Anda di halaman 1dari 27

TUGAS AKHIR AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH II

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN


“PT. WIJAYA KARYA PERSERO Tbk”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Menengah II
yang diampu oleh Ibu Sri Murni, S.E., M.Si., Ak.

Disusun oleh:

1. Lintang Puspa Risa F0314054


2. Lisa Agustina F0314055

3. Muh. Ridha Ardandi F0314065

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting
artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Perusahaan mengikuti suatu standar akuntansi yang diterima
secara umum dalam menyusun laporan keuangan yaitu Standar Akuntansi
Keuangan (SAK). Dengan berbagai alasan, standar itu berbeda dengan
ketentuan perpajakan yang juga memanfaatkan informasi akuntansi. Akibat
adanya perbedaan beberapa hal dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
dengan Ketentuan Peraturan Perundang–Undangan Perpajakan, maka laba
keuangan sebelum pajak (pretax financial income) atau laba untuk tujuan
pembukuan, berbeda dengan laba kena pajak (taxable income) untuk tujuan
perpajakan.

Melalui permasalahan yang timbul di atas, maka pada tanggal 23


Desember 1997, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengesahkan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak
Penghasilan. Penerapan PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan
diharapkan dapat menjembatani antara peraturan perpajakan dengan ketentuan
akuntansi. PSAK No. 46 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan pajak penghasilan entitas.

PSAK No. 46 wajib diterapkan dalam laporan keuangan perusahaanyangtelah


listing, dan dianjurkan untuk digunakan bagi perusahaan yang belum listing.
Standar ini telah berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 1999 bagiperusahaan
“go public”, sementara untuk perusahaan yang belum “go public” berlaku sejak
1 Januari 2001. Pengakuan konsekuensi pajak yang bersifat wajib bagi
perusahaan go public sering kali tidak diterapkan oleh perusahaan dalam
laporan keuangan. Permasalahan ini seringkali timbul akibat kurangnya
sosialisasi dan pembinaan terhadap perusahaan mengenai penerapan standar ini,
terutama dalam perhitungan berapa besar pajak tangguhan yang harus diakui oleh
perusahaan. Sehingga beberapa perusahaan lebih memilih untuk tidak
menerapkan standar ini pada laporan keuangannya.

Perusahaan berpandangan bahwa jika kewajiban perusahaan terhadap


negara yang berupa pajak ini terjadi, maka setelah diakui sebagai biaya,
makapajak tidak lagi mempengaruhi bagian laporan keuangan lainnya.
Perusahaan ini kemudian menghitung besaran biaya pajak berdasarkan laba
menurut akuntansi, sedangkan jumlah yang harus dibayarkan perusahaan kepada
negara, yaitu hutang pajak, dihitung berdasarkan laba menurut ketentuan
undang-undang. Dengan demikian tidak perlu diadakan pengakuan
konsekuensi yang akan menambah ataupun mengurangi DPP di masa yang akan
datang.

PSAK No. 46 mewajibkan perusahaan untuk mempertanggungjawabkan


konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang dengan
menghitung dan mengakui adanya pajak tangguhan (deferred tax) atas “future tax
effects” dengan menggunakan “balance sheet liability method” atau
“asset/liability method”. Konsekuensi yang dimaksud dapat berupa penambahan
nilai dasar pengenaan pajak di masa yang akan datang, ataupun pengurang
nilai dasar pengenaan pajak.

Perbedaan jumlah pajak yang dibebankan perusahaan dengan jumlah


yang terutang menyebabkan adanya selisih. Selisih antara biaya pajak
dengan hutang pajak ini merupakan pajak tangguhan. Jika biaya pajak lebih
besar dibandingkan dengan hutang pajak maka akan timbul hutang pajak
tangguhan, sebaliknya, jika biaya pajak lebih kecil dibandingkan dengan
hutang pajak maka yang timbul adalah aktiva pajak tangguhan. Hal-hal
mengenai pajak tangguhan diwajibkan oleh Standar Akuntansi Keuangan
untuk dihitung, dan diakui sesuaidengan PSAK No. 46.

Menghitung dan mengakui pajak tangguhan berdasarkan balance sheet


liability approach harus mengidentifikasi perbedaan temporer yang terjadi antara
Ketentuan Peraturan Perpajakan dan Standar Akuntansi Keuangan apakah
termasuk perbedaan temporer kena pajak atau perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan dan mengidentifikasi rugi fiskal tahun berjalan atau sisa kerugian
(tax loss caryforward) beserta sisa jangka waktunya sebelum daluwarsa.

