Anda di halaman 1dari 47

ANALISIS PERBANDINGAN PEROLEHAN LABA

MENGGUNAKAN METODE PPN NILAI KONTRAK


PADA PT TRI TUNGGAL PUTRA SEBELUM DAN
SELAMA PANDEMI COVID-19

ADE CAHYANI RENANINGTYAS


171600189

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2022

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan dari didirikan sebuah badan usaha adalah
untuk mendapatkan laba yang optimal, baik
perusahaan yang bergerak di bidang industri, dagang,
dan tak terkecuali di bidang jasa. Laba usaha ialah
selisih antara pendapatan dan total beban usaha pada
periode tersebut (Rudianto, 2012). Dari pengertin
tersebut maka laba merupakan selisih pendapatan
yang diterima perusahaan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam satu waktu tertentu. Laba adalah
pos yang penting dari laporan keuangan dan
mempunyai penggunaan yang bermacam-macam
untuk berbagai tujuan.
Laba merupakan kelebihan total pendapatan
dibandingkan total bebannya, disebut juga pendapatan
bersih atau net earning (Ardhianto, 2019). Sehingga
secara yang dimaksud dengan laba akuntansi adalah
perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul
dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan
dengan biaya-biaya yang dikeluarka pada periode
tersebut. Jika perolehan dibandingkan dengan seluruh
pengeluaran selisihnya positif, akan menghasilkan laba
usaha dan jika selisihnya negatif, akan menghasilkan
rugi usaha. Informasi laba usaha dapat dilihat dalam
laporan laba rugi perusahaan.
Laba atau pendapatan haru memiliki perlakuan
akuntansi yang nantinya akan mempengaruhi

1
2

penyajian laporan keuangan. Jika perlakuan akuntansi


terhadap pendapatan berpedoman pada aturan yang
berlaku, maka penilaian laporan keuangan akan
mencerminkan suatu penilaian yang wajar. Laporan
tersebutlah yang akan menjadi bukti absah atas
terjadinya setiap transaksi, menghindari kesalahan
atau penyalahgunaan dana perusahaan serta pelaporan
pajak.
Badan usaha yang terdaftar baik mikro hingga
perseroan terbatas akan dikenakan wajib pajak. Pajak
dan bisnis merupakan suatu hal yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Semakin besar
pendapatan perusahaan atau semakin berkembang
suatu perusahaan maka semakin besar pula nilai pajak
yang diterima oleh negara. Dalam perusahaan jasa
pasti terjadi penagihan atas jasa yang telah diberikan
dan didalam tagihan tersebut disertakan imbalan jasa
sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh
perusahaan.
Perusahaan yang berlaku sebagai pengusaha kena
pajak (PKP) saat melakukan pembelian bahan baku
maupun barang jadi, yang di berlakukan sebagai
barang kena pajak (BPK), perusahaan membayar pajak
yang disebut pajak masukan (PPN masukan)
(Agustina, 2017). Sedangkan perusahaan memungut
pajak keluaran (PPN keluaran) dikenai pajak
berdasarkan undang – undang. Maka dalam hal ini
untuk setiap pertambahan aktiva maupun perolehan
laba akan dikenakan pajak.
3

Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 (UU KUP)


menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara dan
untuk kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut,
dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu pajak yang
dipungut terikat pada kekuatan undang-undang yang
disetujui oleh pemerintah, pajak dipungut oleh negara
baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat, pajak digunakan untuk pengeluaran pada
pemerintahan dan jika masih terdapat surplus maka
dipergunakan untuk membiayai public investment.
Perusahaan yang telah terdaftar di Direktorat
Jenderal Pajak, maka harus dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai atas penjualan barang atau jasa.
Perusahaan harus menerbitkan faktur pajak untuk
setiap pembuatan invoice atau tagihan. Dalam Undang
- Undang Nomor 42 Tahun 2009 mendefinisikan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sebagai pemungutan pajak
tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang
atau jasa di daerah pabean dengan memiliki tingkatan
dalam setiap jalur produksi dan distribusinya.
Pengenaan PPN menurut Undang-Undang PPN dan
PPnBM pasal 7 berdasarkan pada harga jual, nilai
ekspor, nilai impor, serta nilai lain yang diatur oleh
menteri keuangan.
4

Perusahaan jasa yang saat ini sedang berkembang


adalah PT. Tri Tunggal Putra yang bergerak dibidang
penyedia jasa pekerja atau buruh (outsourcing) di
Sidoarjo. Jenis outsourcing pada perusahaan ini dibagi
menjadi dua divisi yaitu divisi tenaga keamanan
(satpam) dan divisi cleaning service. Perusahaan ini
berada dibawah naungan Asosiasi Badan Usaha Jasa
Pengamanan Indonesia atau biasa disebut dengan
ABUJAPI. Outsourcing sendiri merupakan kegiatan
yang memberikan jasa dalam suatu bidang usaha,
kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kerja pemberi jasa dengan disertai keterlibatan
langsung tenaga kerja tersebut dalam pelaksanaannya.
Perusahaan tenaga kerja (outsourching) sumber
pendapatannya berasal dari Nilai kontrak atau invoice
yang ditagihkan setiap bulannya dan berdasarkan
manajemen fee yang telah disepakati oleh perusahaan
(Wanti, Irawan, Rusmianto, 2019). Penyajian
pengenaan Pajak Pertambahan NIlai (PPN) dalam
laporan keuangan terdapat dalam laporan laba rugi
perusahaan dan neraca. Laba rugi memberi gambaran
perihal hasil yang diterima perusahaan selama satu
periode tertentu serta biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan hasil.
Laba dapat diukur dengan membandingkan antara
pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan
perusahaan. Penerapan PPN mengenai perhitungan
dapat diketahui dari pelaporan serta Pajak Masukan
dan Pajak Keluaran yang dapat menimbulkan Pajak
5

