas finansialnya.
(Thaler 1999)
Teknik Analisis
Data yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk perhitungan
tabel sederhana dan crosstabulation SPSS. Penelitian ini akan disajikan dalam
bentuk deskriptif untuk melihat gambaran dari hasil kuesioner yang diberikan
pada pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Pati.
25
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis Data
Karakteristik Responden
Penulis akan membahas Mental accounting dalam pembayaran
pajak UKM di Kota Pati. Data diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan pada
pelaku UKM yang berada di Kota Pati yaitu sebanyak 63 responden. Berikut
adalah Tabel 2 yang menunjukkan karakteristik responden:
Tabel 2
Karakteristik Responden
Jumlah
Prosentase
Responden
A. Jenis Kelamin
Laki-laki 35 55,56%
Perempuan 28 44,44%
B. Usia
30-45 tahun 20 31,74%
46-61 tahun 35 55,56%
62-77 tahun 8 12,70%
C. Jenis Usaha
Jasa 4 6,34%
Dagang 48 76,20%
Konveksi 11 17.46%
D. Aset
> Rp 50 juta-100 juta 43 68,25%
> Rp 100 juta-200 juta 16 25,39%
> Rp 200 juta-300 juta 4 6,36%
E. Omset / bulan
> Rp 3 juta-10 juta 40 63,50%
> Rp 10 juta-50 juta 11 17,50%
> Rp 50 juta-100 juta 9 14,30%
> Rp100 juta-200 juta 3 4,70%
Sumber: Data Primer diolah, 2018.
26
Berdasarkan Tabel 2, 55,56% responden berjenis kelamin laki-laki dengan
usia 46-61 tahun (55,56%). Jenis usaha sebanyak 76,20% yang didominasi
mempunyai jenis usaha dagang, dengan perolehan asset sebesar >Rp 50 juta-100
juta (67,25%) dan omset penjualan perbulan sebanyak >Rp 3 juta-10 juta
(63,50%).
Mental accounting adalah perilaku ekonomi dimana seseorang
menggolongkan masukan dan keluaran finansial yang dilakukan berdasarkan pos-
pos seperti halnya yang ada pada akuntansi (Santosa 2009). Dalam penelitian ini
penulis melihat pengelolaan masukan dan pengeluaran keuangan pada UKM
sudah dilakukan berdasarkan penggunaannya, oleh karena itu dalam penelitian ini
akan dibagi menjadi dua bagian yaitu bagaimana perlakuan atas penghasilan
usaha dan alokasi penghasilan usaha untuk membayar pajak.
27
Sumber: Data Primer diolah, 2018.
Dilihat dari tabel 3 menunjukkan bahwa 79,36% responden sudah
memisahkan penghasilan usaha dengan uang pribadi. Sisanya 20,64% responden
belum memisahkan penghasilan usaha dengan uang pribadi, karena dalam
memenuhi kebutuhan sehari-harinya responden hanya bergantung pada usaha
yang dimiliki sehingga tidak dapat memisahkan penghasilan dengan uang pribadi.
Disamping memisahkan penghasilan dengan uang pribadi, pelaku UKM
juga mengalokasikan penghasilan usaha berdasarkan pos-pos kebutuhan tertentu.
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa 84,13% responden sudah mengalokasikan
penghasilan usaha pada pos-pos kebutuhan usaha. Namun, ada 15,87% responden
belum mengalokasikan penghasilan usaha pada pos-pos tertentu.
Tabel 4
Mental Accounting dalam pembayaran pajak
Langsung
Pembayaran Membayar
Mental Accounting Pajak Total
Pajak
Ya Tidak
Alokasi Ya 43 5 48
Penghasilan
Ya Usaha Tidak 0 2 2
Pengasilan Total 43 7 50
Usaha Alokasi Ya 5 3 8
Penghasilan
Tidak Usaha Tidak 2 3 5
Total 7 6 13
Sumber: Hasil olah SPSS, 2018
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa dalam pembayaran pajak, pelaku
UKM menggunakan uang dari hasil usaha sendiri. Terdapat 43 responden
melakukan pemisahan atas penghasilan usaha dan mengalokasikan penghasilan
tersebut langsung digunakan untuk membayar pajak. Sedangkan sisanya pelaku
usaha tidak melakukan pemisahan atas penghasilan usaha namun melakukan
alokasi untuk pembayaran pajak. Data diatas juga menunjukkan responden tidak
memisahkan dan tidak mengalokasikan penghasilan usaha untuk pembayaran
pajak.
