Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS PERBANDINGAN PEROLEHAN LABA MENGGUNAKAN

METODE PPN NILAI KONTRAK PADA PT TRI TUNGGAL PUTRA


SEBELUM DAN SELAMA PANDEMI COVID-19

ADE CAHYANI RENANINGTYAS


171600189

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2022

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan dari didirakn sebuah badan usaha adalah untuk
mendapatkan laba yang optimal, baik perusahaan yang bergerak di
bidang industri, dagang, dan tak terkecuali di bidang jasa. Laba usaha
ialah selisih antara pendapatan dan total beban usaha pada periode
tersebut (Rudianto, 2012). Dari pengertin tersebut maka laba
merupakan selisih pendapatan yang diterima perusahaan dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam satu waktu tertentu. Laba adalah
pos yang penting dari laporan keuangan dan mempunyai
penggunaan yang bermacam-macam untuk berbagai tujuan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Harahap (2001) secara operasional
yang dimaksud dengan laba akuntansi adalah perbedaan antara
revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode
tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarka pada
periode tersebut. Jika perolehan dibandingkan dengan seluruh
pengeluaran selisihnya positif, akan menghasilkan laba usaha dan jika
selisihnya negatif, akan menghasilkan rugi usaha. Informasi laba
usaha dapat dilihat dalam laporan laba rugi perusahaan.
Di dalam pendapatan terdapat perlakuannya. Perlakuan akuntansi
pendapatan mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Jika
perlakuan akuntansi terhadap pendapatan berpedoman pada aturan
yang berlaku, maka penilaian laporan keuangan akan mencerminkan
suatu penilaian yang wajar. Laporan tersebutlah yang akan menjadi
bukti absah atas terjadinya setiap transaksi, menghindari kesalahan
atau penyalahgunaan dana perusahaan serta pelaporan pajak.
Untuk setiap badan usaha yang terdaftar baik mikro hingga
peresroan terbatas akan dikenakan wajib pajak. Pajak dan bisnis
merupakan suatu hal yang saling berkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Semakin besar pendapatan perusahaan atau semakin
berkembang suatu perusahaan maka semakin besar pula nilai pajak
yang diterima oleh negara. Dalam perusahaan jasa pasti terjadi
penagihan atas jasa yang telah diberikan dan didalam tagihan tersebut
disertakan imbalan jasa sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat
oleh perusahaan.
Menurut penelitian Agustina (2017) pada saat perusahaan yang
berlaku sebagai pengusaha kena pajak (PKP), melakukan pembelian

1
2

bahan baku maupun barang jadi, yang di berlakukan sebagai barang


kena pajak (BPK), perusahaan membayar pajak yang disebut pajak
masukan (PPN masukan). Sedangkan perusahaan memungut pajak
keluaran (PPN keluaran) dikenai pajak berdasarkan undang –
undang. Maka dalam hal ini untuk setiap pertambahan aktiva
maupun perolehan laba akan dikenakan pajak.
Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 (UU KUP) menjelaskan
bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara dan untuk kemakmuran
rakyat. Dari definisi tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan
yaitu pajak yang dipungut terikat pada kekuatan undang-undang
yang disetujui oleh pemerintah, pajak dipungut oleh negara baik dari
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, pajak digunakan
untuk pengeluaran pada pemerintahan dan jika masih terdapat
surplus maka dipergunakan untuk membiayai public investment.
Dalam suatu perusahaan yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal
Pajak, maka harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan
barang atau jasa. Perusahaan harus menerbitkan faktur pajak untuk
setiap pembuatan invoice atau tagihan. Dalam Undang - Undang
Nomor 42 Tahun 2009 mendefinisikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sebagai pemungutan pajak tidak langsung yang dikenakan atas
konsumsi barang atau jasa di daerah pabean dengan memiliki
tingkatan dalam setiap jalur produksi dan distribusinya. Pengenaan
PPN menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM pasal 7 berdasarkan
pada harga jual, nilai ekspor, nilai impor, serta nilai lain yang diatur
oleh menteri keuangan.
Salah satu perusahaan jasa yang sedang berkembang saat ini
adalah PT. Tri Tunggal Putra yang bergerak dibidang penyedia jasa
pekerja atau buruh (outsourcing) di Sidoarjo. Jenis outsourcing pada
perusahaan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi tenaga
keamanan (satpam) dan divisi cleaning service. Perusahaan ini berada
dibawah naungan Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia
atau biasa disebut dengan ABUJAPI. Outsourcing sendiri merupakan
kegiatan yang memberikan jasa dalam suatu bidang usaha, kegiatan
atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pemberi jasa dengan
3

disertai keterlibatan langsung tenaga kerja tersebut dalam


pelaksanaannya.
Dalam penelitian Wanti et al., (2019) metode pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) pada perusahaan tenaga kerja (outsourching)
menggunakan dua metode yaitu berdasarkan Nilai kontrak atau
invoice yang ditagihkan setiap bulannya dan berdasarkan manajemen
fee yang telah disepakati oleh perusahaan. Penyajian pengenaan Pajak
Pertambahan NIlai (PPN) dalam laporan keuangan terdapat dalam
laporan laba rugi perusahaan dan neraca. Laba rugi meberi gambaran
perihal hasil yang diterima perusahaan selama satu periode tertentu
serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan hasil. Laba dapat
diukur dengan membandingkan antara pendapatan dengan biaya
yang dikeluarkan perusahaan.
Selanjutnya teknik anlisis yang digunakan dalam penelitian
Siswanto (2006) didasarkan pada dua dokumen sumber yaitu laporan
laba rugi dan SPT masa pph 23. Sedangkan hasil yang dipaparkan
oleh Samsu (2013) dimana pengakuan pendapatan perusahaan
menggunakan metode accrual basis yakni pendapatan diakui pada saat
terjadinya transaksi penjualan jasa oleh perusahaan. Pengakuan
pendapatan perusahaan telah mengacu pada PSAK No. 23 terlihat
dari nilai penjualan jasa yang dicatat sebagai pendapatan tersebut
dapat diestimasi dengan pasti dan besar kemungkinannya dapat
direalisasikan. Pengukuran pendapatan menggunakan dasar
pengukuran historis berdasarkan nilai wajar imbalan yang diterima
atau yang akan diterima dalam bentuk kas dan setara kas.
PT. Tri Tunggal Putra sendiri didirikan pada tahun 2015 dan
beralamatkan di Perumahan Graha Permata Sidorejo Indah Blok X/20
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur. Selama
perkembangannya dari 2015 PT. Tri Tunggal Putra mengalami
pertumbuhan fluktuatif dimana perusahaan yang membutuhkan jasa
kemanan dan keberihan dari PT. Tri Tunggal Putra seperti
perusahaan property, hingga lembaga pendidikan yang tersebar di
Jawa Timur. Hingga pada awal 2020 saat pandemi Covid-19 melanda
Indonesia, didaptakan bahwa PT. Tri Tunggal Putra terkena dampak
Covid-19.
Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) merupakan virus yang hadir
di tahun 2020 di Indonesia dan menyebabkan banyak dampak, baik
dampak kesehatan maupun ke tidak stabilan ekonomi Negara.
4

Bahkan karena perekonomian Negara tidak stabil banyak industri


yang terdampak dan menyebabkan banyak perusahaan yang
melakukan pemutusan hubungan kerja maupun tutup dikarenakan
tidak mampu bertahan melawan krisis yang terjadi. Dampak yang
dirasakan PT. Tri Tunggal Putra yaitu mengalami ketidakstabilan
perolehan laba yang signifikan ditengah perkembangannya
dikarenakan beberapa perusahaan rekanan harus menghentikan
kontraknya.
Selain itu PT. Tri Tunggal Putra merupakan perusahaan yang
pengakuan dan pengukuran pendapatan dimana harus sesuai dengan
Dasar Pengenaan Pajak atas PPN yang dipungut oleh perusahaan
sesuai dengan surat edaran dari Direktur Jenderal Pajak
SE-05/PJ.53/2003. Sedangkan mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012 mengenai karakteristik
perusahaan peyedia jasa merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan
PPN. Maka topik yang di angkat dalam pembahasan ini adalah
analisis perbandingan perolehan laba menggunakan metode PPN nilai
kontrak sebelum dan selama pandemi COVID-19.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada perbedaan laba PT Tri Tunggal Putra sebelum dan
selama pandemi Covid-19 menggunakan pendekatan metode PPN
Nilai Kontrak?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui perbedaan laba Perusahaan menggunakan
metode PPN Nilai Kontrak pada PT Tri Tunggal Putra sebelum dan
selama pandemi Covid-19.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraiakan, diharapkan
penelitian ini dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak yang
antara lain :
a. Bagi Perusahaan
1. Semoga dengan adanya penelitian ini memberikan masukan
bagi perusahaan dalam bidang keuangan yang berkaitan
langsung dengan perhitungan keuntungan perusahaan dengan
menggunakan metode PPN dari nilai kontrak.
5

2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberi


informasi bagi perusahaan sehingga dapat menggunakannya
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.

b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu pengetahuan bagi
masyarakat mengenai perhitungan laba perusahaan menggunakan
pendekatan metode PPN dari nilai kontrak.

c. Bagi Universitas
1. Dari Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
bagi peneliti lain tentang materi yang berhubungan dengan
masalah ini sehingga dapat dikembangkan lebih baik dari
peneliti sebelumnya.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan perbendaharaan pustaka


bagi perpustakaan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
untuk sarana penambah wawasan civitas akademik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
1) Eri Perdana Kusuma dan Bayu Pratama (2020) Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengakuan pendapatan
jasa konstruksi dalam rangka penyajian laporan keuangan yang
diterapkan PT Multipanel Intermitra Mandiri. Data yang
digunakan adalah data Sekunder. Hasil dari penelitian ini, PT
Multipanel Intermitra Mandiri memiliki banyak proyek yang
selesai dalam rentan 1 (satu tahun) perusahaan bisa saja
menggunakan metode persentase penyelesaian dan mengakui
pendapatanya dengan menggunakan metode persentase
penyelesaian yaitu mengakui pendapatan dan laba kotor
berdasarkan proses konstruksi. Untuk menghitung kearah
kemajuan pekerjaan PT Multipanel Intermitra Mandiri
menggunakan Pendekatan Fisik (physical progress) yaitu
perhitungan di dasarkan pada proses penyelesaian proyek.
Pengukuran pendapatan yang dilakukan oleh PT Multipanel
Intermitra Mandiri menggunakan nilai wajar atas harga
kesepakatan dalam hal ini adalah nilai kontrak kerja.
2) Farida Nur Wanti et al., (2019) dengan judul “Perlakuan
Akuntansi Pendapatan Jasa Outsourcing pada PT CDP
Berdasarkan SAK ETAP”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
PT CDP dalam perlakuan akuntansi pendapatan sesuai dengan
SAK ETAP dalam pengakuan, pengukuran serta penyajiannya.
Perusahaan mengakui pendapatan jasa outsourcing pada saat
tagihan yang telah dibuat dan dikirimkan kepada pelanggan
dengan lampiran invoice atau lampiran tagihan, faktur pajak,
foto kopi surat perintah kerja, berita acara penyerahan pekerjaan.
Penagihan PT CDP dilakukan setiap satu bulan sekali.
Pengukuran pendapatan jasa PT CDP yang sesuai dengan SAK
ETAP dilakukan dengan berbagai tahap yaitu mecari total
pendapatan bruto perusahaan setiap bulannya, setelah itu
mencari jumlah. Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan kategori
yang telah ditetapkan oleh undang-undang PPN dan PPnBM,
setelah ditentukannya jumlah dasar pengenaan pajak maka
perusahaan akan mencari jumlah PPN keluaran perusahaan yaitu
dengan jumlah dasar pengenaan pajak dikalikan tarif pajak

