Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FINANCIAL AUDIT FOR REDFLAG DETECTION

Disusun Oleh :

1. Dahlia Nur Fadilla 211600153


2. Karina Permatasari 211600072
3. Riska Amellia Putri 211600046
4. Mega Afiqoh 211600019
5. Rizky Wahyu Saputra 211600057
6. Muhammad Wiza Athala 211600064

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmad dan karunianya kepada kami, sehingga kami bisa menyusun
makalah ini dengan judul ”Financial Audit for Redflag Detection”. Sholawat dan
salam kita hadiahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
seorang pemimpin sejati, suri tauladan yang baik bagi semua umat, yang telah
membawa kita ke zaman modern yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti sekarang ini.
Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat serta memberikan sumbangan
pengetahuan bagi semua pihak yang tertarik dan ingin mengetahui tentang audit
keuangan untuk deteksi redflag. Namun demikian, kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik
serta saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Tujuan.............................................................................................................1

BAB II......................................................................................................................1

PEMBAHASAN......................................................................................................2

2.1 a......................................................................................................................2

2.2 b......................................................................................................................8

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP..............................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecurangan biasanya dipoles sedemikian rupa agar salah saji yang
material sulit untuk ditemukan oleh auditor (SAS 82 Paragraf 31). Untuk itu,
auditor perlu untuk mempertimbangkan kejadian atau fakta yang ada dan
menimbulkan indikasi adanya kecurangan dalam perusahaan. Auditor,
dikarenakan sifat alamiah dari pekerjaannya, tidak bisa menghindar dari fakta
bahwa mereka adalah satu dari beberapa pihak yang mampu mendeteksi
terjadinya kecurangan bahkan dari tahap awal proses audit dilaksanakan, namun
tanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan tidak hanya dimiliki auditor.
Manajemen perusahaan juga memiliki tanggungjawab yang tidak berbeda,
dikarenakan fakta bahwa mereka seharusnya bisa mendeteksi kecurangan di
dalam perusahaan melalui pengendalian internal yang diterapkan (Smith dan
Baharuddin, 2005). Lain halnya, apabila kecurangan tersebut justru dilakukan
oleh manajemen puncak yang duduk di posisi yang tepat dan memiliki
kemampuan untuk melakukan kecurangan.
Apostolou et., al (2001) menyatakan bahwa auditor melihat red flags yang
terkait dengan karakter personal manajemen dan pengaruh dari lingkungan
pengendalian sebagai metode yang paling efektif untuk mendeteksi kecurangan.
Terlihat dengan jelas perbedaan pendapat dari beberapa penelitian terdahulu
mengenai metode red flags, ada yang menyatakan efektif, beberapa menyatakan
efektif dengan kondisi tertentu, beberapa menyatakan metode red flags tidak
efektif digunakan untuk mendeteksi kecurangan.
Kecurangan tersebut dapat dihindari dengan melakukan deteksi awal atau
dengan memperhatikan red flags yang timbul. Keberadaan red flag ini sering
diabaikan padahal dengan mencermati indikator-indikator yang ada, auditor bisa
dengan mudah mendeteksi adanya kecurangan keuangan atau fraud yang sedang

3
maupun telah terjadi. Audit keuangan bisa menjadi salah satu cara yang tepat
untuk mendeteksi adanya red flags.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Audit Keuangan atau Financial Audit?
2. Apa yang dimaksud dengan Red Flags?
3. Bagaimana Efektivitas indikator Red Flags?
4. Bagaimana Audit Keuangan untuk mendeteksi Red Flags?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Audit Keuangan atau Financial Audit
2. Menganalisa mengenai Red Flags
3. Mengetahui Efektivitas indikator Red Flags
4. Mengetahui cara Audit Keuangan untuk mendeteksi Red Flags

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Audit Keuangan (Financial Audit)


Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian audit
keuangan adalah pengujian kebenaran suatu pembukuan. Sementara itu, menurut
pendapat ahli, pengertian audit keuangan adalah :

a. Arens dan Loebbecke, 2003

Menurut beliau, pengertian audit keuangan adalah pengumpulan dan evaluasi


bukti informasi secara terukur pada entitas ekonomi oleh para kompeten dan
independen, sehingga dapat melaporkan hasil pemeriksaan sesuai kriteria yang
berjalan.

b. Mulyadi, 2002

Berdasarkan pernyataan Mulyadi, pengertian audit keuangan adalah proses


sistematis untuk memperoleh dan membuat bukti evaluasi secara objektif atas
kegiatan ekonomi, sehingga laporan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan
hasilnya disampaikan pada entitas bersangkutan.

c. Sukrisno Agoes. 2004

Menurut penjelasan Sukrisno Agoes, pengertian audit keuangan adalah suatu


pemeriksaan yang dilaksanakan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen
terhadap laporan keuangan serta catatan akuntansi pendukung dari manajemen
perusahaan, dalam rangka menyajikan pendapat atas tingkat kewajaran laporan
tersebut.

