Oleh
Renica Gunarso (18080694005)
Ira Rahmah Maulia (18080694009)
Dea Nanda Safitri (18080694017)
Lucky Tiara Dewi (18080694050)
Wa Ode Musmiarny Nilammadi (18080694072)
Dwita Ashila Ramadhanty (18080694073)
Aviyanti Putri (18080694075)
2. Metode Perhitungan
a. Metode Perhitungan PPh Pasal 21 Dibayar Perusahaan PT. RSA
Metode perhitungan PPh Pasal 21 dibayar perusahaan secara akuntansi
komersialnilai ini dapat ditambahkan sebagai salah satu elemen biaya. Akan
tetapi secara fiskal, penyesuaian akan dilakukan dengan melakukan koreksi
positif dengan mengurangkan biaya PPh Pasal 21 dari elemen biaya pada
penghitungan pajakpenghasilan badan, karena biaya tersebut tidak diakui
secara fiskal (Non DeductibleExpense).
Beban biaya PPh Pasal 21 PT.RSA pada tahun 2015 adalah sebesar
Rp18.335.606 dengan menggunakan metode PPh Pasal 21 dibayar oleh
perusahaan. Pada metode ini perusahaan akan menambah pengeluaran sebesar
Rp 18.335.606,-untuk pembayaran PPh Pasal 21. Secara fiskal, penyesuaian
akan dilakukan dengan melakukan koreksi positif dengan mengurangkan biaya
PPh Pasal 21 dari elemen biaya pada penghitungan pajak penghasilan badan,
karena biaya tersebut tidak diakui secara fiskal (Non Deductible Expense).
Sehingga laba fiskal yang didapatkan akan naik dan pembayaran pajak akan
bertambah karena koreksi positif tersebut. Perushaan juga tidak boleh
membiayakan PPh Pasal 21 yang ditanggung tadi kedalam SPT Tahunan
Badan, sebab biaya tersebut dikategorikan kedalam imbalan ataupemberian
kenikmatan tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan brutopemberi
kerja saat menghitung penghasilan kena pajak.Sementara itu penghasilan yang
diterima oleh karyawan tidak berkurangbesarnya karena tidak ada pemotongan
untuk pajak dan fasilitas ini tidak termasukdalam perhitungan penghasilan. Hal
ini tentu akan merugikan perusahaan. Berikut perhitungan PPh Pasal 21
dibayar perusahaan yang diterapkan PT. RSA sebelum taxplanning.
file:///C:/Users/HP/AppData/Local/Temp/172182-ID-penerapan-perencanaan-pajak-tax-
planning.pdf
C. Perencanaan Pajak untuk Angsuran Pajak Penghasilan (badan contohnya PPh 25 dan
yang lainnya)
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak
tahun lalu, yang dikurangi dengan:
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1)
bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal
23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2% berdasarkan sewa
dan penghasilan lain serta imbalan jasa) – serta pajak penghasilan yang dipungut
sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
1. Tarif PPh Pasal 25
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh
Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang
melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa –
dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet
bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu
pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi
OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU
PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
Sampai Rp 50.000.000 = 5%
Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
2. Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling
lambat 15 Maret 2014.
Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari
libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan
pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan
No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri
Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran
Pajak.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei
2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP)
atau dokumen sejenisnya.
Untuk melakukan setoran pajak, Anda harus membuat ID Billing terlebih dahulu.
OnlinePajak menyediakan layanan pembuatan ID Billing secara online yang
mudah, cepat dan akurat.
3. Sanksi-sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25
Apabila wajib pajak terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga sebesar
2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada
16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.
OnlinePajak adalah aplikasi hitung, setor, dan lapor pajak menyediakan
kemudahan dalam membuat laporan PPN, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 21 yang
Anda butuhkan sebelum membuat laporan Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal
25).
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-25
2. Biaya Sumbangan
Pada prinsipnya, pengeluaran sumbangan tidak dapat dibiayakan atau tidak dapat
mengurangi penghasilan bruto. Namun, UU PPh mengecualikan lima jenis
sumbangan yang dapat dibiayakan. Kelima sumbangan yang dimaksud adalah:
- sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang
merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan
secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan
secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin
dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana
penanggulangan bencana;
- sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan
sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah
Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan
pengembangan;
- sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas
pendidikan yang disampaikan melalui lembaga Pendidikan;
- sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan
untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau
gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan
melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
- biaya pembangunan infrastruktur sosial yang merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk
kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
https://news.ddtc.co.id/biaya-biaya-pengurang-penghasilan-bruto-16310?page_y=7737
https://www.pajak.go.id/id/biaya-yang-diakui-sebagai-pengurang-penghasilan-bruto
https://news.ddtc.co.id/biaya-biaya-pengurang-penghasilan-bruto-16310?page_y=7737
https://www.pajak.go.id/id/biaya-yang-diakui-sebagai-pengurang-penghasilan-bruto
Berbagai Modus Menghindari Pajak Modus yang banyak dilakukan para konglomerat
atau pengusaha nakal (Yunus, 2009)12) , antara lain:
1. Biasanya pengusaha nakal akan membentuk anak usaha di negara tax havens.
Melalui anak usaha ini, oknum pengusaha melakukan tindakan seperti transfer
pricing dan lainnya.
2. Selain itu, oknum juga menggunakan trust company, atau jasa perusahaan asing
yang mengelola dana pengusaha Indonesia. Sehingga dana tersebut bisa lepas dari
kewajiban pajak di Indonesia.
3. Biasanya anak usaha tersebut bergantiganti nama. Jika tidak, pengusahanya
memiliki rumah tinggal di negara tax heavens agar memperoleh keringanan pajak
dari status residen dia.
Ada beberapa cara bagi seseorang atau suatu perusahaan memelihara keamanan dan
kenyamanan kekayaannya dengan memanfaatkan keberadaan tax havens. Menurut
buku Tolley's Offshore Service (2006), antara lain ada empat cara untuk
melakukannya, yakni:
Jurnal Ilmiah Untuk Mewujudkan Masyarakat Madani ISSN 2355-309X 149, Chairil Anwar
Pohan
Tax Avoidance
adalah penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan cara
meringankan beban pajak atau menghindari pajak secara legal (tidak melanggar
UU). Memanfaatkan celah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan, tax avoidance bisa dilakukan dengan cara menghindari pengenaan
pajak bukan objek pajak.
Contoh Penerapan Tax Avoidance
1. Membentuk Badan Usaha Baru sebagai revenue dan profit centre untuk
menurunkan lapisan PPh tarif tertinggi.
2. Untuk kesejahteraan karyawan, dapat mengalokasikan dana dalam bentuk
natura apabila ingin memberikan tunjangan tambahan , pemberian atau
hadiah. Mengingat pemberian natura pada perusahaan yang tidak terkena PPh
final bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21.
Sumber:
https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/tax-planning-pada-objek-pajak/