Perbedaan temporer kena pajak akan menimbulkan suatu kewajiban


perpajakan di masa mendatang sehingga menyebabkan munculnya kewajiban
pajak tangguhan. Sedangkan perbedaan temporer yang boleh dikurangkan akan
menimbulkan penghematan pajak di masa yang akan datang sehingga
menyebabkan munculnya aktiva pajak tangguhan. Rugi fiskal yang belum
dikompensiasikan atau belum daluwarsa, rugi fiskal tersebut akan menyebabkan
jumlah kewajiban pajak di masa yang akan datang menjadi kecil menyebabkan
munculnya aktiva pajak tangguhan.

Menjumlahkan saldo aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan


dengan saldo awalnya kemudian dibandingkan untuk memperoleh besarnya pajak
tangguhan sampai tahun berjalan. Besarnya pajak tangguhan sampai tahun
berjalan ini akan dibandingkan dengan saldo awalnya untuk memperoleh beban
(penghasilan) pajak tangguhan.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah jumlah agregat current tax dan
defered tax tersebut dapat menghasilkan beban pajak (tax expense) suatu periode
atau sebaliknya dapat juga menghasilkan penghasilan pajak (tax income), yang
terjadi unsur penambahan net income (loss) before taxses.

Dengan demikian, dapat dilihat implikasi penerapan PSAK No. 46 terhadap


laporan keuangan terutama laporan laba rugi dalam hal ini terhadap penentuan
laba bersih perusahaan bagi perusahaan go public yang akan membawa
konsekuensi bagi reported net income perusahaan.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pajak Penghasilan

Undang – undang mengenai Pajak penghasilan pertama kali dikeluarkan


adalah UUNo. 7 Tahun 1983 kemudian dirubah menjadi UU No.7 Tahun 1991,
UU No.10 Tahun1994 kemudian diubah lagi menjadi UU No.17 Tahun 2000.
Undang – undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali
diubah dengan Undang – Undang No.36 Tahun 2008.Undang – Undang Pajak
Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau
diperoleh orang pribadi maupun badan.
Undang – undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak serta cara
menghitung dan cara melunasi pajak terutang. Undang – undang PPh juga lebih
memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan. Menurut PSAK Nomor 46 Paragraf 7,
“pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan
dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas”. Pengertian penghasilan ini
tidak memperlihatkan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi lebih
kepada adanya penambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh wajib
pajak.

