Anda di halaman 1dari 19

1

FAKTOR-FAKTOR PENGHINDARAN PAJAK PADA PERUSAHAAN


Adela Syifaul Fuadah
Viola Septia Nilla
Indah Cahya Firdausy
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Suarabaya
Jalan Menur Pumpungan No. 30 Surabaya

ABSTRAK
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.
Namun praktik dalam pengelolaan pajak selalu terjadi kontraversi maka dilakukan
penghindaran pajak. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami terjadi
penghindaran pajak pada perusahaan dikarenakan undang-undang perpajakan tidak
menjelaskan secara tegas sehingga digunakan wajib pajak orang pribadi maupun
badan untuk mengambil kesempatan. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan literatur, yang
menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta dari berbagai sumber,
jurnal, artikel, dan media informasi lainnya. Faktor-faktor penghindaran pajak
dalam penelitian ini adalah jumlah pajak yang harus dibayar, biaya untuk menyuap
fiskus, kemungkinan untuk terdeteksi, dan besarnya sanksi.

Kata Kunci: Pajak, Penghindaran pajak, Profitabilitas, Perusahaan.

ABSTRACT
Profitability is the ability of the company in obtaining profits. But practices
in tax management always occurs controversy, tax avoidance is carried out. This
article aims to know and understand tax avoidance in the company because the tax
law does not explain it firmly so that the taxpayer is used by individuals and
agencies to take the opportunity. The method used is a qualitative descriptive
method using a literature approach, which describes systematically about the facts
of various sources, journals, articles and other information media. The tax
avoidance factors in this study are the amount of tax that must be paid, the cost of
bribing the fiscus, the possibility of detecting, and the amount of sanctions.
Keywords: Tax, Tax Avoidance, Profitability, Company.
2

PENDAHULUAN
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang menyumbang
sekitar 70% dari seluruh penerimaan negara. Tanpa pajak sebagian besar kegiatan
negara akan sulit dilaksanakan. Salah satu fungsi pajak adalah untuk membantu
membiayai kegiatan pemerintah dalam memakmurkan dan mensejahterakan
masyarakat. Oleh karena itu, Negara Indonesia berusaha untuk mengoptimalkan
penerimaan sektor pajak setiap tahunnya dengan memberikan berbagai macam
program untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban sebagai
wajib pajak untuk membayar dan melaporkan pajaknya. Di Indonesia sistem pajak
yang digunakan yaitu sistem yang bersifat self assessment yang artinya pungutan
pajak bersifat memaksa kepada setiap wajib pajak, khususnya yang berbentuk
badan (perusahaan). Pajak yang dipungut dari perusahaan merupakan sumber dana
yang terbesar yang diterima. Namun jika dilihat dari sudut pandang perusahaan,
pajak termasuk komponen yang mengurangi laba perusahaan yang dihasilkan.
Semakin besar laba yang dihasilkan, semakin besar pula pajak yang harus
dibayarkan. Akibatnya banyak perusahaan yang berusaha untuk melakukan
manajemen pajak agar pajak yang dibayarkan menjadi lebih rendah. Sehingga
mempunyai kendala dalam mengoptimalkan penerimaan sektor ini. Kendala dalam
mengoptimalkan penerimaan pajak ini yaitu dengan adanya penghindaran pajak
(Budiman dan Setiyono, 2012).
Menurut Hutagaol (2003) tax reform pada awal tahun 1984 mengubah
sistem perpajakan di Indonesia yang awalnya adalah sistem official assessment
berubah menjadi sistem self assessment. Sistem official assessment merupakan
sistem pemungutan pajak yang memberikan tanggung jawab sepenuhnya dalam
pemungutan pajak kepada pemerintah. Sedangkan sistem self assessment
merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang dan
kepercayaan kepada wajib pajak orang pribadi maupun badan untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang kepada
negara. Tax reform di Indonesia terjadi karena tata cara penyelenggaraan
perpajakan yang tidak dikelola dan tidak diatur dengan baik. Perubahan sistem
pemungutan pajak menjadi self assessment merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dan melepas
ketergantungan dari negara lain serta beralih pada kemampuan bangsa,. Dimana
salah satu caranya adalah dengan meningkatkan penerimaan negara dalam sektor
pajak.
Praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan marak terjadi
di Amerika Serikat dan praktik ini pun juga marak terjadi di Asia. Tingkat
kepatuhan untuk pembayar pajak perorangan untuk negara-negara berkembang di
Asia yaitu antara 1,5% dan 3% (Cahyani, 2010). Di Indonesia sendiri persentase
tingkat kepatuhan wajib pajak relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara di
Asia lainnya. Terkait juga dengan peneliatan yang telah dilakukan oleh Uppal
(2005) mengenai kasus penghindaran pajak di Indonesia, ia menyatakan bahwa
3

