PROPOSAL PENELITIAN
Disusun oleh :
Kelas B5
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah, sebagai berikut :
D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan
ilmu akuntansi, khususnya pada bidang auditing.
2) Manfaat Praktis
a) Bagi Penulis
Dapat menambah dan memperdalam pengetahuan serta pemahaman peneliti
khususnya tentang pengaruh red flags, skeptisisme profesional dan kompetensi jawab
terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan.
b) Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi
Diharapkan dapat memberikan informasi serta dapat dijadikan referensi mengenai
pengaruh red flags, skeptisisme profesional dan kompetensi terhadap kemampuan
auditor mendeteksi kecurangan (fraud).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Auditing
Pengertian audit menurut Messier, Clover dan Prawitt (2014:12) adalah sebagai berikut:
“Auditing adalah proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai asersi-asersi tentang kegiatan dan peristiwa ekonomi untuk
menetukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang
ditetapkan dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan”
Menurut Sukrisno Agoes (2012:4) auditing adalah sebagai berikut:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta
catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”
Dari definisi di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa auditing suatu proses
sistematis yang terorganisir dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen dalam hal
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti audit, kemudian hasil akhirnya berupa informasi
yang diberikan kepada pihak berkepentingan seperti kreditor, investor, maupun para pemegang
saham.
2. Jenis-jenis Audit
Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley yang dialih bahasakan oleh
Amir Abadi Jusuf (2013:16) Jenis-jenis audit dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a) Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur
dan metode operasi organisasi. Pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan
saran-saran untuk memperbaiki operasi. Sebagai contoh, auditor mungkin mengevaluasi efisiensi
dan akurasi pemprosesan transaksi penggajian dengan sistem komputer yang baru dipasang.
Mengevaluasi secara objektif apakah efisiensi dan efektifitas operasi sudah memenuhi kriteria
yang ditetapkan jauh lebih sulit dari pada audit ketaatan dan audit keuangan.
3. Jenis-jenis Auditor
Menurut Alvin A. Arens, Mark S. Beasley, Randal J. Elder (2011;4) jenis-jenis auditor
diantaranya auditor independen (kantor akuntan publik), auditor internal pemerintah, auditor
badan pemeriksa keuangan, auditor pajak, dan auditor internal.
a) Akuntan Publik/Auditor Independen
Auditor independen bertindak sebagai praktisi perorangan dan anggota Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Auditor
independen sering disebut auditor yang bekerja di KAP (Kantor Akuntan Publik). KAP
bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh perusahaan.
Pada umumnya lisensi diberikan kepada mereka yang telah lulus dalam ujian CPA (Certified
Public Accountant) serta memiliki pengalaman praktik dalam bidang auditing. Auditor
independen memiliki kualifikasi untuk melaksanakan setiap jenis audit karena pendidikan dan
pelatihan yang mereka peroleh serta pengalaman yang mereka miliki.
b) Auditor Pemerintah
Auditor internal pemerintah adalah auditor yang bekerja untuk Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), guna melayani kebutuhan pemerintah. Porsi utama upaya
audit BPKP adalah dikerahkan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas operasional berbagai
program pemerintah.
d) Auditor Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan
Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan
penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP di
lapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
(Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggungjawab Karikpa adalah
melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi
ketentuan perundangan perpajakan. Audit ini bersifat audit ketaatan. Auditor yang melakukan
pemeriksaan disebut auditor pajak.
e) Auditor Internal
Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini
melibatkan diri dalam kegiatan penilaian independen, yang dinamakan audit internal, dalam
lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi. Tujuan audit internal adalah
untuk membentuk manajemen organisasi dalam memberikan pertanggungjawaban yang efektif.
Lingkup fungsi audit internal meliputi semua tahap dalam kegiatan organisasi. Para auditor
internal terutama melibatkan diri pada audit kepatuhan dan operasional.
4. Standar Auditing
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab
profesionalnya.Standar ini meliputi pertimbangan kualitas profesional auditor seperti keahlian
dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan bukti. Standar auditing terdiri dari sepuluh
standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu standar umum, standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP,2011:150.1).
a. Standar umum
1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup besar sebagai auditor.
