PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan secara umum (Siti Resmi,2011). Menurut Supramo dan Theresia (2010)
perlawanan pajak dapat berupa perlawanan pasif maupun aktif. Perlawanan pasif merupakan
perlawanan dalam bentuk hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan memiliki
hubungan erat dengan struktur ekonomi. Sedangkan perlawanan aktif merupakan perlawanan
yang dapat dilihat secara nyata dalam bentuk perbuatan secara langsung yang ditujukan
kepada aparat pajak dengan tujuan untuk mengurangi pajak. Perlawanan aktif terhadap pajak
dapat dilakukan dengan penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax
evasion).
Pengelakan Pajak (tax evasion) merupakan usaha aktif Wajib Pajak dalam hal
mengurangi, menghapuskan, manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri
untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundang-
undangan. Sedangkan, penghindaran pajak (tax avoidance) ialah manipulasi penghasilannya
secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang (Siti Kurnia Rahayu, 2010).
Penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan perusahaan tentu saja melalui
kebijakan yang diambil oleh pemimpin perusahaan itu sendiri. Dimana pimpinan perusahaan
sebagai pengambil keputusan dan kebijakan dalam perusahaan tentu memiliki karakater yang
berbeda-beda. Seorang pemimpin perusahaan bisa saja memiliki karakter risk taker atau risk
averse yang tercermin dari besar kecilnya risiko perusahaan (Budiman, 2012). Perusahaan
melakukan penghindaran pajak karena pemegang saham tentu menginginkan adanya
pengembalian yang berlipat ganda dari investasinya pada perusahaan. Mengurangi jumlah
beban pajak artinya meningkatkan keuntungan perusahaan (Harto dan Puspita, 2014).
Dari laman yang dikutip pada CNN Indonesia PT Google telah melakukan penghindaran
pajak. Belum banyak negara yang berhasil menuntut hak penerimaan pajak dari perusahaan
raksasa internet itu. Salah satu negara yang berhasil adalah Inggris yang bisa membuat
Google membayar 130 juta poundsterling atau lebih dari Rp2 triliun atas utang pajak sejak
2005 hingga 2016 silam. Upaya penyelidikannya memakan waktu hingga 6 tahun,
menggunakan data penjualan yang tak bisa dibantah.
Google mendapatkan pemasukan iklan online dari seluruh dunia. Sejumlah media
internasional melaporkan nilai penjualan Google di Inggris pada 2013 saja mencapai 3,8
miliar poundsterling. Namun, pajak yang dibayarkan hanya 20,4 juta poundsterling. Hal ini
bisa terjadi karena Google mengalihkan pendapatan ke kantor pusatnya di Irlandia yang
merupakan negara surga pajak.
Namun, belum semua negara berhasil seperti Inggris. Pada awal tahun
ini, Reuters memberitakan Google melakukan peralihan keuntungan 2017 senilai 19,9 miliar
euro atas operasionalnya di Belanda ke sebuah perusahaan cangkang di Bermuda.
Selain itu, PT Adaro Energy Tbk juga melakukan penghindaran pajak. Dilansir dari
Detikfinance, Adaro disebut melakukan transfer pricing melalui anak usahanya di Singapura,
Coaltrade Services International. Upaya itu disebutkan telah dilakukan sejak 2009 hingga
2017. Adaro diduga telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak
US$ 125 juta atau setara Rp 1,75 triliun (kurs Rp 14 ribu) lebih rendah daripada yang
seharusnya dibayarkan di Indonesia.
Memang cara itu tidak melanggar aturan, tapi tidak etis dilakukan. Sebab perusahaan
yang mendulang keuntungan melalui sumber daya di Indonesia, namun pemasukan pajak
yang diterima negara tidak maksimal. Malah keuntungan itu dilarikan ke negara dengan pajak
yang lebih rendah.
Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) menyebutkan tiga karakter penghindaran pajak, yaitu (1) Adanya unsur artifisial di
mana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan
karena ketiadaan faktor pajak, (2) memanfaatkan loopholes dari undangundang atau
menerapkan ketentuanketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang
sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undangundang, (3) para konsultan menunjukan alat
atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia
mungkin (Council of Executive Secretaries of Tax Organization, 1991).
Penghindaran pajak yang terkait kondisi keuangan perusahaan diantaranya ukuran
perusahaan. Ukuran perusahaan menunjukkan kestabilan dan kemampuan perusahaan untuk
melakukan aktivitas ekonominya (Kurniasih dan Sari, 2013:59). Semakin besar ukuran suatu
perusahaan maka semakin menjadi pusat perhatian dari pemerintah dan akan menimbul kan
kecenderungan bagi para manajer perusahaan untuk berlaku patuh (compliances) atau agresif
(tax avoidance) dalam perpajakan. (Kurniasih dan Sari, 2013:59). Semakin besar ukuran
perusahaan, maka perusahaan akan lebih mempertimbangkan risiko dalam hal mengelola
beban pajaknya. (Darmawan, 2014:147). Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin
mampu perusahaan tersebut dalam mengatur perpajakan dengan melakukan tax saving yang
dapat memasukan tax avoidance (Surbakti, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Ardyansah, Danis dan Zulaikah (2014), ditemukan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap Effective Tax Rate. Tarif pajak efektif atau
ETR (Effective Tax Rate) digunakan untuk mengukur pajak yang dibayarkan sebagai
proporsi dari pendapatan ekonomi (Ardyansah dan Zulaikha, 2014). Reinaldi dan Charoline
(2015) menyatakan bahwa perusahaan dengan ukuran besar akan lebih stabil dan lebih
mampu dalam menghasilkan laba dan membayar kewajibannya dibanding perusahaan dengan
total aktiva yang kecil. Danis dan Zulaikah (2014) Adanya pengaruh negatif yang signifikan
dari ukuran perusahaan terhadap ETR dikarenakan perusahaan besar memiliki ruang lebih
besar untuk perencanaan pajak yang baik dan mengadopsi praktek akuntansi yang efektif
untuk menurunkan ETR perusahaan.
Kondisi keuangan lainnya yang diprediksi dapat mempengaruhi penghindaran pajak
yaitu leverage. Leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana
untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap
(Riyanto, 1996: 291). Menurut Howton dalam Suharli dan Oktorina (2005) perusahaan
leverage mempunyai peluang investasi yang tidak menguntungkan serta arus kas bebas
tinggi. Dengan membedakan perusahaan yang pembayaran devidennya tinggi dengan yang
rendah, dikatakan bahwa perusahaan yang pembayaran devidennya rendah mempengaruhi
harga saham secara positif pada pengumuman penawaranhutang. Kebijakan hutang
dinyatakan dalam rasio leverage.
Rasio leverage merupakan penggunaan aktiva dan sumber dana oleh perusahaan yang
memiliki biaya tetap berarti sumber dana yang berasal dari pinjaman karena memiliki bunga
sebagai beban tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang
saham (Sjahrial, 2007). Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to
Equity Ratio (DER). Rasio ini membandingkan total utang dengan modal sendiri perusahaan.
Semakin rendah DER perusahaan, semakin baik kondisi perusahaan tersebut.
Kurniasih dan Sari (2013: 65) melakukan penelitian mengenai pengaruh
leverageterhadap penghindaran pajak. Hasilnya, leverage tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penghindaran pajak. Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian
Richardson dan Lanis (2007) yang menyatakan bahwa “ETRs have a significant negative
association witih capital structure for leverage” (Richardson dan Lanis, 2007: 702).
1.2 Rumusan Masalah
1. Seberapa besar ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak?
2. Seberapa besar leverage berpengaruh terhadap penghindaraan pajak?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaraan
pajak.
2. Untuk mengetahui apakah leverage berpengaruh terhadap penghindaraan pajak.
2.1 Pajak
Pajak menurut Dr. Rachmat Soemitro dalam Waluyo (2002) menyatakan bahwa “
Pajak adalah iuran kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditujukan dan yang
dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum”
Definisi pajak menurut UU No.28 tahun 2007 tentang KUP adalah sebagai berikut
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”
Menurut I Gusti Ngurah Gede Rudangga dan Gede Merta Sudiarta (2016 ):
“Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan total asset yang di miliki oleh perusahaan.
Dalam ukuran perusahaan terdapat tiga variabel yang dapat menentukan ukuran perusahaan
yaitu total asset, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Karena variabel itu dapat menentukan
besarnya suatu perusahaan”.
Rumus :
Metode Penelitian
Ukuran
Perusahaan
Penghindaran
Pajak
Leverage
Keterangan Jumlah
Perusahaan manufaktur yang listing di BEI periode 2015-2017 140
Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan tahunan dengan lengkap (42)
Perusahaan yang menggunakan mata uang asing (25)
Perusahaan yang mengalami kerugian selama tahun penelitian (36)
Perusahaan dengan nilai ETR < 0 dan ETR > 0 (7)
Perusahaan yang memenuhi kriteria 30
Total Sampel (3x30) 90
Table 3.1
Kriteria Perusahaan yang Memenuhi Persyaratan
Sumber: Diolah dari www.idx..co.id
Tabel 3.2
Perusahaan yang Memenuhi Kriteria
Beban Pajak
ETR=
Laba Sebelum Pajak
a. Ukuran Perusahaan
Variabel ukuran perusahaan adalah perbandingan besar kecilnya sebuah
perusahaan yang dapat dinilai dari total aset perusahaan tersebut, semakin besar total
aset biasanya perushaan juga semakin besar (Hery, 2017). Variabel ukuran
perusahaan dapat dihitung dengan total aset (Hartono, 2017), yang dirumuskan
sebagai berikut:
Pengujian Hipotesis I
Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap variabel dependen penghindaran pajak. Uji
segnifikan variabel independen ( x 1) terhadap (Y) secara parsial dengan uji statistik t.
Hipotesis dirumuskan:
H 0 = Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak
H 1 = Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak
Apabila:
t hitung> t tabel, maka H 0 ditolak atau menerima H 1
t hitung < t tabel, maka H 0diterima atau menerima H 1
Pengujian Hipotesis II
Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen leverage
berpengaruh terhadap variabel dependen penghindaran pajak. Uji segnifikan variabel
independen ( x 1) terhadap (Y) secara parsial dengan uji statistik t.
Hipotesis dirumuskan:
H 0 = Leverage tidak berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak
H 2 = Leverage berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak
Apabila:
t hitung> t tabel, maka H 0 ditolak atau menerima H 2
t hitung < t tabel, maka H 0diterima atau menerima H 2