28
Tabel 5
Perlakuan Atas Penghasilan Usaha Berdasarkan Omset/bulan
Alokasi
Penghasilan
Pemisahan Penghasilan Total
Usaha
Ya Tidak
> Rp 3 juta-10 juta 42 1 43
> Rp 10 juta-50 juta 2 0 2
Omset per > Rp 50 juta-100
2 0 2
Ya bulan juta
> Rp 100 juta-200
3 0 3
juta
Total 49 1 50
> Rp 3 juta-10 juta 4 2 6
> Rp 10 juta-50 juta 3 1 4
Omset per > Rp 50 juta-100
1 1 2
Tidak bulan juta
> Rp 100 juta-200
1 0 1
juta
Total 9 4 13
Sumber: Hasil olah SPSS, 2018.
Dari tabel 5 diatas, menunjukkan responden memiliki omset >Rp 3 juta-10
juta perbulan melakukan pemisahan penghasilan usaha (dari hasil penjualan)
dengan uang pribadi dan mengalokasikan penghasilan usaha dalam pos-pos
kebutuhan. Pemisahan pengalokasian tersebut, tidak lain bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar perkembangan usaha tersebut dan mengetahui
seberapa besar keuntungan yang diperoleh.
Benny (2009) menjelaskan bahwa Mental accounting adalah perilaku
ekonomi dimana seseorang menggolongkan masukan dan keluaran finansial yang
dilakukan berdasarkan pos-pos seperti halnya yang ada pada akuntansi. Dalam
penelitian ini, terlihat adanya mental accounting dalam perlakuan atas penghasilan
usaha dari omset perbulannya akan tetapi, terdapat pula responden yang tidak
29
melakukan pemisahan penghasilan maupun pengalokasian penghasilan usaha.
Responden tidak melakukan pemisahan penghasilan usaha dikarenakan hasil
penjualan tersebut juga digunakan untuk kebutuhan pribadi. Sedangkan dalam hal
pengalokasian, responden mendahulukan kebutuhan yang lebih penting sehingga
cenderung tidak melakukan pengalokasian.
30
terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan, sisanya 19,05% hanya
menghitung berdasarkan estimasi atau perkiraan saja. Pembayaran pajak pelaku
UKM tersebut sudah dilakukan secara rutin yaitu setiap bulan dan rutin setiap
tahun. Perhitungan pembayaran pajak pada pelaku UKM sudah dilakukan sendiri
oleh pelaku UKM (80,95%), dibantu oleh karyawan (11,11%) dan dibantu oleh
anggota keluarga lain (7,94%).
Dalam perhitungan dan pembayaran pajak perlu pelaku UKM melakukan
pembukuan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penghasilan yang didapat dari
hasil penjualan karena seperti yang yang tercantum pada PP nomor 46 Tahun
2013 pajak dikenakan 1% dari omset bruto. Data menunjukkan responden pelaku
UKM 93,65% sudah melakukan pembukuan.
Tabel 7
Pembukuan, Membayar Pajak dan Perhitungan Pajak
Pembukuan
Membayar Pajak Total
Ya Tidak
Hanya perkiraan
Perhitungan 9 2 11
saja
Ya Pajak 1% dari omset bruto 50 2 52
Total 59 4 63
Sumber: Hasil olah SPSS, 2018.
Tabel 7 menunjukkan 59 responden melakukan pembukuan tetapi tidak
seluruh responden melakukan perhitungan berdasarkan tarif 1% dari omzet.
Terdapat 50 responden melakukan perhitungan, dan 9 responden tidak melakukan
perhitungan atau berdasarkan estimasi saja. Sedangkan 4 respoden yang lain tidak
melakukan pembukuan, tetapi tetap membayar pajak meskipun dengan
perhitungan sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2013 ataupun dengan estimasi
saja.
Pembukuan merupakan salah satu hal yang terpenting bagi pelaku UKM.
Selain untuk membantu perhitungan menegnai perpajakan, pembukuan juga dapat
digunakan untuk mengetahui seberapa besar pendapatan dan keuntungan yang
mereka peroleh. Selain itu dapat pula untuk mengetahui transaksi apa saja yang
dilakukan dan dapat mengalokasikan untuk apa saja penghasilan tersebut sesuai
dengan kemampuan yang telah tercatat di pembukuan.
Pada tabel 8 menunjukkan mental accounting berdasarkan pembukuan:
31
Tabel 8
Mental accounting dan Pembukuan
Mental
Accounting Total
Ya Tidak
Ya 49 10 59
Pembukuan
Tidak 1 3 4
Total 50 13 63
Sumber: Hasil olah SPSS, 2018.
