Oleh :
Youmita Prayitno
201910315097
BEKASI
2022
1
2
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam era global ini telah membawa perubahan ekonomi menjadi lebih cepat di
berbagai dunia yang tidak terbatas ini. Berbagai perusahaan menghadapi masalah khusunya
dengan bedanya biaya pajak. Bedanya biaya pajak, perusahaan multinasional melakukan
pilihan untuk melakukan harga transfer. Harga transfer yang memicu beberapa problem
terkait pajak, kompetisi usaha tidak sehat, dan masalah administrasi intern.
Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa “pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat”.
Para professional juga menyadari bahwa penetapan harga transfer menjadi problem
perusahaan, tetapi juga berpotensi untuk dimanfaatnya dalam memperoleh keuntungan yang
tinggi meskipun hal ini dikatakan menyalahgunakan peraturan. Harga transfer lazim
dilakukan pada afiliasi perusahaan yang berbeda negara dengan adanya perbedaan tarif
pajak sebagai upaya meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan perbedaan tarif pajak di
negara tempat perusahaan yang berafiliasi maka dapat membuka peluang bagi perusahaan
menerapkan strategi dalam perencanaan pajak yakni menekan biaya pajak untuk
meningkatkan keuntungan. Strategi yang lazim dilakukan yaitu pemilihan Negara dengan
tarif pajak rendah untuk mendirikan anak perusahaan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, tren sengketa pajak terkait transfer pricing semakin
meningkat segaimana diungkapkan dalam MAP Statistics 2020 yang diterbitkan oleh
OECD, peningkatkan jumlah kasus sengketa transfer pricing adalah 11% pada tahun 2019,
dan pada tahun 2020 meski dalam keadaan pendemi, jumlah kasus baru masih tetap sangat
tinggi, terdapat sebanyak 2508 kasus melakukan transfer pricing baru pada tahun 2020.
Pajak memegang kontribusi yang sangat vital untuk kehidupan berbangsa,
terutama dalam melakukan pembangunan, oleh karena itu perpajakan adalah sumber
penerimaan nasional dan dapat menyediakan dana untuk berbagai bentuk pengeluaran
(Rosa, Andini, & Raharjo, 2017).
3
4
Peneriman pajak di Indonesia pengalami penurun pada tahun 2020 dari tahun 2019.
Pada tahun 2020 penerimaan pajak di Indonesia sebesar 925,34 triliun dengan rasio pajak
sebesar 7,9%, dalam hal ini penerimaan pajak menalami penurunan karena adanya pandemi
di Indonesia.
Penerimaan pajak ini untuk membiayai penyelengaraan negara, sedangkan wajib pajak
terutama perusahaan akan berusaha memperoleh laba semaksimal mungkin dengan
mengelola beban pajaknya seminimum mungkin. Karena perusahaan berpendapat
sebenarnya pajak adalah tanggungan biaya dan akan menurunkan pendapatan atau
keuntungan perusahaan yang seharusnya dapat dibagikan kepada pihak yang
berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Perbedaan kepentingan tersebut yang
menyebabkan ketidakpatuhan wajib pajak badan atau pihak manajemen hendak
melaksanakan upaya penghindaran pajak yang berupa harga transfer.
Menurut Saraswati dan Sujana (2017), dimana kesepakatan harga transfer dilaksanakan
oleh dua perusahaan afiliasi di negara berbeda untuk mengalihkan kekayaan perusahaan
yang berada di dalam negeri Indonesia. Tujuan utamanya adalah efisiensi pajak di Indonesia
sebelum pajak perusahaan tersebut harus dibayarkan. Kajian literatur juga turut mendukung
bahwa pajak menjadi alasan dilakukannya transfer pricing oleh perusahaan (Mispiyanti,
2015; Noviastika et al, 2016). Temuan tersebut mempertegas tarif pajak yang dapat
teridentifikasi dari effective tax rate menjadi indikator yang tepat dan baik bagi perusahaan.
Pada kenyataanya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat, banyak perusahaan
multinasional yang menaikkan harga transfer, terutama dengan menanamkan modalnya di
cabang perusahaan asing dimana wajib pajak bergerak di bidang manufaktur yang
mempunyai hubungan khusus dengan perusahaan induk di luar negeri, sekarang dapat
mengoperasikannya. Perbedaan tarif pajak sering menjadi dasar dan alasan perusahaan
multinasional untuk berkembang, sehingga kemungkinan penerapat strategi harga transfer
semakin besar untuk diimplementasikan, yakni mmelakukan harga tranfer dengan
menargetkan perusahaan di negara bertarif pajak rendah sebagai Langkah yang tepan
mengurangi beban pajak sehingga laba bersih dapat optimal (Kurniawan, 2015). Awalnya,
praktik penetapan harga transfer diterapkan hanya untuk perusahaan untuk menilai kinerja
antara anggota perusahaan dan departemen. Seiring waktu, beberapa perusahaan
multinasional menggunakan harga transfer hendak memperkecil besaran pajak yang
dibayarkan. Karena biaya pajak yang meningkat, perusahaan menerapkan perpajakan harga
transfer untuk mengurangi beban pajak mereka. Tax adalah salah satu aspek yang melandasi
4
5
ketetapan atas ketentuan harga transfer. Menurut Direktorat Jenderal Pajak bahwa harga
transfer paling berpengaruh atas pendapatan pajak.