2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pemangatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang di audit.
c. Standar pelaporan
1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
5. Red Flags
Tanda-tanda awal (symptoms) biasanya muncul dalam kasus kecurangan, walau demikian
munculnya symptoms tersebut belum berarti telah terjadi kecurangan. Symptoms ini dikenal
dengan nama Red Flags, yang seyogyanya dipahami dan digunakan oleh inernal auditor dalam
melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut untuk mendeteksi adanya kecurangan yang mungkin
timbul sebelum dilakukan investigasi (Amrizal, 2004).
Menurut Tuanakotta (2013) menyebutkan bahwa auditor dan investigator menggunakan
tanda bahaya (red flags) sebagai petunjuk atau indikasi terjadinya fraud atau kecurangan pada
sebuah laporan keuangan. Red flags juga bisa dikatakan sebagai suatu kondisi yang janggal atau
berbeda dengan keadaan normal. Red flags merupakan petunjuk adanya kecurangan dan
memerlukan penyidikan lebih lanjut. Red flags tidak selalu menunjukkan apakah seseorang
bersalah atau tidak tetapi merupakan tanda-tanda peringatan bahwa kecuranagan sedang atau
telah terjadi.
Red flags dikatakan penting sebagaimana dikutip dalam SAS 99- Consideration Of Fraud
In A Financial Statement audit yang menyatakan bahwa auditor diminta untuk secara spesifik
menilai risiko salah saji yang disebabkan oleh kecurangan dan SAS 99 ini juga menyediakan
pedoman operasi bagi auditor saat menilai kecurangan ditengah proses audit (Kartika, 2015).
Menurut Singleton (2010) beberapa red flags untuk kecurangan dalam fraud tree adalah sebagai
berikut :
a) Fraud laporan keuangan
Biasanya, red flags yang terkait dengan penipuan laporan keuangan meliputi
1) Anomali akuntansi
2) Pertumbuhan yang sangat cepat
3) Keuntungan yang tidak biasa
4) Kelemahan pengendalian internal
5) Sikap agresif dari manajemen eksekutif
6) Obsesi manajemen eksekutif terhadap harga saham
b) Penyalahgunaan aset
Menurut Lux dan Fitiani, red flags perilaku umum meliputi :
1) Tidak puas dengan atasan atau supervisor
2) Tidak pernah mengambil libur atau cuti
3) Memiliki tekanan keuangan atau masalah utang
4) Memperlihatkan ciri-ciri masalah psikotik
5) Terus mengeluh tentang bagaiman bos atau perusahaa memperlakukan mereka
6) Menunjukkan karakteristik perilaku yang terkait dengan egocentrics atau mereka
yang perlu mengendalikan segala sesuatu
7) Menolak transfer promosi atau penawaran pekerjaan lain
c. Korupsi
1) Red flags untuk korupsi antara lain :
2) Adanya hubungan antara karyawan kunci dengan vendor otoritas
3) Adanya hubungan rahasia dengan pihak ketiga
4) Kurangnya peninjauan terhadap persetujuan manajemen dalam menjalin kerjasama
dengan pihak ketiga
5) Anomali dalam pencatatan transaksi
6) Anomali terhadap menyetujui vendor mana yang akan dipakai
6. Skeptisme Profesional
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suharyati (2014:3) mendefinisikan kompetensi
sebagai berikut:
“Kompetensi adalah suatu kemampuan, keahlian (pendidikan dan pelatihan) dan
pengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menemukan jumlah bahan bukti yang
dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambilnya”.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah
auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan
audit secara objektif, cermat dan seksama.
Dreyfus dan Dreyfus (1986) dalam Elfarini (2007), mendefinisikan bahwa kompetensi
sebagai keahlian seorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana pergerakannya melalui
proses pembelajaran, dari “pengetahuan sesuatu” ke “mengetahui bagaimana”. Lebih spesifik
lagi membedakan proses pemerolehan keahlian menjadi 5 tahap, sebagai berikut :
1) Novice, yaitu tahap pengenalan terhadap kenyataan dan membuat pendapat hanya
berdasarkan aturan-aturan yang tersedia. Keahlian pada tahap pertama ini biasanya
dimiliki oleh staf audit pemula yang baru lulus dari perguruan tinggi.
2) Advanced Beginner, pada tahap ini auditor sangat bergantung pada aturan dan tidak
mempunyai cukup kemampuan untuk merasionalkan segala tindakan audit, namun
demikian, auditor pada tahap ini mulai dapat membedakan aturan yang sesuai dengan
suatu tindakan.