Sehingga, jika disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut, audit


keuangan adalah proses pengujian atau evaluasi secara objektif dan sistemik pada
sebuah entitas ekonomi tertentu, yang dilaksanakan oleh para ahli independen

5
(umumnya disebut auditor) untuk menunjukkan kualitas laporan keuangan
berdasarkan kriteria.

Pada dasarnya, tujuan audit keuangan adalah menciptakan keyakinan


berbasis data dan analisis terhadap keuangan perusahaan yang diaudit. Sehingga,
setiap pemangku kepentingan dan masyarakat luas bisa melihat kualitas
manajemen serta sistem keuangan perusahaan tersebut. Apakah sudah sesuai
kaidah akuntansi yang berlaku atau tidak.

2.2 Pengertian Red Flags


Red Flags adalah petunjuk atau indikasi akan adanya sesuatu yang tidak
biasa dan merupakan tanda-tanda bahwa fraud terjadi. Pekerjaan mendeteksi
kecurangan bukanlah merupakan hal yang mudah bagi seorang auditor. Meskipun
kasus kecurangan bukanlah merupakan suatu hal asing dalam dunia bisnis, namun
seringkali pihak auditor baik internal maupun eksternal tidak mampu
mengungkapkan kasus tersebut. Seringkali kecurangan dikemas sedemikian rupa
sehingga auditor akan sulit untuk mendeteksi terjadinya salah saji.

Semua organisasi menghadapi risiko penipuan, baik internal maupun


eksternal. Risiko internal datang dari orang-orang di dalam organisasi yang
mungkin menggunakan posisinya untuk memperkaya diri sendiri dengan
menyalahgunakan sumber daya dan aset yang dimiliki oleh atasan mereka.
Sebaliknya, risiko eksternal direkayasa oleh pejabat pemerintah, pelanggan, dan
kontraktor yang mungkin mencari uang secara ilegal.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2010) menyatakan


bahwa auditor internal hanya mampu mendeteksi 13.7% kasus kecurangan yang
terjadi, sedangkan auditor eksternal memiliki angka yang lebih rendah yaitu
sebesar 4.2% dari total kasus yang dilaporkan. Kondisi ini bertolakbelakang
dengan hasil survei yang dilakukan dua kantor akuntan publik besar yaitu KPMG
dan PricewaterhouseCooper di Malaysia tahun 2009 yang menunjukkan bahwa
sesungguhnya sebelum kasus kecurangan keuangan terjadi, auditor dapat

6
mendeteksi kecurangan melalui indikator-indikator (red flags). Namun auditor
seringkali mengabaikan keberadaan red flags atau justru melakukan “pushed
under the carpet”.

Contoh atau ciri-ciri red flags yang harus diwaspadai oleh auditor dan
akuntan, yaitu :

1) Penyusutan persediaan

Meskipun kehilangan beberapa item inventaris saat memindahkan item


adalah hal yang wajar, penyusutan inventaris yang berlebihan dapat menjadi
indikator penipuan yang sedang berlangsung. Auditor dapat mendeteksi
penyusutan inventaris dengan melihat neraca, jumlah produk dalam stok, dan
yang terjual – lalu membandingkannya dengan catatan dan proyeksi sebelumnya.
Dalam keadaan tertentu, auditor dapat melakukan pengambilan stok yang tidak
terencana pada hari-hari acak untuk mendeteksi karakteristik persediaan yang
tidak biasa.

2) Dokumen-dokumen yang hilang

Suatu organisasi mungkin sering mengalami kasus kehilangan dokumen


yang dilaporkan terkait dengan departemen penting. Ketika frekuensi kejadian
menjadi terlalu sering, hal itu mungkin merupakan tanda penipuan yang sedang
berlangsung di dalam organisasi. Dokumen hilang yang merupakan bendera
merah penipuan antara lain pendaftaran kendaraan bermotor, daftar jual beli, buku
cek, dan laporan inventaris. Ketika catatan tersebut hilang, itu mungkin
menunjukkan situasi yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan hilangnya
aset atau uang tertentu.