Berdasarkan peristiwa penghindaran pajak, untuk dapat memaksimalkan keuntungan,
banyak perusahaan yang melakukan kegiatan penghindaran pajak dalam rangka mengurangi
pembayaran pajak yang dapat menimbulkan kerugian nasional yang disebabkan oleh
penerimaan perpajakan berkurang, sehingga dapat menghambat pembelajaan Negara untuk
peningkatan ekonomi nasional serta guna memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan multinasional telah memanfaatkan
transfer pricing sebagai upaya perencanaan pajak perusahaan untuk menghindari pajak
dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan.
Dengan begitu pajak merupakan salah satu pendapatan negara. Akan tetapi, bagi pelaku
bisnis pajak dianggap sebagai beban investasi. Oleh karena itu, sudah menjadi hal yang
wajar apabila perusahaan berusaha untuk menghindari beban pajak. Tindakan manajemen
yang direncanakan untuk memperkecil pembayaran pajak perusahaan melalui kegiatan
agresivitas pajak menjadi hal umum dikalangan perusahaan di seluruh dunia (Lanis dan
Richardson, 2013).
Namun pada prakteknya transfer pricing menjadi salah satu upaya perencanaan pajak
perusahaan dengan tujuan untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar
denganmerekayasa harga transfer antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa.
Semakin besar pajak yang ditanggung perusahaan, maka akan semakin terpicu perusahaan
tersebut untuk menerapkan transfer pricing dalam rangka menekan jumlah beban pajak
tersebut (Yuniasi, Rasmini dan Wirakusuma, 2012). Praktek ini dikenal dengan
penghindaran pajak dengan memperbesar harga beli dan memperkecil harga jual antar
perusahaan dalam satu grup dan mentransfer laba kepada perusahaan yang beroperasi di
negara yang menerapkan tarif pajak rendah (Sekhar, 2016). Penerapan transfer pricing
dalam rangka penghindaran pajak meinmbulkan permasalahan bagi otoritas pajak dalam
upayanya memaksimalkan penerimaan negara dari sektor pajak yang merupakan salah satu
sumber APBN. Menurut Direktur Eksekutif Center For Indonesian Taxation, Justinus
Prabowo, Indonesia berpotensi kehilangan penerimaan pajak sampai lebih dari Rp 1.300
triliun setiap satunnya beserta kerugian lainnya sehubungan dengan hilangkan potensi
penghasilan suatu negara (Sarimah, 2010).
Selain itu faktor perpajakan, faktor lain yang mempengaruhi perusahaan multinasional
melakukan transfer pricing adalah kepemilikan asing. Kepemilikan saham asing merupakan
5
6
proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah
serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri (Anggraini, 2011 dalam Kriswanto dan
Purwaningsih, 2014). Banyak perusahaan di Asia termasuk Indonesia memiliki struktur
kepemilikan yang terkonsentrasi. Dalam perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi,
pemegang saham pengendali memiliki lebih banyak pengaruh terhadap perusahaan seperti
akses informasi, pengawasan dan pengendalian terhadap aktivitas bisnis perusahaan
(Dynaty dkk, 2011). Pemegang saham pengendali adalah entitas yang meiliki saham sebesar
20% atau lebih secara langsung maupun tidak langsung sehingga entitas dianggap memiliki
pengaruh signifikan dalam mengendalikan perusahaan (Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 15, 2015). Maka dari itu, semakin besar kepemilikan saham asing, maka
kendali atas pengelolaan perusahaan semakin besar. Dan dengan kendali yang dimiliki,
pemegang saham dapat menguntungkan dirinya sendiri dengan memanfaatkan perusahaan
yang dikendalikannya. Praktek tersebut dinamakan ekpropriasi, dan salah satu caranya
adalahnya dengan memanfaatkan transfer pricing untuk menjual produk dari perusahaan
yang dikendalikan kepada perusahaan pribadinya dengan harga di bawah harga pasar (Sari,
2011 dalam Kiswanto dan Purwaningsih, 2014).
Peluang investasi dalam penentuan nilai perusahaan dipengaruhi oleh konservatisme
akuntansi, yang merupakan suatu prinsip upaya perusahaan mencegah pengguna laporan
keuangan didalam menyajikan laba dan aktiva over state (Saleh, Tjben, & Tumpal JR.
