Anda di halaman 1dari 4

Cara Menghitung Laba Ditahan dalam Proses

Akuntansi

Laba ditahan adalah bagian dari laba bersih perusahaan yang ditahan oleh perusahaan dan
tidak dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham. Uang ini biasanya diinvestasikan
kembali ke dalam perusahaan, agar menjadi ‘bahan bakar’ utama untuk kelangsungan
pertumbuhan perusahaan, atau digunakan untuk melunasi utang-utang perusahaan.

Laba ini akan diakumulasikan dan dilaporkan sebagai ekuitas pemilik dalam neraca.
Besarnya laba ditahan biasanya ditentukan oleh kebijakan dewan komisaris suatu perusahaan
yang tentunya akan berbeda antara kebijakan di suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Manfaat laba ditahan dalam proses akuntansi sendiri yakni :

1. Untuk membiayai operasional perusahaan dalam pencapaian laba yang lebih maksimal.

2. Untuk melunasi utang yang ada.

3. Sebagai cadangan dana untuk kebutuhan investasi perusahaan.

4. Untuk perkembangan perusahaan di masa yang akan datang.

Cara Menghitung Laba Ditahan Perusahaan

1. Kumpulkan Data yang Diperlukan dari Laporan Keuangan Perusahaan

Setiap perusahaan diharuskan untuk melakukan dokumentasi atas riwayat keuangan


perusahaan secara resmi. Jika Anda bisa melakukannya, biasanya Anda akan lebih mudah
menghitung laba ditahan selama periode yang berjalan dengan menggunakan angka-angka
dari laporan resmi untuk mengetahui jumlah laba ditahan pada tanggal tertentu, laba bersih,
dan dividen yang sudah dibayar, dibandingkan jika Anda harus menghitungnya secara
manual. Laba ditahan perusahaan sampai dengan periode pencatatan yang terakhir akan
ditampilkan dalam neraca, sementara laba bersih perusahaan akan ditampilkan dalam laporan
laba rugi untuk periode yang berjalan.

Jika Anda bisa memperoleh semua informasi ini, Anda bisa menghitung laba ditahan dengan
rumus sebagai berikut:

Laba bersih – dividen yang dibayarkan = laba ditahan

Selanjutnya, untuk menghitung laba bersih kumulatif, tambahkan angka laba ditahan yang
baru saja Anda hitung dengan saldo laba ditahan yang sudah ada pada saat ini.

Sebagai contoh, misalnya pada akhir tahun 2011 bisnis Anda mempunyai saldo laba ditahan
kumulatif sebesar Rp512 juta. Selama tahun 2012, bisnis Anda menghasilkan laba bersih
sebesar Rp21,5 juta dan membayar dividen sebesar Rp5,5 juta. Saldo akhir laba ditahan dari
bisnis Anda adalah sebesar:

 Rp21,5 juta – Rp5,5 juta = Rp16 juta


 Rp512 juta + Rp16 juta = Rp528 juta
 Jadi, bisnis Anda sudah mempunyai laba ditahan sebesar Rp528 juta.

2. Jika Tidak Mempunyai Informasi Laba Bersih, Mulailah dengan


Menghitung Laba Kotor

Jika Anda tidak bisa mengakses nilai laba bersih secara pasti, Anda bisa menghitung laba
bersih dari sebuah bisnis dengan menghitung secara manual melalui sebuah proses yang
sedikit lebih panjang. Mulailah dengan menghitung laba kotor perusahaan. Laba kotor adalah
sebuah angka yang dihasilkan dari laporan laba rugi dan dihitung dengan cara mengurangi
uang dari hasil penjualan dengan harga pokok penjualan.

Sebagai contoh, misalnya sebuah perusahaan berhasil mencapai angka penjualan sebesar
Rp150.000 dalam satu kuartal, tetapi harus membayar Rp90.000 untuk barang-barang yang
dibutuhkan dalam menghasilkan angka penjualan sebesar Rp150.000 tersebut. Laba kotor
selama satu kuartal ini adalah,

Rp150.000 – Rp90.000 = Rp60.000

3. Hitunglah Laba Operasi

Laba operasi mencerminkan laba perusahaan setelah membayar biaya-biaya penjualan dan
biaya-biaya operasi, seperti upah yang sudah dibayar. Untuk menghitung laba operasi ini,
kurangi laba kotor dengan biaya-biaya operasi perusahaan (tidak termasuk harga pokok
penjualan).

Misalnya, dalam kuartal yang sama di mana bisnis kita menghasilkan laba kotor sebesar
Rp60.000, ada pembayaran biaya-biaya administrasi dan upah sebesar Rp15.000. Dengan
demikian laba operasi perusahaan akan menjadi,

Rp60.000 – Rp15.000 = Rp45.000.

4. Hitunglah Laba Bersih Sebelum Pajak

Untuk menghitung laba bersih sebelum pajak, kurangi laba operasi perusahaan dengan bunga,
depresiasi, dan amortisasi. Depresiasi dan amortisasi yaitu penyusutan dari nilai aktiva
(berwujud dan tidak berwujud) selama masa ekonomisnya. Hal ini dicatat sebagai biaya
dalam laporan laba rugi. Jika sebuah perusahaan membeli peralatan dengan harga Rp10.000
dengan masa ekonomis 10 tahun, akan timbul biaya depresiasi sebesar Rp1.000 per tahun,
dengan asumsi nilainya terdepresiasi secara merata.

Misalnya perusahaan kita membayar biaya bunga sebesar Rp1.200 dan biaya depresiasi
sebesar Rp4.000. Laba bersih sebelum pajak dari perusahaan kita akan menjadi

Rp45.000 – Rp1.200 – Rp4.000 = Rp39.800.


5. Hitunglah Laba Bersih Setelah Pajak

Biaya terakhir yang harus kita perhitungkan adalah pajak. Untuk menghitung laba bersih
setelah pajak, pertama-tama kali-kan tarif pajak perusahaan dengan laba bersih sebelum
pajak. Selanjutnya, untuk menghitung laba bersih setelah pajak, kurangi angka hasil perkalian
ini dari angka laba bersih sebelum pajak.

Dalam contoh yang kita bahas, kita asumsikan bahwa tarif pajak adalah 34%. Biaya pajak
yang harus kita bayar adalah sebesar,

34% (0,34) x Rp39.800 = Rp13.532.

Selanjutnya, kita kurangkan angka ini dari jumlah laba bersih sebelum pajak sebagai berikut.

Rp39.800 – Rp13.532 = Rp26.268.

6. Kurangi dengan Jumlah Dividen yang Sudah Dibayarkan

Setelah kita menghitung besarnya laba bersih perusahaan setelah dikurangi seluruh biaya-
biaya yang menjadi kewajiban kita, kita mempunyai sebuah angka yang bisa kita gunakan
untuk menghitung besarnya laba ditahan selama periode pembukuan yang berjalan. Untuk
menghitungnya, kurangi laba bersih setelah pajak dengan dividen yang sudah dibayarkan.

Dalam contoh yang kita bahas, kita asumsikan bahwa kita membayar dividen kepada para
investor sebesar Rp10.000 untuk kuartal ini. Laba ditahan untuk periode yang berjalan ini
akan menjadi,

Rp26.268 – Rp10.000 = Rp16.268.

7. Hitunglah Saldo Akhir dari Akun Laba Ditahan

Jangan lupa bahwa laba ditahan adalah akun kumulatif yang menunjukkan perubahan bersih
dari laba ditahan sejak berdirinya perusahaan sampai saat ini. Untuk mengetahui besarnya
laba ditahan secara keseluruhan, tambahkan laba ditahan dari periode yang sedang berjalan
dengan saldo akhir laba ditahan pada saat periode pembukuan yang lalu berakhir.

Kita asumsikan bahwa perusahaan kita sudah menahan laba sebesar 30.000 sampai saat ini.
Sekarang saldo pada akun laba ditahan kita akan menjadi,

Rp30.000 + Rp16.268 = Rp46.268

Perhitungan laba ditahan ini tentu saja berbeda di tiap perusahaan. Hal ini dikarenakan
perbedaan jumlah deviden yang telah disepakati komisaris atau perbedaan jenis perusahaan.
Ketika semua perhitungan di atas sudah dipenuhi, makan jumlah laba ditahan yang tersisa
bisa kembali ke perusahaan sebagai investasi untuk quartal selanjutnya. Tetapi bisa juga laba
ditahan ini dialokasikan untuk hal lain sesuai dengan kesepakatan komisaris perusahaan.
Laba ditahan juga memungkinkan memiliki nilai minus karena perusahaan tersebut
mengalami kerugian dibandingkan tahun sebelumnya.Karena kerugian lebihbesar dari total
seluruh laba ditahan, hal ini yang memungkinkan total laba ditahan menjadi minus.

Anda mungkin juga menyukai