6
7

pertambahan nilai, setelah ditemukannya jumlah PPN maka


perusahaan akan mencari jumlah pajak penghasilan pasal 23 atas
imbalan jasa sebesar 2%, setelah ditentukannya jumlah pajak
penghasilan pasal 23 yang berasal dari jumlah DPP dikali tarif
PPh Pasal 23 atas imbalan jasa, perusahaan akan menghitung
pendapatan bruto dikurangi PPN Keluaran dan PPh Pasal 23 dan
hasilnya pendapatan netto. Menurut SAK ETAP entitas harus
mengukur pendapatan berdasarkan nilai wajar atas pembayaran
yang diterima secara bruto. Penyajian laporan laba rugi
perusahaan PT CDP sesuai dengan penyajian berdasarkan SAK
ETAP karena memenuhi persyaratan penyajian.
3) Riyandi Ciputra (2018) dengan judul “Analisis Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai Atas Jasa Outsourcing (Studi Kasus Pada PT.
XYZ)” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengenaan atas
Pajak Pertambahan Nilai PT. XYZ yang melakukan penyerahan
penyediaan jasa tenaga kerja sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012 yang dilihat dari
kriteria-kriteria peraturan yang tidak dipenuhi oleh PT. XYZ.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan PT. XYZ sudah
sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
83/PMK.03/2012 yakni DPP penggantian dan DPP nilai lain.
4) Mandey (2013), mengenai Analisis penerapan Akuntansi Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Hasjrat Abadi Manado.
Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah pencatatan dan
pelaporan akuntansi pajak pertambahan nilai pada PT. Hasjrat
Abadi Manado telah sesuai dengan UU No. 42 tahun 2009.
Metode analisis yang digunakan deskriptif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan
Nilai Pada PT. Hasjrat Abadi Manado telah sesuai dengan UU
No. 42 tahun 2009.
5) Lalujan (2013), mengenai Analisis penerapan pajak pertambahan
nilai pada PT Agung Utara Sakti Manado. Tujuan penelitian
untuk mengetahui bagaimana penerapan PPN mengenai
perhitungan, pelaporan serta pajak masukan dan pajak keluaran
yang dapat menimbulkan pajak lebih / kurang bayar. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa penerapan PPN hamper telah sesuai dengan
Undangundang yang berlaku. Baik dari segi perhitungan,
8

penyetoran dan pelaporannya. Walaupun masih terdapat


beberapa kendala seperti terlambatnya melakukan pelaporan
PPN.
6) Simarmata (2010), melakukan penelitian tentang analisis
perhitungan dan pelaporan pajak pertambahan nilai pada PT.
Masaji Tatanan Container. Dari hasil penelitian tersebut diketahui
bahwa PT. Masaji Tatanan Container telah melaksanakan
kewajibannya dalam hal perhitungan dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai selama satu tahun untuk. Kesalahan yang
terjadi pada tagihan yang dibuat PT. Masaji Tatanan Container,
dimana adanya data–data yang tidak valid untuk keperluan
perhitungan Pajak Pertambahan Nilai.

2.2. Landasan Teori


2.2.a. Pendapatan
2.2.a.1. Definisi Pendapatan
Pendapatan dapat diartikan sebagai revenue atau penghasilan
yang didapat dari penjualan barang atau jasa dari perusahaan ke
konsumen, adapun sebutan lainnya yaitu penjualan, pendapatan
bunga, dividen, sewa, dan royalti. Istilah pendapatan digunakan
untuk menyatakan penghasilan dalam kerangka dasar untuk
penyajian dan penyusunan laporan laba rugi perusahaan.
Pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari manfaat ekonomi
yang timbul dari aktivitas normal entitas selama satu periode jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal. Berdasarkan definisi diatas, arus
kas masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima bukan berasal
dari pinjaman atau pertambahan ekuitas. Dengan demikian jumlah
yang dapat ditagih atas nama pihak ketiga, seperti PPN bukan
merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak
mengakibatkan kenaikan ekuitas (jumlah kepemilikan perusahaan)
dan oleh karena itu harus dikeluarkan dari perkiraan pendapatan.
Disisi lain perusahaan yang bergerak di bidang agen tidak
diperbolehkan mengakui kas yang masuk sebagai pendapatan, akan
tetapi boleh boleh mengakui komisinya sebagai pendapatan.
Pendapatan yang diperoleh dapat mengakibatkan aktiva bertambah
dan hutang berkurang. Pertambahan pendapatan mengakibatkan
9

pertambahan aktiva dan ekuitas yang bukan berasal dari penanaman


modal.
Pendapatan dapat didefinisikan dari beberapa konsep yaitu :
1. Menggunakan konsep aliran musik, pendapatan merupakan
asset.
2. Menggunakan konsep aliran keluar, pendapatan adalah
penyerahan produk yang diukur atas dasar penghargaan produk
tersebut.
3. Menggunakan konsep netral, pendapatan merupakan produk
perusahaan sebagai hasil dari upaya produktif dan pengukuran
pendapatan dengan jumlah rupiah aset baru yang diterima dari
pelanggan (Aji Prasetyo, 2020).

2.2.1.2 Klasifikasi dan Karakteristik Pendapatan


2.2.1.2.1Klasifikasi Pendapatan
1. Pendapatan Operasional
Pendapatan operasional adalah arus masuk bruto yang timbul
dari hasil kegiatan usaha dan operasional perusahaan baik dari
penjualan barang dagang maupun penjualan jasa serta kegiatan
utama perusahaan lainnya yang termasuk tujuan utama
perusahaan tersebut. Pendapatan ini terjadi berulang-ulang selama
perusahaan melangsungkan kegiatan usahanya. Setiap perusahaan
memiliki jenis pendapatan operasional yang berbeda-beda sesuai
dengan kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.

2. Pendapatan Non Operasional


Pendapatan non operasional adalah pendapatan yang
dihasilkan dari sumber lain di luar kegiatan utama perusahaan atau
kegiatan operasional perusahaan, yang sering disebut sebagai
pendapatan lain-lain. Adapun contohnya seperti pendapatan bunga
bank, pendapatan sewa, pendapatan yang diperoleh dari penjualan
aset tetap maupun dari penjualan surat-surat berharga, dan
lainnya.

2.2.1.2.2Karakteristik Pendapatan
Karakteristik pendapatan terdiri atas delapan karakteristik yang
dapat membentuk pengertian pendapatan, yaitu :
1. Aliran Masuk atau kenaikan aset.
10

2. Kegiatan yang mempresentasi operasi utama atau sentral yang


menerus.
3. Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewajiban.
4. Suatu entitas.
5. Produk perusahaan.
6. Pertukaran produk.
7. Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk.
8. Mengakibatkan kenaikan ekuitas.