Stinjak, 2012)
Agresivitas pajak didefinisikan sebagai rencana atau pengaturan yang diberlakukan
dengan tujuan utama menghindari pajak dimana tidak mengikuti hukum yang berlaku
(Braithwaite, 2005). Dengan begitu pendapatan yang diperoleh perusahaan dapat
bertambah, tetapi tindakan agresivitas pajak yang dilakukan perusahaan dapat menurunkan
pendapat pajak yang diterima perintah.
Agresivitas pajak merupakan tindakan yang ditujukan untuk meminimalkan beban
pajak dengan cara menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak secara legal (tax
avoidance) maupun ilegal (tax evasion) (Frank et al., 2009;Taylor & Richardson, 2013).
Strategi agresivitas pajak tidak selalu diinginkan pemegang saham. Agresivitas pajak
dipandang dapat menurunkan nilai perusahaan dengan adanya risiko deteksi serta
peningkatan biaya akibat agresivitas pajak seperti biaya pengawasan, perencanaan pajak,
kehilangan reputasi dan potensi hukum (Chen et al., 2014; Desai & Dharmapala, 2009;
Wang, 2010).
6
7
7
8
8
9
1 Pada pajak penelitian ini hanya diproksikan menggunakan effective tax rate (ETR),
kontrak liabilitas (debt covenant) hanya di proksikan menggunakan debt to equity ratio,
variabel rofitabilias hanya diproksikan menggunakan return on assets (ROA).
2. Sampel peneliti dibatasi pada subsektor Otomotif & Komponen periode 2015-2020.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini disusun dalam lima bab sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah dan sistematika penelitian.
Bab ini berisi tinjauan Pustaka yang relevan dengan maslah yang diteliti yaitu
transfer pricing, agresivitas pajak dan konservatisme akuntansi, penelitian
terdahulu, kerangka penelitian, dan hipotesis penelitian.
Bab ini terdiri dari desain penelitian, tahapan penelitian, operasional variable,
waktu dan tempat penelitian, metode pengambilan sampel, dan metode analisis
data.
Bab ini berisi tentang deskripsi hasil penelitian, analisis penelitian, dan
pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan di
implikasikan manajerial.
9
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
11
Transfer pricing merupakan harga yang terjadi pada suatu produk atau jasa sebagai akibat
dari transfer yang terjadi antar divisi dalam suatu perusahaan yang mempunyai hubungan
terkait (Nurjanah et al.,2016). Menurut Plasschaet, definisi transfer pricing adalah suatu
rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba, membuat
seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara. Rekayasa tersebut
bisa memanfaatkan tarif pajak di suatu negara dengan menggeser laba tersebut ke tarif pajak
yang paling rendah (Gunadi, 1994: 9 dalam Yuniasih dkk, 2011). Transfer pricing biasanya
ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product) yang merupakan barang-
barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual kepada divisi pembeli. Suandy
(2011:76-77) mengemukanan bahwa kebijakan penerapan transfer pricing di kalangan
perusahaan multinasional diantaranya untuk memaksimalkan penghasilan global dan
mengurangi beban pajak penghasilan badan (PPh 25) dan bea masuk dan beberapa tujuan
lainnya. Motivasi pajak atas penerapan transfer pricing dilakukan utnuk sedapat mungkin
meminimalkan beban pajak perusahaan dengan menggeser penghasilan yang diperoleh ke
negara dengan tarif pajak yang rendah. Pembebanan pajak yang tinggi membuat perusahaan
menggunakan transfer pricing untuk menghindari membayar pajak (Refgia, 2017). Pasal 1
ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ./2010 yang diubah terakhir
dengan PER-32/PJ./2011, mendefinisikan penentuan harga transfer (transfer pricing)
sebagai “penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa” (Desriana, 2012). Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008, hubungan istimewa
dianggap ada apabila (Barata, 2011: 147-148):
1) Wajib pajak memepunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah
25% pada wajib pajak lainnya; hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling
rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua wajib pajak
atau lebih yang disebut terakhir.
2) Wajib pajak yang menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak berada
di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
3) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus
dan/atau ke samping satu derajad. Terdapat perbedaan definisi pihak-pihak berelasi atau
pihak mempunyai hubungan istimewa yang diatur dalam regulasi perpajakan dengan
definisi yang diatur dalam PSAK No. 7 (revisi 2010) tentang Pengungkapan Pihak-
Pihak Berelasi . Pada paragraf 9 dari PSAK No. 7 (revisi 2010) ini pihak-pihak berelasi
didefinisikan sebagai: “Orang atau entitas yang terkait dengan entitas tertentu dalam
11
12
12
13
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan karena adanya asimetri informasi yang
memfasilitasi manajer untuk melakukan kecurangan atau menimbulkan moral hazarddan
potensi peningkatan biaya serta risiko (seperti inspeksi atau penyelidikan oleh otoritas
pajak) yang cukup tinggi.