3) Competence, pada tahap ini auditor harus mempunyai cukup pengalaman untuk
menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan
yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan, dan
prosedur aturan audit.
4) Profiency, pada tahap ini segala sesuatu menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor
cenderung tergantung pada pengalaman yang lalu. Intuisi mulai digunakan dan pada
akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga diperoleh analisis yang substansial.
5) Expertise, pada tahap ini auditor mengetahui sesuatu karena kematangannya dan
pemahamannya terhadap praktek yang ada. Auditor sudah dapat membuat keputusan atau
menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor pada tahap
ini sangat rasional dan mereka bergantung pada intuisinya bukan pada peraturan-
peraturan yang ada.
2) Penyalahgunaan Aset (asset misappropriation), yang terdiri atas kecurangan kas, dan
kecurangan persediaan dan aset lain.
3) Korupsi (corruption), terdiri atas pertentangan kepentingan, penyuapan, hadiah tidak sah,
dan pemerasan ekonomi. Pengertian korupsi bervarisi, namun secara umum dapat
didefinisikan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan umum/publik atau
masyarakat luas untuk kepentingan kelompok tertentu.
Segala bentuk kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang disengaja, yang
dimaksudkan untuk mengambil harta hak orang lain atau pihak lain. Kecurangan dalam apapun
bentuknya akan berpotensi merugikan pengguna laporan keuangan, karena menyediakan
informasi laporan yang tidak benar untuk membuat keputusan.
2) Peluang (Opportunity)
Peluang (opportunity) merupakan situasi dimana seseorang percaya adanya kemungkinkan untuk
melakukan kecurangan dan percaya bahwa kecurangan tersebut tidak terdeteksi. Kecurangan
yang disebabkan oleh peluang dapat terjadi karena pengendalian internal yang lemah,
manajemen pengawasan yang kurang baik dan penggunaan posisi. Kegagalan dalam menetapkan
prosedur yang memadai untuk mendeteksi kecurangan juga meningkatkan kesempatan terjadinya
kecurangan.
3) Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi merupakan kondisi dimana seseorang yang telah melakukan kecurangan mencari
pembenaran atas perbuatannya, namun alasan tersebut tidak tepat. Rasionalisasi diperlukan agar
pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan jati
dirinya sebagai orang yang dipercaya. Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang
paling sulit untuk diukur. Bagi mereka yang umumnya tidak jujur, akan lebih mudah untuk
merasionalisasi penipuan, dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki standar moral yang
tinggi.
B. Penelitian Terdahulu
Variable Yang
No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Diteliti
Pengabdian pada Pengabdian pada profesi,
Pengaruh
profesi, kewajiban kewajiban sosial,
Profesionalisme,
sosial, kemandirian, kemandirian, keyakinan
Independensi,
keyakinan terhadap terhadap profesi,
Kompetensi Dan
profesi, hubungan hubungan dengan
Julia Fitri Tanggungjawab
dengan sesama sesama profesi,
Hutabarat Auditor Terhadap
1. profesi, independensi,
(2015) Kemampuan Auditor
independensi, kompetensi dan
Dalam Mendeteksi
kompetensi, tanggungjawab memiliki
Kecurangan (Survey
tanggungjawab, pengaruh signifikan
Pada Auditor Di Kap
kemampuan auditor terhadap kemampuan
Wilayah Sumatera)
dalam mendeteksi auditor dalam
kecurangan. mendeteksi kecurangan.
2. Sugianto Pengaruh
(2017) Pengalaman Dan Pengalaman dan
Skeptisisme Pengalaman, skeptisisme profesional
Profesional Auditor skeptisisme auditor, berpengaruh positif
Terhadap kemampuan terhadap pendeteksian
Kemampuan mendeteksi fraud kecurangan,independensi
Mendeteksi Fraud dan independensi. tidak dapat memperkuat
Dengan hubungan antara
Independensi pengalaman maupun
Sebagai Variabel skeptisisme professional
Moderating (Studi dengan pendeteksian
Empiris pada kecurangan.
Auditor BPKP RI
Perwakilan Provinsi
Sulawesi Selatan)
Pengaruh Skeptisme
Profesional,
Independensi Dan Skeptisme profesional,
Skeptisme
Kompetensi terhadap independensi, dan
Trinanda profesional,
Kemampuan Auditor kompetensi secara
Hanum independensi,
Mendeteksi simultan berpengaruh
3. Hartan kompetensi dan
Kecurangan (Studi positif dan signifikan
(2016) kemampuan auditor
Empiris pada terhadap kemampuan
mendeteksi
Inspektorat Daerah auditor mendeteksi
kecurangan
Istimewa kecurangan.