B. Akuntansi Pajak Penghasilan


Perlakuan akuntansi mengenai pajak penghasilan diatur oleh IAI melalui
PSAK No. 46 tentang penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan
sertapengungkapan infomasi yang relevan. Perubahan pendekatan yang dipakai
oleh Standar Akuntansi Keuangan khusunya untuk akuntansi pajak penghasilan
dariincome statement approach atau deferred method menjadi balance sheet
approach atau Asset-Liability Method tidak dapat dipungkiri telah menambah
kompleksitas penghitungan pajak penghasilan (PPh) karena adanya pengakuan
pajak tangguhan pada neraca.
Tujuan dan Ruang Lingkup dalam PSAK No. 46 Paragraf 01 per 1 Juli 2009
PSAK No. 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak
penghasilan. Masalah utama dalam perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan
adalah bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode
berjalan dan periode mendatang untuk hal-hal sebagai berikut (PSAK No.46
paragraf 01) :
a. Pemulihan nilai tercatat aktiva atau pelunasan nilai tercatat kewajiban,
sehingga menimbulkan konsekuensi untuk mengakui aktiva atau kewajiban
pajak tangguhan, dengan beberapa pengecualian.
b. Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain dalam periode berjalanyang
diakui pada laporan laba rugi dengan konsekuensinya harus langsung
dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.
Mengatur pangakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisa rugi yang
dikompensasikan ke tahun berikut, peyajian pajak penghasilan pada laporan
keuangan dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak
penghasilan.
Ruang lingkup dalam PSAK No. 46 Paragraf 05 per 1 Juli 2009
a. Mencakup perlakuan pajak penghasilan final, yang artinya bahwa pelunasan
kewajiban pajak yang telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak
penghasilan tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lain yang terkena
pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Sesuai dengan peraturan
perundangan perpajakan, penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak
lagi dilaporkan sebagai penghasilan kena pajak, semua beban sehubungan
dengan penghasilan yang dikenakan PPh final tidak boleh dikurangkan. Oleh
karena itu, tidak terdapat perbedaan temporer sehingga tidak diakui adanya
aktiva atau kewajiban pajak tangguhan.
b. Mencakup pembatalan paragraf 77, PSAK No.16 yang menyatakan “apabila
perusahaan memilih untuk menghitung pajak menurut laba akuntansi, selisih
perhitungan tersebut dengan hutang pajak yang dihitung (yang dihitung
menurut laba kena pajak) yang disebabkan perbedaan waktu pengakuan
pendapatan dan beban untuk tujuanakuntansi dengan tujuan pajak ditampung
dalam perkiraan pajakpenghasilan yang ditangguhkan, dikelompokkan
sebagian dari aktivalain-lain dan dialokasikan pada beban kena pajak
penghasilan tahun tahun mendatang”.
Dalam PSAK No. 46 paragraf 07 per 1 Juli 2009 yang berkaitan dengan pelaporan
Pajak Penghasilan terdapat beberapa istilah penting yang perlu diketahui, berikut
pengertian pokokdari istilah-istilah tersebut :
1. Pajak Tangguhan adalah jumlah beban pajak penghasilan terhutang
ataupenghasilan pajak untuk periode mendatang sebagai akibat
adanyaperbedaan temporer dan sisa kompensasi kerugian.
2. Pajak Kini adalah jumlah pajak penghasilan terhutang atas penghasilankena
pajak untuk satu periode.
3. Beban Pajak atau Penghasilan Pajak adalah jumlah agregat pajak kini dan
pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam perhitungan laba rugi padasatu
periode.
4. Kewajiban Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terhutanguntuk
periode waktu mendatang sebagai akibat adanya perbedaantemporer kena
pajak.
5. Aktiva Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkanpada
periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.
6. Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau
kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya (DPP-nya). Perbedaan temporer
dapat berupa :
a. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan adalah perbedaan temporer
yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam
perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva
dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi.
b. Perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang
menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal
periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai
tercatat kewajiban tersebut dilunasi.
Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan akan mengakibatkan
timbulnyaaktiva pajak tangguhan, karena manfaat ekonomi yang akan diperoleh
Wajib Pajak dalam bentuk pengurangan terhadap laba fiskal pada masa yang akan
datang. Sedangkan perbedaan temporer kena pajak akan menimbulkan kewajiban
pajak tangguhan pada periode terjadinya beda waktu atau beda temporer, karena
terdapat kewajiban pajak penghasilan pada periode yangakan datang.
Pengakuan dalam PSAK No. 46 per 1 Juli 2009
Penyebab terjadinya perbedaan temporer atau beda waktu adalah adanya
perbedaan dasar pengukuran dan pengakuan aktiva dan kewajiban untuk tujuan
perhitungan penghasilan kena pajak dan untuk tujuan perhitungan laba rugi
komersial. Istilah Dasar Pengenaan Pajak atau DPP digunakan untuk menyatakan
dasar pengukuran aktiva dan kewajiban berdasarkan peraturan perpajakan
sedangkan istilah nilai tercatat digunakan untuk menyatakan dasar pengukuran
aktiva dan kewajiban berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.
Pengakuan Aktiva Pajak Kini dan Kewajiban Pajak Kini dalam PSAK No.
46 Paragraf 13 per 1 Juli 2009
Jumlah pajak kini yang belum dibayar haruslah diakui sebagai kewajiban pajak
kini. Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode berjalan danperiode-
periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terhutang untuk periode-