2.2.1.3 Pengukuran Pendapatan


Entitas mengukur pendapatan berdasarkan nilai wajar atas
pembayaran yang diterima atau masih harus diterima. Nilai wajar
tidak termasuk jumlah diskon penjualan serta potongan volume.
Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya
ditentukan oleh persetujuan antara entitas dengan pembeli atau
pengguna aset tersebut. Jumlah diukur pada nilai wajar imbalan
yang diterima atau dapat diterima dikurangi jumlah diskon usaha
dan rabat volume yang diperbolehkan oleh entitas.
Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas
dan jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang
diterima atau yang dapat diterima. Namun, bila arus masuk dari
kas atau setara kas ditangguhkan, nilai wajar dari imbalan tersebut
mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau
yang dapat diterima. Misalnya, suatu perusahaan dapat
memberikan kredit bebas bunga kepada pembeli atau menerima
wesel tagih dari pembeli dengan tingkat bunga di bawah pasar
sebagai imbalan dari penjualan barang. Bila perjanjian tersebut
secara efektif merupakan suatu transaksi finansial, nilai wajar
imbalan ditentukan dengan pendiskontoan seluruh penerimaan di
masa depan dengan menggunakan suatu tingkat bunga tersirat
(imputed).
Bila barang atau jasa dipertukarkan (barter) untuk barang atau
jasa dengan sifat dan nilai yang sama, maka pertukaran tersebut
tidak dianggap sebagai suatu transaksi yang mengakibatkan
pendapatan. Hal ini sering terjadi dengan komoditi seperti minyak
atau susu di mana penyalur menukarkan (swap) persediaan di
berbagai lokasi untuk memenuhi permintaan dengan suatu dasar
tepat waktu dalam suatu lokasi tertentu. Bila barang dijual atau jasa
11

diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak


serupa, pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang
mengakibatkan pendapatan. Pendapatan tersebut diukur pada nilai
wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan
jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.

2.2.1.4 Pengakuan Pendapatan


Permasalahan dalam akuntansi untuk pendapatan adalah
menentukan saat pengakuan pendapatan. Prinsip pengakuan
pendapatan umumnya diakui pada saat (1) Pendapatan dianggap
direalisasikan apabila barang dan jasa, barang dagangan, atau harta
lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas; Pendapatan dianggap
dapat direalisasikan apabila aktiva yang diterima dalam pertukaran
segera dapat konversi (siap ditukar) menjadi kas atau klaim atas
kas dengan jumlah yang diketahui; dan (2) Pendapatan dianggap
dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan pada hakikatnya
telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk
mendapat hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu,
yakni apabila proses menghasilkan laba telah selesai atau
sebenarnya telah selesai.
Pengakuan merupakan pencatatan jumlah rupiah secaara resmi
ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah tersebut terefleksi
dalam statemen keuangan. Pengakuan pendapatan didasarkan
pada landasan konseptual, yang mana konseptual pendapatan
hanya dapat diakui apabila memenuhi kualitas terukuran
(measurability) dan keterandalan (realibility). Kualitas tersebut harus
direalisasikan dalam bentuk kriteria keterukuran yang berkaitan
dengan masalah berapa jumlah rupiah produk dan kriteria
keterandalan yang berkaitan dengan masalah jumlah objektif yang
dapat diuji kebenarannya.
Pendapatan tidak dapat direalisasikan apabila belum terjadi
penjualan yang nyata ke pihak lain, sedangkan apabila terjadi
kontrak penjualan dan belum cukup untuk menandai eksistensi
pendapatan sebelum barang/jasa sudah cukup diselesaikan
pekerjaannya atau diserahkan kepada pelanggan. Terdapat dua
konsep penting agar menjadi kriteria pengakuan pendapatan yaitu:
Pembentukan pendapatan (earning of revenue) dan realisasi
pendapatan (realization of revenue).
12

2.2.b. Perpajakan
2.2.b.1. Definisi Pajak
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang
ditetapkan secara umum), tanpa adanya jasa timbal balik, dan
semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran- pengeluaran
umum. (Waluyo, 2017).
Dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 yang merupakan
perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
menjelaskan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk kebutuhan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
Dari penjelasan definisi pajak dapat disimpulkan unsur-unsur
yang terdapat dalam perpajakan yaitu :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.
2. Tidak ada kontraprestasi dari negara secara langsung yang
dapat ditunjukkan.
3. Pajak digunakan untuk mememnuhi kebutuhan pemerintah
atau membiayai rumah tangga negara.
Tinjauan pajak jika dilihat dari empat aspek, yaitu: pajak
memiliki dua fungsi yaitu berfungsi sebagai sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah, dan
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.
Pajak dibagi menjadi tiga kelompok yaitu menurut golongan,
sifat dan pemungut dan pengelolanya. Menurut golongannya
sendiri terdiri atas pajak langsung dan pajak tidak langsung,
menurut sifatnya dibagi menjadi pajak subjektif dan pajak objektif,
sedangkan menurut pemungut dan pengelolanya dibagi menjadi
pajak pusat dan pajak daerah.
Pemungutan pajak harus memenuhi syarat yang telah
ditentukan, yaitu sebagai berikut :
1. Pengumutan pajak harus adil.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang
ada di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2.
13

3. Tidak menggangu perekonomian.


4. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
5. Pemungutan pajak harus efisien.

Adapun sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga cara


pemungutan :
1. Official Assessment System
Pada sistem pemungutan pajak ini, dapat membebankan
wewenang dalam menentukan besarnya wajib pajak terutang
kepada pihak perpajakan atau fiskus yang harus menjadi
pemungut wajib pajak kepada seorang wajib pajak.
Sistem ini sebagai wajib pajak pribadi yang bersifat pasif,
surat perpajakan yang dikeluarkan oleh aparat perpajakan
akan menentukan besarnya nilai pajak terutang.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak official assessment : wajib
pajak berperan pasif dalam menghitung besarnya wajib pajak
kita sendiri, pemerintah memiliki hak penuh dalam
menentukian besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh
wajib pajak, besarnya pajak yang terutang akan diketahui
ketika sudah dihitung oleh petugas pajak dan menerbitkan
surat ketetapan pajak yang harus dibayar.