Risiko deteksi serta peningkatan biaya karena agresivitas pajak seperti biaya
pengawasan, perencanaan pajak, kehilangan reputasi dan potensi hukum (Chen et al., 2014;
Desai & Dharmapala, 2009; Wang, 2010) menyebabkan agresivitas pajak perusahaan
tidak selalu diinginkan atau didukung oleh para pemegang saham. Agresivitas pajak
dipandang dapat menurunkan reputasi perusahaan yang berdampak terhadap nilai
perusahaan. Kondisi ini terdukung apabila perusahaan menerapkan tata kelola perusahaan
yang lemah. Implementasi tata kelola perusahaan yang lemah meningkatkan peluang
oportunistik manajer melakukan agresivitas pajak. Agresivitas pajak dapat dilakukan
karena manajemen lebih menguasai data perusahaan dibanding pihak pemegang
saham, sehingga mereka dapat memilah informasi yang dapat dilaporkan dalam
perhitungan pajak. Tindakan mengaburkan informasi dari pemegang saham ini dapat
menimbulkan asimetri informasi (Chen et al.,2014). Untuk mengatasi ancaman konflik
keagenan tersebut dibutuhkan transparansi sebagai salah satu prinsip tata kelola
perusahaan (Chen et al., 2014). Transparansi adalah keterbukaan dan ketersediaan
informasi bagi pihak di luar perusahaan.Transparansi dapat mengurangi kekhawatiran
pemegang saham terhadap konflik keagenan yang terjadi dalam perusahaan saat
memutuskan implementasi strategi agresivitas pajak. Transparansi memfasilitasi pemegang
saham maupun pihak diluar perusahaan untuk memantau kinerja manajer dan
perusahaan,sehingga dapat memberikan sinyal positif yang berujung pada peningkatan nilai
perusahaan.
2.4 Konservatisme Akuntansi
Konservatisme adalah reaksi yang cenderung mengarah pada sikap kehati-hatian atau
disebutreaksi bijaksana dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat dalam perusahaan
dan melingkupi aktivitas bisnis dan ekonomi untuk memastikan bahwa ketidak pastian dan
risiko bawaan yang menjadi ancaman dalam lingkungan bisnis sudah cukup
dipertimbangkan (Oktomegah, 2012). Konservatisme merupakan salah satu prinsip yang
digunakan dalam akuntansi. Akuntansi konservatif merupakan sikap yang diambil oleh
akuntan dalam menghadapi dua atau lebih alternatif dalam penyusunan laporan keuangan.
Apabila lebih dari satu alternatif tersedia maka sikap konservatif ini cenderung memilih
alternatif yang tidak akan membuat aktiva dan pendapatan terlalu besar. Jika dikaitkan
13
14
dengan penghindaran pajak Komitmen pihak internal perusahaan dan manajemen untuk
menginformasikan laporan keuangan yang transparan akurat dan tidak menyesatkan adalah
faktor yang menentukan tingkat konservatisme akuntansi di pelaporan keuangan perusahaan
(Baharudin dan Wijayanti, 2011).
Hal inilah yang menyebabkan prinsip konservatisme yang diterapkan perusahaan secara
tidak langsung akan mempengaruhi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan, dimana
laporan keuangan yang disusun tersebut nantinya akan dijadikan dasar pengambilan
keputusan bagi manajemen dalam mengambil kebijakan terkait dengan perusahaan.
Kebijakan terkait perusahaan dalam hal ini tentunya termasuk juga dalam hal perpajakan,
khususnya terkait dengan tax avoidance karena tax avoidance yang dilakukan oleh
perusahaan biasanya dilakukan melalui kebijakan yang diambil oleh pemimpin perusahaan
dan bukanlah tanpa sengaja (Budiman dan Setyono, 2012). Namun menurut penelitian
Tresno dkk. (2012) dengan adanya Peraturan Pemerintah maka kecenderungan untuk
melakukan penghindaran pajak akan semakin sempit meskipun perusahaan memilih metode
akuntansi yang konservatif. Sehingga diduga, Perusahaan yang menerapkan konservatisme
akuntansi akan mendapatkan tingat keagresifitasan pajak yang rendah.
Lin, Wu, Fang, & Wun (2014) dalam Rusydi et al., (2016)
menyatakanbahwaperusahaan-perusahaan yang lebih pemberitahuan dalam pelaporan
keuangannya, cenderungtidakamemiliki probabilitas dalam kegiatan laba. Watts (2003)lam
Rusydi dkk. (2016)juga menyatakan bahwa praktik akuntansi akuntansi oleh manajer
dilakukandengan mengecilkan terus menerus aktiva bersih serta dengan pilihan
pendapatsebuah dari periodedengan tingkat pajak marginal yang tinggi untuk periode
dengan tingkat pajak marginal yangrendah. seperti itu terjadi karena konservatisme
menganut prinsippengakuan rekor pengakuan serta pengakuan biaysebuah. Hal ini
membuatlaporan keuangan yang disajikan menjadi bias karena tidak mencerminkan
kondisaya keuanganyang sebenarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi konservatisme
diantaranya adalah tingkathutang dan tingkat kesulitan keuangan perusahaan (Augustine,
2016). Prinsip konservatisme yang diterapkan perusahaan secara tidak langsung
akanmempengaruhi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan, dimana laporan
keuangan yangdisusun tersebut nantinya akan dijadikan dasar pengambilan keputusan bagi
manajemen dalsayamengambil kebijakan terkait dengan perusahaan (Sari et al., 2016).
2.5 Kinerja saham
Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling populer. Pada
sisi yang lain, saham merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor,
14
15
karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Investasi saham dapat
dilakukan dalam jangka pendek atau panjang sesuai keinginan investor. Biasanya investor
yang memilih untuk melakukan investasi jangka pendek adalah trader. Sedangkan investor
yang melakukan investasi jangka panjang umumnya membeli saham untuk disimpan dalam
kurun waktu paling tidak satu tahun. Para investor jangka panjang ini mengharapkan
perusahaan akan terus berkembang sehingga mereka mendapat keuntungan yang
memuaskan dari investasi. Baik investor yang memilih untuk melakukan investasi dalam
jangka pendek atau pun dalam jangka panjang, harus dapat menilai kinerja saham
perusahaan yang akan dibeli agar mendapat keuntungan yang memuaskan dari investasi.
Kinerja saham merupakan bagian dari penilaian kinerjaperusahaan dengan menggunakan
nilai saham yang beredar di pasar modal. Kinerja sebuah perusahaan dapat dinilai dari
return saham yang diperolehnya dalam suatu periode tertentu. Selain menilai kinerja
perusahaan, return saham juga dapat digunakan oleh para investor untuk menilai kinerja
saham, sebelum akhirnya menetapkan pilihan untuk membeli saham atau tidak. (Arisa Dwi,
Dwi Kartikasari, 2016).
Sistem pemberian kompensasi bonus, memberikan pengaruh terhadap kinerja manajemen.
Kane, et al. (2005) dengan menggunakan mekanisme bonus dalam teori keagenan,
menjelaskan bahwa kepemilikan manajemen di bawah 5% terdapat keinginan dari manajer
untuk melakukan manajemen laba agar mendapatkan bonus yang besar. Kepemilikan
manajemen 25%, karena manajemen mempunyai kepemilikan yang cukup besar dengan hak
pengendalian perusahaan, maka asimetris informasi menjadi berkurang. Jika manajemen
melakukan pengelolaan laba secara oportunis, maka informasi laba tersebut dapat
menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang salah bagi investor. Sehingga perlu
diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengelolaan laba yang dilakukan
perusahaan (Pujianingsih, 2011). Menurut Suryatiningsih, et al. (2009) skema bonus direksi
adalah komponen penghitungan besarnya jumlah bonus yang diberikan oleh pemilik
perusahaan atau para pemegang saham melalui RUPS kepada anggota direksi yang
dianggap mempunyai kinerja baik setipa tahun serta apabila perusahaan memperoleh laba.
Skema bonus direksi dapat diartikan sebagai pemberian imbalan diluar gaji kepada direksi
perusahaan atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi kerja direki itu sendiri.
Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang
telah ditentukan perusahaan secara objektif. Mengingat bahwa mekanisme bonus
berdasarkan pada besarnya laba, yang merupakan cara paling populer dalam memberikan
penghargaan kepada direksi / manajer, maka adalah logis bila direksi yang remunerasinya
15
16
didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan
peneriman bonus dan remunerasinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mekanisme bonus
merupakan salah satu strategi atau motif perhitungan dalam akuntansi yang tujuannya
adalah untuk memberikan penghargaan kepada direksi atau manajemen dengan melihat laba
perusahaan secara keseluruhan. Karena sebagai akibat dari adanya praktik transfer pricing
maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kerugian pada salah satu divisi atau sub unit.
Merujuk kepada pendapat Hartanti (2014), yang menyebutkan bahwa kompensasi bonus
dilihat berdasarkan tim bervariasi di berbagai divisi dalam satu organisasi. Sebagai tim
perusahaan maka harus bersedia untuk saling membantu. Jadi bonus direksi tidak
didasarkan pada laba subunit namun berdasarkan pada kebaikan dan laba perusahaan secara
keseluruhan.
2.6 PENELITIAN TERDAHULU
16
17
menjelaskan
bahwa ukuran
perusahaan tidak
mempengaruhi
terjadinya praktik
transfer pricing.