3) Beberapa pembayaran

Ada kasus ketika departemen akuntansi perusahaan keliru memproses


pembayaran duplikat ke vendor atau penyedia layanan. Jika kesalahan itu benar,
maka petugas yang terlibat harus mengidentifikasi kesalahan tersebut dan
melaporkannya sehingga tindakan segera dapat diambil. Namun, mungkin ada

7
kasus di mana karyawan perorangan mendukung pembayaran ganda ke
perusahaan asli dan palsu. Beberapa karyawan bahkan mungkin memproses
pembayaran ke perusahaan yang tidak ada dengan maksud menipu pemberi kerja
mereka. Untuk mencegah kesalahan tersebut, semua pembayaran harus dipantau
dan diverifikasi bahwa pembayaran tersebut sampai ke pihak yang dituju.

4) Lonjakan dalam volume faktur

Bisnis dalam fase pertumbuhannya mungkin mengalami lonjakan besar


dalam jumlah faktur saat mencoba mengukir ceruk di pasar. Namun, tingginya
jumlah tagihan menciptakan ruang untuk perilaku curang, karena pihak internal
dan eksternal tertentu mungkin mencari keuntungan dari pesatnya pertumbuhan
bisnis. Misalnya, mungkin ada kasus pembayaran yang tidak tercatat, atau jika
dicatat, volume dan jumlahnya dikecilkan. Organisasi harus mengetahui kapan
lonjakan terjadi dan memastikan semua pesanan yang dibuat oleh pelanggan
dicatat dan dipenuhi secara tepat waktu.

5) Keluhan yang sering

Keluhan yang sering mengenai personel atau proses tertentu dapat menjadi
indikator penipuan. Ketika sebuah organisasi menerima keluhan berulang kali
tentang seorang eksekutif senior, organisasi tidak boleh berasumsi bahwa itu
hanya curhat biasa. Sebaliknya, mereka harus melakukan investigasi untuk
mengidentifikasi penyebab keluhan, efek, dan tindakan apa saja yang harus
mereka ambil untuk memastikan tidak ada lagi keluhan. Selain itu, pelanggan
mungkin sering melaporkan produk yang kurang dikemas, di mana produk yang
dikirimkan kepada mereka kurang dari yang mereka pesan. Organisasi harus
menyelidiki apakah ini merupakan tindakan yang disengaja oleh departemen
penjualan atau masalah dengan departemen pengemasan.

6) Jumlah entri penyesuaian yang berlebihan

Beberapa kantor akuntan mungkin membuat entri penyesuaian yang


berlebihan dalam pembukuan sebagai cara menutupi uang yang disalahgunakan di
masa lalu. Misalnya, beberapa penyesuaian ini mungkin termasuk penyesuaian

8
pelanggan yang secara signifikan memengaruhi hasil keuangan selama periode
tertentu. Melakukan penyesuaian berlebihan tanpa alasan tertentu menunjukkan
adanya kasus penipuan karyawan dengan tujuan menyembunyikan transaksi
tertentu. Setiap entri penyesuaian dalam akun keuangan harus disertai dengan
catatan terkait yang menjelaskan alasan penyesuaian tersebut.

Red Flags Penipuan Karyawan

Sebagian besar penipuan yang memengaruhi organisasi berasal dari dalam


organisasi itu sendiri, terutama dari karyawan. Beberapa tanda perilaku penipuan
karyawan meliputi:

1. Perubahan gaya hidup

Karyawan harus hidup sesuai kemampuan mereka, dengan membeli aset


dan layanan yang sesuai dengan pendapatan mereka. Namun, beberapa karyawan
mungkin tiba-tiba mengubah gaya hidup mereka dengan membelanjakan lebih
dari gaji mereka. Pembeliannya bisa berupa mobil mahal, rumah, atau barang
mewah. Terkadang, gaya hidup karyawan melebihi atasannya. Setiap peningkatan
mendadak dalam gaya hidup karyawan tanpa peningkatan pendapatan yang
proporsional harus diselidiki untuk melihat apakah ada kemungkinan bahwa
individu tersebut terlibat dalam penipuan.

2. Sejarah utang

Selama proses perekrutan, organisasi harus melakukan pemeriksaan latar


belakang untuk melihat apakah calon karyawan memiliki riwayat hutang. Ketika
sebuah perusahaan mempekerjakan karyawan yang bermasalah dengan hutang,
ada kemungkinan mereka akan menemukan peluang untuk mendapatkan
penghasilan tambahan di atas gaji mereka untuk membayar hutang. Ini bisa berarti
terlibat dalam penipuan oportunistik dengan tujuan mendapatkan uang yang
bukan hak mereka.