kasus penghindaran pajak telah banyak terjadi di negara-negara berkembang. Hal


ini dilakukan dengan cara tidak melaporkan atau melaporkan namun tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya atas pendapatan yang dapat dikenakan pajak.
Laporan perusahaan tambang besar di Indonesia yaitu PT Adaro Energy
Tbk melakukan akal-akalan pajak. Adaro disebut melakukan transfer pricing
melalui anak usahanya di Singapura Coaltrade Services International. Upaya itu
disebutkan telah dilakukan sejak 2009 hingga 2017. Adaro diduga telah mengatur
sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak US$ 125 juta atau setara
Rp 1,75 triliun (kurs Rp 14 ribu) lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan
di Indonesia. Menurutnya, Adaro memanfaatkan celah dengan menjual batu
baranya ke Coaltrade Services International dengan harga yang lebih murah.
Kemudian batu bara itu dijual ke negara lain dengan harga yang lebih tinggi. Alhasil
pendapatan yang dikenakan pajak di Indonesia lebih murah. Artinya penjualan dan
laba yang dilaporkan di Indonesia lebih rendah dari yang seharusnya. Memang cara
itu tidak melanggar aturan akan tetapi tidak etis dilakukan. Karena perusahaan yang
mendulang keuntungan melalui sumber daya di Indonesia namun pemasukan pajak
yang diterima negara tidak maksimal. Malah keuntungan itu dilarikan ke negara
dengan pajak yang lebih rendah (detikfinance.com).
Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo
mengatakan temuan tax avoidance atau penghindaran pajak yang diestimasi
merugikan negara hingga Rp 68,7 triliun. Temuan tersebut diumumkan oleh Tax
Justice Network melaporkan akibat penghindaran pajak, Indonesia diperkirakan
rugi hingga US$ 4,86 miliar per tahun. Angka tersebut setara dengan Rp 68,7 triliun
bila menggunakan kurs rupiah pada penutupan di pasar spot Senin 22 November
2020 sebesar Rp 14.149 per dollar Amerika Serikat. Dalam laporan Tax Justice
Network yang berjudul The State of Tax Justice 2020: Tax Justice in the time of
Covid-19 disebutkan dari angka tersebut sebanyak US$ 4,78 miliar setara Rp 67,6
triliun diantaranya merupakan buah dari penghindaran pajak korporasi di Indonesia.
Sementara sisanya US$ 78,83 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun berasal dari wajib
pajak orang pribadi. Suryo mengatakan untuk meminimalisasi tax avoidance,
pihaknya melakukan pengawasan terhadap transaksi yang melibatkan transaksi
istimewa. Kata Suryo biasanya tax avoidance atau penghindarn pajak muncul
karena transaksi-transakis yang terjadi antara pihak yang mempunyai hubungan
istimewa baik di dalam negeri maupun luar negeri. Penyalahgunaan pajak
perusahaan, di mana negara-negara berpenghasilan rendah akan kehilangan setara
dengan 5,5% dari pendapatan pajak yang dikumpulkan dan negara-negara
berpenghasilan tinggi kehilangan 1,3% sebagaimana dikutip dalam The State of
Justice 2020: Tax Justice in the time of Covid-19. Sebagai gambaran Kemenkeu
mematok target penerimaan pajak di tahun ini mencapai Rp 1.198,82 triliun.
Artinya estimasi penghindaran pajak itu setara dengan 5,7% dari target akhir 2020.
4