Yogyakarta)
Pengaruh
Kompetensi, Kompetensi,
Kompetensi,
Independensi dan independensi dan
Nuri independensi dan
Profesionalisme profesionalisme auditor
fimartsani profesionalisme, dan
6. Terhadap berpengaruh terhadap
(2018) kemampuan audit
Kemampuan Audit kemampuan audit
mendeteksi
Mendeteksi mendeteksi kecurangan
kecurangan (fraud)
Kecurangan (Fraud) (fraud) pada Kantor
pada Kantor Akuntan Publik di Kota
Akuntan Publik di Bandung sebesar 70,8%
Kota Bandung dan sisanya sebesar
29,2% dipengaruhi oleh
factor-faktor lainnya
diluar kompetensi,
independensi dan
profesionalisme auditor
yang tidak diteliti
C. Kerangka Pemikiran
Red flags adalah sinyal yang harus dideteksi oleh auditor dalam mengaudit laporan
keuangan. Dalam mendeteksi red flags auditor harus memiliki kahlian dalam mendeteksi dan
menaksir risiko yang ada. Auditor mempunyai tanggung jawab untuk mendeteksi adanya
kecurangan dalam perusahaan klien. Secara spesifik auditor akan menilai risiko dari salah saji
material untuk memperoleh suatu reasonable assurance (Suartana, 2009)
Semakin tinggi tingkat red flags yang ditemukan oleh seorang auditor dalam penugasan
auditnya, maka semakin tinggi kemampuan seorang auditor dalam mendeteksi kecuangan.
Dengan adanya red flags memudahkan seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan dan dapat
segera mengambil tindakan pencegahan. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Atina Eka Putri (2012) Persepsi Auditor Eksternal Terhadap Efektivitas Red Flags Untuk
Pendeteksian Fraud Laporan Keuangan.
Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya
sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai
dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan publik mendefenisikan
skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan
dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230.06 dalam
Noviyanti, 2008).
Semakin tinggi sikap skeptisme profesional yang dimiliki oleh seorang auditor maka
semakin tinggi pula kemampuan seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan. Dengan adanya
sikap Skeptisme Profesional yang dimiliki seorang auditor dalam penugasan auditnya, dapat
membuat kemampuan mendeteksi kecurangannya menjadi lebih baik.Hal ini didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2008) Skeptisme Profesional Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan.Skeptisme Profesional Auditor berpengaruh positif.
Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit, kemudian
auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam
menganalisa permasalahan (Ika dkk, 2009). Auditor yang memiliki kompetensi dari segi
pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan pelatihan yang memadai dapat melakukan audit
secara objektif dan cermat. Program pelatihan mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam
peningkatan keahlian auditor untuk melakukan auditr. Dari segi pengalaman akan mempengaruhi
kemampuan auditor untuk mengetahui kecurangan yang ada di perusahaan yang menjadi
kliennya. (Yulius, 2002).
Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh seorang auditor maka semakin tinggi pula
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.Seorang auditor yang memiliki sikap
Kompetensi dalam penugasan auditnya dapat memudahkannya mendeteksi kecurangan.Hal ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina dan Poerwati (2013) Pengaruh
Independensi, Kompetensi, Pengalaman dan Pengetahuan Terhadap Tanggung Jawab Auditor
Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan.Independensi, Pengalaman dan Pengetahuan
berpengaruh positif tidak signifikan Kompetensi berpengaruh positif.
D. Hipotesis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Akuntan Publik Kota Makassar. Adapun waktu
yang digunakan untuk meyelesaikan penelitian ini baik dalam tahap mengumpulan data hingga
proses pengolahan data, yaitu dengan waktu penelitian diperkirakan 2 bulan.
B. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kausal komparatif (casual comparative research)
yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat antara variable yang
dipengaruhi (variabel dependen) dan variabel yang mempengaruhi (variabel independen).
Penelitian kausal komparatif bersifat expost facto, yang artinya data yang dikumpulkan setelah
semua peristiwa yang dipermasalahkan terjadi.
Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari suatu objek yang
memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Variabel dalam penelitian ini terdapat dua klasifikasi, antara lain :
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variable terikat.