Dari tabel 8 responden yang melakukan pembukuan cenderung akan
melakukan pemisahan pendapatan juga. Terdapat pula responden yang melakukan
pembukuan, tetapi tidak melakukan pemisahan penghasilan. Sedangkan
responden yang tidak melakukan pembukuan, cenderung tidak melalukan
pemisahan pada penghasilannya. Tetapi terdapat responden yang tidak melakukan
pembukuan namun memisahkan penghasilan usahanya.
Dalam membayar pajak, seluruh pelaku UKM menggunakan penghasilan
usaha dari hasil penjualan. Sebagian besar pelaku UKM (88,89%) secara langsung
menggunakan penghasilan dari hasil penjualan yang didapat untuk membayar
pajak. Akan tetapi tidak semua pelaku UKM melakukan hal tersebut. Berikut
tabel 9 menunjukkan kepentingan membayar pajak oleh pelaku UKM:
Tabel 9
Kepentingan Pembayaran Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Jumlah
Prosentase
Responden
A. Menggunakan uang dari mana
Penghasilan usaha (hasil penjualan) 63 100%
Uang pribadi 0 0%
B. Langsung digunakan membayar
pajak
Ya 56 88,89%
Tidak 7 11,11%
Sumber: Data primer yang diolah, 2018.
Seluruh pelaku UKM menggunakan penghasilan usaha dari hasil
penjualan untuk keperluan membayar pajak walaupun penghasilan usaha dari
hasil penjualan tidak langsung dibayarkan untuk membayarkan pajak atau mereka
sisihkan terlebih dulu. Hal ini dikarenakan pelaku UKM melakukan pembayaran
32
secara kumulatif pada periode berikutnya. Perilaku pelaku UKM sudah sesuai
dengan mental accounting dalam penggunaan penghasilan usaha.
Tabel 10
Perhitungan Pajak, Pemisahan Penghasilan Usaha, Langsung Membayar Pajak,
Alokasi Penghasilan Usaha
Alokasi
Perhitunga
n Pemisahan Penghasilan Usaha penghasilan
usaha Total
dan Pribadi
Pajak Ya Tidak
Langsung Ya 8 8
untuk
Ya membayar Tidak 1 1
pajak
Hanya Total 9 9
perkiraan
Langsung
saja
untuk Ya 1 1 2
Tida membayar Tidak 1 1 2
k pajak
Total 2 2 4
Langsung Ya 37 0 37
untuk
Ya membayar Tidak 3 4 7
pajak
Total Total 40 4 44
omset 1% Langsung Ya 4 1 5
untuk
Tida membayar
Tidak 1 2 3
k pajak
Total 5 3 8
Sumber: Hasil olah SPSS, 2018.
Dari tabel 10 pembayaran pajak yang dilakukan responden adalah dengan
melakukan pemisahan penghasilan usaha dengan uang pribadi, penghasilan usaha
tersebut langsung digunakan untuk membayar pajak. Di sisi lain, responden juga
membagi penghasilan kedalam pos-pos sesuai kebutuhan. Selanjutnya, masih ada
responden yang menggunakan estimasi atau perkiraan saja. Namun, sebagian
besar sudah melakukan pemisahan terhadap penghasilan usaha dengan uang
pribadi dan langsung menggunakan penghasilan usaha tersebut untuk kepentingan
membayar pajak dan melakukan alokasi. Dalam pembayaran pajak, responden
cenderung menggunakan pemisahan penghasilan, mengalokasikan pendapatan,
dan langsung menggunakan penghasilan usaha untuk membayar pajak. Hal
33
tersebut menunjukkan perilaku mental accounting dalam kepentingan membayar
pajak oleh responden.
PEMBAHASAN
Pemisahan keuangan atas penghasilan usaha pada pelaku UKM sebagian
besar menunjukkan adanya mental accounting, selain itu pelaku UKM dapat
mengalokasikan pendapatan tersebut ke dalam pos-pos tertentu seperti, untuk
memenuhi kebutuhan usaha, kebutuhan pribadi dan kepentingan dalam membayar
pajak. Kebutuhan usaha itu sendiri meliputi pembayaran gaji karyawan, membeli
bahan baku untuk persediaan, servis kendaraan untuk operasional usaha. Untuk
kebutuhan pribadi meliputi biaya sekolah anak, untuk kebutuhan sehari-hari,
untuk membayar arisan RT, dan kegiatan social lainnya. Pelaku UKM juga
mengalokasikan penghasilannya untuk membayar pajak.
Sebagian besar pelaku UKM sudah melakukan pemisahan penghasilan
usaha sesuai kebutuhan masing-masing dan dapat mengendalikan sesuai dengan
penggunaannya. Selain itu pelaku UKM juga mengalokasikan penghasilannya
untuk tertib administrasi. Disamping itu, masih ditemukan adanya pelaku UKM
yang belum memisahkan penghasilan usaha karena mereka mengaku bahwa lebih
mementingkan kebutuhan yang mendesak terlebih dahulu.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pelaku UKM di Kota Pati sudah
membayar pajak. Selain membayar pajak penghasilan, beberapa pelaku usaha juga
sudah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dan pajak kendaraan bermotor. Dalam perhitungan pajak, pelaku UKM
banyak yang melakukan perhitungan pembayaran pajak secara mandiri sesuai
dengan PP Nomor 46 Tahun 2013 yaitu dengan tarif sebesar 1% yang didasarkan
pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir
sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. Pengetahuan mengenai PP Nomor 46
Tahun 2013 mereka dapatkan dari berbagai sumber diantaranya dari sesama
pelaku UKM, media massa dan penyuluhan petugas kantor pajak.
Pelaku UKM membayarkan pajaknya langsung dari penghasilan usaha
mereka, karena jika mereka menunda pembayaran pajak mereka takut jika
34
uangnya digunakan untuk kebutuhan yang lain dan dapat tercampur ke kebutuhan
yang lain. Akan tetapi masih terdapat beberapa pelaku UKM yang tidak langsung
membayarkan pajaknya dengan alasan digunakan untuk keperluan yang mendesak
terlebih dahulu sehingga pajak tersebut dibayarkan pada bulan berjalan
berikutnya.
35
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN
MENDATANG
Simpulan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden telah
melakukan kewajiban pembayaran pajak. Beberapa UKM melakukan perhitungan
pembayaran pajak berdasarkan perkiraan dan beberapa berdasarkan PP Nomor 46
Tahun 2013 yaitu sebesar 1% dari peredaran bruto. Meskipun tidak semua
responden tidak langsung membayar pajak, namun mereka sudah melakukan
pemisahan pengalokasian penghasilan dari usaha. Pelaku UKM sudah melakukan
pengelolaan dan pemisahan penghasilan usaha sesuai dengan pos-pos kebutuhan
mereka baik untuk kebutuhan usaha, kebutuhan pribadi dan kewajiban untuk
membayar pajak. Ini menunjukkan bahwa adanya mental accounting bagi seluruh
pelaku UKM yang menjadi responden.
Keterbatasan dan Saran
Keterbatasan penelitian ini adalah kurang melihat profil responden apakah
sudah memiliki NPWP atau belum artinya tidak dapat mengetahui secara pasti
apakah responden benar-benar membayar pajak atau tidak.
Saran penulis untuk penelitian selanjutnya adalah dengan menambahkan
pertanyaan pada kuesioner penelitian bahwa sudah memiliki NPWP atau belum,
mengkonfirmasi langsung jawaban dari responden agar lebih jelas dan memberi
sedikit pengetahuan tentang PP Nomor 46 Tahun 2013 agar pelaku UKM tidak
menghitung pajaknya dengan cara perkiraan saja.
36
DAFTAR PUSTAKA
Cheema, Amar dan Soman, Dilip. 2006. Malleable Mental Accounting: The
Effect of Flexibility on the Justification of Attractive Spending and
Consumption Decisions. Journal of Consumer Psychology, 16(1), 33–44
38
Wicaksono. R . 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam membayar pajak
sesuai PP No.46 Tahun 2013 Pada UMKM di Kabupaten Bantul. Jurnal
Fokus Bisnis Vol. 15, No 02, bulan Desember 2016.
www.kemenkeu.go.id
39
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth,
Bapak/Ibu
Di tempat
NIM : 232013077
40
Petunjuk Cara Pengisian :
Identitas responden
Aset : Rp ……………………
3. Jika anda tahu, sejauh mana Anda mengetahui tentang artutan pajak UKM
dalam PP Nomor 46 Tahun 2013?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
41
4. Darimana Anda mengetahui dan memperoleh informasi tentang peraturan
PP Nomor 46 Tahun 2013?
Sesama pelaku UKM
Media masa, sebutkan:……………..
Fiskus
Lain-lain:…………………….
42
Kas keluar
Piutang
Utang
43
Keluarga
Lain-lain:……………………
5. Apakah penghasilan usaha (hasil penjualan) yang didapat saat itu
LANGSUNG digunakan untuk membayar pajak?
Ya, alasan…………………………………………...
Tidak, alasan………………………
44
45