9
3. Perjudian yang berlebihan

Beberapa karyawan mungkin terus terlibat dalam perjudian sebagai cara


mendapatkan uang cepat untuk memenuhi beberapa kebutuhan mereka. Karena
sifat perjudian yang adiktif, pendapatan karyawan mungkin tidak cukup untuk
membiayai aktivitas perjudian mereka dan mereka mungkin merasa terpaksa
melakukan apa saja untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

2.3 Efektivitas Indikator Red Flags


Statement on Auditing Standard No 99 mewajibkan auditor eksternal
menggunakan 42 red flags dalam mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan
(Moyes et al., 2006). Sesungguhnya setiap red flags memiliki tingkat efektivitas
yang berbeda dalam mendeteksi kecurangan. Perbedaan penilaian tersebut
disebabkan perbedaan persepsi (Apostolou et al., 2001; Moyes, 2007),
karakteristik pribadi yang menilai (Robbins dan Judge, 2008), insentif (Messier et
al., 2005), atau perbedaan kegiatan dan tanggung jawab yang berhubungan dengan
pekerjaan (Gullkvist dan Jokipii, 2013). Bahkan individu yang berada dalam
profesi yang sama yaitu auditor internal dan auditor eksternal pun memiliki
persepsi yang berbeda atas efektivitas red flags.

Auditor internal biasanya termotivasi untuk mengidentifikasi penyebab


terjadinya kecurangan dan memastikan adanya pengendalian intern yang efektif
dalam perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan (Norman et al., 2011).
Manajemen harus memutuskan apakah akan mengembangkan sistem
pengendalian tambahan untuk beberapa kondisi yang belum teratasi. Dalam hal ini
manajemen perlu melakukan analisis biaya-manfaat dari risiko biaya
pengendalian versus manfaat mitigasi atau pengurangan risiko tersebut (PwC,
2004). Auditor internal berusaha untuk mencegah hasil yang merugikan
perusahaan sehingga mereka cenderung untuk memperhitungkan analisis biaya
manfaat yang menguntungkan perusahaan. Satu hal penting yang perlu diingat
bahwa sistem pengendalian internal tidak akan efektif untuk kecurangan yang

10
dibuat oleh manajemen puncak karena mereka tidak akan membiarkan auditor
internal untuk menyelidiki kecurangan yang dilakukan. Dalam kondisi ini,
diperlukan peran dewan komisaris, komite audit, dan auditor eksternal.

Auditor eksternal berperan untuk mengungkapkan kecurangan yang terjadi


karena rendahnya sistem pengendalian internal dan kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen puncak. Dalam menentukan efektivitas red flags, auditor
memiliki pandangan yang berbeda dari sisi materialitas karena ditentukan oleh
insentif yang berbeda (Messier et al., 2005), meskipun belum ada pedoman baku
mengenai besarnya cut off yang menjadi ambang batas materialitas tersebut
(Blokdijk et al., 2003). Auditor eksternal apakah akan melaporkan adanya
perbedaan atau penyimpangan material, atau apakah keputusan suatu item tersebut
bersifat material atau tidak, akan sangat tergantung pada penilaian risiko
kecurangan.

Penelitian mengenai persepsi auditor eksternal dan auditor internal atas


efektivitas red flags telah diuji menggunakan konsep The Fraud Triangle
(Albrecht dan Romney, 1986; Pincus, 1989; Kaplan dan Reckers, 1995; Heiman-
Hoffman et al., 1996; Weiseborn dan Norris, 1997; Moyes et al., 2006; Hegazy
dan Kassem, 2010; Omar, 2011; Yang et al., 2009; Moyes dan Baker, 2009;
Moyes et al., 2013; Gullkvist dan Jokipii, 2013; Rustiarini dan Novitasari, 2014),
serta sebagai indikator dari risiko kecurangan manajemen (Coram et al., 2008;
Liou, 2008). Temuan tersebut menunjukkan berbagai hasil yang berkaitan dengan
pentingnya indikator dalam menilai risiko kecurangan.