4. Michelle Hanlon dan joel Variabel Rata-rata, harga
Slemrod, Apa Sinyal independen: saham
agresivitas Pajak? Bukti Agresivitas Pajak perusahaan
reaksi Harga Saham terhadap (X2) berpengaruh
berita keterlibatan Tax Shelter Variabel dependen: negatif karena
(2009) Kinerja Saham (Y) harga saham
perusahaan turun
ketika berita
tentang
keterlibatan di
tempat
penampungan
pajak.
5. Farah Margaretha Leon dan Variabel Konservatisme
Sony Hendrawan, pengaruh Independen: akuntansi
Konservatisme Akuntansi Konservatisme memiliki
Terhadap Kinerja Keuangan Akuntansi (X3) pengaruh yang
Industri Pada Sektor Variabel Dependen: signifikan
Keuangan Yang Terdaftar di Kinerja Saham (Y) terhadap laba per
Bursa Efek Indonesia (2016) saham (EPS) dan
harga pasar
perusahaan yang
sah di sektor
keuangan.
6. Kezia Octaviani dan Sugi Variabel Konservatisme
Suhartono, Peran Kualitas Independen: Akuntansi
Laba Dalam Memediasi Konservatisme berpengaruh
Pengaruh Konservatisme tidak terbukti
17
18
18
19
Transfer Pricing
(X1)
H1
Konservatisme
H3 Akuntansi
(X3)
19
20
Transfer pricing didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam
pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division)
dan biaya divisi pembeli (buying division). Transfer pricing sering juga disebut dengan
intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau internal pricing yang
merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas
transfer barang dan jasa antar anggota (grup perusahaan). Tujuan transfer pricing adalah
untuk mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-
divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama
lain. Selain tujuan tersebut, transfer pricing juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja
divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-
keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Kekurang-wajaran dari harga transfer (non arm's length price) yang ditimbulkan dengan
adanya praktek transfer pricing dapat terjadi atas: harga penjualan; harga pembelian;
alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost); pembebanan bunga atas
pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan); pembayaran komisi,
lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik
dan imbalan atas jasa lain; pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik)
atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar;
penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai
substansi usaha.
Lembaga pemerintah menganggap bahwa pemerintah berjalan dengan baik, maka ada
kecendrungan masyarakat untuk mematuhi kewajiban perpajakannya (Bird et al., 2014).
Pentingnya mengetahui faktor permintaan yang mempengaruhi rasio pajak dapat
mendorong pemerintah untuk meningkatkan kinerja Lembaga pemerintah untuk
mewakili aspirasi masyarakat lebih baik sehingga masyarakat dapat lebih baik
memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun hasil penelitian menunjukkan masih ada
ancaman dan kekerasan yang membelenggu pers dan membungkam kebebasan
berekpresi di masyarakat dan buruknya kinerja Lembaga perwakilan menyebabkan
suara masyarakat masih belum mampu mempengaruhi penyelenggaraan pemerintah
20
21
Para direksi dalam menjalankan tugasnya cenderung ingin menunjukkan kinerja yang
baik kepada pemilik perusahaan atau pemegang saham dalam menilai kinerja para
direksi biasanya melihat laba perusahaan secara keseluruhan yang menghasilkan atas
kinerja direksi. Jika semakin besar laba perusahaan yang dihasilkan maka pemilik
perusahaan akan memberikan penghargaan kepada direksi yang telah mengelola
perusahaan dengan baik. Jika pemilik saham mayoritas mempunyai kepemilikan yang
besar, dengan kata lain mereka telah menanamkan modal yang juga besar ke dalam
perusahaan tersebut. Maka otomatis mereka juga menginginkan pengembalian atau
dividen yang besar pula. Untuk itu ketika dividen yang dibagikan perusahaan tersebut
harus dibagi dengan pemilik saham minoritas, maka pemilik saham mayoritas lebih
memilih untuk melakukan transfer pricing dengan cara mentransfer kekayaan
perusahaan untuk kepentinganya sendiri dari pada membagi dividennya kepada pemilik
saham minoritas. Oleh sebab itu, semakin besar kepemilikan pemegang saham maka
akan semakin memicu terjadinya praktik transfer pricing (Hartati et al., 2015).
Perusahaan yyang besar memiliki standar kinerja yang tinggi. Transfer pricing
dilakukan untuk mengelola laba agar kredibilitas perusahaan tetap terjaga dimata
pemegang saham dan kreditur. (Nurjanah et al., 2016) dan Prasetyo (2011) menemukan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak, salah satunya
adalah transfer pricing. (Nurwati et al., 2021) mengatakan ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap transfer pricing.
21
22
22
23
positif dari manajemen kepada investor bahwa manajemen telah bertindak konservatif
untuk mencegah tindakan membersar-besarkan asset dan pendapatan perusahaan. Sinyal
positif bagi investor menjadi pertimbangan untuk berinvestasi sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin melalui naiknya harga saham..