Perkiraan nilai penghindaran pajak itu juga setara 5,16% dibandingkan realisasi
penerimaan pajak 2019 yang senilai Rp 1.332 triliun (kontan.co.id).
Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2017) Indonesia telah
bersepakat untuk menerapkan The Automatic Exchange of Information (AEOI)
dalam rangka mengurangi upaya-upaya penghindaran pajak tersebut. Pemerintah
Indonesia antara lain telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU
(Perppu) No 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk kepentingan
perpajakan. Perppu ini telah disetujui untuk menjadi Undang-Undang oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) Juli 2017. Hasil salah satu penelitian yang menunjukkan
rendahnya jumlah pembayar pajak di Indonesia yang hanya sekitar 25% dari jumlah
tenaga kerja dan sekitar 60% dari total wajib pajak yang melaporkan SPT tahun
2016. Hasil program tax amnesty juga mendukung data tersebut. Praktik-praktik
penghindaran pajak lintas juridiksi juga terjadi dengan cara menyembunyikan aset
di beberapa negara tax haven seperti Swiss, Hong Kong dan Singapura.
Ada beberapa kondisi keuangan yang mempengaruhi tax avoidance atau
penghindaran pajak perusahaan yaitu profitabilitas. Profitabilitas merupakan rasio
utama dalam sebuah laporan keuangan perusahaan, karena tujuan utama perusahaan
ialah untuk mendapatkan laba yang besar, sedangkan rasio profitabilitas digunakan
untuk melihat seberapa besar keefektifan suatu perusahaan dalam mencapai
tujuannya. Seringkali rasio profitabilitas digunakan dalam pengambilan keputusan
suatu manajemen operasi maupun investor dan kreditor. Bagi investor laba
merupakan satu-satunya tolak ukur perusahaan nilai efek suatu perusahaan. Bagi
kreditor laba merupakan pengukuran arus kas operasi yang nantinya dapat
digunakan sebagai sumber pembayaran bunga dan pokok pinjaman.
Menurut Jacob (2014) tax avoidance atau penghindaran pajak merupakan
suatu tindakan untuk melakukan pengurangan atau meminimalkan kewajiban pajak
dengan hati-hati mengatur sedemikian rupa untuk mengambil keuntungan dari
celah-celah dalam ketentuan pajak. Sebagai contoh perusahaan yang mengubah
tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura. Karena natura
bukan merupakan obyek pajak dalam PPh pasal 21. Fenomena di atas menarik
peneliti untuk mengangkat sebuah rumusan masalah yaitu bagaimana menentukan
faktor-faktor yang menimbulkan penghindaran pajak? Sedangkan tujuan dalam
penelitian ini dapat dijelaskan lebih rinci pada penjelasan di bawah ini.

TUJUAN
Berdasarkan artikel ini, bertujuan untuk mengetahui dan memahami faktor-
faktor penghindaran pajak pada perusahaan dengan menggunakan rasio
profitabilitas, serta membantu perusahaan dalam menjalankan manajemen pajak
yang lebih baik dan hati-hati tanpa melanggar undang-undang perpajakan yang
berlaku, agar tidak terkena sanksi. Artikel ini diharapkan dapat membantu dan dapat
5

menjadi salah satu bahan pertimbangan dan evaluasi pihak manajemen perusahaan
sehingga lebih efisiensi dalam masalah perpajakan di masa yang akan datang.
METODE
Jenis Metode

Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan menggunakan


pendekatan literatur. Metode deskriptif merupakan gambaran secara sistematis
mengenai fakta-fakta dari berbagai sumber, jurnal, artikel, dan media informasi
lainnya. Fokus metode jenis ini adalah pada rasio profitabilitas yang digunakan
untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.
PEMBAHASAN

Menurut Darmawan dan Sukartha (2014) Wajib pajak di Indonesia dapat


dibagi menjadi dua yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Bagi
wajib pajak, pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran untuk
berkontribusi dalam peningkatan pembangunan nasional. Fenomena mengenai
pemungutan pajak menjadi fenomena penting yang menjadi fokus pemerintah dan
harus dikelola dengan baik. Pelaksanaan pemungutan pajak oleh pemerintah
tidaklah selalu mendapat sambutan baik dari perusahaan. Karena perusahaan
berusaha untuk membayar pajak serendah mungkin dan pajak tersebut dapat
mengurangi pendapatan atau laba bersih. Sedangan bagi pemerintah menginginkan
pajak setinggi mungkin guna untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan.
Terdapat tiga langkah atau tahapan yang akan dilakukan perusahaan untuk
meminimalkan pajak (Prakosa, 2014) yaitu sebagai berikut:

1. Perusahaan berusaha untuk menghindari pajak baik secara legal maupun ilegal.
2. Mengurangi beban pajak seminimal mungkin baik secara legal maupun ilegal.
3. Apabila kedua langkah sebelumnya tidak dapat dilakukan maka wajib pajak
akan membayar pajak tersebut.

Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak


dalam peran sertanya menanggung pembiayaan negara. Maka dituntut kesadaran
warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Namun kesadaran sebagai
warga negara pada sebagian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban
membayar pajak. Dalam hal demikian timbul hambatan terhadap pemungutan
pajak. Hambatan terhadap pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2016:10)
dikelompokkan menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak yang dapat disebabkan antara lain:
(1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat (2) Sistem perpajakan yang
6

mungkin sulit dipahami masyarakat (3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan
atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Merupakan semua usaha dan perbuatan yang dilakukan oleh wajib pajak dengan
tujuan untuk menghindari pajak. Alasannya sebagai berikut: (1) Tax avoidance
yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang
(2) Tax Evasion yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang atau menggelapkan pajak.

