Anda di halaman 1dari 3

IRDINA DHYAN PARAMAPUTRI

210421622010 / OFF JJ

KONSEP DAN PENGERTIAN REKONSILIASI FISKAL, MACAM DEDUCTIBLE


EXPENSES DAN NON-DEDUCTIBLE EXPENSES, DAN KONSEP LABA RUGI FISKAL

A. KONSEP DAN PENGERTIAN REKONSILIASI FISKAL


Rekonsiliasi atau koreksi fiskal adalah satu cara agar bisa mencocokkan perbedaan
yang ada dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan yang sudah
disusun menggunakan sistem fiskal. Selain itu, rekonsiliasi atau koreksi fiskal juga
bisa diartikan sebagai langkah wajib pajak (WP) yang mencocokkan laporan
keuangan, apabila terdapat perbedaan antara laporan komersial berdasarkan SAK
(sistem keuangan akuntansi) dan laporan keuangan berdasar sistem fiskal.
Dokumen rekonsiliasi fiskal berbentuk lampiran SPT tahunan PPh
perusahaan/badan. Dokumen yang berbentuk kertas kerja ini berisi kesesuaian
antara laba rugi berdasarkan aturan pajak dan laba rugi komersial sebelum terkena
pajak.
Rekonsiliasi fiskal juga harus diterapkan pada pos-pos biaya dan penghasilan dalam
laporan keuangan komersial, antara lain :
- Rekonsiliasi penghasilan yang sudah terkena PPh akhir atau final.
- Pos rekonsiliasi penghasilan yang bukan objek pajak.
- Wajib pajak yang mengeluarkan biaya, namun tidak mempengaruhi pengurangan
penghasilan bruto.
- Wajib pajak yang menggunakan metode pencatatan berbeda dari aturan pajak
yang sudah ditetapkan.
- Pos wajib pajak yang mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pendapatan yang
sudah terkena PPh akhir atau final serta pendapatan yang sudah terkena PPh
non-final.

B. MACAM DEDUCTIBLE EXPENSES DAN NON-DEDUCTIBLE EXPENSES


- Deductible Expenses adalah biaya-biaya yang dapat dikurangkan sebagai
pengurang pajak (koreksi negative di SPT Tahunan Badan). Ada tiga prinsip
umum untuk menentukan jika suatu buaya termasuk dalam deductible expense
atau tidak, di antaranya:
1. Biaya tersebut merupakan biaya yang berhubungan dengan suatu kegiatan
usaha.
2. Biaya tersebut diberlakukan guna untuk memperoleh penghasilan yang
dikenakan pajak.
3. Biaya tersebut bukan digunakan untuk keperluan maupun kepentingan
pribadi seseorang.
Biaya pengurang ini terbagi menjadi dua kelompok sebagaimana yang telah
diatur dalam UU PPh, yaitu biaya yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari 1
tahun dan biaya yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Secara umum, ketentuan mengenai biaya yang dapat dijadikan sebagai


deductible expense diatur dalam Pasal 6 UU PPh. Namun, beberapa jenis biaya
diatur tersendiri, seperti Pasal 5 UU PPh untuk bentuk usaha tetap (BUT), Pasal
11 dan 11A UU PPh untuk penyusutan dan amortisasi.
Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, beban-beban yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu
beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun dan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

- Non-Deductible Expense adalah tidak semua biaya atau pengeluaran dapat


menjadi pengurang penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak.
Burns dan Krever (1998) menyebutkan bahwa terdapat dua keuntungan yang
bisa diperoleh suatu negara apabila terdapat kebijakan berupa ketentuan umum
yang luas mengenai biaya pengurang penghasilan bruto dan diikuti dengan
ketentuan khusus yang spesifik mengenai biaya yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto, antara lain :

- Untuk menghindari kesulitan dalam mengidentifikasi biaya apa saja timbul


dari kegiatan usaha wajib pajak.
- Memberikan panduan yang lebih sederhana bagi wajib pajak dan otoritas
pajak dalam melakukan karakterisasi suatu biaya untuk tujuan pajak.

Secara konsep, biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto
adalah biaya yang berkaitan dengan kepentingan pribadi wajib pajak. Namun,
ketentuan mengenai non-deductible expenses tidak dimaksudkan untuk
mengkotak-kotakan suatu jenis biaya, mana yang bersifat untuk kepentingan
pribadi dan mana yang bersifat produktif. Ketentuan mengenai non-deductible
expenses dirancang semata-mata sebagai bentuk pembatasan biaya pengurang
penghasilan bruto.

C. KONSEP LABA RUGI FISKAL


Dokumen rekonsiliasi fiskal berbentuk lampiran SPT tahunan PPh
perusahaan/badan. Dokumen yang berbentuk kertas kerja ini berisi kesesuaian
antara laba rugi berdasarkan aturan pajak dan laba rugi komersial sebelum terkena
pajak.

Laporan laba rugi adalah sebuah laporan keuangan perusahaan tertentu yang berisi
data pendapatan dan beban perusahaan dalam periode akuntansi tertentu yang
dibuat oleh bagian keuangan. Selanjutnya, rekonsiliasi atau koreksi fiskal ini harus
diterapkan ke seluruh penyusunan laporan laba rugi. Laporan laba rugi juga harus
mencakup data terkait beban/pengeluaran dan pendapatan perusahaan.

Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal ditandai dengan adanya koreksi
fiskal (positif dan negatif) atas laba akuntansi.

1. Penyebab Koreksi Fiskal Negatif


Ada beberapa penyebab yang membuat koreksi fiskal negatif terjadi. Pertama,
hal ini bisa disebabkan karena terdapat selisih komersial yang berada di bawah
penyusutan fiskal. Selain itu, koreksi negatif juga bisa terjadi karena adanya
penghasilan yang sudah terkena PPh final dan penghasilan bukan objek pajak,
tapi masuk dalam peredaran usaha atau bisnis. Koreksi fiskal negatif juga bisa
terjadi karena adanya penyusutan fiskal negatif lain.
2. Penyebab Koreksi Fiskal Positif
Koreksi fiskal positif adalah koreksi yang menyebabkan laba fiskal mengalami
kenaikan. Hal ini menyebabkan laba fiskal lebih besar daripada laba komersial.
Penyebab terjadi koreksi fiskal positif yaitu karena ada biaya yang dibebankan
untuk wajib pajak. Selain itu, koreksi fiskal positif juga terjadi karena faktor dana
cadangan. Imbalan yang berhubungan dengan jasa atau pekerjaan juga bisa
menyebabkan koreksi fiskal positif. Faktor lainnya yang menyebabkan koreksi
fiskal positif adalah karena pajak penghasilan, sanksi administrasi, harta hibah,
selisih penyusutan, dan masih banyak lainnya.

Koreksi Fiskal / Rekonsiliasi Fiskal disusun menggunakan alur sebagai berikut :

- Cari tahu apakah ada koreksi fiskal dari Peredaran Usaha dan Pendapatan
Luar Usaha dengan cara mencocokkannya dengan Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
- Cari tahu apakah ada koreksi fiskal dari Harga Pokok Penjualan, Biaya
Administrasi dan Umum serta Biaya Luar Usaha dengan cara
mencocokannya dengan Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
- Lalu susun Laporan Laba Rugi Pajak/Laba Kena Pajak/ Laba Rugi Fiskal.

Anda mungkin juga menyukai