Penelitian Zulfiara dan Ismanto (2019) menyatakan konservatisme akuntansi.
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan karena konservatisme akuntansi
menghasilkan laporan keuangan yang lebih berkualitas dan tidak overstated sehingga
investor menilai perusahaan memiliki nilai yang tinggi.Penelitian Rizkiadi dan Vinola
Herawaty (2020); Meilany dan Wahyu Nurul Hidayati (2020); Laila dan Delori Nancy
Meyla (2020) menunjukkan bahwa konservatisme akuntansi (prudence) berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan.
Konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam
sistem akuntansi perusahaan yang dapat membantu board of directors dalam
mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya
(Watts, 2003, 2006 dalam Ahmed dan Duellman, 2007). Ahmed dan Duellman (2007)
menyatakan bahwa board of directors yang kuat akan mensyaratkan konservatisme
yang lebih tinggi sehingga dapat membantunya dalam mengurangi biaya agensi yang
timbul karena adanya informasi yang asimetris antara manajer dengan pihak lain.
Sedangkan Ball (2001) yang menyatakan bahwa konservatisme akan memfasilitasi
implementasi governance melalui perannya sebagai fungsi monitoring terhadap
kebijakan investasi perusahaan. Dengan mensyaratkan pengakuan yang lebih cepat atas
ekspektasi kerugian, konservatisme membantu manajer untuk mengidentifikasikan
proyek yang memiliki NPV negatif atau investasi yang memiliki kinerja buruk.
Konservatisme juga akan membatasi kerugian yang mungkin muncul dari keputusan
investasi yang berkinerja buruk dan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan
(Ahmed dan Duellman, 2007). Sana’a (2016) menyatakan bahwa terdapat pengaruh
positif konservatisme akuntansi terhadap harga pasar saham. Satria dan hasafa (2016)
menemukan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap harga saham dan
thya (2014) menemukan bahwa perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
harga pasar saham. Pengaruh signifikan positif berarti kebijakan konservatisme
akuntansi digunakan untuk meningkatkan harga pasar saham. (MC) konservatisme
merupakan salah satu karakteristik penting dari laporan keuangan berkualitas tinggi
informasi yang diberikan oleh laporan keuangan dapat meminimalkan risiko asimetri
23
24
24
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Desain deskriptif melalui pendekatan kuantitatif diaplikasikan dalam penelitian ini. Analisis
statistik deskriptif secara konsep untuk memmberikan gambaran atas data penelitian, sedangkan
penelitian kuantitatif diartikan sebagai penelitian untuk mengharapkan hasil melalui serangkaian
tahapan statistik atau metode kuantifikasi lainnya (Sujarweni, 2018). Data sekunder dipilih
sebagai keperluan penelitian, ini didapatkan dari data catatan yang terdokumentasi dari laporan
keuangan yang disediakan oleh pihak terkait dan keberadaan peneliti hanya sebagai pengguna
data sebagai keperluan riset saja. Peneliti memanfaatkan data dari pihak lain (perusahaan) untuk
menyelesaikan penelitian. Alat analisis serta pengujian yang digunakan uji regresi logistik, ini
didasarkan atas berbagai pertimbangan seperti penggunaan tiga variabel prediktor (Transfer
Pricing, Agresivitas Paja, Konservatisme Akuntansi) dan penggunaan skala dummy pada satu
variabel dependen (Kinerja Saham).
Tahap penelitian ini memberikan gambaran umum tentang orang yang menyiapkan laporan dari
perencanaan hingga persiapan. Tahapan tersebut adalah:
1. Perumusan masalah, perumusan masalah yang digunakan yaitu dengan cara mengidentifikasi
masalah yang akan diteliti dan dibeeri batasan pada masalah yang hendak diteliti. Rumusan
masalah umumnya berbentuk pada kalimat pertanyaan.
2. Dalam menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan peneliti menggunakan berbagai
teori. Teori tersebut didapat dengan cara mencari kajian literature yang sesuai dengan
rumusan masalah.
3. Perumusan hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah dalam penelitian
yang telah dijawab berdasarkan teori-teori yang didapatkan.
4. Peneliti mengumpulkan data yang digunakan untuk mendapatkan kebenaran atas hipotesis
yang telah dibuat. Dalam melakukan pengumpulan data dilakukan dengan populasi yang
telah ditentukan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu melakukan
uji validitas dan reabilitas agar dapat dipercaya.
25
26
5. Data yang telah didapat kemudian dianalisis. Untuk menjawab rumusan masalah dan
hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya maka dilakukan analisis. Hasil analisis tersebut
kemudian diberi pembahasannya.