2. Self Assessment System


Sistem ini merupakan sebuah aturan pajak yang
membebankan ketentuan besarnya pajak yang harus dibayar
melalui wajib pajak secara pribadi masing-masing yang
bersangkutan.
Wajib pajak harus bergerak aktif dalam menghitung,
melaporkan, dan membayar ketentuan besarnya pajak
tersebut kekantor pelayanan pajak (KPP) maupun melalui
system online administrasi pajak yang dirancang khusus bagi
pemakai wajib pajak.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak self assessment yaitu :
wajib pajak harus berperan aktif dalam menyelesaikan
kewajiban pajaknya menghitung, melaporkan dan membayar
pajak, pemerintah tidak harus mengeluarkan surat ketetapan
pajak kecuali telat bayar pajak, waijb pajak telat lapor pajak,
14

ataupun wajib pajak yang lupa melaporkan pajak, dan wajib


pajak dapat menentukan besarnya wajib pajak itu sendiri.

3. Withholding Assessment System


Sistem pemungutan pajak ini, perhitungan besarnya pajak
dalam dihitung melalui orang ketiga. Bukan melalui wajib
pajak ataupun bukan melalui aparat pajak dan fiskus. Jenis
contoh sistem ini adalah pemotongan dari penghasilan
karyawan yang dilakukan melalui bendahara instansi
maupun perusahaan yang terkait dengan karyawan tersebut.
Ciri sistem pemungutan pajak withholding yaitu : wajib
pajak tidak dapat berperan aktif maupun tidak berlaku pada
peran pemerintah untuk menghitung besarnya pajak, untuk
menghitung besarnya wajib pajak melalui pihak ketiga dari
perusahaan yang bersangkutan, wajib pajak dalam
melaporkan pajak terutang harus melampirkan SSP (Surat
Setoran Pajak) yang harus dilampirkan bersama SPT Tahunan
PPh ataupun SPT Masa PPN dari wajib pajak.

2.2.b.2. Tarif Pajak


Tarik yang dikenal dan diterapkan selama ini dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu :
1. Tarif Tetap
Tarif Tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap
walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah,
sehingga jumlah pajak yang terutang selalu sama. Contoh, Bea
Materai.
2. Tarif Proporsional
Tarif Proporsional adalah tarif pajak yang merupakan
persentase yang tetap tetapi jumlah pajak yang terutang akan
berubah secara proporsional/sebanding dengan dasar
pengenaan pajaknya. Contoh, tarif PPN 10%.
3. Tarif progresif
Tarif Progresif adalah tarif pajak yang persentasenya
semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat.
Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan
perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.
4. Tarif Degresif
15

Tarif Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya


semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat.
Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan
perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.

2.2.b.3. Denda dan Sanksi Pajak


2.2.c. Pajak Pertambahan Nilai
2.2.c.1.Definisi Pajak Pertambahan Nilai
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan
PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah lagi dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 dan perubahan terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009, tidak terdapat definisi mengenai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga setiap orang dapat
secara bebas memberikan definisi mengenai pajak tersebut.
Pajak pertambahan nilai merupakan pengganti dari pajak
penjualan, karena pajak penjualan tidak lagi memadai untuk
menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran
kebutuhan pembangunan, salah satunya untuk meningkatkan
penerimaan negara, melakukan pemerataan pembebanan pajak
dan mendorong ekspor.
Berdasarkan objek yang dikenakan, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) adalah konsumsi barang dan jasa, maka Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) secara bebas dapat diartikan pajak yang dikenakan
atas pertambahan nilai suatu barang atau jasa karena adanya
suatu proses menghasilkan, menyalurkan, dan
memperdagangkan. Secara matematis pertambahan nilai atau
nilai tambah suatu barang atau jasa dapat dihitung dari
nilai/harga penjualan dikurangi nilai/harga pembelian, sehingga
salah satu unsur pertambahan nilai atau nilai tambah suatu
barang atau jasa adalah laba yang diharapkan. Semua biaya untuk
mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga, modal,
sewa, tanah, upah kerja, dan laba perusahaan adalah merupakan
unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua
macam usaha yaiitu Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak
16

(JKP) yang mana telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang


PPN 1984.
Semua barang penjualan dikenakan BKP (Barang Kena Pajak),
tetapi undang-undang menetapkan jenis barang yang tidak
dikenakan pajak, berikut beberapa kelompok barang yang tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu :
1. Barang dari hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh
masyarakat banyak
3. Makanan dan minuman yang disajikan oleh hotel, restoran,
rumah makann, warung dan sejenisnya, meliputi makanan
dan minuman, baik yang dikonsumsi ditempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan
oleh usaha jasa boga atau catering.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (Saham,
obligasi dan lainnya).
Semua jasa yang diberikan kepada orang lain atau lembaga
atau perusahaan harus dikenakan JKP (Jasa Kena Pajak), tetapi
undang-undang menetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan
pajak, berikut beberapa kelompok barang yang tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu :
1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa dibidang pelayanan sosial
3. Jasa dibidang pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa dibidang keagamaan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang
dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan.
9. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan
udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
10. Jasa Perhotelan
11. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-
jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah.
17

12. Jasa penyediaan tempat parkir


13. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta
14. Jasa boga atau katering

2.2.c.2.Subjek Pajak Pertambahan Nilai


Adapun subjek pajak pertambahan nilai adalah sebagai
berikut :
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP),
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
Jasa Kena Pajak (JKP)yang dikenakan pajak berdasarkan
undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk
pengusaha kecil.
Pengusahan dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) apabila melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan jumlah
peredaran bruto melebihi 4,8 Milyar setahun sebagaimana
tertuang dalam (Pasal 4 PMK-197/PMK.03/2013). Dengan
demikian semua badan usaha atau orang pribadi yang
memiliki peredaran usaha dibawah 4,8 Milyar dalam satu
tahun dinamakan pengusaha kecil.
2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena
Pajak (JKP) dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari
4,8 Milyar dalam setahun. Penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh
pengusaha kecil dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Namun agar tidak menghambat kegiatan usahanya,
pengusaha kecil juga diberi kebebasan memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP),
selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana
halnya Pengusaha Kena Pajak (PKP).
3. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan
rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu
4. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan barang kena
pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP)
18

5. Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai

2.2.c.3.Objek Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak (BKP)
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah
pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud
dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
7. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
8. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP).
9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi
atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya
diatur dengan Keputusan Kementerian Keuangan.
10. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjual belikan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
2.2.c.4.Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
Untuk menghitung besarnya pajak terutang, diperlukan
adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN
dan PPnBM, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah Harga
Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau
Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Kementerian
19

Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak


yang terutang. Selanjutnya, yang dimaksud dengan Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor dan Nilai Ekspor, dan Nilai Lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan adalah:
1. Harga jual
Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual
karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut
menurut undang-undang PPN dan PPnBM
2. Penggantian
Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi
jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang
ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur
pajak
3. Nilai Ekspor
Nilai ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai
ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya
harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB).
4. Nilai Impor
Nilai impor ialah berupa uang yang menjadi dasar
perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pabean untuk impor Barang Kena
Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yang dipungut menurut undang-undang PPN dan
PPnBM
5. Nilai Lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
(DPP)
DPP adalah nilai berupa uang yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan sebagai dasar perhitungan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).