Menurut Suandy (2008) umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses


merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak supaya utang pajak berada dalam
jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Dalam bukunya
Perencanaan Pajak memaparkan beberapa faktor yang memotivasi wajib pajak
untuk melakukan penghematan pajak yaitu sebagai berikut:
1. Jumlah pajak yang harus dibayar
Besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak,. Semakin besar
pajak yang harus dibayar maka semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk
melakukan pelanggaran.
2. Biaya untuk menyuap fiskus
Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus maka semakin besar kecenderungan
wajib pajak untuk melakukan pelanggaran
3. Kemungkinan untuk terdeteksi
Semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran terdeteksi maka semakin besar
kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran
4. Besar sanksi
Semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran maka semakin
besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

Penelitian yang dilakukan Puspita (2014) menyebutkan bahwa terdapat


beberapa cara yang dilakukan perusahan untuk melakukan penghindaran pajak
yaitu sebagai berikut:
1. Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi laba
bersih.
2. Mengakui pebelanjaan modal sebagai pembelanjaan operasional dan
membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi utang pajak
perusahaan.
3. Membebankan depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai penutupan
peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak.
4. Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal sehingga
mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut.
7

Penghindaran pajak mempunyai tujuan untuk meminimalkan pembayaran


pajak dengan mencari celah atau memanfaatkan peluang dari kelemahan undang-
undang. Sehingga ditemukan titik kelemahan dari undang-undang tersebut untuk
menghindari pajak yang dapat menghemat jumlah pajak yang harus dibayarkan.
Menurut Harnanto (2013) strategi penghindaran pajak atau tax avoidance dapat
dikelompokkan ke dalam 4 kategori yaitu: (1) Kreasi menyangkut perencanaan
untuk dapat memanfaatkan subsidi atau fasilitas pajak, melalui pemindahan
aktivitas operasi perusahaan ke dalam yurisdiksi yang memungut pajak dengan tarif
yang lebih rendah agar berpeluang untuk memperoleh fasilitas pajak tertentu seperti
depresiasi aktiva tetap yang dipercepat.

1. Konversi menyangkut perubahan atau penyesuaian kegiatan bisnis perusahaan


sehingga diperoleh penghasilan atau aset yang termasuk dalam kategori lebih
hemat pajak. Salah satunya melalui kegiatan promosi yang ditujukan untuk
pembentukan citra produk atau perusahaan. Kegiatan ini tidak dikenakan pajak
sampai goodwill terjual sehingga biaya promosi dapat diberlakukan sebagai
pengurang penghasilan atau biaya fiskal dalam tahun berjalan.
2. Waktu menyangkut penggunaan teknik-teknik untuk memindahkan atau
menggeser pengakuan penghasilan, dengan cara menunda atau mempercepat
pengakuan pendapatan maupun biaya dari suatu tahun pajak ke dalam tahun-
tahun pajak yang lebih menguntungkan. Penggunaan metode depresiasi yang
dipercepat memungkinkan nilai perolehan aktiva tetap untuk dibebankan sebagai
pengurang penghasilan pada tahun-tahun awal pemakaiannya sehingga
perusahaan dapat menunda pembayaran pajak terkait dengan penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan aktiva tetap ke dalam tahun-tahun terakhir
pemakaiannya.
3. Pemecahan menyangkut strategi untuk mendistribusikan penghasilan kena pajak
kepada dua atau lebih wajib pajak, untuk mengambil keuntungan atau
memanfaatkan perbedaan tarif pajak.
Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh laba yang besar. Rasio
profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu perusahaan.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba,
sehingga perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan semakin
mengungkapkan kewajiban pajaknya. Profitabilitas merupakan gambaran kinerja
keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aset atau kekayaan
perusahaan yang dikenal dengan Return On Asset (ROA). Profitabilitas dalam
bentuk laba bersih dialokasikan untuk mensejahterakan para pemegang saham
(principal) dalam bentuk dividen atau laba ditahan (Agusti, 2014). Apabila rasio
profitabilitas tinggi, berarti menunjukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh
pihak manajemen. Laba yang meningkat mengakibatkan profitabilitas perusahaan
juga ikut meningkat. Peningkatan laba mengakibatkan jumlah pajak yang harus
dibayarkan oleh perusahaan juga ikut meningkat atau semaikin tinggi dan ada
8

kemungkinan bahwa perusahaan tersebut melakukan tindakan penghindaran pajak


atau tax avoidance (Utami, 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ini
adalah sebuah kelemahan dari undang-undang yang tidak memberikan penjelasan
terhadap praktik pajak. Dari berbagai persoalan perpajakan di Indonesia, perlu
segera dilakukan reformasi mendasar baik dari sisi regulasi, kelembagaan dan
peningkatan kapasitas aparatur. Harapannya ke depan hal-hal terkait pengawasan,
penuntutan, penyelidikan dan penindakan kasus kejahatan perpajakan di Indonesia
akan makin baik. Undang-undang pajak harus direvisi yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dalam menghitung pajak atau menerapkan pajak pada
profitabilitas. Pemerintah perlu membangun regulasi dan sistem yang lebih terang
agar wilayah abu-abu tidak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang lain untuk
menghindari pajak.

UCAPAN TERIMAKASIH
1. Ibu Lilis Ardini, Dr., S.E., M.Si., Ak., CA. selaku dosen pembimbing PKM-
AI.
2. Ibu Wahidahwati, Dr., S.E., M.Si., Ak., CA. selaku kepala program studi
Akuntansi.
3. Ibu Triyonowati, Dr., M.Si. selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama Kelembagaan.
4. Viola dan Ica sebagai anggota kelompok yang telah banyak berbagi ilmu dan
pengetahuan.
5. Serta seluruh pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
9

DAFTAR PUSTAKA

Agusti, W. Y. 2014. Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Corporate Governance


terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi 2(3).
Budiman, J dan Setiyono. 2012. Pengaruh Karakter Eksekutif terhadap
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Jurnal Ekonomi 3(12):35-48.
Cahyani, N. 2010. Pengaruh Profesionalisme Pemeriksa Pajak, Kepuasan Kerja,
dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Bisnis dan
Ekonomi 17(1):10-23.
Danang, S. 2019. Mengenal soal penghindaran pajak yang dituduhkan ke adaro.
URL:http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
4612708/mengenal-soal-penghindaran-pajak-yang-dituduhkan-ke-adaro.
Diakses tanggal 19 Maret 2021.
Darmawan dan Sukartha. 2014. Pengaruh Penerapan Corporate Governance,
Leverage, Return on Asset dan Ukuran Perusahaan Pada Penghindaran
Pajak. Jurnal Akuntansi. ISSN: 2302-8556.
Harnanto. 2013. Perencanaan Pajak. Edisi 1. BPFE-Yogyakarta.
Hutagaol, J. 2003. Kapita Selekta Akuntansi Pajak. Jakarta:Kharisma.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2017. Informasi Keuangan Penting
untuk Tingkatkan Kepatuhan Membayar Pajak. URL:
https://www.kemenkeu.go.id/-publikasi/berita/wamenkeu-informasi-
keuangan-penting-untuk-tingkatkan-kepatuhan-membayar-pajak/. Diakses
tanggal 20 Maret 2021.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Prakosa, B. K. 2014. Pengaruh Profitabilitas, Kepemilikan Keluarga dan Corporate
Governance terhadap Penghindaran Pajak di Indonesia. Jurnal SNA. 17
Mataram Lombok Universitas.
Puspita, S. R. 2014. Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Penghindaran
Pajak. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
undangsuddin, L. 2009. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Uppal, J. S. 2005. Kasus Penghindaran Pajak di Indonesia. Economic Review
Journal 20(1).
Utami, N. W. 2013. Pengaruh Struktur Corporate Governance, Size, Profitabilitas
Perusahaan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Yusuf, I. S. 2020. Dirjen Pajak angkat bicara soal kerugian Rp 68,7 triliun dari
penghindaran pajak. URL:https://amp.kontan.co.id/news/dirjen-pajak-
angkat-bicara-soal-kerugian-rp-687-triliun-dari-penghindaran-pajak.
Diakses tanggal 19 Maret 2021.
10

Lampiran 1. Biodata Ketua


11
12
13

Lampiran 2. Biodata Dosen Pendamping


14
15
16
17

Lampiran 3. Kontribusi anggota tim dalam pekerjaan dan penulisan

No Nama Posisi Penulis Bidang Ilmu Kontribusi


Penanggungjawab
selama proses
diskusi Bersama,
1 Adela Syifaul Fuadah Penulis Pertama Akuntansi
sebagai
koordinator tugas
anggota
Mengkoordinasi
sumber yang akan
2 Viola Septia Nilla Penulis Kedua Akuntansi
didiskusikan
bersama
Mengkoordinasi
sumber yang akan
3 Indah Cahya Firdausy Penulis Ketiga Akuntansi
didiskusikan
bersama
18

Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana


19

Lampiran 5. Pernyataan Sumber Tulisan

Anda mungkin juga menyukai