Lebih/Kurang bayar sesuai dengan undang – undang


yang berlaku (Agustina, 2017). Didasarkan pada
seperti faktur pajak, invoice, dan laporan penyetoran
pajak setiap bulan.
PT. Tri Tunggal Putra sendiri didirikan pada tahun
2015 dan beralamatkan di Perumahan Graha Permata
Sidorejo Indah Blok X/20 Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo Provinsi Jawa Timur. Selama
perkembangannya dari 2015 PT. Tri Tunggal Putra
mengalami pertumbuhan fluktuatif dimana
perusahaan yang membutuhkan jasa kemanan dan
keberihan dari PT. Tri Tunggal Putra seperti
perusahaan properti, hingga lembaga pendidikan yang
tersebar di Jawa Timur. Hingga pada awal 2020 saat
pandemi Covid-19 melanda Indonesia, didaptakan
bahwa PT. Tri Tunggal Putra terkena dampak Covid-
19.
Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) merupakan
virus yang hadir di tahun 2020 di Indonesia dan
menyebabkan banyak dampak, baik dampak kesehatan
maupun ke tidak stabilan ekonomi Negara. Bahkan
karena perekonomian Negara tidak stabil banyak
industri yang terdampak dan menyebabkan banyak
perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan
kerja maupun tutup dikarenakan tidak mampu
bertahan melawan krisis yang terjadi. Dampak yang
dirasakan PT. Tri Tunggal Putra yaitu mengalami
ketidakstabilan perolehan laba yang signifikan
6

ditengah perkembangannya dikarenakan beberapa


perusahaan rekanan harus menghentikan kontraknya.
PT. Tri Tunggal Putra juga merupakan perusahaan
yang pengakuan dan pengukuran pendapatan dimana
harus sesuai dengan Dasar Pengenaan Pajak atas PPN
yang dipungut oleh perusahaan sesuai dengan surat
edaran dari Direktur Jenderal Pajak SE-05/PJ.53/2003.
Sedangkan mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012 mengenai
karakteristik perusahaan peyedia jasa merupakan jenis
jasa yang tidak dikenakan PPN. Maka topik yang di
angkat dalam pembahasan ini adalah analisis
perbandingan perolehan laba menggunakan metode
PPN nilai kontrak sebelum dan selama pandemi
COVID-19.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada perbedaan laba PT Tri Tunggal Putra
sebelum dan selama pandemi Covid-19 menggunakan
pendekatan metode PPN Nilai Kontrak?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui perbedaan laba Perusahaan
menggunakan metode PPN Nilai Kontrak pada PT Tri
Tunggal Putra sebelum dan selama pandemi Covid-19.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Bagi Perusahaan
7

1. Semoga dengan adanya penelitian ini


memberikan masukan bagi perusahaan dalam
bidang keuangan yang berkaitan langsung
dengan perhitungan keuntungan perusahaan
dengan menggunakan metode PPN dari nilai
kontrak.

2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat


memberi informasi bagi perusahaan sehingga
dapat menggunakannya sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan.

b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu
pengetahuan bagi masyarakat mengenai
perhitungan laba perusahaan menggunakan
pendekatan metode PPN dari nilai kontrak.

c. Bagi Universitas
1. Dari Hasil ini diharapkan dapat digunakan
sebagai referensi bagi peneliti lain tentang
materi yang berhubungan dengan masalah ini
sehingga dapat dikembangkan lebih baik dari
peneliti sebelumnya.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan


perbendaharaan pustaka bagi perpustakaan
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya untuk
sarana penambah wawasan civitas akademik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
1) Linawati dan Ramadanti (2021) Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui prosedur
pembuatan faktur pajak serta pembayaran dan
pelaporan PPN pada KJPP SA & Rekan. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa prosedur
pembuatan faktur pajak pada KJPP SA & Rekan
belum sesuai dengan ketentuan Undang - Undang
No. 42 Tahun 2009 baik itu pada saat uang muka
diterima maupun pada saat pekerjaan selesai atau
invoice diterbitkan, karena faktur pajak
diterbitkan sesuai dengan permintaan klien.
Realisasi pembayaran dari pengguna jasa sering
mengalami keterlambatan sehingga berdampak
pada penyetoran dan pelaporan PPN dikarenakan
keterbatasan kas yang tidak tersedia. Sehingga,
keterlambatan pembayaran dapat dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga dan
keterlambatan pelaporan akan timbul sanksi
administrasi denda.
2) Damayanti, Rahmadhani, Faisal (2021). Penelitian
ini dibuat dengan maksud tujuan untuk
mengetahui pelaksanaan pengembangan
peningkatan kualitas kawasan yang diambil oleh
perusahaan CV. Marga Jaya dengan para
pegawainya. Pada penelitian ini memakai metode
penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan di

8
9

Kota Tulungagung, Jawa Tinur. Hasil dari


penelitian yang diperoleh dari riset ini ialah data
– data terkait Proyek pengadaan bahan bangunan
dan Pajak Pertambahan nilai dari CV. Marga Jaya
yang secara keseluruhan sudah berjalan dengan
baik
3) Ciputra (2018) dengan judul “Analisis Pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai Atas Jasa Outsourcing
(Studi Kasus Pada PT. XYZ)” Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengenaan atas Pajak
Pertambahan Nilai PT. XYZ yang melakukan
penyerahan penyediaan jasa tenaga kerja sudah
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 83/PMK.03/2012 yang dilihat dari
kriteria-kriteria peraturan yang tidak dipenuhi
oleh PT. XYZ. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang
digunakan PT. XYZ sudah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
83/PMK.03/2012 yakni DPP penggantian dan
DPP nilai lain.
4) Agustiani (2017), dengan judul “Penerapan
Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) Pada
Pt.Trans Engineering Sentosa Medan”. Hasil dari
penelitian ini ditemukan adanya beberapa faktor
yang dapat menyebabkan berbedanya jumlah
Pendapatan. Dan dari segi Penerapan Akuntansi
Pajak Pertambahan nilai pada PT. Trans
Engineering Sentosa Medan masih belum baik
dikarenakan masih adanya perbedaan pencatatan
10

Pendapatan antara Laporan Laba Rugi dan SPT


Tahunan PPh dengan SPT Masa PPN yang juga
menyebabkan berbedanya pencatatan PPN yang
terhutang menjadi kurang bayar.
5) Wanti, Irawan, Rusmianto (2019), dengan judul
“Perlakuan Akuntansi Pendapatan Jasa
Outsourcing pada PT CDP Berdasarkan SAK
ETAP”. Penelitian ini menjelakan perlakuan
akuntansi pendapatan di CDP terdiri dari
pengakuan, pengukuran dan penyajian.
Pendapatan diakui pada saat tagihan pembayaran
telah dibuat. Pendapatan diukur berdasarkan
nilai wajar pembayaran. Hasil dari laporan tugas
akhir ini menunjukkan bahwa perlakuan
akuntansi pendapatan jasa outsourcing pada PT
CDP berdasarkan SAK ETAP dapat dilihat dari
pengakuan, pengukuran dan penyajiannya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan
akuntansi pendapatan jasa outsourcing telah
sesuai dengan aturan yang berlaku (SAK ETAP).
6) Lalujan (2013), mengenai Analisis penerapan
pajak pertambahan nilai pada PT Agung Utara
Sakti Manado. Tujuan penelitian untuk
mengetahui bagaimana penerapan PPN mengenai
perhitungan, pelaporan serta pajak masukan dan
pajak keluaran yang dapat menimbulkan pajak
lebih / kurang bayar. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukan
bahwa penerapan PPN hamper telah sesuai
11

dengan Undangundang yang berlaku. Baik dari


segi perhitungan, penyetoran dan pelaporannya.
Walaupun masih terdapat beberapa kendala
seperti terlambatnya melakukan pelaporan PPN.