2.2.c.5.Tarif Pajak Pertambahan Nilai


20

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas


penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
(JKP) adalah tarif tunggal yaitu 10%, sehingga mudah dalam
pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan
barang atau jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku
pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Selain itu ada juga tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
ekspor Barang Kena Pajak (BKP) adalah 0%. Barang Kena Pajak
(BKP) yang diekspor atau dikonsumsi diluar daerah pabean
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 0%, bukan
berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Dengan demikian, pajak masukan yang telah dibayar dari
barang
yang diekspor tetap dapat dikreditkan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau
dapat dirumuskan sebagai berikut :

PPN terutang = tarif PPN (10%) x DPP

2.2.c.6.Denda dan Sanksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


1. Sanksi terlambat setor
Sanksi keterlambatan pembayaran dikenakan sanksi berupa
bunga sebesar 2% per bulan untuk seluruh masa pajak,
dihitung sejak saat jatuh tempo.
2. Sanksi terlambat lapor
Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT Masa PPN
dikenakan denda Rp 500.000

2.2.c.7.Mekanisme perhitungan PPN


Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan PMK Nomor
85/PMK.03/2012 tanggal 06 Juni 2012 yang berlaku efektif mulai
1 Juli 2012 adalah:
1. Mekanisme pemungutan PPN yang pertama dan wajib
adalah rekanan wajib membuat faktur pajak dan surat
setoran pajak (SSP) atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP
kepada BUMN.
21

2. Mekanisme pemungutan PPN yang kedua adalah faktur pajak


sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan
ketentuan di bidang perpajakan.
3. Ketiga adalah SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1
diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas rekanan,
tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN
sebagai penyetor atas nama rekanan.
4. Keempat adalah dalam hal penyerahan BKP selain
terutang PPN juga terutang PPnBM maka rekanan harus
mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada
faktur pajak.
5. Kelima adalah faktur pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan
peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk BUMN,
lembar kedua untuk rekanan, dan lembar ketiga untuk BUMN
yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.
6. Keenam adalah SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1
dibuat dalam rangkap 5 dengan peruntukkan sebagai berikut
: lembar kesatu untuk rekanan, lembar kedua untuk
KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar ketiga
untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN,
lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos,
dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada
SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7. Mekanisme Pemungutan PPN yang terakhir adalah faktur
Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran
PPN atau PPN dan PPnBM.

2.2.3.8 Faktur Pajak


Pasal 1 ayat 23 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
menyebutkan faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. Dalam Undang-undang No. 42
Tahun 2009 faktur pajak dibuat pada saat penyerahan Barang Kena
Pajak/Jasa Kena Pajak, saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak/Jasa Kena Pajak.
22

2.3. Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual bertujuan untuk menghubungkan atau
menjelaskan permasalahan yang digunakan sebagai landasan
penelitian yang diperoleh dari tinjauan pustaka yang dihubungkan
dengan garis yang membetuk gambar sesuai variabel yang diteliti.
Adapun kerangka konseptual pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :

Perbandingan

Perolehan laba Perolehan laba


sebelum Covid-19 selama Covid-19

PPN dari nilai PPN dari nilai


kontrak thn 2018- kontrak th 2020-
2019 2021
Laporan laba rugi Laporan laba rugi
PT.TTP thn 2018- PT.TTP th 2020-
2019 2021

Uji Normalitas

Uji Pired sampel t-


test

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Berdasarkan gambar 2.1 kerangka konseptual penelitian di atas


menggambarkan perbandingan perolehan laba sebelum pandemic
covid-19 melanda dengan tahun dimana pandemic covid-19
melanda Indonesia yang dampaknya dirasakan oleh PT. Tri
Tunggal Putra. Dalam hal ini, sistem pengakuan pendapatan pada
perusahaan sangat dibutuhkan dalam penyusunan laporan
keuangan terutama pada laporan laba rugi perusahaan.
Perhitungan laba perusahaan yang menggunakan metode
pendekatan dari PPN Nilai Kontrak. Dari metode tersebut dapat
dianalisis dengan menggunakan sample t-test dimana data yang
23

diambil untuk di perbandingkan adalah data perolehan laba


sebelum dan selama pandem Covid-19.

2.4. Hipotesis
Hipotesis ialah jawaban sementara terhadap masalah penelitian,
yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis
menyatakan hubungan yang dicari oleh peneliti atau yang ingin
dipelajari. Hubungan variabel dalam penelitian ini telah dikuatkan
dengan penelitian terdahulu serta temuan yang relevan. Kemudian
teori yang mendasari penelitian ini dibangun dari pemahaman Pajak
Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan pada waktu
perusahaan melakukan pembelian atas BKP/JKP yang dikenakan
dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) (Soemarno S.R, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Wanti (2019) dengan judul
“Perlakuan Akuntansi Pendapatan Jasa Outsourcing pada PT CDP
Berdasarkan SAK ETAP” menunjukkan bahwa PT CDP mengakui
pendapatan jasa outsourcing pada saat tagihan yang telah dibuat dan
dikirimkan kepada pelanggan dengan lampiran invoice atau
lampiran tagihan, faktur pajak, foto kopi surat perintah kerja, berita
acara penyerahan pekerjaan. Penagihan PT CDP dilakukan setiap
satu bulan sekali. Pengukuran pendapatan jasa PT CDP yang sesuai
dengan SAK ETAP dilakukan dengan berbagai tahap yaitu mecari
total pendapatan bruto perusahaan setiap bulannya dan jumlah
dasar Pengenaan Pajak. Sehingga dapat ditetapkan jumlah PPN
keluaran perusahaan.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Lalujan (2013),
mengenai Analisis penerapan pajak pertambahan nilai pada PT
Agung Utara Sakti Manado. Penelitian tersebut untuk mengetahui
bagaimana penerapan PPN mengenai perhitungan, pelaporan serta
pajak masukan dan pajak keluaran yang dapat menimbulkan pajak
lebih / kurang bayar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan PPN hamper telah
sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Baik dari segi
perhitungan, penyetoran dan pelaporannya. Walaupun masih
terdapat beberapa kendala seperti terlambatnya melakukan
pelaporan PPN.
Sehingga dari teori pada ahli dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang
24

