Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN, FINANCIAL

DISTRESS DAN TRANSFER PRICING TERHADAP TAX


AVOIDANCE

(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Keuangan yang Terdaftar di


Bursa Efek Indonesia Tahun 2019-2021)

OLEH:

BUNGA TIARA PUTRI SUMEKAR

NIM. 20102285

PROGRAM STUDI AKUTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS ASIA MALANG

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan


undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang dipergunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Pajak sangat
berperan dalam pembangunan negara, oleh karena itu pemerintah selalu
gencar dalam membuat kebijakan mengenai perpajakan, sehingga
peraturan perpajakan hampir selalu berubah di setiap tahunnya. Pajak
adalah sumbangan yang diwajibkan untuk pembangunan negara, baik
sebagai orang pribadi atau badan usaha yang mempunyai sifat memaksa
berlandaskan undang-undang, dengan tidak secara langsung wajib pajak
mendapatkan imbal hasil dan digunakan untuk kebutuhan suatu negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak
merupakan wujud kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk ikut
secara langsung dan bersamasama melaksanakan pembiayaan negara
dan pembangunan nasional (Cermati.com, 2016). Salah satu sumber
penerimaan negara yang paling besar dan menempati persentase
tertinggi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dibandingkan penerimaan lainnya adalah pajak (Diantari dan Agung,
2016). Seperti yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) tahun 2019, dari Rp 2.030,7 triliun pendapatan negara,
sebesar Rp 1.643 triliun berasal dari penerimaan pajak (BPS, 2020).
Untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan pemerintah
melakukan perubahan dimulai awal tahun 1984, pada tahun ini sistem
perpajakan di Indonesia berubah menjadi self assesment system dari
yang sebelumnya adalah official assesment system. Di dalam official
assesment system pemerintah. bertanggungjawab sepenuhnya terhadap
pemungutan pajak, sebaliknya di dalam self assesment system wajib
pajak sendiri yang bertanggungjawab untuk menghitung, membayar dan
melaporkan pajak terhutang ke kantor pelayanan pajak (KPP). Dalam
self assesment system pemerintah memberikan kepercayaan kepada
wajib pajak dalam proses perhitungan pajak (Pajak.go.id). Sambutan
wajib pajak terutama wajib pajak badan tidaklah selalu baik dalam hal
pungutan pajak (Ningrum, 2017). Karena sifat pajak yang tidak
memberikan imbalan secara langsung kepada wajib pajak. Banyak
fenomena wajib pajak badan melakukan efisiensi beban pajaknya agar
perusahaan dapat memaksimalkan laba (Diantari dan Ulupui, 2016).
Efisiensi pajak yang di lakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan
laba yang maksimum dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan baik
pemegang saham maupun investor (Pohan, 2018: 23). Bagi pemerintah,
penerimaan pajak yang tinggi akan berguna untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah (Ningrum, 2017). Karena perbedaan inilah
Wajib Pajak badan (Perusahaan) berusaha memimalkan pembayaran
pajaknya dengan cara ilegal maupun legal. Usaha wajib pajak badan
(Perusahaan) dalam meminimalkan pembayaran pajak adalah dengan
cara penghindaran pajak (Tax Avoidance). Penghindaran pajak atau tax
avoidance adalah strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan
secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan
dengan ketentuan perpajakan. Tax avoidance yang biasanya di lakukan
oleh perusahaan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang
diperkenankan maupun menunda pajak yang belum diatur dalam
peraturan perpajakan yang berlaku dan biasanya melalui kebijakan yang
diambil oleh pimpinan perusahaan (Dewinta dan Setiawan, 2016).

Penghindaran pajak (tax avoidance) adalah usaha untuk mengurangi


utang pajak yang bersifat legal (lawful) (Xynas, 2011). Tax avoidance
banyak dilakukan perusahaan karena tax avoidance adalah usaha
pengurangan pajak, namun tetap mematuhi ketentuan peraturan
perpajakan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang
diperkenankan maupun menunda pajak yang belum diatur dalam
peraturan perpajakan yang berlaku dan biasanya melalui kebijakan yang
diambil oleh pimpinan perusahaan. Penerapan tax avoidance tersebut
dilakukan bukanlah tanpa sengaja, bahkan banyak perusahaan yang
memanfaatkan upaya penguranganbeban pajak melalui aktivitas
penghindaran pajak (tax avoidance). Tax avoidance memiliki persoalan
yang rumit dan unik karena di satu sisi tax avoidance diperbolehkan,
namun di sisi lain penghindaran pajak tidak diinginkan (Budiman dan
Setiyono, 2012). Pengukuran tax avoidance dalam penelitian ini
menggunakan cash effective tax rate (CETR). CETR adalah kas yang
dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak
(Budiman dan Setiyono, 2012). Pengukuran ini digunakan karena dapat
lebih menggambarkan adanya aktivitas tax avoidance. Pengukuran tax
avoidance menurut Dyreng, et.al (2010) baik digunakan untuk
menggambarkan adanya kegiatan tax avoidance karena CETR tidak
berpengaruh dengan adanya perubahan estimasi seperti adanya
perlindungan pajak. Semakin tinggi tingkat presentase CETR yaitu
mendekati tarif pajak penghasilan badan sebesar 25% mengindikasikan
bahwa semakin rendah tingkat tax avoidance perusahaan, sebaliknya
semakin rendah tingkat presentase CETR mengindikasikan bahwa
semakin tinggi tingkat tax avoidance perusahaan.

