Anda di halaman 1dari 3

RESUME MATERI KELOMPOK 4 DARI KELOMPOK 1

REKONSILIASI FISKAL

A. PENGERTIAN
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan semua Wajib Pajak
Badan wajib menyelenggarakan pembukuan, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperbolehkan
menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Berdasarkan
Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak Orang Pribadi yang boleh
menggunakan NPPN adalah yang omzetnya tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam setahun. Jadi Rekonsiliasi
Fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Wajib pajak yang menyelenggarakan
pembukuan pada akhir tahun akan menyusun laporan keuangan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan berdasarkan
dari laporan laba rugi komersial yang disusun oleh Wajib Pajak. Laba atau rugi komersial tersebut dilakukan
koreksi fiskal sehingga menghasilkan laba rugi fiskal atau sering disebut penghasilan neto fiskal. Dapat
disimpulkan bahwa rekonsiliasi fiskal merupakan salah satu cara untuk mencocokkan beberapa perbedaan
yang ada dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan yang disusun mengikuti sistem fiskal.

B. FAKTOR PENYEBAB
Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan dibutuhkannya Rekonsiliasi Fisikal:
- Perbedaan antara SAK (Standar Akuntansi Keuangan) dengan peraturan perpajakan. Baik perbedaan
dalam konsep, pengukuran, dan metode pengalokasian, hingga pengakuan biaya.
- Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, atau telah dikenakan PPh yang bersifat final.
- Harga yang tidak wajar karena hubungan istimewa
- Kompensasi kerugian fiskal
-
Rekonsiliasi fiskal berfungsi untuk menyesuaikan transaksi berdasarkan Sistem Akuntansi Keuangan
dan menurut ketentuan fiskal atau Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Rekonsiliasi fiksal perlu dilakukan agar data laporan keuangan komersial yang dimasukkan ke dalam SPT
tahunan PPh telah disesuaikan dengan ketentuan fiskal. Sehingga rekonsialiasi fiskal yang dilakukan bisa
menghasilkan output yang merupakan hasil koreksi yang mempengaruhi besarnya laba kena pajak dan PPh
terutang.

Hal-hal yang menyebabkan perbedaan besarnya laba atau rugi komersial dan laba atau rugi fiskal,
antara lain :
- Penghasilan yang bukan objek pajak
- Penghasilan yang sudah dikenakan pajak bersifat final
- Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan untuk tujuan perpajakan

C. JENIS KOREKSI FISKAL


 Koreksi Fiskal Positif, yaitu koreksi fiskal yang menambah besarnya penghasilan neto fiskal.
Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain :
- Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun.
- Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk kepentingan pribadi.
- Dana cadangan
- Pajak Penghasilan
- Gaji yang akan dibayarkan
- Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura
atau kenikmatan.
- Harta yang dihibahkan atau sumbangan.
- Sanksi administrasi
- Jumlah yang melebihi kewajaran kapasitas jumlah berdasarkan metode penghitungan dalam Pasal 10
UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
- Penyusutan yang melebihi jumlah kapasitas berdasarkan metode penghitungan dalam Pasal 10 UU
No.36 Tahun 2008 tentang PPh.

Misalnya, perusahaan memberikan imbalan kepada karyawan dalam bentuk uang dan beras. Dalam
laporan laba rugi, kedua jenis imbalan tersebut boleh dibebankan. Tetapi, untuk tujuan Pajak Penghasilan,
imbalan dalam bentuk beras tidak boleh dibebankan, sehingga jumlah beban tersebut dikoreksi menjadi
lebih kecil dan akibatnya penghasilan neto fiskal menjadi lebih besar.

 Koreksi Fiskal Negatif, yaitu koreksi fiskal yang mengurangi besarnya penghasilan neto fiskal.
Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain :
- Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final. Misalnya bunga deposito, bunga obligasi & surat utang
negara, dan penghasilan dari hadiah undian.
- Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya Warisan, sebagai pengganti penyertaan
modal, pembayaran asuransi kepada pribadi, beasiswa yang memenuhi persyaratan peraturan Menteri
Keuangan.

Misalnya, dalam laporan laba rugi Wajib Pajak terdapat penghasilan berupa sewa bangunan. Karena
sudah dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final, penghasilan sewa tersebut tidak perlu dimasukkan dalam
menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan pajak dengan tarif umum. Akibatnya, penghasilan neto
fiskal menjadi lebih kecil.

D. CONTOH KASUS
PT. RAFI bergerak dalam bisnis perdagangan Kain Batik yang merupakan Wajib Pajak Badan yang
berdomisili di Pekalongan. Laporan keuangan tahun 2009 adalah sebagai berikut :
E. KOREKSI FISKAL

Anda mungkin juga menyukai