dikenakan atas nilai tambah yang timbul dari penyerahan barang


dan jasa dari produsen kepada konsumen yang terjadi di Daerah
Pabean diamana temuan dari penelitian terdahulu menyatakan
bahwa perusahaan secara keseluruhan berdasarkan perhitungan,
penyetoran dan pelaporannya sudah sesuai dengan Undang-Undang
sehingga dapat ditetapkan jumlah PPN keluaran perusahaan.
Maka dalam penelitian kali ini untuk menganalisis perolehan
laba menggunakan PPN nilai kontrak akan dibuat hipotesis sebagai
jawaban sementara. Dimana akan dijelaskan sebai berikut:
H0 = Tidak ada perbedaan perolehan labah menggunakan metode
PPN nilai kontrak anatara sebelum dan selama pandemi
Covid-19.
Ha = Ada perbedaan perolehan labah menggunakan metode PPN
nilai kontrak anatara sebelum dan selama pandemi Covid-19.
BAB III
Metode Penelitian
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan dapat diartikan dengan persiapan. Dalam suatu
paradigma penelitian rancangan adalah pengumpulan pokok-pokok
perencanaan dari seluruh penelitian yang tergabung dalam kesatuan
yang dibuat secara ringkas dan jelas. Sedangkan dalam artian sempit
rancangan semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian (Nurdin dan Hartati, 2019). Rancangan
penelitian bertujuan untuk membuat daftar produser penelitian
sehingga dapat memudahkan peneliti dalam rencana penelitian yang
telah dibuat sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan
benar sesuai yang diharapkan. Rancangan penelitian merupakan
model pendekatan penelitian yang sekaligus merupakan rancangan
analisis data.

Fluktuasi Laporan Keuangan Perusahaan PT. Tri Tunggal Putra


dampak dari pandemi Covid-19

Laporan
Laporan
keuangan
keuangan selama
sebelum
pandemi Covid-
pandemi Covid-
19
19

Hipotesis

Populasi : Laporan Keuangan PT. Tri


Tunggal Putra
Sampel : Laporan Keuangan periode 2018-
2019 dan periode 2020-2021

Teknik Analisis Data


Pired Sampel t-tes

Hasil Penelitian
Regresi Linier Bergandah

Kesimpulan dan Saran


Regresi Linier Berganda

Gambar 3.1
Rancangan Penelitian

25
26

Pada gambar 3.1 menjelaskan bahwa rancangan pada penelitian


ini berawal dari fenomena yang sedang terjadi bakan dampak yang
dirasakan hingga saat ini. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian
yaitu penelitian komparatif. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-
fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti berdasarkan kerangka
pemikiran tertentu (Sugiyono, 2003). Dimana peneliti menggunakan
instrumen penelitian berupa laporan keuangan laba rugi. Untuk
menguji perbedaan dalam perhitungan laporan laba perusahaan
yang menggunakan metode pendekatan PPN dari Nilai kontrak
sebelum pandemi Covid-19 dibanding dengn selama pandemi
Covid-19.

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi penelitian merupakan sekumpulan objek yang
ditentukan melalui suatu kriteria tertentu yang akan dikategorikan
kedalam suatu objek, objek penelitian dapat dikategorikan pada
orang, dokumen maupun catatan sesuai dengan penelitian yang
diteliti. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
laporan keuangan perusahaan PT. Tri Tunggal Putra pada devisi
penyalur tenaga kerja keamanan (Security) yang sudah disetujui oleh
direksi.

3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono, 2019). Tidak semua anggota populasi
dijadikan sampel dalam penelitian, melainkan diambil beberapa
sampel dari jumlah yang ada untuk mewakili populasi secara
keseluruhan.
Sampel penelitian ini merupakan Laporan Keuangan PT. Tri
Tunggal Putra devisi penyalur tenaga kerja keamanan (Security)
tahun sebelum pandemi covid-19 yaitu tahun 2018-2019 dan tahun
saat pandemi covid-19 yaitu tahun 2020-2021.

3.2.3 Teknik Pengambilan sampel


Menurut Sugiyono (2019) terdapat dua teknik sampling yang
dapat digunakan, yaitu:
27

1. Probability Sampling
Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (Anggota)
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini
meliputi, simple random sampling, proportionate stratifed
random sampling, disproportionate stratifies random sampling,
sampling area (cluser).
2. Non Probability Sampling
Non Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota,
aksidental, purposive, jenuh, snowball.
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu
nonprobibality sampling dengan teknik Purposive sampling. Menurut
Sugiyono (2019) bahwa: “purposive sampling adalah teknik
pegambilan sampel sumber data menggunakan pertimbangan
tertentu. Adapun pertimbangan tersebut ialah:
1. Periode tahun laporang keuangan yang digunakan adalah dua
tahun sebelum pandemic covid-19 yaitu 2018-2019. Tahun
tersebut dianggap tahun dengan data keuangan lengkap
dimana kondisi perusahaan dalam keadaan stabil memperoleh
laba.
2. Perbandingan periode tahun laporang keuangan yang
digunakan adalah dua tahun selama pandemi covid-19 yaitu
2020-2021. Tahun tersebut dianggap sebagai tahun terdampak
pandemi yang mempengaruhi stabilitas perolehan laba PT Tri
Tunggal Putra.