Sebelum terjadinya kasus Enron, keberadaan red flags dalam


melaksanakan pengauditan bukanlah merupakan hal yang penting, yang terlihat
dari beberapa hasil penelitian sebelumnya. Albrecht dan Romney (1986)
mengungkapkan bahwa red flags hanya digunakan ketika terjadi kecurangan, dan
ketika kecurangan tidak terjadi maka red flags tidak akan bermanfaat. Pincus
(1989) pun mengungkapkan bahwa indikator tersebut hanya berfungsi untuk
melengkapi dan menyeragamkan metode audit, namun tidak membantu dalam
memprediksi dan menilai risiko kecurangan, serta hanya berpengaruh pada

11
pelaporan yang terbatas (Kaplan dan Reckers, 1995) Hasil yang serupa
diungkapkan Weiseborn dan Norris (1997) yang menjelaskan bahwa penggunaan
red flags tersebut tidak valid untuk mendeteksi kecurangan yang disebabkan oleh
manajemen, namun lebih tepat digunakan untuk mendeteksi kecurangan non
manajemen.

Hasil-hasil penelitian yang kontradiksi mulai bermunculan sejak terjadinya


kasus Enron yang membuktikan pentingnya red flags dalam mendeteksi
kecurangan. American Institute of Certified Public Accountant (2002) melaporkan
bahwa sesungguhnya telah terdapat 16 redflags yang terlihat jelas sebelum
runtuhnya Enron. Pernyataan ini seolah mengingatkan profesi auditor untuk tetap
menggunakan daftar red flags dalam melakukan tugasnya. Pernyataan ini
mendapat dukungan dari sebagian besar responden dalam penelitian Koornhof dan
Plessis (2000) yang menyatakan bahwa red flags bermanfaat dalam menilai risiko
kecurangan dan memberikan informasi awal tentang potensi terjadinya
kecurangan. Beberapa peneliti lainnya (Hegazy dan Kassem, 2010; Moyes et al.,
2006) juga mengklaim bahwa red flags efektif untuk digunakan dalam mendeteksi
kecurangan. Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, temuan Gullkvist dan
Jokipii (2013) juga menunjukkan bahwa auditor internal merasakan pentingnya
red flags terkait dengan mendeteksi penyalahgunaan aset dari orang-orang yang
terkait dengan kecurangan pelaporan keuangan.

Seiring berjalannya waktu, para regulator dan akademisi yang


memfokuskan pada metode pendeteksian dan pencegahan kecurangan telah
mengembangkan satu indikator kecurangan yang baru. Mengacu pada
perkembangan keilmuan, penelitian ini mengembangkan hasil- hasil penelitian
sebelumnya menggunakan konsep baru yaitu The Fraud Diamond. Konsep ini
digunakan karena sejatinya untuk melakukan suatu kecurangan, tidaklah cukup
jika hanya didasarkan pada tekanan, kesempatan atau rasionalisasi. Hal terpenting
yang harus dimiliki oleh aktor kecurangan adalah kemampuan yang cukup untuk
menggabungkan ketiga faktor tersebut menjadi suatu tindakan yang nyata.

12
2.4 Audit Keuangan untuk Deteksi Red Flags
Manfaat audit keuangan adalah memeriksa tingkat akurasi suatu laporan
keuangan. Terkadang ada beberapa red flags seperti kesalahan manusia atau
penipuan yang dikerjakan oleh oknum-oknum di perusahaan. Auditor tugasnya
adalah menemukan tindak kriminal tersebut, sehingga laporan sesuai dengan fakta
yang ada. Tidak hanya laporannya saja, tapi auditor juga bisa secara independen
memantau sistem keuangan sebuah perusahaan. Jika terjadi tindak korupsi dan
sebagainya, auditor bisa memberikan laporan tertulis terkait perilaku tersebut
kepada pihak berwenang.

Dengan melakukan audit keuangan secara rutin, kemungkinan terjadinya


kecurangan akan menurun. Hal ini dikarenakan semakin sering dilakukannya
audit keuangan, maka red flags atau indikator kecurangan atau kejanggalan akan
semakin terlihat. Sebaliknya, semakin jarang dilakukannya audit keuangan, maka
akan semakin banyak kejanggalan atau red flags yang diabaikan. Kemungkinan
terjadinya fraud pun akan semakin meningkat dengan jumlah yang akan terus
bertambah.

Selain melakukan audit keuangan secara rutin, melakukan audit keuangan


secara mendadak juga bisa menjadi salah satu solusi dalam mendeteksi red flags.
Karena pelaku tidak mengira akan diadakannya audit, sehingga tidak sempat
menyembunyikan bukti kejahatannya. Audit keuangan adalah suatu upaya untuk
menjaga sistem keuangan tetap sehat dan sesuai fakta. Dengan demikian,
perusahaan bisa beroperasional dengan lebih baik serta meningkatkan citranya di
mata pemegang kepentingan dan masyarakat luas.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

14

Anda mungkin juga menyukai