periodetersebut, maka selisihnya diakui sebagai aktiva pajak kini.
Pengakuan Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak Tangguhan
Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode
mendatang sebagai akibat dari adanya perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (IAI 2009). Aktiva pajak tangguhan
diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang boleh dikurangkan,sepanjang besar
kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa yang
akan datang, kecuali yang timbul dari :
1. Goodwill negative yang diakui sebagai pendapatan tangguhan dari
penggabungan usaha,
2. Pangakuan awal aktiva dan kewajiban dari suatu transaksi yang bukan
transaksi penggabungan usaha dan tidak berpengaruh pada laba komersial dan
laba fiskal.
Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yangterhutang untuk
periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporerkena pajak, kecuali
yang timbul dari :
1. Goodwill yang amortisasinya tidak dapat dikurangkan untuk tujuanfiskal
2. Pengakuan awal aktiva atau kewajiban dari suatu transaksi yangbukan
transaksi penggabungan usaha dan tidak berpengaruh pada laba komersial dan
laba fiskal.
Pengakuan Pajak Kini dan Pajak Tangguhan PSAK No. 46 Paragraf 36 per
1 Juli 2009
Pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban pada
laporan laba rugi periode berjalan, kecuali untuk pajak penghasilan yangberasal
dari (IAI 2009) :
a. Transaksi atau kejadian yang langsung dikreditkan atau dibebankan ke
ekuitas pada periode yang sama atau periode yang berbeda, atau
b. Penggabungan usaha yang secara substansi adalah akuisisi.
Pajak kini dan pajak tangguhan harus langsung dibebankan atau dikreditkan ke
ekuitas apabila pajak tersebut berhubungan dengan transaksi yang langsung
dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas.
Penyajian Perkiraan-perkiraan Menurut PSAK No. 46
a. Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak dalam PSAK No. 46 Paragraf 45,46 per 1
Juli 2009
Aktiva dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dankewajiban
lainnya dalam neraca. Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak
tangguhan harus dibedakan dari aktiva pajak kini dan kewajiban pajak kini.
Apabila dalam laporan keuangan, aktiva dankewajiban lancar disajikan
terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar maka aktiva (kewajiban) pajak
tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban) lancar.
b. Saling Menghapuskan (offset) di PSAK No. 46 Paragraf 47 per 1 Juli 2009
PSAK No. 46 tidak menyatakan secara tegas mengenai aktiva pajak
tangguhan boleh atau harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak
tangguhan dalam penyajian neraca. PSAK No. 46 menyatakan bahwa aktiva
pajak kini harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak kini dan
jumlah netonya harus disajikan pada neraca.
c. Beban Pajak
Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari
aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.
d. Pajak Penghasilan Final
Apabila nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang berhubungan dengan pajak
penghasilan final berbeda dari DPP-nya, maka perbedaan tersebut tidak
diakui sebagai aktiva atau kewajiban pajak tangguhan. Atas penghasilan yang
dikenakan pajak penghasilan final, beban pajak diakui secara proporsional
dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode
berjalan. Selisih antara jumlah pajak penghasilan final yang terhutang dengan
jumlah yang dibebankan sebagai beban pajak kini pada perhitungan laba rugi
diakui sebagai Pajak Penghasilan Final Dibayar Dimuka dan Pajak
Penghasilan Final yang Masih Harus Dibayar. Perkiraan pajak penghasilan
final dibayar dimuka disajikan secara terpisah dari pajak penghasilan final
yang masih harus dibayar.
Pengungkapan dalam PSAK No. 46 Paragraf 56 per 1 Juli 2009
Hal-hal berikut ini harus diungkapkan:
a. Unsur-unsur utama beban (penghasilan) pajak
b. Jumlah pajak kini dan pajak tangguhan yang berasal dari transaksi transaksi
yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas
c. Beban (penghasilan) pajak yang berasal dari pos-pos luar biasa yangdiakui
pada periode berjalan
d. Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak danlaba
akuntansi dalam salah satu atau kedua bentuk berikut ini: (i)rekonsiliasi
antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian laba akuntansi dan
tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan dasar penghitungan tarif
pajak yang berlaku; atau (ii) rekonsiliasi antara tarif pajak efektif rata-rata
(average effective tax rate) dan tarif pajak yang berlaku, dengan
mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajakyang berlaku.
e. Penjelasan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan
dengan tarif pajak yang berlaku pada periode akuntansi sebelumnya.
f. Jumlah (dan Batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang
boleh dikurangkan dan sisa rugi yang dapat dikompensasi ketahun berikut,
yang tidak diakui sebagai aktiva pajak tangguhan padaneraca.
g. Untuk setiap kelompok perbedaan temporer dan untuk setiap kelompok rugi
yang dapat dikompensasi ke tahun berikut : (i) jumlah aktiva dan kewajiban
pajak tangguhan yang diakui pada neraca untuk setiapperiode penyajian; (ii)
jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhanyang diakui pada laporan laba
rugi apabila jumlah tersebut tidak terlihatdari perubahan jumlah aktiva atau
kewajiban pajak tangguhan yangdiakui pada neraca.
h. Untuk operasi yang tidak dilanjutkan, beban pajak yang berasal dari :
(i)keuntungan atau kerugian atas penghentian operasi; dan (ii) laba ataurugi
dari aktivitas normal operasi yang tidak dilanjutkan untuk periodepelaporan,
bersama dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya yangdisajikan pada
laporan keuangan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Profil PT. Wijaya Karya Persero Tbk


WIKA dibentuk dari proses nasionalisasi perusahaan Belanda bernama
Naamloze Vennotschap Technische Handel Maatschappij en Bouwbedijf Vis en
Co. atau NV Vis en Co. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1960 dan
Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) No. 5
tanggal 11 Maret 1960, dengan nama Perusahaan Negara Bangunan Widjaja
Karja. Kegiatan usaha WIKA pada saat itu adalah pekerjaan instalasi listrik dan
pipa air. Pada awal dasawarsa 1960-an, WIKA turut berperan serta dalam proyek
pembangunan Gelanggang Olah Raga Bung Karno dalam rangka penyelenggaraan
Games of the New Emerging Forces (GANEFO) dan Asian Games ke-4 di
Jakarta.

Seiring berjalannya waktu, berbagai tahap pengembangan kerap kali


dilakukan untuk terus tumbuh serta menjadi bagian dari pengabdian WIKA bagi
perkembangan bangsa melalui jasa-jasa konstruksi yang tersebar di berbagai
penjuru negeri.Perkembangan signifikan pertama adalah di tahun 1972, dimana
pada saat itu nama Perusahaan Negara Bangunan Widjaja Karja berubah menjadi
PT Wijaya Karya. WIKA kemudian berkembang menjadi sebuah kontraktor
konstruksi dengan menangani berbagai proyek penting seperti pemasangan
jaringan listrik di Asahan dan proyek irigasi Jatiluhur.

Satu dekade kemudian, pada tahun 1982, WIKA melakukan perluasan divisi
dengan dibentuknya beberapa divisi baru, yaitu Divisi Sipil Umum, Divisi
Bangunan Gedung, Divisi Sarana Papan, Divisi Produk Beton dan Metal, Divisi
Konstruksi Industri, Divisi Energy, dan Divisi Perdagangan. Proyek yang
ditangani saat itu diantaranya adalah Gedung LIPI, Gedung Bukopin, dan Proyek
Bangunan dan Irigasi. Selain itu, semakin berkembangnya anak-anak perusahaan
di sektor industri konstruksi membuat WIKA menjadi perusahaan infrastruktur
yang terintegrasi dan bersinergi.
Keterampilan para personel WIKA dalam industri konstruksi telah
mendorong Perseroan untuk memperdalam berbagai bidang yang digelutinya
dengan mengembangkan beberapa anak perusahaan guna dapat berdiri sendiri
sebagai usaha yang spesialis dalam menciptakan produknya masing-masing. Pada
tahun 1997, WIKA mendirikan anak perusahaannya yang pertama, yaitu PT
Wijaya Karya Beton, mencerminkan pesatnya perkembangan Divisi Produk Beton
WIKA saat itu.

Kegiatan PT Wijaya Karya Beton saat itu diantaranya adalah pengadaan


bantalan jalan rel kereta api untuk pembangunan jalur double-track Manggarai,
Jakarta, dan pembangunan PLTGU Grati serta Jembatan Cable Stayed Barelang di
Batam. Langkah PT Wijaya Karya Beton kemudian diikuti dengan pendirian PT
Wijaya Karya Realty pada tahun 2000 sebagai pengembangan Divisi Realty. Pada
tahun yang sama didirikan pula PT Wijaya Karya Intrade sebagai pengembangan
Divisi Industri dan Perdagangan.

Semakin berkembangnya Perseroan, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan


masyarakat terhadap kemampuan Perseroan. Hal ini tercermin dari keberhasilan
WIKA melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) pada
tanggal 27 Oktober 2007 di Bursa Efek Indonesia (saat itu bernama Bursa Efek
Jakarta). Pada IPO tersebut, WIKA melepas 28,46 persen sahamnya ke publik,
sehingga pemerintah Republik Indonesia memegang 68,42 persen saham,
sedangkan sisanya dimiliki oleh masyarakat, termasuk karyawan, melalui
Employee/Management Stock Option Program (E/MSOP), dan Employee Stock
Allocation (ESA).