3.3 Jenis Dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan adalah data sekunder merupakan
sumber penelitian yang diperoleh penelitian secara tidak langsung
melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang
telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan
(indriantoro dan supomo, 2002).
28

Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang melalui


penelusuran secara manual yang disajikan dalam format kertas hasil
cetakan yaitu data kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan
Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja PT. Tri Tunggal Putra.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui
dokumentasi yang telah tercatat dalam sistim keuangan perusahaan.
Dokumentasi menurut Sugiyono (2015) adalah suatu cara yang
digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk
buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa
laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.
Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data, pencatatan
hingga pengarsipan data berjalan yang kemudian ditelaah.
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi laporan
keuangan pada perusahaan penyedia jasa tenaga kerja bidang
keamanan PT. Tri Tunggal Putra pada periode sebelum dan selama
pandemi Covid-19.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


3.5.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini untuk memfokuskan peneliti memberi
definisi pada variabel maka akan di rinci variabel penelitian.
Variabel penelitian dalam penelitian komparatif ini terbagi menjadi
dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas terdidi dari dua golongan variabel di periode
tahun yang berbeda sedangkan variabel terikat terdiri dari satu
variabel. Berikut adalah variabel penelitiannya:
1. Variabel bebas (X1) laporan keuangan laba rugi sebelum
pandemi tahun 2018-2019.
2. Variabel bebas (X2) laporan keuangan laba rugi selama
pandemi tahun 2020-2021.
3. Variabel terikat (Y) PPN nilai kontrak.

3.5.2 Definisi Operasional Variabel


Moh. Nasir dalam Putra (2016), menerangkan bahwa definisi
operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada
suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti atau
29

menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional


yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tertentu.
Dalam penelitian ini variabel yang diamati adalah laporan
keuangan berupa laporan laba rugi. Perolehan laba adalah arus kas
masuk neto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal
entitas selama satu periode. Penambahan pendapatan tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal. Dalam hal ini perolehan laba pada PT Tri
Tunggal Putra selama berdirinya di tahun 2015 hingga 2019
mengalami kenaikan secara bertahap. Bisnis tersebut berkembang
seiring dengan kerjasama antara perusahaan yang membutuhkan
jasa tenaga kerja (outsourcing) dalam perusahaannya. Jasa utama
yang ditawarkan PT Tri Tunggal Putra adalah jasa keamanan hingga
meluaskan usahanya di devisi layanan penyedia jasa tenaga kerja
kebersihan.
Namun belum sempat berkembang mendapatkan perolehan
modal yang signifikan, perusahaan harus dihadapkan dengan
adanya pandemi Covid-19 yang melemahkan perekonomian pada
saat itu, dampaknya juga dirasakan PT Tri Tunggal Putra dimana
membuat bisnis jasa penyaluran tenaga kerja tersendat. Arus aliran
kas masuk perusahaan diprediksi melemah diiringi dengan
turunnya perolehan laba pada tahun 2020 hingga 2021.
Pada penelitian ini untuk perbandingan antara perolehan laba
diatahun sebelum pandemi dengan perolehan laba selama pandemi
menggunakan PPN nilai kontrak. Sebelumnya, mengacu pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012 mengenai
karakteristik perusahaan peyedia jasa merupakan jenis jasa yang
tidak dikenakan PPN. Namun wacana pemerintah akan
memberlakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa
penyedia tenaga kerja alias perusahaan outsourcing.
Perubahan tersebut tercantum dalam rancangan (draft) RUU Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP). Dalam hal nilai kontrak atau perjanjian tertulis sudah
termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan objek yang
dikenakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kegiatan bisnis PT
Tri Tunggal Putra pada kegiatan operasional perusahaan.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
30

(JKP) adalah tarif tunggal yaitu 10%, sehingga mudah dalam


pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang
atau jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Sedangkan apabila hal Pajak Pertambahan Nilai menjadi bagian
dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai
yang terutang adalah 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dari
harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Maka variabel PPN nilai kontrak dapat dirumuskan sebagai
berikut:

Pajak Pertambahan Nilai =

10
x harga atau pembayaran atas penyerahan barang kena pajak
110+t

3.6 Teknik Analisis Data


Pada metode analisis dependen, saat satu set data dihadapkan
pada tujuan penelitian menguji hubungan antara variabel
independen (skala non metrik dengan dua kategori) dengan variabel
dependen (skala metrik dan bersifat kontinyu) maka teknik analisis
yang cocok untuk kondisi seperti ini adalah uji beda t-test. Adapun
uji beda t-test dilakukan pada dua kelompok kategori dengan dua
kondisi :
1. Dua kelompok sampel indepeden - dua kelompok berbeda
(Independent Sample t-test).
2. Dua kelompok sampel berpasangan (paired sample t-test).
Adapun dalam penelitian ini data yang digunakan adalah
kelompok sampel berpasangan sehingga yang cocok digunakan
adalah paired sample t-test. Uji Paired Sample t-test memiliki syarat
yaitu data yang dimiliki oleh subyek adalah data interval atau rasio.
Kedua kelompok data berpasangan berdistribusi normal. Oleh
karena itu, sebelum melakukan uji paired sample t-test dilakukan
terlebih dahulu Uji Normalitas.

3.6.1 Uji Normalitas


31

Uji normalitas yaitu untuk menguji apakah dalam model regresi,


variabel pengganggu ataupun residual mempunyai distribusi
normal. Bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residu
mengikuti distribusi normal. Jika hipotesis ini tidak terpenuhi, hasil
uji statistik menjadi tidak valid khususnya untuk ukuran sampel
kecil.
Terdapat dua cara mendeteksi apakah residual memiliki distribusi
normal atau tidaknya yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
Analisis grafik merupakan cara termudah tetapi bisa menyesatkan
khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Untuk menentukan
apakah data sudah terdistribusi normal atau tidak:
1. Jika nilai probabilitas > nilai signifikan 0,05 maka data
berdistribusi normal.
2. Jika nilai probabilitas < nilai signifkan 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal.

3.6.2 Uji Hipotesis


Asumsi dasar penggunaan uji ini adalah observasi atau penelitian
untuk masing-masing pasangan harus dalam kondisi yang sama.
Perbedaan rata-rata harus berdistribusi normal. Varian masing-
masing variabel dapat sama atau tidak. Untuk melakukan uji ini,
diperlukan data yang berskala interval atau ratio. Yang dimaksud
dengan sampel berpasangan adalah kita menggunakan sampel yang
sama, tetapi pengujian yang dilakukan terhadap sampel tersebut dua
kali dalam waktu yang berbeda atau dengan interval waktu tertentu.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan significant 0.05
(α=5%) antar variabel independen dengan variabel dependen. Dasar
pengambilan putusan untuk menerima atau menolak Ho pada uji ini
adalah sebagai berikut.
1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ho diterima atau Ha ditolak.
2. Jika nilai signifikan < 0.05 maka Ho ditolak atau Ha diterima.

Anda mungkin juga menyukai