Beban pajak tangguhan ialah beban yang muncul karena adanya


perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal sebagai
dasar perhitungan pajak, pengertian ini menurut (Antonius &
Tampubolon , 2019). Hal yang membedakan keduanya yaitu terletak
pada koreksi yang ada pada perbedaan temporer antara SAK dan
peraturan perpajakan menimbulkan koreksi positif dan koreksi negatif.
Koreksi positif akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan dan koreksi
negatif akan menghasilkan beban pajak tangguhan. Beban pajak
tangguhan berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Asumsi ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Meiza, 2015) yang
menyatakan bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh negatif
terhadap tax avoidance. Apabila semakin besar perbedaan antara laba
pemerintah dengan laba perusahaan maka akan menunjukkan semakin
besarnya diskresi manajemen perusahaan. Besarnya diskresi manajemen
perusahaan tersebut akan terefleksikan pada beban pajak tangguhan
yang mampu mendeteksi tax avoidance yang dilakukan perusahaan.
Sehingga jika semakin tinggi beban pajak tangguhan perusahaan yang
diukur dengan alokasi pajak antar periode maka semakin kecil praktik
tax avoidance yang dilakukan perusahaan

Faktor kedua yang mempengaruhi tax avoidance yaitu Transfer


pricing menurut Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD, 2017) ialah harga yang ditentukan dalam
transaksi antar anggota grup dalam sebuah perusahaan multinasional,
dimana harga transfer yang ditentukan tersebut dapat menyimpang dari
harga pasar wajar sepanjang sesuai bagi grupnya. Sebagai mekanisme
penghindaran pajak internasional utama, (Amidu et al., 2019) telah
melakukan penelitian tengtang peran transfer pricing dari beberapa
sumber dan menyatakan bahwa transfer pricing digunakan untuk
alokasi sumber daya dan penghindaran pajak; untuk mencapai laba
divisi yang lebih tinggi jika kompensasi manajerial didasarkan pada
laba tersebut dan juga digunakan untuk mengalihkan pendapatan;
sebagai mekanisme manajemen keuangan yang memungkinkan
perusahaan multinasional untuk memindahkan dana secara
internasional; untuk memperoleh kesesuaian tujuan, membantu dalam
mengevaluasi kinerja anak perusahaan, untuk memaksimalkan laba dan
untuk meminimalkan pajak; dan sebagai sarana dimana tindakan atau
bagian dari organisasi terintegrasi dan dibedakan dan untuk menilai
kinerja masing-masing. Transfer pricing diukur dengan perbandingan
piutang kepada pihak berelari dengan total piutang. Pihak berelasi
adalah hubungan antara induk perusahaan dengan anak cabang
perusahaannya, dimana harga pajak anak perusahaan lebih rendah
daripada perusahaan induknya. Pihak berelasi dapat mengakibatkan
kurang wajarnya pelaporan akibat pengalihan penghasilan dari satu
pihak kepihak yang lainnya.

Faktor ketiga yang mempengaruhi tax avoidance yaiutu financial


distress. Maharani dan Suardana (2014) dan Dewi dan Sari(2015)
menyebutkan salah satu faktornya adalah Financial Distress. Indikasi
awal akan terjadinya kebangkutan dengan gejala kesulitan keuangan
atau likuiditas disebut dengan Financial Distress. Shleifer dan Vishny
(1997) dalam penelitiannya mendapat temuan mengenai adanya
hubungan yang positif antara financial distress pada tax avoidance.
Perekonomian di dunia akan selalu mengalami keadaaan pasang dan
surut. Kondisi pelaku perekonomian juga tidak akan selamanya baik.
Ketika krisis melanda banyak perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan atau yang disebut dengan financial distress. Ketika
perusahaan merasa bahwa tingkat kesulitan keuangan yang dialami
semakin tinggi sehingga kemungkinan perusahaan tersebut bangkrut
lebih tinggi maka praktik tax avoidance sangat mungkin dilakukan
(Brondolo, 2015). Hasil penelitian dari Meilia dan Adnan(2017)dalam
penelitiannya yang mengangkat topik yang sama yaitu mengenai tax
avoidance menemukan kesimpulan bahwa ketika financial distress
suatu perusahaan meningkat, manajemen perusahaan tersebut
cenderung melakukan tax avoidance.

Fenomena penghindaran pajak (tax avoidance) yang terjadi salah


satunya dilakukan oleh perusahaan tembakau milik British American
Tobacco (BAT). Lembaga Tax Justice Network pada Rabu (8/5)
melaporkan bahwa perusahaan tembakau milik British American
Tobacco (BAT) telah melakukan penghindaran pajak di Indonesia
melalui PT Bentoel Internasional Investama. Sebagai dampaknya,
negara menderita kerugian US$ 14 juta per tahun (Prima, 2019).
Menurut laporan tertulis Lembaga Tax Justice Network menjelaskan
bahwa BAT telah mengalihkan sebagian pendapatannya keluar dari
Indonesia melalui dua cara (Prima, 2019). Pertama, melalui pinjaman
intra-perusahaan antara tahun 2013 dan 2015. Kedua, melalui
pembayaran kembali ke Inggris untuk royalti, ongkos dan layanan
(Prima, 2019). Dilihat dari besarnya peluang perusahaan untuk
melakukan penghindaran pajak, dan hal umum yang paling mendorong
untuk dilakukannya tindakan penghindaran pajak adalah ketika
perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Seperti yang kita ketahui,
perekonomian di dunia dan kondisi pelaku ekonomi akan selalu
mengalami pasang surut, dan juga tidak akan selamanya berjalan baik.
Ketika krisis mulai melanda, maka banyak perusahaan yang akan
mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Perusahaan akan
melakukan. apa saja demi keberlangsungan perusahaan dan
mengesampingkan reputasi negatif yang akan diperoleh perusahaan
(Hartoto, 2018). Sesuai dengan hasil penelitian Feizi et al., (2016) yang
menyatakan bahwa intensifikasi financial distress di dalam suatu
perusahaan akan menggiring perusahaan
untuk melakukan tax avoidance. Penelitian yang dilakukan Saputra et
al., (2017) juga menyatakan bahwa financial distress berpengaruh
positif signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian ini dilakukan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesi (BEI).
Kementrian Keuangan mencatat penerimaan pajak
per 30 November 2018 dari sektor industri pengolahan atau manufaktur
berkontribusi sebesar 30% terhadap penerimaan pajak. Penerimaan
pajak sektor pengolahan atau manufaktur pada tahun 2018, jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2017,
mengalami penurunan paling signifikan dibandingkan dengan sektor
utama lainnya.