6. Hasil pembahasan tersebut kemudian diberikan kesimpulan sesuai dengan rumusan maslah
yang telah ditetapkan sebelumnya. Peneliti juga harus memberikan saran atas kesimpulan
tersebut.
1. Variabel Dependen
Variabel terkait yaitu kinerja saham Kinerja saham merupakan bagian dari penilaian
kinerja perusahaan dengan menggunakan nilai saham yang beredar di pasar modal.
MVE+ D
TQ=
BVE + D
Dimana:
TQ = Nilai Perusahaan
MVE = Nilai Pasar Ekuitas (Market Value of Equity), merupakan perkalian antara nilai
pasar saham diakhiri periode dengan jumlah saham yang beredar diakhir periode.
BE = Nilai Buku Ekuitas (Book Value of Equity), merupakan selisih antara total asset
perusahaan dengan total kewajiban.
D = Nilai buku dari total utang perusahaan diakhiri periode
2. Variabel Independen
a. Transfer Pricing (X1)
Transfer Pricing Transfer pricing adalah harga yang terjadi pada suatu produk atau
jasa sebagai akibat dari transfer yang terjadi antar divisi dalam suatu perusahaan
yang mempunyai hubungan terkait (Nurjanah et al., 2016).
RPsales + RPTexpense
TP =
Equity
b. Agresivitas Pajak
Agresivitas pajak adalah upaya mengurangi jumlah pembayaran pajak melalui
kegiatan perencanaan pajak secara legaldan ilegal. Pengukuran agresivitas pajak
pada penelitian ini menggunakan long run cash effective tax rate(LCETR)
karena dapat menggambarkan kondisi pajak efektif yang lebih mendekati biaya
26
27
∑ −2 pretax income
t
Keterangan :
LCETRi,t-2 = long run cash effective tax rate perusahaan I pada tahun t sampai t-2
n
secara kas pada tahun t sampai tahun t-2 (ada pada laporan
arus kas perusahaan)
n
27
28
∑ −2 pretax income
t
28
29
DAFTAR PUSTAKA
Rosa, Ria., Rita Andini., Kharis Raharjo. 2017. Pengaruh Pajak, Tunneling Insentive,
Mekanisme Bonus, Debt Covenant dan Good Corporate Gorvernance (GCG) Terhadap
Transaksi Transfer Pricing (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2013-2015). Universitas Pandanaran Semarang.
Saraswati dan Sujana. (2017). Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, dan Tunneling incentive
pada indikasi melakukan Transfer Pricing. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana,
Vol 19.2. Mei(2017): 1000-1029.
Andreas, H. H., Ekonomika, F., Kristen, U., Wacana, S., Ekonomika, F., Kristen, U., &
Wacana, S. (2017). Konservatisme Akuntansi Di Indonesia, 20(1), 1– 22.
Barata, Atep Adya, 2011, Panduan Lengkap Pajak Penghasilan, Visimedia, Jakarta.
Andreas, H. H., Ardeni, A., & Nugroho, P. I. (2017). Konservatisme Akuntansi di Indonesia
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 20(1), 1-23.
Yuniasih, N. W., N. K. Rasmini, dan M. G. Wirakusuma. 2012. Pengaruh pajak dan tunneling
incentive pada keputusan transfer pricing perusahaan Manufaktur yang listing di bursa
efek indonesia. Simposium Nasional Akuntansi 15.
Lanis,R. and G. Richardson. 2013. “Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness: a
test of legitimacy theory” . Accounting Auditing and Accountability Journal, Vol. 26
No 1, pp.75-100.
Mispiyanti. (2015). Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive Dan Mekanisme Bonus Terhadap
Keputusan Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi dan Investasi, Volume 16, hlm. 62-73.
Jensen , M., & Meckling, W. (1976). Theory Of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs
and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3.
Arisa Dwi, Dwi Kartikasari. (2016). Analisis Perbandingan Kinerja Saham Perusahaan
Manufaktur Terindeks Syariah dan Konvensional. Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan
Manajemen Bisnis.
Jensen, M., C., dan W. Meckling, 1976. “Theory of the firm: Managerial behavior, agency cost
and ownership structure”, Journal of Finance Economic 3:305- 360, di-download dari
http://www.nhh.no/for/courses/spring/eco420/jensenmeckling-76.pdf.
Dewi Prastiwi, Alifiah Nurul Walidah.2020. Pengaruh agresivitas pajak terhadap nilai
perusahaan: Efek moderasi transparansi dan kepemilikan institusional. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis
29
30
Nadya Fira Efendi.2019. Analisis Perbandingan Kinerja Saham Syariah Dan Saham
Konvensional Dalam Perspektif Islam (Periode Tahun 2013-2017). Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo
Michalle Hanlon dan Joel Slemrod.2009.Sinyal Agresivitas Pajak?Bukti Harga Saham Terhadap
Berita Keterlibatan Tax Shelter.
30