2.2. Landasan Teori


2.2.a. Pendapatan
2.2.a.1. Definisi Pendapatan
Pendapatan dapat diartikan sebagai revenue atau
penghasilan yang didapat dari penjualan barang atau
jasa dari perusahaan ke konsumen, adapun sebutan
lainnya yaitu penjualan, pendapatan bunga, dividen,
sewa, dan royalti. Istilah pendapatan digunakan untuk
menyatakan penghasilan dalam kerangka dasar untuk
penyajian dan penyusunan laporan laba rugi
perusahaan.
Pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal
entitas selama satu periode jika arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal. Berdasarkan
definisi diatas, arus kas masuk bruto dari manfaat
ekonomi yang diterima bukan berasal dari pinjaman
atau pertambahan ekuitas. Dengan demikian jumlah
yang dapat ditagih atas nama pihak ketiga, seperti
PPN bukan merupakan manfaat ekonomi yang
mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan
kenaikan ekuitas (jumlah kepemilikan perusahaan) dan
oleh karena itu harus dikeluarkan dari perkiraan
12

pendapatan. Disisi lain perusahaan yang bergerak di


bidang agen tidak diperbolehkan mengakui kas yang
masuk sebagai pendapatan, akan tetapi boleh boleh
mengakui komisinya sebagai pendapatan. Pendapatan
yang diperoleh dapat mengakibatkan aktiva
bertambah dan hutang berkurang. Pertambahan
pendapatan mengakibatkan pertambahan aktiva dan
ekuitas yang bukan berasal dari penanaman modal.
Pendapatan dapat didefinisikan dari beberapa
konsep yaitu :
1. Menggunakan konsep aliran masuk, pendapatan
merupakan asset.
2. Menggunakan konsep aliran keluar, pendapatan
adalah penyerahan produk yang diukur atas
dasar penghargaan produk tersebut.
3. Menggunakan konsep netral, pendapatan
merupakan produk perusahaan sebagai hasil dari
upaya produktif dan pengukuran pendapatan
dengan jumlah rupiah aset baru yang diterima
dari pelanggan (Prasetyo, 2020).

2.2.1.2 Klasifikasi dan Karakteristik Pendapatan


2.2.1.2.1 Klasifikasi Pendapatan
1. Pendapatan Operasional
Pendapatan operasional adalah arus masuk
bruto yang timbul dari hasil kegiatan usaha dan
operasional perusahaan baik dari penjualan
barang dagang maupun penjualan jasa serta
kegiatan utama perusahaan lainnya yang
13

termasuk tujuan utama perusahaan tersebut.


Pendapatan ini terjadi berulang-ulang selama
perusahaan melangsungkan kegiatan usahanya.
Setiap perusahaan memiliki jenis pendapatan
operasional yang berbeda-beda sesuai dengan
kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan
tersebut.

2. Pendapatan Non Operasional


Pendapatan non operasional adalah
pendapatan yang dihasilkan dari sumber lain di
luar kegiatan utama perusahaan atau kegiatan
operasional perusahaan, yang sering disebut
sebagai pendapatan lain-lain. Adapun contohnya
seperti pendapatan bunga bank, pendapatan
sewa, pendapatan yang diperoleh dari penjualan
aset tetap maupun dari penjualan surat-surat
berharga, dan lainnya.

2.2.1.2.2 Karakteristik Pendapatan


Karakteristik pendapatan terdiri atas delapan
karakteristik yang dapat membentuk pengertian
pendapatan, yaitu :
1. Aliran Masuk atau kenaikan aset.
2. Kegiatan yang mempresentasi operasi utama
atau sentral yang menerus.
3. Pelunasan, penurunan, atau pengurangan
kewajiban.
4. Suatu entitas.
14

5. Produk perusahaan.
6. Pertukaran produk.
7. Menyandang beberapa nama atau mengambil
beberapa bentuk.
8. Mengakibatkan kenaikan ekuitas.

2.2.1.3 Pengukuran Pendapatan


Entitas mengukur pendapatan berdasarkan nilai
wajar atas pembayaran yang diterima atau masih harus
diterima. Nilai wajar tidak termasuk jumlah diskon
penjualan serta potongan volume.
Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi
biasanya ditentukan oleh persetujuan antara entitas
dengan pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah
diukur pada nilai wajar imbalan yang diterima atau
dapat diterima dikurangi jumlah diskon usaha dan
rabat volume yang diperbolehkan oleh entitas.
Imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan
jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas
yang diterima atau yang dapat diterima. Namun, bila
arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan,
nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari
jumlah nominal dari kas yang diterima atau yang
dapat diterima. Misalnya, suatu perusahaan dapat
memberikan kredit bebas bunga kepada pembeli atau
menerima wesel tagih dari pembeli dengan tingkat
bunga di bawah pasar sebagai imbalan dari penjualan
barang. Bila perjanjian tersebut secara efektif
merupakan suatu transaksi finansial, nilai wajar
15

imbalan ditentukan dengan pendiskontoan seluruh


penerimaan di masa depan dengan menggunakan
suatu tingkat bunga tersirat (imputed).
Barang atau jasa yang dipertukarkan (barter) untuk
barang atau jasa dengan sifat dan nilai yang sama,
maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai
suatu transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Hal
ini sering terjadi dengan komoditi seperti minyak atau
susu di mana penyalur menukarkan (swap) persediaan
di berbagai lokasi untuk memenuhi permintaan
dengan suatu dasar tepat waktu dalam suatu lokasi
tertentu. Bila barang dijual atau jasa diberikan untuk
dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak
serupa, pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi
yang mengakibatkan pendapatan. Pendapatan tersebut
diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang
diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara
kas yang ditransfer.