Tax avoidance memiliki persoalan yang rumit dan unik karena di


satu sisi tax avoidance diperbolehkan, namun di sisi lain penghindaran
pajak tidak diinginkan (Budiman dan Setiyono, 2012). Tax avoidance
ini juga terkadang sering kali menimbulkan bias, yang mengakibatkan
sebuah pemikiran apakah tax avoidance perlu dilakukan atau tidak.
Menurut (Desai & Dharpala, 2005), Dalam penelitian ini diharapkan
bisa menjembatani kembali pemikiran wajib pajak bahwa pajak adalah
sebagai kewajiban bukan menjadi beban sehingga dapat menekan
praktik tax avoidance. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti
tertarik untuk meneliti pengaruh beban pajak tangguhan yang di
proksikan dengan financial distress, dan transfer pricing terhadap
praktik tax avoidance.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diteliti maka rumusan


masalah sebagai berikut:

1. Apakah beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap tax avoidance


?
2. Apakah financial distress berpengaruh terhadap tax avoidance ?
3. Apakah transfer pricing berpengaruh terhadap tax avoidance ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang


diteliti, maka tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh beban pajak tangguhan terhadap tax


avoidance
2. Untuk mengetahui pengaruh financial distress terhadap tax
avoidance
3. Untuk mengetahhui pengaruh transfer pricing terhadap tax
avoidance

1.4 Batasan Masalah

Perusahaan yang diteliti dibatasi pada perusahaan Manufaktur dan


terdaftar di BEI . Ada banyak variabel yang mempengaruhi tax
avoidance, tetapi peneliti hanya mengambil beberapa diantaranya yaitu
beban pajak tangguhan,financial distress,dan transfer pricing sebagai
variabel independent yang mempengaruhi tax avoidance.

1.5 . Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Dengan adanya penelitian ini dihararapkan dapat menambah


ilmu pengetahuan dan wawasan serta dapat dijadikan referensi
terutama untuk penelitian selanjutnya mengenai masalah yang
diteliti dalam penelitian ini.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan


pertimbangan dalam membuat perundang – undangan mengenai
perpajakan yang mengatur masalah tax avoidance sehingga dapat
memaksimalkan pendapatan dari sektor pajak.

b. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam


perencanaan perpajakan untuk menghasilkan pembayaran beban
pajak yang minimal sehingga perusahaan bisa mendapatkan
profitabilitas yang diharapkan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh beban pajak tangguhan, finansial


distress dan transfer pricing terhadap tax avoidance telah banyak dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya. hasil dari beberapa peneliti digunakan
sebagai perbandingan dan bahan referensi dalam penelitian. Berikut hasil
penelitian terdahulu mengenai pengaruh pengaruh beban pajak tangguhan,
finansial distress dan transfer pricing terhadap tax avoidance.

Penelitian Gian Anugerah, dkk (2021) meneliti tentang pengaruh


financial distress, intensitas asset tetap terhadap tax avoidance, sampel
penelitian ini menggunakan industri property dan real estate yang terdaftar
dibursa efek indonesia untuk periode tahun 2016-2019 melalui purpose
sampling dan diperoleh 24 perusahaan, sehingga diperoleh 96 pengamatan.
Metode analisis data menggunakan analisis regresi data panel dengan
menggunakan software Eviews 9.0 dengan melakukan beberapa tahap
pengujian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa financial distress
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance, sedangkan intensitas aset
tetap tidak berpengaruh terhdap tax avoidance, sementara kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial berhasil memberikan pengaruh
signifikan terhadap hubungan financial distress dan intensitas aset tetap
dengan tax avoidance. Dan secara simultan variabel financial distress dan
intensitas aset tetap dengan good corporate governance sebagaipemoderasi
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.

Penelitian Tika Anggraini, dkk (2019) meneliti tentang pengaruh


Beban Pajak Tangguhan Terhadap Penghindaran Pajak dan Komite Audit
sebagai moderasi . Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan
penghindaran pajak sebagai variabel dependen dalam penilitian ini.
Penghindaran pajak diukur dengan cash effective tax rate (CETR). Variabel
independen yang diteliti antara lain Beban Pajak Tangguhan, dan Komite
Audit sebagai moderasi. Sampel dari penelitian ini adalah 8 perusahaan
sektor Pertambangan Batu Bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2013–2017. Sampel dipilih dengan metode non probability
sampling.Analisis data dilakukan dengan uji Statistik deskriptif, uji asumsi
klasik dan pengujian hipotesis dengan metode regresi linier. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh
signifikan terhadap penghindaran pajak. Sedangkan Komite Audit
memoderasi terhadap penghindaran pajak.

Penelitian Renal Ijlal Alfarizi, dkk (2021) meneliti tentang pengaruh


profitabilitas, transfer pricing, dan manajemen laba terhadap tax avoidance.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2019. Penelitian ini
menggunakan 9 perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI tahun
2016-2019 sebagai sampel yang disusun berdasarkan teknik purposive
sampling. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan teknik Analisis
Regresi Linear Beranda dengan program Spss dan tingkat signifikansi 5%.
Hasil dari penelitian yang diperoleh (1) tidak terdapat pengaruh antara
profitabilitas terhadap tax avoidance, (2) terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara transfer pricing terhadap tax avoidance, (3) tidak terdapat
pengaruh antara manajemen laba terhadap tax avoidance.

Penelitian Riza Dwi Astriyani, dkk (2022) meneliti tentang


pengaruh financial distress, karakteristik eksekutif dan family ownership
terhadap tax avoidance. Data yang digunakan adalah data perusahaan
property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tahun 2016 – 2020.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan data sekunder. Dalam pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling, dan jumlah sampel yang didapatkan dan
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 40 yaitu dari 8 perusahaan dengan
5 tahun penelitian. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan
aplikasi Eviews versi 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa financial
distress, karakteristik eksekutif dan family ownership berpengaruh secara
bersama-sama (simultan) terhadaptax avoidance. Selain itu penelitian ini
membuktikan bahwa financial distress dan karakteristik eksekutif tidak
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance, sedangkan family
ownershipberpengaruh positif dan signifikan terhadap tax avoidance.Dan
Sebesar 46,96% dari tax avoidance dapat dijelaskan oleh variabel financial
distress, karakteristik eksekutif dan family ownership. Sedangkan sisanya
yaitu 53.04% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Penelitian Igo Rambu Anarky, dkk (2021) meneliti tentang Pengaruh


Ukuran Perusahaan, Kompensasi Rugi Fiskal Dan Beban Pajak Tangguhan
Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Properti Dan
Real State Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2016-2018) “.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitan ini yaitu data
yang dikumpulkan dari laporan tahunan perusahaan Properti Dan Real State
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2016-2018). Hasil
penelitian ini menunjukka bahwa: 1) Secara Parsial Ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tax advoidance. 2) Secara
parsial Kompensasi rugi fiskal berpengaruh positif tetapi tidak singnifikan
terhadap tax advoidance. 3) Secara parsial Beban pajak tangguhan
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap tax advoidance pada
perusahaan property & real state yang terdaftar di bursa efek Indonesia
(BEI) periode 2016-2018. 4) Secara simultan Ukuran perusahaan,
kompensasi rugi fiskal dan beban pajak tangguhan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tax advoidance pada perusahaan property & real state
yang terdaftar di bursa efek Indonesia (BEI) Periode 2016-2018.
Penelitian Annisa Lutfia, dkk (2018) meneliti tentang pengaruh
faktor-faktor yang mempengaruhi Tax avoidance antara lain Transfer
pricing, Kepemilikan institusional, dan Komisaris independen pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2012-2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
data laporan keuangan. Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI. Teknik pemilihan sampel yang digunakan
yaitu purposive sampling dan diperoleh 41 perusahaan dengan periode
penelitian pada tahun 2012-2016. Metode analisis data dalam penelitian ini
adalah analisis regresi data panel dengan menggunakan software Eviews 9.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Transfer pricing,
kepemilikan institusional dan komisaris independen berpengaruh terhadap
tax avoidance. Sedangkan secara parsial Transfer pricing berpengaruh
terhadap tax avoidance, kepemilikan institusional berpengaruh positif
signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap tax avoidance. Berdasarkan hasil dari penelitian yang
telah dilakukan. Penulis ingin memberikan saran agar perusahaan
multinasional menghindari melakukan kegiatan tax avoidance dengan
mengandalkan praktik transfer pricing. Dan dari sisi komisaris independen
persentase jumlah komisaris independen dalam perusahaan dapat dikatakan
masih kurang, sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk
meningkatkan jumlah komisaris independen pada perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.

Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian


sebelumnya adalah variabel yang diteliti, sektor perusahaaan dan tahun
penelitian.

2.1.2 Tinjauan Teori

1.Teori Agensi (Agency Theory)


Teori keagenan (agency theory) adalah teori yang
menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau
lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan
Meckling, 1976). Teori agen dikembangkan oleh Michael Johnson,
yang memandang bahwa manajemen perusahaan (agent) akan
bertindak dengan kesadaran bagi kepentingan sendiri, bukan
sebagai pihak yang bijaksana serta adil terhadap pemegang saham.
Teori agen dipandang lebih luas karena teori ini dianggap lebih
mencerminkan kenyataan yang ada.

2. Pengertian Pajak

Menurut Mardiasmo (2016;26) pajak adalah kontribusi wajib


kepada negara yang terutang oleh orang pribadi ataupun badan
yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan atau manfaatnya secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran serta
kesejahteraan rakyatnya. Pajak merupakan sumber pendapatan
negara. Bahkan banyak negara yang mengandalkan penerimaan
pajak sebagai sumber penerimaan negara yang utama. Pajak bagi
pemerintah merupakan sumber pendapatan yang cukup potensial
untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan.

Bagi perusahaan pajak merupakan biaya yang bentuk


pengembaliannya tidak diterima secara langsung, baik berupa
barang, jasa atau dana, sehingga beban pajak harus diperhitungkan
dalam setiap keputusan yang melibatkannya. Defisini pajak
menurut undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan
keempat atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan pada pasal 1 ayat 1
berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa 16
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara lansung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

a. Fungsi pajak
Menurut Mardiasmo (2016;4) fungsi pajak ada dua, yaitu:
1) Fungsi anggaran (budgeter) adalah pajak berfungsi sebagai
salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaranpengeluarannya
2) Fungsi mengatur (regulerend) adalah pajak berfungsi
sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang
mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
b) Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang
membantu perekonomian agar semakin produktif.

b. Subjek pajak
Adanya perbedaan perlakukan perpajakan atas pembayaran
dividen badan usaha kepada pemegang saham perorangan dan
kepada pemegang saham berbentuk badan usaha menyebabkan
timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar
beban pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan bisa
dimanfaatkan untuk tujuan yang lain. Disamping itu, ada
pertimbangan untuk menunda pembayaran dividen dengan cara
meningkatkan jumlah laba yang ditahan (retained 17 earnings)
bagi perusahaan yang juga akan menimbulkan penundaan
pembayaran.
c. Objek pajak
Objek pajak merupakan basis perhitungan (tax bases)
besarnya pajak, maka untukoptimalisasi alokasi sumber dana,
manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih (karena
bisa mengurangi optimalisasi alikasi sumber daya) dan tidak
kurang (agar tidak harus membayar sanksi yang berarti
pemborosan dana).
d. Tarif pajak
Adanya penerapan schedular taxation tarif yang diterapkan di
Indonesia mengakibatkan seorang perencana pajak berusaha
sedapat mungkin agar dikenakan tarif yang paling rendah (low
bracket).
e. Prosedur pembayaran pajak
Sistem self-assessment dan sistem pembayaran
mengharuskan perencanan pajak untuk merencanakan
pajaknya dengan baik. Saat ini disamping mengganggu arus
kas perusahaan juga bisa mengakibatkan kelebihan
pembayaran atas pemungutan pendahuluan tersebut, padahal
untuk memperoleh restitusi atas kelebihan tersebut diperlukan
waktu dan biaya.

3. Beban pajak tangguhan

Menurut Harnanto (2014:115) mendefinisikan Beban


pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan
temporer antara laba akuntansi (laba dalam laporan keuangan
untuk pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan
sebagai dasar perhitungan pajak. Beban Pajak Tangguhan
diukur dengan rumus:

DTEit
Deferred Tax Expense=
TAi t−1

4. Financial distress

Financial distress (kesulitan keuangan) dapat diartikan


sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang
menyebabkan kebangkrutan perusahaan. (Darsono & Ashari,
2005). Financial distress terjadi ketika perusahaan mengalami
kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau
melanjutkan usahanya lagi. Perusahaan yang terjebak dalam
financial distress akan mengambil risiko untuk lebih agresif
dalam menghindar pajak demi keberlangsungan
perusahaannya, terlebih jika beban pajak perusahaan menjadi
hal utama dalam cash outflow.

Financial distress sendiri diukur dengan menggunakan


Altman Z-Score (Altman & Hotchkiss, 2011), yaitu:

Z=1.2 A+ 1. AB+3.3 C+0.6 D+1 E

Keterangan:

A= Aset lancar – utang lancar / Total asset

B= Laba ditahan / Total asset

C= Laba sebelum pajak / Total asset

D= Jumlah lembar saham x Harga per lembar saham /


Total utang

E= Penjualan / Total asset

5. Transfer pricing

gertian Transfer Pricing Transfer pricing ialah satu dari


sekian cara yang dilakukan manajemen guna melakukan
praktik tax avoidance dengan memanfaatkan transaksi dengan
pihak berelasi untuk memindahkan keuntungan maupun beban
perusahaan kepada perusahaan yang berelasi tersebut.

Menurut penjabaran Putri & Mulyani, (2020) transfer


pricing merupakan suatu upaya yang dilakukan perusahaan
dalam tujuan penghindaran pajak. Berdasarkan perspektif
pemerintah, transfer pricing mampu menyebabkan peluang
pendapatan pajak suatu negara akan berkurang disebabkan
perusahaan memindahkan beban pajaknya dengan metode
menurunkan harga jual kepada perusahaan yang berafiliasi dan
memindahkan laba yang didapat kepada perusahaan yang
berafiliasi. Hal ini membuat beban pajak yang dimiliki
perusahaan induk semakin lebih rendah. Ardianto &
Rachmawati, (2016) dalam penelitiannya menjelaskan terdapat
metode dalam menghitung transfer pricing yaitu :

1. Transfer Pricing berdasarkan piutang usaha, di mana


menggunakan rumus :

Piutangkepada pihak berelasi


Transfer pricing=
Total piutang

6. Tax avoidance

Hanlon dan Heitzmani (2010:127-128) "Mendefinisikan


penghindaran pajak yaitu pengurangan pajak eksplisit yang
merepresentasikan serangkaian strategi perencanaan pajak
mulai dari manajemen pajak (tax mangement), perencanaan
pajak (tax planning), pajak agresif (tax aggresive), tax evasion
dan tax sheltering". Menurut Gusti Maya Sari (2014)
"penghindaran pajak adalah suatu skema transaksi yang
ditunjukan dengan meminimalkan beban pajak dengan
memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan-
ketentuan perpajakan suatu negara".

Pengertian Penghindaran pajak juga merupakan upaya


efisiensi beban pajak yang harus dibayarkan dengan cara
menghindari pengenaan pajak lewat berbagai jenis transaksi
yang bukan merupakan objek pasark (Nurk2010). Dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

pembayaran pajak
ETR=
laba sebelum pajak
2.1.3 Kerangka konseptual

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang


telah diuraikan, maka disusun kerangka konseptual yang
menghubungkan beban pajak tangguhan, financial distress dan
transfer pricing sebagai variable independent, tax avoidance sebagai
variable dependen. Maka kerangka konseptual dapat dinyatakan dalam
gambar:

Beban pajak tangguhan


(X1)

Financial Distress (X2) Tax Avoidance (Y1)

Transfer Pricing (X3)

2.2 Hipotesis

1. Pengaruh Beban Pajak Tangguhan terhadap Tax Avoidance

Sesuai hasil penelitian yang menjelaskan bahwa beban


pajak tangguhan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hal ini
karena dinilai perbedaan laba akuntansi dengan laba pajak terdapat
perbedaan yang kecil atau dengan kata lain memiliki nilai diskresi
manajemen yang rendah sehingga diskresi manajemen yang renddah
tidak mampu mendeteksi tindakan tax avoidance. Hasil ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Meiza, 2015) yang
menyatakan bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh negatif
terhadap tax avoidance. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Kalbuana, Purwanti , & Agustin, 2017)

H1: beban pajak tangguhan tidak memiliki pengaruh terhadap


tax avoidance.

2. Financial Distress Terhadap Tax Avoidance


Financial Distress adalah keadaan dimana perusahaan
mengalami penurunan kondisi keuangan sebelum terjadinya
kebangkrutan atau likuidasi. Financial Distress memiliki dampak
terhadap Penghindaran Pajak. Intensifikasi Financial Distress dalam
suatu perusahaan akan menyebabkan peningkatan Penghindaran Pajak
dalam suatu perusahaan. Menurut Ayu, Adindha Sekar; Handayani
(2015) Financial Distress adalah kondisi dimana perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut maka perusahaan dapat
mengalami kebangkrutan atau likuidasi. Secara khusus, Financial
Distress akan mendorong perusahaan untuk mengambil sikap yang
lebih agresif dalam hal mengurangi kewajiban pajak perusahaan
mengingat bahwa pajak merupakan salah satu biaya yang paling
signifikan dikeluarkan oleh perusahaan (Richardson et al., 2015).
Penelitian Feizi, Panahi, Keshavarz, et al (2016) dan Richardson et al.
(2015) membuktikan bahwa Financial Distress berpengaruh terhadap
Tax Avoidance

H2: Financial Distress berpengaruh terhadap Tax Avoidance

3. Pengaruh Transfer Pricing Terhadap Tax Avoidance

Transfer pricing merupakan salah satu isu dalam


perpajakan, yangmerupakan upaya internasional penghindaran pajak
dengan cara memperbesar harga pembelian (over invoice) atau
memperkecil harga penjualan(under invoice) (Ilyas dan Suhartono,
2018). Hasil penelitian Mayangsari (2015), Anggraini (2018) dan
Lutfia et al. (2018) menyatakan bahwa transfer pricing berpengaruh
terhadap penghindaran pajak. Di Indonesia, transaksi antar perusahaan
multinasional tidak luput dari rekayasa transfer pricing, terutama oleh
wajib pajak Penanaman Modal Asing (PMA) dan cabang perusahaan
asing di Indonesia yang termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT). Suatu
perusahaan multinasional akan berusaha meminimalkan beban pajak
global dengan cara memanfaatkan celah ketentuan perpajakan suatu
negara, sehingga menimbulkan peluang melakukan penghindaran
pajak.

H3: Transfer pricing berpengaruh terhadap Tax Avoidance

BAB III

KAJIAN TEORI

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan dua jenis variable, yaitu variable
indepenen (beban pajak tangguhan, financial distress dan transfer
pricing) dan variable dependen (tax avoidance). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh beban pajak tangguhan, financial
distress dan transfer pricing terhadap tax avoidance pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya, (Sugiyono, 2017:215). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia sebanyak 162 perusahaan.

3.2.2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil
melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik
tertentu (Bahri, 2018b). Teknik pemilihan sampel dengan
purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2019-2021
2. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan secara
konsisten pada tahun 2019-2021
3. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dengan mata
uang rupiah pada tahun 2019-2021
4. Perusahaan yang menyajikan informasi lengkap yang
dibutuhkan sekaligus menjadi sampel penelitian (AR)

Tabel 3.1
Proses Seleksi sampel

NO KRITERIA PROSES SELEKSI SAMPEL JUMLAH

Data prusahaan perbankan yang terdaftar


47
1 di BEI
Perusahaan yang tidak menyajikan laporan
keuangan secara konsisten pada periode -5
2 2019-2021
Perusahaan yang menyajikan laporan
keuangan secara konsisten pada periode 42
  2019-2021
Perusahaan yang tidak menyajikan laporan
0
3 keuangan dalam uang rupiah
Perusahaan yang menyajikan laporan
47
  keuangan dalam mata uang rupiah
Perusahaan yang tidak menyajikan
informasi lengkap yang dibutuhkan dalam -13
4 penelitian
  Perusahaan yang menyajikan informasi 34
lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian

3.3 Jenis Data dan Sumber Data


3.3.1 Jenis Data
Jenis data penelitian adalah data kuantitatif. Data kuantitatif
adalah data yang berupa angka atau bilangan (Bahri, 2018). Data
kuantitatif tersebut berupa laporan keuangan perusahaan
manufaktur sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada periode 2019-2021.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data adalah data sekunder. Data sekunder adalah data


diperoleh secara tidak langsung dan melalui media perantara,
berasal dari sumber-sumber yang telah ada atau data sudah
tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain. Data cross section
adalah data yang dikumpulkan pada satu waktu tertentu pada
beberapa obyek dengan tujuan menggambarkan keadaan (Bahri,
2018). Data sekunder tersebut berupa laporan keuangan
perusahaan pertambangan yang terdaftar dan dipublikasikan oleh
Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui website www.idx.co.id.
Penggunaan data sekunder dinilai lebih tepat dan mudah dalam
memperoleh data-data yang dibutuhkan serta dalam mendapatkan
informasi lebih luas.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian menggunakan metode


dokumentasi. Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian, serta
dokumen yang diteliti dapat berbagai jenis yaitu buku harian,
surat pribadi, laporan, notulen rapat, dan dokumen-dokumen
lainnya (Bahri, 2018b) . Dokumen yang digunakan berdasarkan
laporan keuangan yang telah dipublikasin oleh Bursa Efek
Indonesia. Penelitian menggunakan dokumen laporan keuangan
tahunan perusahaan pertambangan periode 2019-2021

3.5 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah operasionalisasi penentuan


konstruk menjadi variabel yang diukur dengan tujuan
memberikan nilai pada konstruk tersebut. Variabel adalah sesuatu
yang mempunyai nilai dan dapat diukur, baik berwujud maupun
tidak berwujud dan nilai yang diberikan pada suatu variabel
didasarkan pada ciri-ciri variabel tersebut (Bahri, 2018)

1. Variabel Dependen
a. Beban Pajak Tngguhan

Menurut Harnanto (2014:115) mendefinisikan Beban


pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat
perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba dalam
laporan keuangan untuk pihak eksternal) dengan laba
fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan
pajak. Beban Pajak Tangguhan diukur dengan rumus:

DTEit
Deferred Tax Expense=
TAi t−1

b. Financial Distress

Financial distress (kesulitan keuangan) dapat


diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo
yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan. (Darsono &
Ashari, 2005). Financial distress terjadi ketika perusahaan
mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk
menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Perusahaan
yang terjebak dalam financial distress akan mengambil
risiko untuk lebih agresif dalam menghindar pajak demi
keberlangsungan perusahaannya, terlebih jika beban pajak
perusahaan menjadi hal utama dalam cash outflow.

Financial distress sendiri diukur dengan


menggunakan Altman Z-Score (Altman & Hotchkiss,
2011), yaitu:

Z=1.2 A+ 1. AB+3.3 C+0.6 D+1 E

Keterangan:

A= Aset lancar – utang lancar / Total asset

B= Laba ditahan / Total asset

C= Laba sebelum pajak / Total asset

D= Jumlah lembar saham x Harga per lembar saham /


Total utang

E= Penjualan / Total asset

c. Transfer Pricing

Financial distress (kesulitan keuangan) dapat


diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo
yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan. (Darsono &
Ashari, 2005). Financial distress terjadi ketika perusahaan
mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk
menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Perusahaan
yang terjebak dalam financial distress akan mengambil
risiko untuk lebih agresif dalam menghindar pajak demi
keberlangsungan perusahaannya, terlebih jika beban pajak
perusahaan menjadi hal utama dalam cash outflow.

Financial distress sendiri diukur dengan


menggunakan Altman Z-Score (Altman & Hotchkiss,
2011), yaitu:
Z=1.2 A+ 1. AB+3.3 C+0.6 D+1 E

Keterangan:

A= Aset lancar – utang lancar / Total asset

B= Laba ditahan / Total asset

C= Laba sebelum pajak / Total asset

D= Jumlah lembar saham x Harga per lembar saham /


Total utang

E= Penjualan / Total asset

2. Variabel Dependen

a. Tax Avoidance

Menurut Gusti Maya Sari (2014) "penghindaran pajak


adalah suatu skema transaksi yang ditunjukan dengan
meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan-ketentuan
perpajakan suatu negara".

Pengertian Penghindaran pajak juga merupakan


upaya efisiensi beban pajak yang harus dibayarkan dengan
cara menghindari pengenaan pajak lewat berbagai jenis
transaksi yang bukan merupakan objek pasark
(Nurk2010). Dihitung dengan rumus sebagai berikut:

pembayaran pajak
ETR=
laba sebelum pajak

3.6 Teknis Analisis Data dan Uji Hipotesis

3.6.1 Teknis Analisis Data


Analisis data merupakan tahapan pengelolahan data. Data
yang telah dikumpulkan akan dianalisis sesuai dengan teknik
analisis data yang digunakan penelitian tersebut (Bahri, 2018).

1. Statistik Deskriptif

Menurut (Bahri, 2018) statistika deskriptif atau statistika


deduktif mempelajari tata cara penyusunan dan penyajian data
yang dikumpulkan dalam suatu riset. Tujuannya untuk
mendapatkan gambaran atau mendeskripsikan sekumpulan data
hasil pengamatan sehingga mudah dipahami, dibaca, dan
digunakan sebagai informasi. Dekskriptif digunakan untuk
standar deviasi, nilai rata-rata, nilai minimum, dan maksimum.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Merupakan uji distribusi data yang akan dianalisis, apakah


penyebarannya dibawah kurva normal atau tidak (Bahri, 2018).
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi
normal sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada
populasi, yang dilihat dari nilai residual dengan menggunakan
uji one-sample kolmogorov-smirnov. Tingkat signifikan yang
digunakan α=0,05. Dasar pengambilan keputusan sebagai
berikut:

1) Jika nilai signifiansi ≥ 0,05, maka asumsi


normalitas terpenuhi.
2) Jika nilai signifikansi < 0,05, maka asumsi
normalitas tidak terpenuhi.

b. Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas adalah varian residual yang tidak sama


pada semua pengamatan di dalam model regresi. Regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi heterokedastisitas (Bahri, 2018).
Heterokedastisitas menunjukan bahwa varians dari setiap rror
bersifat hetrogen yang berarti melanggar asumsi klasik yang
mensyaratkan bahwa varians dari error harus bersifat
homogennya. Pengujian heterokedastisitas ini menggunakan
uji Glejser. Dasar dari pengambilan keputusan uji ini adalah
jika nilai probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak yang memiliki
arti bahwa adanya masalah heterokedastisitas, sebaliknya jika
nilai probabilitas > 0,05 maka H1 diterima yang artinya tidak
ada masalah heterokedastisitas

c. Uji Multikolinieritas

Tujuan dilakukannya uji multikolonieritas adalah untuk


melihat apakah model regresi memiliki korelasi antara variabel
independen satu dengan yang lainnya. Konsekuensi praktis
yang timbul sebagai akibat adanya multikolinearitas ini adalah
kesalahan standar penaksir semakin besar dan probabilitas
untuk menerima hipotesis yang salah semakin besar sehingga
mengakibatkan diperolehnya kesimpulan yang salah.
Multikolinearitas merupakan korelasi atau hubungan linear
yang kuat di antara variabel-variabel independen. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terdapat masalah
multikolinearitas. Menurut (Ghozali, 2006) menyatakan jika
antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi,
yakni di atas 0,9, maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinearitas

d. Uji autokolerasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam


model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya.
Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan antara satu dengan
lainnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari
autokorelasi . Asumsi mengenai independensi terhadap
residual (non-autokorelasi) dapat diuji dengan menggunakan
uji Durbin-Watson (Field, 2008). Nilai statistik dari uji Durbin-
Watson berkisar di antara 0 dan 4. Nilai statistik dari uji
Durbin-Watson yang lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 3
diindikasi terjadi autokorelasi

3. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda merupakan analisis yang


menghubungkan antara dua variabel independen atau lebih
dengan variabel dependen. Tujuan analisis regresi beganda
adalah untuk mengukur intensitas hubungan dua variabel atau
lebih (Bahri, 2018). Tes statistik regresi berganda dengan
menggunakan model:

Y = a + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e

Keterangan:

Y : Profitabilitas

a : Nilai Konstanta (parameter intercept)

β : Koefisien Regresi

X1 : Green accounting

X2 : Environmental performance

X3 : Good corporate governance

e : Error (residu)

4. Uji Koefisisen Determinasi

Menurut (Bahri, 2018) koefisien determinasi megukur


kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
independen terhadap variabel dependen atau dapat pula
dikatakan sebagai proposi pengaruh seluruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai keofisien
determinasi dapat diukur oleh niai R-Square yang digunakan
pada saat hanya tediri dari satu variabel bebas (regresi linier
sederhana) dan Adjusted R-Square yang digunakan pada saat
variabel independen lebih dari satu (regresi linier sederhana).
Nilai koefisien determinasi berkisar antara angka 0-1. Nilai R2
yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen dan menunjukkan
model semakin tepat. Nilai angka tersebut nantinya akan
diubah ke dalam bentuk persen (%) dan dapat diartikan bahwa
presentase kontribusi pengaruh variabel independen terhadap
dependen.

3.6.2 Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk mengukur ketetapan fungsi


regresi sampel dalam menaksir nilai aktual (Bahri, 2018). Uji
hipotesis yang digunakan adalah uji statistik t. Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logit. Regresi
logit (logistic regression) merupakan teknik analisis yang digunakan
jika variabel terikatnya merupakan data kuantitatif (variabel
dummy). Uji statistik t digunakan untuk pengujian hipotesis
pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel
dependen (Bahri, 2018). Untuk menguji hipotesis digunakan statistik
t dengan kriteria sebagai berikut:

1. Pengujian tingkat signifikan 5% (0,05) sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka H1 ditolak, artinya variabel


independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.
b. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka H1 diterima, artinya variabel
independen secara individual dan signifikan berpengaruh terhadap
variabel dependen.

2. Pengujian dengan perbandingan antara thitung dengan ttabel sebagai


berikut

a. Jika thitung ≥ ttabel maka H1 diterima, artinya variabel


indeoenden berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. Jika thitung ≤ ttabel maka H1 ditolak, artinya variabel independen


tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Lampiran

Table 3.2

Daftar Sampel

NO KODE NAMA PERUSAHAAN

1 BBCA PT. BANK CENTRAL ASIA TBK


2 BBRI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK
3 BMRI PT. BANK MANDIRI (PERSERO) TBK 
4 BBNI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK
5 MEGA PT. BANK MEGA TBK [MEGA]
6 BRIS PT. BANK SYARIAH INDONESIA TBK
7 ARTO PT. BANK JAGO TBK
8 BBHI PT. ALLO BANK INDONESIA TBK
9 PNBN PT. BANK PAN INDONESIA TBK
10 BNLI PT. BANK PERMATA TBK
11 BNGA PT. BANK CIMB NIAGA TBK
12 BDMN PT. BANK DANAMON INDONESIA TBK
13 BINA PT. BANK INA PERDANA TBK
14 BTPS PT. BANK BTPN SYARIAH TBK
15 BTPN PT. BANK BTPN TBK
16 BANK PT. BANK ALADIN SYARIAH TBK
17 BBTN PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK
18 NISP PT. BANK OCBC NISP TBK
19 BNII PT. BANK MAYBANK INDONESIA TBK
20 BSIM PT. BANK SINARMAS TBK
PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA
21 BJBR BARAT DAN BANTEN TBK
PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA
22 BJTM TIMUR TBK
23 AGRO PT. BANK RAYA INDONESIA TBK
24 BBSI PT. KROM BANK INDONESIA TBK 
25 BMAS PT. BANK MASPION INDONESIA TBK
26 BBYB PT. BANK NEO COMMERCE TBK 
27 BBKP PT. BANK KB BUKOPIN TBK
28 BBMD PT. BANK MESTIKA DHARMA TBK 
29 MAYA PT. BANK MAYAPADA INTERNASIONAL TBK
PT. BANK WOORI SAUDARA INDONESIA 1906
30 SDRA TBK 
31 MASB PT. BANK MULTIARTA SENTOSA TBK
32 AMAR PT. BANK AMAR INDONESIA TBK 
33 BNBA PT. BANK BUMI ARTA TBK
34 BABP PT. BANK MNC INTERNASIONAL TBK
PT. BANK CHINA CONSTRUCTION BANK
35 MCOR INDONESIA TBK 
36 DNAR PT. BANK OKE INDONESIA TBK
37 PNBS PT. BANK PANIN DUBAI SYARIAH TBK
38 BACA PT. BANK CAPITAL INDONESIA TBK
39 AGRS PT. BANK IBK INDONESIA TBK
40 NOBU PT. BANK NATIONALNOBU TBK 
41 BCIC PT. BANK JTRUST INDONESIA TBK
42 BGTG PT. BANK GANESHA TBK
43 BKSW PT. BANK QNB INDONESIA TBK
44 BVIC PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL TBK
45 INPC PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL TBK
PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BANTEN
46 BEKS TBK
47 BSWD PT. BANK OF INDIA INDONESIA TBK

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T., Widiasmara, A., & Amah, N. (2019). PENGARUH BEBAN


PAJAK TANGGUHAN TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK
DENGAN KOMITE AUDIT SEBAGAI PEMODERASI Tika. 383–395.

Astriyani, R. D., & Safii, M. (2022). PENGARUH FINANCIAL DISTRESS ,


KARAKTERISTIK EKSEKUTIF , DAN FAMILY OWNERSHIP
TERHADAP TAX AVOIDANCE. 3(1), 359–367.

Lutfia, A., & Dudi Pratomo, SET., M, A. (2018). PENGARUH TRANSFER


PRICING, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN KOMISARIS
INDEPENDEN TERHADAP TAX AVOIDANCE. 5(2), 2386–2394.

Pratiwi, N. P. D., Mahaputra, I. N. K. A., & Sudiartana, I. M. (2021).


Pengaruh Financial Distress, Leverage Dan Sales Growth Terhadap
Tax Avoidance Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei
Tahun 2016-2018 Ni. 1(5), 1609–1617.

Rambu Anarky, I., Haryati, R., & Andre, B. (2021). PENGARUH UKURAN
PERUSAHAAN, KOMPENSASI RUGI FISKAL DAN BEBAN PAJAK
TANGGUHAN TERHADAP TAX AVOIDANCE. 3(4), 757–774.

Riset, K., Ekonomi, N., Alfarizi, R. I., Hindria, R., Pita, D., Ajengtiyas, A.,
& Korespondensi, P. (2021). PENGARUH PROFITABILITAS,
TRANSFER PRICING, DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP TAX
AVOIDANCE. 2(1), 898–917.

Veronica, E., & Kurnia, S.AB., M. . (2021). ISSN : 2355-9357 e-Proceeding


of Management: Vol.8, No.1 Februari 2021 | Page 86 PENGARUH
BEBAN PAJAK TANGGUHAN, PERTUMBUHAN PENJUALAN,
RISIKO PERUSAHAAN, DAN STRATEGI BISNIS TERHADAP TAX
AVOIDANCE. 8(1), 86–93.

(Anggraini et al., 2019; Astriyani & Safii, 2022; Lutfia & Dudi
Pratomo, SET., M, 2018; Pratiwi et al., 2021; Rambu Anarky et al.,
2021; Riset et al., 2021; Veronica & Kurnia, S.AB., 2021)

Anda mungkin juga menyukai