PENDAHULUAN
1
2
mungkin (Hardika 2007 ; Kurniasih & Sari). Menurut Hardika (2007) dalam
Kurniasih & Sari (2013) perbedaan kepentingan dari fiskus yang menginginkan
penerimaan pajak yang besar dan kontinyu tentu bertolak belakang dengan
kepentingan dari perusahaan yang menginginkan pembayaran pajak seminimal
mungkin. Hal tersebut menyebabkan rendahnya penerimaan pajak yang yang
tidak sesuai dengan realisasi anggaran pendapatan negara, untuk itu semua wajib
pajak termasuk perusahaan-perusahaan harus memperhatikan kepatuhan dan
kesadaran mereka dalam membayar pajak sangat diperlukan untuk untuk
mendongkrak penerimaan negara dari pajak. Berikut ini realisasi penerimaan
negara tahun 2016-2018 :
Tabel 1.1.
Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2016-2018 (Dalam Miliar Rupiah)
Sumber
2016 % 2017 % 2018 %
Penerimaan
Penerimaan
1,284,970 83% 1,343,529 81% 1,518,789 79%
Pajak
Penerimaan
261,976 17% 311,216 19% 409,320 21%
Bukan Pajak
Total 1,514,946 100% 1,654,745 100% 1928,109 100%
Sumber: www.bps.go.id/
negara bertarif pajak tinggi (cost center) dan mengalihkan profit ke negara bertarif
pajak rendah (profit center). Dengan demikian keuntungan perusahaan terlihat
kecil dan tidak perlu membayar pajak korporasi; (5) Modus menarik deviden lebih
besar dengan menyamarkan biaya royalti dan jasa manajemen untuk menghindari
pajak korporasi; (6) Modus terakhir adalah dengan mengecilkan omset penjualan.
Kemudian kasus penghindaran pajak yang dilakukan oleh Apple Ink pada
tahun 2012 yaitu dengan menyembunyikan uang pendapatan uang senilai USD 11
miliar di negara-negara yang mendapat keringanan pajak (tax haven) antara lain
Virginia Island, Irlandia, dan Luxembourg. Sehingga pajak yang dibayarkan kecil.
Lalu ada pula kasus penghindaran pajak pada perusahaan sub sector makanan dan
minuman salah satunya adalah PT Coca Cola Indonesia tahun 2006 diduga PT
CCI mengakali pajak sehingga menimbulkan kekurangan pembayaran pajak
senilai Rp 49,24 miliar. Kasus ini terjadi untuk tahun pajak 2002, 2003, 2004, dan
2006. Hasil penulusuran Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kementrian keuangan
menemukan ada pembekakkan biaya yang besar pada tahun itu.
5
Leverage terdiri dari beberapa rasio, salah satunya adalah Debt to Asset
Ratio (Debt Ratio). Menurut Kasmir (2016) Debt to Asset Ratio (Debt Ratio)
merupakan ratio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva
perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva. Leverage bisa mempengaruhi Tax Avoidance, karena
pada pasal 6 dan 9 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, bahwa beban terbagi menjadi dua yaitu deductible expense dan
nondeductible expense. Sehingga hutang yang merupakan bagian dari Leverage
dapat mempengaruhi besarnya utang. Maharani dan Suardana (2014) melakukan
penelitian pada seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Tahun 2008-2016.
membandingkan total aset tetap dengan jumlah total aset yang ada di perusahaan.
Intensitas aset tetap merupakan bagian dalam aset tetap yang terdapat pos bagi
perusahaan untuk menambahkan beban penyusutan yang ditimbulkan aset tetap
sebagai pengurang penghasilan, jika perusahaan memiliki aset tetap yang besar
maka laba yang dimiliki akan lebih kecil karena terdapat beban penyusutan yang
terdapat dalam aset tetap yang dapat mengurangi laba (Purwanti & Sugiyarti,
2017). Perusahaan yang memiliki aset tetap memungkinkan perusahaan untuk
memotong pajak akibat adanya penyusutan pada asset tetap yang terjadi setiap
tahunnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penghindaran pajak yang dapat
dilakukan perusahaan semakin tinggi.
Tingkat persediaan atau inventory intensity ratio yang tinngi juga dapat
mempengaruhi jumlah pajak yang dibayar perusahaan. Hal ini karena timbulnya
beban-beban bagi perusahaan akibat dari adanya persediaan (Herjanto, 2007:248).
Beban-beban tersebut akan mengurangi laba bersih perusahaan dan mengurangi
jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Manajer akan berusaha
meminimalisir beban tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak
mengurangi laba perusahaan. Tetapi disisi lain manajer akan memaksimalkan
biaya tambahan yang terpaksa ditanggung untuk menekan beban pajak yang
dibayarkan perusahaan.Sedangkan peneliti akan meneliti dengan variabel
independen yaitu profitabilitas, leverage, intensitas aset tetap, dan inventory
intensity lalu variabel dependen yang akan peneliti gunakan yaitu tax avoidance.
Alasan memilih subsektor makanan dan minuman karena industri tersebut
selalu bertahan dalam persaingan industri karena industri tersebut memang kita
butuhkan di kehidupan sehari-hari atau bisa disebut dengan kebutuhan primer.
Industri makanan dan minuman tersebut juga tidak bergantung pada bahan baku
ekspor dan lebih banyak menggunakan bahan baku domestik walaupun harga
selalu naik. Berdasarkan permasalahan dan rujukan diatas, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian mengenai pengaruh profitabilitas, leverage, intensitas aset
tetap, dan inventory intensity terhadap penghindaran pajak (cetr) pada subsektor
makanan dan minuman. Periode yang digunakan dalam penelitian selama 5 tahun
terakhir yaitu 2015-2019.
8
3. Manfaat Penulis