2.2.1.4 Pengakuan Pendapatan


Permasalahan dalam akuntansi untuk pendapatan
adalah menentukan saat pengakuan pendapatan.
Prinsip pengakuan pendapatan umumnya diakui pada
saat (1) Pendapatan dianggap direalisasikan apabila
barang dan jasa, barang dagangan, atau harta lain
ditukar dengan kas atau klaim atas kas; Pendapatan
dianggap dapat direalisasikan apabila aktiva yang
diterima dalam pertukaran segera dapat konversi (siap
ditukar) menjadi kas atau klaim atas kas dengan
16

jumlah yang diketahui; dan (2) Pendapatan dianggap


dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan pada
hakikatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya
dilakukan untuk mendapat hak atas manfaat yang
dimiliki oleh pendapatan itu, yakni apabila proses
menghasilkan laba telah selesai atau sebenarnya telah
selesai.
Pengakuan merupakan pencatatan jumlah rupiah
secara resmi ke dalam sistem akuntansi sehingga
jumlah tersebut terefleksi dalam statemen keuangan.
Pengakuan pendapatan didasarkan pada landasan
konseptual, yang mana konseptual pendapatan hanya
dapat diakui apabila memenuhi kualitas terukuran
(measurability) dan keterandalan (realibility). Kualitas
tersebut harus direalisasikan dalam bentuk kriteria
keterukuran yang berkaitan dengan masalah berapa
jumlah rupiah produk dan kriteria keterandalan yang
berkaitan dengan masalah jumlah objektif yang dapat
diuji kebenarannya.
Pendapatan tidak dapat direalisasikan apabila
belum terjadi penjualan yang nyata ke pihak lain,
sedangkan apabila terjadi kontrak penjualan dan
belum cukup untuk menandai eksistensi pendapatan
sebelum barang/jasa sudah cukup diselesaikan
pekerjaannya atau diserahkan kepada pelanggan.
Terdapat dua konsep penting agar menjadi kriteria
pengakuan pendapatan yaitu: Pembentukan
pendapatan (earning of revenue) dan realisasi
pendapatan (realization of revenue).
17

2.2.b. Laba
2.2.2.1 Pengertian Laba
Laba (gain) adalah kenaikan modal (aktiva bersih)
yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi
yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari
semua transaksi atas kejadian lain yang mempengaruhi
badan usaha selama satu periode kecuali yang timbul
pendapatan (revenue) atau investasi dari pemilik
(Baridwan dalam Harahap, 2017).
Laba merupakan hasil aktivitas operasi yang
mengukur perubahan kekayaan pemegang saham
selama satu periode dan mencerminkan kemampuan
perusahaan menghasilkan keuntungan (Hani, 2014).
Laba adalah selisih total pendapatan dikurangi dengan
biaya biaya dari kegiatan usaha perusahaan yang
diperoleh selama periode tertentu. Laba merupakan
tujuan dengan alasan sebagai berikut :
1. Dengan laba yang cukup dapat dibagi
keuntungan kepada pemegang saham dan atas
persetujuan pemegang saham sebagian dari
laba disisihkan sebagai cadangan.
2. Laba merupakan penilaian keterampilan
pimpinan. Pimpinan bank yang cakap dan
terampil umumnya dapat mendatangkan
keuntungan yang lebih besar daripada
pimpinan yang kurang cakap.
3. Meningkatkan daya tarik bagi pemilik modal
(investor) untuk menanamkan modalnya
18

dengan membeli saham yang dikeluarkan atau


ditetapkan oleh bank.
Keuntungan atau laba tidak terbatas pada
keuntungan calon debitur, akan tetapi juga
keuntungan yang akan dicapai oleh bank apabila
kredit atau pembiayaan tersebut diberikan. Bank akan
menghitung jumlah keuntungan yang dicapai oleh
calon debitur dengan adanya kredit atau pembiayaan
dari bank dan tanpa adanya kredit atau pembiayaan
bank. Di samping itu, bank juga perlu menghitung
jumlah pendapatan yang akan diterima oleh bank dari
kredit tersebut.

2.2.2.2 Jenis-jenis Laba


Jenis laba yang bisa digunakan dalam akuntansi,
diantaranya menurut Supriyono dalam Asnaka (2020)
sebagai berikut:
1) Laba Kotor merupakan hasil selisih dari hasil
penjualan netto dikurangi dengan harga pokok
barang yang dijual. Laba kotor merupakan
perbedaan antara pendapatan bersih dari
penjualan dan harga pokok penjualan.
2) Laba Operasi merupakan yang diperoleh dari
penjualan hasil operasi perusahaan dalam suatu
periode akuntansi tertentu dikurangi biaya
operasional termasuk harga pokok barang yang
dijual. Hal ini selaras dengan pendapat
Soemarso dalam Harahap (2017) bahwa laba
usaha (income from operation) adalah laba yang
19

diperoleh semata-mata dari kegiatan utama


perusahaan.
3) Laba Bersih yaitu selisih lebih semua
pendapatan dan keuntungan terhadap semua
biaya dan kerugian, jumlah ini merupakan
kenaikan bersih terhadap modal.
4) Saldo laba Jumlah akumulasi laba bersih dari
sebuah perseroan terbatas dikurangi distribusi
laba (income distribution) yang dilakukan.

2.2.2.3 Pengukuran Laba


Laba dapat diukur menggunakan dua pendekatan
menurut Hendriksen dalam Siallagan (2020), yaitu:

1. Pendekatan Transaksi (Transaction Approach)


Pendekatan transaksi merupakan pendekatan
yang konvensional yang digunakan oleh
akuntan dalam mengukur laba. Dalam
pendekatan ini meliputi pencatatan perubahan
penilaian asset dan liabilities yang merupakan
akibat dari adanya transaksi yang bersifat
internal maupun eksternal. Prosedur umum
dalam pendekatan ini adalah mencatat
pengakuan penilaian revenue dan expense yang
di dapat dari transaksi dan membandingkan
selama periode tertentu.
2. Pendekatan Aktivitas (Activity Approach)
Pendekatan aktivitas merupakan pengukuran
laba yang lebih me mfokuskan pada deskripsi
aktivitas dari pada perusahaan, income, atau
20

laba diasumsikan diperoleh dari aktiva


perusahaan, misalnya pada saat perencanaan,
pembelian, produksi, dan proses penjualan.
Perbedaan utama dengan pendekatan transaksi
berdasarkan proses pelaporan yang mengukur
peristiwa eksternal yaitu transaksi.

2.2.c. Perpajakan
2.2.c.1. Definisi Pajak
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh
dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-
norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
jasa timbal balik, dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran- pengeluaran umum. (Waluyo,
2017).
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 yang
merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 menjelaskan pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk kebutuhan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat.
Definisi pajak dari penjelasan yang telah
dipaparkan dapat disimpulkan unsur-unsur yang
terdapat dalam perpajakan yaitu :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.
21

2. Tidak ada kontraprestasi dari negara secara


langsung yang dapat ditunjukkan.
3. Pajak digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pemerintah atau membiayai rumah tangga
negara.
Tinjauan pajak jika dilihat dari empat aspek, yaitu:
pajak memiliki dua fungsi yaitu berfungsi sebagai
sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah, dan berfungsi sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi.
Pajak dibagi menjadi tiga kelompok yaitu menurut
golongan, sifat dan pemungut dan pengelolanya.
Menurut golongannya sendiri terdiri atas pajak
langsung dan pajak tidak langsung, menurut sifatnya
dibagi menjadi pajak subjektif dan pajak objektif,
sedangkan menurut pemungut dan pengelolanya
dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah.
Pemungutan pajak harus memenuhi syarat yang
telah ditentukan, yaitu sebagai berikut :

1. Pengumutan pajak harus adil.


2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-
undang yang ada di Indonesia, pajak diatur
dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2.
3. Tidak menggangu perekonomian.
4. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
5. Pemungutan pajak harus efisien.
22

Adapun sistem pemungutan pajak dibagi menjadi


tiga cara pemungutan :
1. Official Assessment System
Pada sistem pemungutan pajak ini, dapat
membebankan wewenang dalam menentukan
besarnya wajib pajak terutang kepada pihak
perpajakan atau fiskus yang harus menjadi
pemungut wajib pajak kepada seorang wajib
pajak.
Sistem ini sebagai wajib pajak pribadi yang
bersifat pasif, surat perpajakan yang dikeluarkan
oleh aparat perpajakan akan menentukan
besarnya nilai pajak terutang.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak official
assessment : wajib pajak berperan pasif dalam
menghitung besarnya wajib pajak kita sendiri,
pemerintah memiliki hak penuh dalam
menentukian besarnya pajak yang harus
dibayarkan oleh wajib pajak, besarnya pajak
yang terutang akan diketahui ketika sudah
dihitung oleh petugas pajak dan menerbitkan
surat ketetapan pajak yang harus dibayar.
2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan sebuah aturan pajak
yang membebankan ketentuan besarnya pajak
yang harus dibayar melalui wajib pajak secara
pribadi masing-masing yang bersangkutan.
Wajib pajak harus bergerak aktif dalam
menghitung, melaporkan, dan membayar
23

ketentuan besarnya pajak tersebut ke kantor


pelayanan pajak (KPP) maupun melalui system
online administrasi pajak yang dirancang khusus
bagi pemakai wajib pajak.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak self
assessment yaitu : wajib pajak harus berperan aktif
dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya
menghitung, melaporkan dan membayar pajak,
pemerintah tidak harus mengeluarkan surat
ketetapan pajak kecuali telat bayar pajak, waijb
pajak telat lapor pajak, ataupun wajib pajak yang
lupa melaporkan pajak, dan wajib pajak dapat
menentukan besarnya wajib pajak itu sendiri.

3. Withholding Assessment System


Sistem pemungutan pajak ini, perhitungan
besarnya pajak dalam dihitung melalui orang
ketiga. Bukan melalui wajib pajak ataupun bukan
melalui aparat pajak dan fiskus. Jenis contoh
sistem ini adalah pemotongan dari penghasilan
karyawan yang dilakukan melalui bendahara
instansi maupun perusahaan yang terkait dengan
karyawan tersebut.
Ciri sistem pemungutan pajak withholding yaitu
: wajib pajak tidak dapat berperan aktif maupun
tidak berlaku pada peran pemerintah untuk
menghitung besarnya pajak, untuk menghitung
besarnya wajib pajak melalui pihak ketiga dari
perusahaan yang bersangkutan, wajib pajak
24

dalam melaporkan pajak terutang harus


melampirkan SSP (Surat Setoran Pajak) yang
harus dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh
ataupun SPT Masa PPN dari wajib pajak.

2.2.c.2. Tarif Pajak


Tarif yang dikenal dan diterapkan selama ini dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu :
1. Tarif Tetap
Tarif Tetap adalah tarif pajak yang jumlah
nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan
pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah
pajak yang terutang selalu sama. Contoh, Bea
Materai.
2. Tarif Proporsional
Tarif Proporsional adalah tarif pajak yang
merupakan persentase yang tetap tetapi jumlah
pajak yang terutang akan berubah secara
proporsional/sebanding dengan dasar
pengenaan pajaknya. Contoh, tarif PPN 11%.

3. Tarif progresif
Tarif Progresif adalah tarif pajak yang
persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak
yang terutang akan berubah sesuai dengan
perubahan tarif dan perubahan dasar
pengenaan pajaknya.
4. Tarif Degresif
25

Tarif Degresif adalah tarif pajak yang


persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak
yang terutang akan berubah sesuai dengan
perubahan tarif dan perubahan dasar
pengenaan pajaknya.

2.2.d. Pajak Pertambahan Nilai


2.2.d.1. Definisi Pajak Pertambahan Nilai
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, dan
diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 dan perubahan terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009, tidak terdapat definisi
mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga
setiap orang dapat secara bebas memberikan definisi
mengenai pajak tersebut.
Pajak pertambahan nilai merupakan pengganti dari
pajak penjualan, karena pajak penjualan tidak lagi
memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan
belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan,
salah satunya untuk meningkatkan penerimaan
negara, melakukan pemerataan pembebanan pajak dan
mendorong ekspor.
Berdasarkan objek yang dikenakan, Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah konsumsi barang dan
jasa, maka Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara bebas
dapat diartikan pajak yang dikenakan atas
26

pertambahan nilai suatu barang atau jasa karena


adanya suatu proses menghasilkan, menyalurkan, dan
memperdagangkan. Secara matematis pertambahan
nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa dapat
dihitung dari nilai/harga penjualan dikurangi
nilai/harga pembelian, sehingga salah satu unsur
pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau
jasa adalah laba yang diharapkan.
Semua biaya untuk mendapatkan dan
mempertahankan laba termasuk bunga, modal, sewa,
tanah, upah kerja, dan laba perusahaan adalah
merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi
dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari
dua macam usaha yaiitu Barang Kena Pajak (BKP) dan
Jasa Kena Pajak (JKP) yang mana telah ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
Semua barang penjualan dikenakan BKP (Barang
Kena Pajak), tetapi undang-undang menetapkan jenis
barang yang tidak dikenakan pajak, berikut beberapa
kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), yaitu :
1. Barang dari hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang
dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
3. Makanan dan minuman yang disajikan oleh
hotel, restoran, rumah makann, warung dan
27

sejenisnya, meliputi makanan dan minuman,


baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak,
termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga
(Saham, obligasi dan lainnya).
Semua jasa yang diberikan kepada orang lain atau
lembaga atau perusahaan harus dikenakan JKP (Jasa
Kena Pajak), tetapi undang-undang menetapkan jenis
jasa yang tidak dikenakan pajak, berikut beberapa
kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), yaitu :
1. Jasa pelayanan kesehatan medis.
2. Jasa dibidang pelayanan social.
3. Jasa dibidang pengiriman surat dengan
perangko.
4. Jasa keuangan.
5. Jasa asuransi.
6. Jasa dibidang keagamaan.
7. Jasa pendidikan.
8. Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis
jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan
hiburan.
9. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta
jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri.
10. Jasa Perhotelan.
28

11. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam


rangka menjalankan pemerintahan secara
umum, meliputi jenis-jenis jasa yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah.
12. Jasa penyediaan tempat parkir.
13. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang
logam yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta.
14. Jasa boga atau catering.

2.2.d.2. Subjek Pajak Pertambahan Nilai


Adapun subjek pajak pertambahan nilai adalah
sebagai berikut :
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP),
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
(JKP)yang dikenakan pajak berdasarkan
undang-undang PPN dan PPnBM, tidak
termasuk pengusaha kecil.
Pengusahan dikatakan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP) apabila melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
Jasa Kena Pajak (JKP) dengan jumlah peredaran
bruto melebihi 4,8 Milyar setahun sebagaimana
tertuang dalam (Pasal 4
PMK-197/PMK.03/2013). Dengan demikian
semua badan usaha atau orang pribadi yang
29

memiliki peredaran usaha dibawah 4,8 Milyar


dalam satu tahun dinamakan pengusaha kecil.
2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan
sebagai PKP.
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan
jumlah peredaran bruto tidak lebih dari 4,8
Milyar dalam setahun. Penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
(JKP) yang dilakukan oleh pengusaha kecil
dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Namun agar tidak menghambat
kegiatan usahanya, pengusaha kecil juga diberi
kebebasan memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP), selanjutnya wajib
melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
3. Orang pribadi atau badan yang melakukan
pembangunan rumahnya sendiri dengan
persyaratan tertentu
4. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak
(JKP)
5. Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai

2.2.d.3. Objek Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
30

1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang


dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak (BKP)
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak
Berwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
7. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Tidak
Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
8. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP).
9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain
yang batasan dan tata caranya diatur dengan
Keputusan Kementerian Keuangan.
10. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjual belikan
sepanjang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
31

2.2.d.4. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


Besarnya pajak terutang diperlukan adanya Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
PPN dan PPnBM, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah
jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor
atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan
dengan Keputusan Kementerian Keuangan yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang. Selanjutnya, yang dimaksud dengan Harga
Jual, Penggantian, Nilai Impor dan Nilai Ekspor, dan
Nilai Lain yang ditetapkan Menteri Keuangan adalah:
1. Harga jual
Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut
menurut undang-undang PPN dan PPnBM
2. Penggantian
Penggantian ialah nilai berupa uang
termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut
undang-undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur pajak
32

3. Nilai Ekspor
Nilai ekspor ialah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor
dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya
harga yang tercantum dalam Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB).
4. Nilai Impor
Nilai impor ialah berupa uang yang menjadi
dasar perhitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan pabean untuk impor Barang Kena
Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) yang dipungut menurut undang-
undang PPN dan PPnBM
5. Nilai Lain yang ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak (DPP)
DPP adalah nilai berupa uang yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai
dasar perhitungan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).

2.2.d.5. Tarif Pajak Pertambahan Nilai


Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku
atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah tarif tunggal yaitu 10%,
sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak
memerlukan daftar penggolongan barang atau jasa
33

dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada


Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang lainnya
adalah Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang
Kena Pajak (BKP) adalah 0%. Barang Kena Pajak (BKP)
yang diekspor atau dikonsumsi diluar daerah pabean
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif
0%, bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, pajak
masukan yang telah dibayar dari barang
yang diekspor tetap dapat dikreditkan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) atau dapat dirumuskan
sebagai berikut :

PPN terutang = tarif PPN (11%) x DPP

2.2.d.6. Denda dan Sanksi Pajak Pertambahan Nilai


(PPN)
1. Sanksi terlambat setor
Sanksi keterlambatan pembayaran dikenakan
sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk
seluruh masa pajak, dihitung sejak saat jatuh
tempo.
2. Sanksi terlambat lapor
Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT
Masa PPN dikenakan denda Rp 500.000
34

2.2.d.7. Mekanisme perhitungan PPN


Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan
PMK Nomor 85/PMK.03/2012 tanggal 06 Juni 2012
yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2012 adalah:
1. Mekanisme pemungutan PPN yang pertama
dan wajib adalah rekanan wajib membuat
faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP) atas
setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
BUMN.
2. Mekanisme pemungutan PPN yang kedua
adalah faktur pajak sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan
di bidang perpajakan.
3. Ketiga adalah SSP sebagaimana dimaksud
pada angka 1 diisi dengan membubuhkan
NPWP serta identitas rekanan, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN
sebagai penyetor atas nama rekanan.
4. Keempat adalah dalam hal penyerahan BKP
selain terutang PPN juga terutang PPnBM
maka rekanan harus mencantumkan juga
jumlah PPnBM yang terutang pada faktur
pajak.
5. Kelima adalah faktur pajak dibuat dalam
rangkap 3 dengan peruntukkan sebagai berikut:
lembar kesatu untuk BUMN, lembar kedua
untuk rekanan, dan lembar ketiga untuk BUMN
yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi
pemungut PPN.
35

6. Keenam adalah SSP sebagaimana dimaksud


pada angka 1 dibuat dalam rangkap 5 dengan
peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu
untuk rekanan, lembar kedua untuk KPPN
melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar
ketiga untuk rekanan yang dilampirkan pada
SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank
Persepsi atau Kantor Pos, dan lembar kelima
untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa
PPN bagi Pemungut PPN.
7. Mekanisme Pemungutan PPN yang terakhir
adalah faktur Pajak dan SSP merupakan bukti
pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN
dan PPnBM.

2.2.4.8 Faktur Pajak


Pasal 1 ayat 23 Undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai menyebutkan faktur pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena
Pajak. Dalam Undang-undang No. 42 Tahun 2009
faktur pajak dibuat pada saat penyerahan Barang Kena
Pajak/Jasa Kena Pajak, saat penerimaan pembayaran
dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.

2.3. Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual bertujuan untuk
menghubungkan atau menjelaskan permasalahan yang
36

digunakan sebagai landasan penelitian yang diperoleh


dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis
yang membetuk gambar sesuai variabel yang diteliti.
Adapun kerangka konseptual pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :

Perolehan laba Perolehan laba


sebelum selama
pandemi Perbanding pandemi
Covid-19 an Covid-19
menggunaan menggunaan
metode PPN metode PPN
kontrak kontrak

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1
menggambarkan perbandingan perolehan laba
sebelum pandemi covid-19 melanda dengan tahun
dimana pandemi covid-19 melanda Indonesia yang
dampaknya dirasakan oleh PT. Tri Tunggal Putra.
Sistem pengakuan pendapatan pada perusahaan
sangat dibutuhkan dalam penyusunan laporan
keuangan terutama pada laporan laba rugi perusahaan.
Perhitungan laba perusahaan yang menggunakan
metode pendekatan dari PPN Nilai Kontrak. Dari
metode tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan
sample t-test dimana data yang diambil untuk di
perbandingkan adalah data perolehan laba sebelum
dan selama pandem Covid-19.

2.4. Hipotesis
37

Pendapatan perusahaan outsourcing berasal dari


kontrak kerja dan management fee artinya pendapatan
jasa outsourcing ialah pendapatan yang diperoleh dari
aktivitas penjualan jasa outsourcing perusahaan
berdasarkan perjanjian kerja (Wanti, Irawan,
Rusmianto, 2019). Selain dari kontrak kerja dan
management fee, sumber pendapatan lain perusahaan
outsourcing tidak hanya menjual dari sisi layanan
tenaga kerjanya tetapi menawarkan paket pendukung
lainnya seperti peralatan kerja serta bahan-bahan
pembersih untuk jenis jasa tenaga kerja kebersihan
atau cleaning service.
Pengukuran pendapatan jasa outsourcing yaitu
pembayaran yang diterima atau masih harus diterima
secara bruto setiap bulan sesuai dengan surat
perjanjian kerja sedangkan pengukuran pendapatan
jasa outsourcing disajikan di dalam laporan laba rugi
sejumlah harga netto.
Invoice credit method masih dianggap sebagai metode
yang terbaik dan paling banyak digunakan oleh
negaranegara yang menganut Sistem Pajak
Pertambahan Nilai (Lim dan Indrawati, 2017). Metode
ini dianggap akan mampu mengurangi terjadinya
penyimpangan dalam implementasi Sistem Pajak
Pertambahan Nilai. setiap penyerahan Barang Kena
Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak
wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar
tarip pajak dikalikan dengan harga penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak tersebut.
38

Hipotesis = Ada perbedaan perolehan laba sebelum


dan selama pandemi Covid-19 dengan
menggunakan metode PPN nilai kontrak.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan dapat diartikan dengan persiapan.
Dalam suatu paradigma penelitian rancangan adalah
pengumpulan pokok-pokok perencanaan dari seluruh
penelitian yang tergabung dalam kesatuan yang dibuat
secara ringkas dan jelas. Sedangkan dalam artian
sempit rancangan semua proses yang diperlukan
dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian
(Nurdin dan Hartati, 2019). Rancangan penelitian
bertujuan untuk membuat daftar produser penelitian
sehingga dapat memudahkan peneliti dalam rencana
penelitian yang telah dibuat sehingga penelitian dapat
berjalan dengan baik dan benar sesuai yang
diharapkan. Rancangan penelitian merupakan model
pendekatan penelitian yang sekaligus merupakan
rancangan analisis data.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian
yaitu penelitian komparatif. Penelitian ini dilakukan
untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua
atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti
berdasarkan kerangka pemikiran tertentu (Sugiyono,
2003). Dimana peneliti menggunakan instrumen
penelitian berupa laporan keuangan laba rugi. Untuk
menguji perbedaan dalam perhitungan laporan laba
perusahaan yang menggunakan metode pendekatan

39
40

PPN dari Nilai kontrak sebelum pandemi Covid-19


dibanding dengan selama pandemi Covid-19.
Berikut ini adalah skema rancangan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti :

Fluktuasi Laporan Keuangan Perusahaan PT. Tri Tunggal Putra


dampak dari pandemi Covid-19

Laporan
Laporan
keuangan
keuangan selama
sebelum
pandemi Covid-
pandemi Covid-
19
19

Hipotesis

Populasi : Laporan Keuangan PT. Tri


Tunggal Putra
Sampel : Laporan Keuangan periode 2018-
2019 dan periode 2020-2021

Teknik Analisis Data


Pired Sampel t-tes

Hasil Penelitian
Regresi Linier Bergandah

Simpulan dan Saran


Regresi Linier Berganda

Gambar 3.1
Rancangan Penelitian
41

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi penelitian merupakan sekumpulan objek
yang ditentukan melalui suatu kriteria tertentu yang
akan dikategorikan kedalam suatu objek, objek
penelitian dapat dikategorikan pada orang, dokumen
maupun catatan sesuai dengan penelitian yang diteliti.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
laporan keuangan perusahaan PT. Tri Tunggal Putra
pada devisi penyalur tenaga kerja keamanan (Security)
yang sudah disetujui oleh direksi.

3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2019). Tidak
semua anggota populasi dijadikan sampel dalam
penelitian, melainkan diambil beberapa sampel dari
jumlah yang ada untuk mewakili populasi secara
keseluruhan.
Sampel penelitian ini merupakan Laporan
Keuangan PT. Tri Tunggal Putra devisi penyalur
tenaga kerja keamanan (Security) tahun sebelum
pandemi Covid-19 yaitu tahun 2018-2019 dan tahun
saat pandemi Covid-19 yaitu tahun 2020-2021.

3.2.3 Teknik Pengambilan sampel


Penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu
nonprobibality sampling dengan teknik Purposive
sampling. purposive sampling adalah teknik pegambilan
42

sampel sumber data menggunakan pertimbangan


tertentu (Sugiyono, 2019). Adapun pertimbangan
tersebut ialah:
1. Periode tahun laporang keuangan yang digunakan
adalah dua tahun sebelum pandemi covid-19 yaitu
2018-2019. Tahun tersebut dianggap tahun dengan
data keuangan lengkap dimana kondisi
perusahaan dalam keadaan stabil memperoleh
laba.
2. Perbandingan periode tahun laporan keuangan
yang digunakan adalah dua tahun selama
pandemi Covid-19 yaitu 2020-2021. Tahun tersebut
dianggap sebagai tahun terdampak pandemi yang
mempengaruhi stabilitas perolehan laba PT Tri
Tunggal Putra.

3.3 Jenis Dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan adalah data sekunder
merupakan sumber penelitian yang diperoleh
penelitian secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter) yang dipublikasikan (indriantoro dan
supomo, 2016).
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder
yang melalui penelusuran secara manual yang
disajikan dalam format kertas hasil cetakan yaitu data
kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan
43

Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja PT. Tri


Tunggal Putra.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan
data melalui dokumentasi yang telah tercatat dalam
sistim keuangan perusahaan. Dokumentasi menurut
Sugiyono (2015) adalah suatu cara yang digunakan
untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk
buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang
berupa laporan serta keterangan yang dapat
mendukung penelitian.
Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan
data, pencatatan hingga pengarsipan data berjalan
yang kemudian ditelaah. Dokumentasi yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi laporan
keuangan pada perusahaan penyedia jasa tenaga kerja
bidang keamanan PT. Tri Tunggal Putra pada periode
sebelum dan selama pandemi Covid-19.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel
3.5.1 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini hanya terdapat
variabel tunggal dimana variabel tunggal tersebut
terdiri dari dua fenomena. Variabel tersebut ialah
laporan keuangan pada fenomena sebelum pandemi
Covid-19 dan Fenomena kedua adalah ialah laporan
keuangan selama pandemi Covid-19.
44

3.5.2 Definisi Operasional Variabel


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel tunggal yaitu laporan keuangan. Dari
laporan keuangan tersebut akan dihitung perolehan
laba dengan PPN nilai kontrak yaitu sebagai berikut:
1. Mencari total laba bruto perbulan. Laba bruto
perbulan ialah harga kontrak dibagi dengan
jumlah bulan.
2. Mencari jumlah Dasar Pengenaan Pajak (DPP +
PPN Keluaran). DPP adalah nilai berupa uang
yang dijadikan sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang sedangkan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ialah pajak
yang dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha
atau perusahaan yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun,
beban PPN tersebut ditanggung oleh konsumen
terakhir. PPN Keluaran sebesar 11% atas barang
atau jasa yang telah diberikan. Total
pendapatan bruto perbulan dibagi dengan DPP
+ PPN.
3. Mencari jumlah PPN Keluaran. Jumlah DPP
dikali dengan tarif PPN. Kemudian Mencari
jumlah pendapatan netto. Total pendapatan
bruto perbulan dikurang dengan jumlah PPN
Keluaran.
4. Menganalisis perbandingan antara periode
tahun sebelum pandemi covid-19 dengan
periode tahun selama pandemi covid-19.
45

3.6 Teknik Analisis Data


Metode analisis dependen yaitu saat satu set data
dihadapkan pada tujuan penelitian menguji hubungan
antara variabel independen (skala non metrik dengan
dua kategori) dengan variabel dependen (skala metrik
dan bersifat kontinyu) maka teknik analisis yang cocok
untuk kondisi seperti ini adalah uji beda t-test. Adapun
uji beda t-test dilakukan pada dua kelompok kategori
dengan dua kondisi :
1. Dua kelompok sampel indepeden - dua
kelompok berbeda (Independent Sample t-test).
2. Dua kelompok sampel berpasangan (paired
sample t-test).
Penelitian ini, data yang digunakan adalah
kelompok sampel berpasangan sehingga yang cocok
digunakan adalah paired sample t-test. Uji Paired
Sample t-test memiliki syarat yaitu data yang dimiliki
oleh subyek adalah data interval atau rasio. Kedua
kelompok data berpasangan berdistribusi normal. Oleh
karena itu, sebelum melakukan uji paired sample t-test
dilakukan terlebih dahulu Uji Normalitas.

3.6.1 Uji Normalitas


Uji normalitas yaitu untuk menguji apakah dalam
model, variabel pengganggu ataupun residual
mempunyai distribusi normal. Bahwa uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residu mengikuti
distribusi normal. Jika hipotesis ini tidak terpenuhi,
46

hasil uji statistik menjadi tidak valid khususnya untuk


ukuran sampel kecil.
Terdapat dua cara mendeteksi apakah residual
memiliki distribusi normal atau tidaknya yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik
merupakan cara termudah tetapi bisa menyesatkan
khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Untuk
menentukan apakah data sudah terdistribusi normal
atau tidak:
1. Jika nilai probabilitas > nilai signifikan 0,05 maka
data berdistribusi normal.
2. Jika nilai probabilitas < nilai signifkan 0,05 maka
data tidak berdistribusi normal.

3.6.2 Uji Hipotesis


Pengujian dilakukan dengan menggunakan
signifikan 0.05 (α=5%) antar variabel independen
dengan variabel dependen. Dasar pengambilan
putusan untuk menerima atau menolak Ho pada uji ini
adalah sebagai berikut.
1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ho diterima
atau Ha ditolak.
2. Jika nilai signifikan < 0.05 maka Ho ditolak atau
Ha diterima.

Anda mungkin juga menyukai