Variable independen dalam penelitian ini meliputi :
a) Red Flags (X1)
Red flags adalah sinyal yang harus dideteksi oleh auditor dalam mengaudit laporan
keuangan. Red flags merupakan munculnya tanda-tanda atau gejala kurang wajar yang terjai di
pada linkungan sekitar maupun sikap seseorang yang mengindikan kemungkinan adanya fraud
sehingga diperlukan penyelidikan lebih lanjut. Dengan kata lain, red flags adalah petunjuk atau
indikasi adanya sesuatu yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut.
Variabel ini diukur dengan menggunkan skala likert, dengan 5 poin penilaian, yaitu (1)
sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, (5) sangat setuju.
b) Skeptisme Profesional (X2)
Skeptisme profesional auditor merupakan sikap (attitude) auditor dalam melakukan
penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Bukti audit dikumpulkan dan dinilai
selama proses audit, sehingga selama proses audit seorang auditor harus menerapkan sikap
skeptisme profesional. Skeptisisme professional auditor dapat diukur dengan pernyataan yang
menggambarkan tingkat persepsi auditor terhadap sikap kritis dalam menanggapi bukti-bukti
audit yang valid maupun kontradiksi.
Variabel ini diukur dengan menggunkan skala likert, dengan 5 poin penilaian, yaitu (1)
sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, (5) sangat setuju.
c) Kompetensi (X3)
Kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang
cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama, seperti yang
dimaksudkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Variabel ini diukur dengan menggunkan skala likert, dengan 5 poin penilaian, yaitu (1)
sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, (5) sangat setuju.
Variabel ini diukur dengan menggunkan skala likert, dengan 5 poin penilaian, yaitu (1)
sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, (5) sangat setuju.
1) Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah auditor di Kantor
Akuntan Publik Kota Makassar.
2) Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sampel benar-benar dapat
mewakili (representative) dan dapat menggambarkan populasi sebenarnya (Sugiyono, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah auditor yang diasumsikan telah bekerja di Kantor Akuntan
Publik Kota Makassar minimal 3 tahun.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Berdasarkan
sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah
data yang secara langsung bersumber dari responden.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil oengukuran dapat
dipercaya atau tetap konsisten apabila diukur dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama
dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Menurut Imam Ghozali (2006) pengukuran reliabilitas dilakukan dengan metode One
Shot. Suatu variabel dikatakan realiabel jika memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,6.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel bebas
yang satu dengan variabel bebas lain. Model regresi yang baik seharusnya tidak erjadi korelasi
antara variabel bebas.
Uji multikolinieritas dapat dilakuka dengan 2 cara yaitu dengan melihat VIF (variance
inflation factors) dan nilai tolerance.
Jika VIF < 5 dan nilai tolerance < 0,10 maka tidak terjadi gejala multikolinieritas.
Jika VIF =1/tolerance, jika VIF = 10 maka tolerance 1/10 = 0,10
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2006) uji heteroskdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Criteria yang
mejadi dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang memberntuk suatu pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar,, kemudian menyempit), maka terjadi
heterodaksitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 pada sumbu yang dibawah angka 0 pada sumbu, maka tidak terjadi
heterodaksitas.
Daftar Pustaka
Prasetyo, Sandi. (2013). Pengaruh Red Flags, Skeptisme Profesional Auditor, Kompetensi,
Independensi, Dan Profesionalisme Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi
Kecurangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Pekanbaru, Padang, Dan
Medan Yang Terdaftar Di IAPI 2013). Vol. 2
Faturachman, Tb. Aman dan Angga Nugraha. (2015). Pengaruh Due Professional Care
Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung. Vol.3
Pengaruh Pengalaman, Due Professional Care dan Akuntabilitas Auditor Pada Kualitas Audit
Ni Made Widia Iswara Dewi1 I Putu Sudana.Vol.22
Sulistianto, Denny Tri. Pengaruh Independensi Dan Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap
Kualitas Audit (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Wilayah Bandung yang
terdaftar di BAPEPAMLK)
Hartan, Trinanda Hanum. 2016. Pengaruh Skeptisme Profesional, Independensi Dan
Kompetensiterhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Pada
Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi. DIY Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta
Fitriany, Hafifah Nasution, 2012. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit Dan Tipe
Kepribadian Terhadap Skeptisme Profesional dan Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia