Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak
sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang
pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
a. Beda tetap.
Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.
Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito.
Contoh biaya : biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan.
b. Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi
tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode
pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa
Beda Tetap :
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai
berikut :
Perusahaan Dagang
===========
Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil
dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi
fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan
menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal.
Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang
berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial dengan laba/rugi
menurut SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak
yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur
penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi
fiskal dilakukan terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan
(pasal 9 UU PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi
metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi
positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal
bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan
laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil
dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil
dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung
secara fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba
yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar
dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka
waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-
nya adalah sbb:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun
dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama
nilai bukunya sama dengan nilai perolehan.
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada
penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar
maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal
menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal
negatif.
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan
Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
– Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh
tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), misalnya ;
– Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak
atau pengenaan pajaknya bersifat final.
– Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak
memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainment,
daftar nominatif atas peghapusan piutang).
2. Beda Waktu :
Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan
ketentuan fiskal, misalnya ;
– Metode penyusutan
– Dan sebagainya
Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 (empat miliar lima
ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif
sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT
Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp 500.000.000,00 = Rp 70.000.000,00
Contoh 2):
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar
rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas: