Abstrak
Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar bagi pemerintah. Pemerintah selalu
berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak karena pajak merupakan sumber keuangan
negara. Disisi lain, pembayaran pajak termasuk salah satu faktor yang akan mengurangi
penghasilan bagi perusahaan. Perusahaan berupaya melakukan tindakan-tindakan untuk
mengurangi beban pajaknya dengan memanfaatkan grey area atau kelemahan-kelemahan
pada peraturan perpajakan (tax avoidance). Tetapi, upaya yang dilakukan oleh perusahaan
justru akan merugikan negara dikarenakan lebih dari 75% penerimaan negara Indonesia
berasal dari pajak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh intensitas aset tetap,
kompensasi rugi fiskal, dan koneksi politik terhadap tax avoidance pada perusahaan industri
manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2020, baik secara simultan maupun parsial.
Metode yang digunakan dalam teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah purposive
sampling dan diperoleh 32 sampel perusahaan dengan periode pengamatan selama 5 (lima)
tahun sehingga didapat 160 data dalam penelitian ini. Data dianalisis menggunakan analisis
statistik deskriptif dan regresi data panel dengan bantuan software excel & eviews 10. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa intensitas aset tetap, kompensasi rugi fiskal, dan koneksi
politik secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance. Secara parsial, variabel intensitas
aset tetap berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Sedangkan kompensasi rugi fiskal dan
koneksi politik berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.
Kata Kunci: Intensitas Aset Tetap; Kompensasi Rugi Fiskal; Koneksi Politik; Tax Avoidance.
Abstract
Taxes are the largest source of revenue for the government. The government always strives to
increase tax revenue because taxes are a source of state finance. On the other hand, paying taxes is one
of the factors that will reduce income for the company. The company seeks to take actions to reduce its
tax burden by taking advantage of the gray area or weaknesses in tax regulations (tax avoidance).
However, the efforts made by the company will actually harm the state because more than 75% of
Indonesia's state revenue comes from taxes. This study was conducted to determine the effect of the
intensity of fixed assets, fiscal loss compensation, and political connections on tax avoidance in
manufacturing industry companies on the Indonesia Stock Exchange in 2016-2020, either
simultaneously or partially. The method used in the sampling technique of this study was purposive
sampling and obtained 32 samples of companies with an observation period of 5 (five) years so that 160
data were obtained in this study. The data were analyzed using descriptive statistical analysis and panel
data regression with the help of excel & eviews 10. The results show that the intensity of fixed assets,
compensation for fiscal losses, and political connections simultaneously affect tax avoidance. Partially,
the fixed asset intensity variable has a positive effect on tax avoidance. Meanwhile, fiscal loss
compensation and political connections have a negative effect on tax avoidance.
Keywords: Intensity of Fixed Assets; Fiscal Loss Compensation ; Political Connections, Tax
Avoidance.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara berkembang, oleh karena itu pemerintah di Indonesia
masih akan terus melakukan pembangunan disegala bidang demi mewujudkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Untuk menjalankan kegiatan pembangunannya tentu diperlukan dana
yang tidak sedikit. Terdapat sumber pendapatan negara menurut UU No. 17 tahun 2003 pasal
11 ayat 3 mengenai keuangan negara yaitu, pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah. Pajak
adalah sumber penerimaan terbesar bagi negara karena pajak adalah iuran wajib yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak. Pajak sebagai komponen pendapatan negara terbesar dengan
memberikan pemasukan lebih dari 75% dan sisanya berasal dari sumber lain seperti PNBP
dan hibah (Kementerian Keuangan, 2021). Meskipun pajak merupakan sumber penerimaan
negara terbesar tetapi angka realisasi penerimaan pajak belum mencapai target yang
ditetapkan dalam APBN. Hal ini membuktikan bahwa masih terdapat faktor yang
menghambat penerimaan pajak. Berikut ini merupakan tabel perbandingan target dan
realisasi penerimaan pajak tahun 2016-2020:
Tabel 1. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dalam APBN (dalam miliar rupiah)
Tahun 2016 2017 2018 2019 2020
Target 1,539,166 1,472,709 1.618,095 1.786,378 1.404,507
Realisasi 1,284,970 1,343,529 1.518,789 1.546,141 1,285,136
Pencapaian 83,48% 91,23% 93,86% 86,55% 91,50%
Sumber: Kementerian Keuangan, data diolah penulis (2022)
Salah satu faktor yang cukup dominan dan berpotensi mempengaruhi tidak
tercapainya target pajak adalah lemahnya kepatuhan WP. Fenomena mengenai pemungutan
pajak menjadi fenomena penting yang menjadi fokus pemerintah dan harus dikelola dengan
baik, dikarenakan pajak berperan dalam merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang akan menumbuhkan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun,
pelaksanaan pemungutan pajak oleh pemerintah tidaklah selalu mendapat sambutan baik
oleh perusahaan dikarenakan kepentingan antar keduanya yang bertolak belakang
(Purbowati & Yuliansari, 2019). Hal ini menghasilkan teori keagenan dimana pemerintah
menginginkan penerimaan pajak yang besar setiap tahun, namun pihak perusahaan ingin
menekan pembayaran pajak serendah mungkin untuk memaksimalkan laba perusahaan
dengan cara melakukan perencanaan pajak (tax planning). Pohan (2016:23) menyatakan bahwa
tax planning terdiri dari 3 cara, salah satunya adalah tax avoidance. Tax avoidance merupakan
strategi atau teknik yang dilakakukan secara legal untuk meminimalkan beban pajak serendah
mungkin dengan tidak melanggar undang-undang perpajakan yang berlaku, seperti
memanfaatkan kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan
perpajakan. Tax avoidance adalah masalah serius di Indonesia karena Indonesia diduga
mengalami kerugian sebesar 68,7 triliun. Dari angka tersebut, sebesar 67,6 triliun berasal dari
penghindaran pajak korporasi dan sisanya 1,1 triliun berasal dari penghindaran pajak orang
pribadi (Santoso, 2020).
Faktor pertama yang dapat mempengaruhi tax avoidance adalah intensitas aset tetap.
Intensitas aset tetap mencerminkan banyaknya investasi perusahaan pada aset tetap (Dharma
& Noviari, 2017). Aset tetap merupakan aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap
pakai yang digunakan dalam operasional perusahaan dan tidak ditujukkan untuk dijual
dalam kegiatan normal perusahaan dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK
No.16). Adanya keterkaitan antara intensitas aset tetap sebuah perusahaan dengan perpajakan
yaitu mengenai hal depresiasi yang terkandung dalam keputusan investasi perusahaan pada
aset tetap. Dimana biaya depresiasi termasuk kedalam deductible expense sesuai dengan UU
NO. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat 1(b). Semakin besar aset tetap yang dimiliki maka akan
menimbulkan beban penyusutan yang besar pula dan akan mengurangi laba sebelum pajak.
Apabila laba perusahaan berkurang, maka beban pajak perusahaan ikut berkurang. Begitupun
sebaliknya, perusahaan dengan jumlah aset tetap yang kecil akan menanggung beban pajak
yang besar. Penelitian yang dilakukan oleh Anwar & Saragih (2021) menyatakan bahwa
intensitas aset tetap berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Hal ini sejalan dengan
penelitian Baihaqqi & Mildawati (2019) yang menyatakan bahwa intensitas aset tetap
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Namun, berbanding terbalik dengan penelitian
yang dilakukan Asri & Mahfudin (2021) serta Jamaludin (2020) yang menyatakan bahwa
intensitas aset tetap tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Faktor kedua yang mempengaruhi tax avoidance adalah kompensasi rugi fiskal.
Kerugian tersebut dapat dikompensasikan selama lima tahun ke depan dan laba perusahaan
pada tahun selanjutnya akan digunakan untuk mengurangi jumlah kompensasi kerugian
pada tahun sebelumnya sesuai dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 Ayat
2. Hal ini menyebabkan terjadinya masalah keagenan, karena pemerintah selaku principal
pada dasarnya menginginkan kompensasi rugi fiskal ini diberikan bagi yang mengalami
kerugian, namun agent memanfaatkan kompensasi rugi yang diberikan sebagai celah
penghindaran pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Adi (2018) dan Fitriani & Sulistyawati
(2020) yang menyatakan bahwa kompensasi rugi fiskal berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Humairoh & Triyanto
(2019) serta Andriyani & Mahpudin (2021) yang menyatakan bahwa kompensasi rugi fiskal
tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Faktor ketiga yang diduga mempengaruhi tax avoidance adalah koneksi politik.
Perusahaan berkoneksi politik adalah perusahaan dengan cara-cara tertentu memiliki
hubungan dengan politisi atau pemerintah dan mempunyai peluang untuk mendapatkan
perlakuan khusus, termasuk dalam hal perpajakan. Pemegang kepentingan atau pemegang
saham perusahaan tersebut akan melakukan sistem lobbying kepada politisi atau pemerintah
guna dapat membantu perusahaan dalam aktivitas pemeintahan deperti dalam meminta
perlindungan pajak (Ferdiawan & Firmansyah, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh yang
dilakukan oleh Ferdiawan & Firmansyah (2017) yang menyatakan bahwa koneksi politik
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Hal ini sejalan dengan penelitian Utari &
Supadmi (2017) yang menyatakan koneksi politik berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Darmayanti & Merkusiwati
(2019) dan Lestari & Putri (2017) yang menyatakan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh
terhadap tax avoidance. Faktor lain yang mendasari intensitas aset tetap, kompensasi rugi
fiskal, dan koneksi politik diangkat sebagai variabel independen karena perbedaan temuan
penelitian terdahulu serta fenomena yang ada, menjadi motivasi bagi peneliti untuk
melakukan penelitian kembali terkait variabel-variabel yang telah dipilih, yaitu intensitas aset
tetap, kompensasi rugi fiskal dan koneksi politik yang dapat menjadi penyebab terjadinya tax
avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2016-2020.
METODOLOGI
Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Populasi penelitian
ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-
2020. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan
menghasilkan 32 sampel perusahaan dengan periode penelitian selama 5 tahun sehingga
diperoleh 160 data observasi. Data yang diolah adalah data sekunder yang bersumber dari
laporan keuangan perusahaan melalui website resmi Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode
analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskiptif dan analisis regresi data panel
dengan menggunakan software eviews 10. Berikut tabel kriteria sampel penelitian sebagai
berikut:
Tabel 1. Kriteria Pemilihan Sampel
No. Kriteria Pengambilan Sampel Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun
1. 193
2016-2020.
Perusahaan manufaktur yang tidak konsisten terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2. (51)
(BEI) pada tahun 2016-2020.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
3 (20)
tidak konsisten menerbitkan laporan keuangan dari tahun 2016-2020
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
4 (42)
2016-2020 yang tidak menyediakan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
5 (16)
2016-2020 yang tidak menyajikan laporan keuangan dalam rupiah.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
6 (28)
mengalami kerugian dari tahun 2016-2020.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
7 (4)
2016-2020 dengan nilai CETR diatas 100%.
Jumlah Sampel 32
Jumlah sampel penelitian dalam 5 Tahun (32 x 5) 160
Variabel dependen pada penelitian ini adalah tax avoidance dengan variabel
independennya yaitu intensitas aset tetap, kompensasi rugi fiskal dan koneksi politik. Model
analisis regresi data panel yang digunakan pada penelitian ini adalah:
TA = α + β1 IAT + β2 KRF + β3 KP + ε
Keterangan:
TA : Tax Avoidance (diukur menggunakan rasio Cash Effective Tax Rate (CETR))
𝛼𝛼 : Konstanta
IAT : Intensitas Aset Tetap (diukur menggunakan rasio intensitas aset tetap)
KRF : Kompensasi Rugi Fiskal (diukur dengan dummy)
KP : Koneksi Politik (dikur dengan dummy)
β 1 β2 β3 : Koefisien regresi masing-masing variabel
ε : Error term
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil analisis nilai korelasi intensitas aset tetap
(IAT), kompensasi rugi fiskal (KRF), koneksi politik (KP) menunjukkan bahwa nilai korelasi
< 0,8 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antar variabel bebas atau tidak
terjadi multikolinearitas dalam penelitian ini.
Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas yang
ditunjukkan dengan nilai probabilitas variabel independen diatas 0,05. Hasil uji
heteroskedastisitas pada tabel 6 menunjukkan nilai probabilitas Prob. Chi-Square 0.3953 lebih
besar dari nilai 0.05 yang berarti bahwa penelitian ini terbebas dari gejala heteroskedastisitas
dan layak digunakan dalam memprediksi tax avoidance berdasarkan variabel independen
yaitu intensitas aset tetap, kompensasi rugi fiskal dan koneksi politik.
Berdasarkan tabel 7 dan melalui persamaan model regresi data panel yang
menjelaskan pengaruh intensitas aset tetap, kompensasi rugi fiskal, dan koneksi politik
terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2016-2020 dapat diformulaiskan sebagai berikut:
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan Berdasarkan tabel 8 bahwa hasil nilai Adjusted R-squared yang diperoleh
pada penelitian ini sebesar 0.102936 atau 10,2936% sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel independen yang terdiri dari intensitas aset tetap, kompensasi rugi fiskal dan koneksi
politik mampu menjelaskan variabel dependen yaitu tax avoidance yang diukur dengan cash
effective tax rate (CETR) sebesar 10,2936%. Sedangkan sisanya 89,7064% yang dapat dijelaskan
dengan variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
Berdasarakan tabel 9, Prob (F-Statistic) sebesar 0.001045 lebih kecil dari nilai signifikansi
yaitu 0.05. Hasil uji ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau variabel intensitas aset tetap,
kompensasi rugi fiskal dan koneksi politik secara simultan berpengaruh terhadap tax
avoidance.
Berdasarkan tabel 10 yang menunjukkan hasil uji parsial mengenai berpengaruh atau
tidak berpengaruh variabel independen secara individu terhadap variable dependen
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Intensitas aset tetap memiliki nilai koefisien -0.128453 dengan tingkat probabilitas
sebesar 0.0073 < 0,05 maka Ha diterima, artinya intensitas aset tetap berpengaruh
negatif terhadap CETR. Apabila CETR mengalami penurunan maka tax avoidance
mengalami kenaikan, artinya intensitas aset tetap berpengaruh ke arah positif
terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2016-2020.
2. Kompensasi rugi fiskal memiliki nilai koefisien 0.041397 dengan tingkat probabilitas
sebesar 0.0296 < 0,05 maka Ha diterima, artinya kompensasi rugi fiskal berpengaruh
positif terhadap CETR. Apabila CETR mengalami kenaikan maka tax avoidance
mengalami penurunan, artinya kompensasi rugi fiskal berpengaruh ke arah negatif
terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2016-2020.
3. Koneksi politik memiliki nilai koefisien 0.037988 dengan tingkat probabilitas sebesar
0.0190 < 0,05 maka Ha diterima, artinya koneksi politik berpengaruh positif terhadap
CETR. Apabila CETR mengalami kenaikan maka tax avoidance mengalami penurunan,
artinya koneksi politik berpengaruh ke arah negatif terhadap tax avoidance pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020.
SIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu
intensitas aset tetap, kompensasi rugi fiskal, dan koneksi politik terhadap variabel dependen
tax avoidance. Objek dari penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode 2016-2020. Sampel penelitian ini sebanyak 25 perusahaan dengan
periode penelitian selama 5 tahun. Jumlah data yang dihasilkan sebanyak 125 data yang akan
digunakan untuk memberikan gambaran umum atas dugaan pengaruh dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
Berdasarkan pengujian secara simultan, menunjukkan bahwa variabel indepeden
yaitu intensitas aset tetap, kompensasi rugi fiskal dan koneksi politik berpengaruh atas
variabel dependen yaitu tax avoidance karena nilai Prob (F-Statistic) sebesar 0.001045 yang
mana lebih kecil dari nilai signifikansi yaitu 0.05 (5%). Berdasarkan pengujian secara parsial,
intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Sedangkan, kompensasi rugi
fiskal dan koneksi politik berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.
Referensi :
Adi, G. K. (2018). Pengaruh Konservatisme Akuntansi, Leverage, Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Ilmu Dan Riset
Akuntansi, 7(11).
Andriyani, M., & Mahpudin, E. (2021). Pengaruh Corporate Governance dan Kompensasi
Rugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi Dan Pajak, 21(2), 490–499.
https://doi.org/10.29040/jap.v2li2.1448
Anwar, D. N., & Saragih, M. R. (2021). Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Intensitas Aset
Tetap, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidance. SAKUNTALA, 1(1), 432–448.
Asri, A. A., & Mahfudin, E. (2021). Pengaruh Intensitas Aset Tetap dan Pertumbuhan
Penjualan Terhadap Penghindaran Pajak. COSTING:Journal of Economic, Business and
Accounting, 5(1), 90–97.
Baihaqqi, M. R., & Mildawati, T. (2019). Pengaruh Faktor Corporate Governance, Intensitas
Aset Tetap dan Return on Assets Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Ilmu Dan Riset
Akuntansi, 8(9), 1–22.
Darmayanti, P. P. B., & Merkusiwati, N. K. L. A. (2019). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, Koneksi Politik dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada
Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 26(3), 1992–2019.
https://doi.org/10.24843/EJA.2019.v26.i03.p12
Dharma, N. B. S., & Noviari, N. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Capital
Intensity Terhadap Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 18(1), 529–
556.
Ferdiawan, Y., & Firmansyah, A. (2017). Pengaruh Political Connection, Foreign Activity, dan
Real Earnings Management Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Riset Akuntansi Dan
Keuangan, 5(3), 1601–1624. https://doi.org/10.17509/jrak.v5i3.9223
Fitriani, A., & Sulistyawati, A. I. (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Tax
Avoidance. Majalah Ilmiah Solusi, 18(2), 3–25.
Humairoh, N. R., & Triyanto, D. N. (2019). Pengaruh Return on Assets (ROA), Kompensasi
Rugi Fiskal dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance. JASa (Jurnal Akuntansi, Audit
Dan Sistem Informasi Akuntansi ), 3(3), 335–348.
Jamaludin, A. (2020). Pengaruh Profitabilitas (ROA), Leverage (Ltder) dan Intensitas Aktiva
Tetap Terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Eqien: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis,
7(1), 85–92. https://doi.org/10.34308/eqien.v7i1.120
Kementerian Keuangan. (2021). Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016-2020 (Audited).
Kemenkeu.go.id [Online]. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/laporan/laporan-
keuangan-pemerintah-pusat/
Lestari, G. A. W., & Putri, I. G. A. . A. D. (2017). Pengaruh Corporate Governance, Koneksi
Politik, dan Leverage Terhadap Penghindaran Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 18(3), 2028–2054.
Pohan, C. A. (2016). Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Purbowati, R., & Yuliansari, S. (2019). Pengaruh Manajemen Laba dan Corporate Social
Responsibility Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Riset Akuntansi & Keuangan Dewantara,
2(2), 143–155.
Santoso, Y. I. (2020, November). Akibat Penghindaran Pajak, Indonesia Diperkirakan Rugi Rp 68,7
Triliun. Kontan.Co.Id. https://nasional.kontan.co.id/news/akibat-penghindaran-pajak-
indonesia-diperkirakan-rugi-rp-687-triliun
Utari, N. K. Y., & Supadmi, N. L. (2017). Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas dan
Koneksi Politik pada Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 18(3), 2202–
2230.