Sementara itu, langkah pengembangan Divisi menjadi anak perusahaan yang


berdiri di atas kaki sendiri terus dilakukan. Pada tahun 2008 WIKA mendirikan
anak perusahaan PT Wijaya Karya Gedung yang memiliki spesialisasi dalam
bidang usaha pembangunan high rise building. WIKA juga mengakuisisi 70,08
persen saham PT Catur Insan Pertiwi yang bergerak di bidang mechanical-
electrical. Kemudian nama PT Catur Insan Pertiwi dirubah menjadi PT Wijaya
Karya Insan Pertiwi. Pada tahun 2009, bersama dengan PT Jasa Sarana dan RMI,
mendirikan PT Wijaya Karya Jabar Power yang bergerak dalam pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP).Di pertengahan tahun 2009,
WIKA bersama perusahaan lain berhasil menyelesaikan Jembatan Suramadu,
sebuah proyek prestisius yang menghubungkan pulau Jawa dengan pulau Madura.
Kini proyek tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Memasuki tahun 2010, WIKA berhadapan dengan lingkungan usaha yang


berubah dengan tantangan lebih besar. Untuk itu, WIKA telah menyiapkan Visi
baru, yaitu VISI 2020 untuk menjadi salah satu perusahaan EPC dan Investasi
terintegrasi terbaik di Asia Tenggara. Visi ini diyakini dapat memberi arah ke
segenap jajaran WIKA untuk mencapai pertumbuhan yang lebih optimal, sehat
dan berkelanjutan.

Sepanjang tahun 2012, WIKA berhasil menuntaskan proyek power plant yang
terdiri dari: Pembangkit Listrik Tenaga Gas Borang, 60MW, Pembangkit Listrik
Tenaga Mesin Gas Rengat, 21MW, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Ambon,
34MW.Pada tahun 2013 Perseroan mendirikan usaha patungan PT Prima
Terminal Peti Kemas bersama PT Pelindo I (Persero) dan PT Hutama Karya
(Persero), mengakuisisi saham PT Sarana Karya (Persero) (“SAKA”) yang
sebelumnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, mendirikan usaha
patungan PT WIKA Kobe dan PT WIKA Krakatau Beton melalui Entitas Anak
WIKA Beton, dan melakukan buyback saham sebanyak 6.018.500 saham dengan
harga perolehan rata-rata Rp1.706,77,-

B. IKHTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI PERUSAHAAN TERKAIT


AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN
Laporan keuangan konsolidasian, Perseroan dan Entitas Anak disusun oleh
manajemen berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Pernyataan Kepatuhan
Laporan keuangan konsolidasian disusun dan disajikan sesuai Standar
Akuntansi Keuangan di Indonesia, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
dan sesuai Keputusan Ketua Bapepam LK No.KEP-347/BL/2012 tanggal 25 Juni
2012 mengenai Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
menggantikan Surat Edaran Bapepam No.SE-02/PM/2002 tanggal 27 Desember
2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten
atau Perseroan Publik untuk Industri Konstruksi. Mata uang yang digunakan
dalam penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasian adalah mata uang Rupiah
yang merupakan mata uang fungsional Perseroan dan Entitas Anak.
Penggunaan Pertimbangan, Estimasi, dan Asumsi Signifikan Manajemen
Dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan di Indonesia, dibutuhkan pertimbangan, estimasi dan asumsi
yang mempengaruhi:
- Penerapan kebijakan akuntansi;
- Jumlah aset dan liabilitas yang dilaporkan, dan pengungkapan atas aset dan
liabilitas kontinjensi pada tanggal laporan keuangan konsolidasian;
- Jumlah pendapatan dan beban yang dilaporkan selama tahun pelaporan
Estimasi dan asumsi yang digunakan ditelaah secara berkesinambungan.
Beban pajak penghasilan terdiri dari pajak penghasilan kini dan pajak
penghasilan tangguhan. Pajak tersebut diakui dalam laporan laba rugi
komprehenship konsolidasian, kecuali apabila pajak tersebut terkait dengan
transaksi atau kejadian yang langsung diakui dalam ekuitas
Pajak penghasilan kini dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang
berlaku pada tanggal posisi keuangan. Pajak penghasilan tangguhan diakui dengan
menggunakan balance sheet liability methode, untuk semua perbedaan temporer
antara dasar pengenaan pajak atas aset dan liabilitas dengan nilai tercatatnya
untukmasing-masing entitas
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah RI No.40 Tahun
2009 yang diundangkan pada tanggal 4 Juni 2009 yang merupakan Perubahan
(revisi) atas Peraturan Pemerintah RI No.51 Tahun 2008 yang telah diundangkan
tanggal 23 Juli 2008 tentang Pajak atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi
sebagaipengganti Peraturan Pemerintah RI No.140 Tahun 2000, Perseroan sebagai
pelaksana konstruksi sesuai pasal 10B Peraturan Pemerintah No.40 tahun 2009
dikenakan tarif 3% final untuk kontrak yang diperoleh mulai 1 Agustus 2008.
Beban pajak kini untuk bidang usaha non konstruksi ditentukan berdasarkan
penghasilan kena pajak dalam periode yang bersangkutan yang dihitung
berdasarkan tarif pajak yang berlaku. Aset dan Liabilitas pajak tangguhan untuk
bidang usaha non konstruksi diakui atas konsekuensi pajak pada tahun mendatang
yang timbul dari perbedaan jumlah tercatat aset dan Liabilitas menurut laporan
keuangan dengan dasar pengenaan pajak aset dan Liabilitas pada tanggal
pelaporan. Liabilitas pajak tangguhan diakui untuk semua perbedaan temporer
kena pajak dan aset pajak tangguhan diakui untuk perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan dan akumulasi rugi fiskal, sepanjang besar kemungkinan dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi penghasilan kena pajak pada masa mendatang.
Untuk bidang usaha realty mengacu pada Peraturan Pemerintah RI. 71 Tahun
2008 dengan tarif 5% untuk rumah menengah ke atas dan 1% untuk rumah
sederhana. Sedangkan jasa pengelolaan dan persewaan property mengacu pada
UU PPh pasal 4 ayat 2 dengan tarif 10% final.
Perbedaan nilai tercatat aset atau Liabilitas yang berhubungan dengan pajak
penghasilan final dengan dasar pengenaan pajaknya, tidak diakui sebagai aset atau
Liabilitas pajak tangguhan. Beban pajak kini sehubungan dengan penghasilan
yang menjadi subjek pajak penghasilan final diakui proporsional dengan jumlah
pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan dan dijadikan
dasar perhitungan dalam penyusunan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Badan
oleh Perseroan. Selisih antara penghasilan pajak final yang telah dibayar dengan
jumlah yang dibebankan sebagai beban pajak penghasilan pajak final pada
perhitungan laba rugi konsolidasi diakui sebagai pajak dibayar di muka atau
Utang pajak.
PENYAJIAN KEMBALI LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
TAHUN 2014 DAN 2013
Seperti yang dijelaskan dalam catatan 2 atas laporan keuangan konsolidasi, Grup
menyajikan kembali dan mereklasifikasi laporan posisi keuangan konsolidasian
tanggal 31 Desember 2014/1 Januari 2013, 31 Desember 2013 dan laporan laba
rugi dan penghasilan komprehensif lain konsolidasian untuk tahun yang berakhir
31 Desember 2014 karena penerapan PSAK 24 (revisi 2013) Imbalan Kerja dan
PSAK 46 (revisi 2014) pajak penghasilan. Selain itu, beberapa akun di laporan
laba rugi dan penghasilan komprehensif lain konsolidasian tahun 2014 telah
direklasifikasi untuk disesuaikan dengan presentasi laporan laba rugi dan
penghasilan komprehensif lain konsolidasian tahun 2015.
C. Analisis PSAK No 46 pada Laporan Posisi Keuangan

Dalam laporan posisi keuangan konsolidasian PT. Wijaya Karya Persero Tbk
terdapatpos pajak dibayar dimuka (prepaid taxes) pada bagian aset lancar.
Penerapan PSAK 46 pada Laporan Keuangan akan memiliki dampak yang cukup
signifikan dalam penyajian laporan keuangan. Begitu pula dalam penerapan
PSAK 46, tentang Pajak Penghasilan. Dapat dilihat dalam laporan keuangan
PT. Wijaya Karya Persero Tbk terdapat beban pajak penghasilan, aset pajak
tangguhan, maupun liabilitas pajak tangguhan. Pos–pos tersebut merupakan
pos–pos yang dibahas dalam PSAK 46 mengenai pajak penghasilan. PSAK 46
mengakui adanya aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan pada
neraca, serta pajak kini dan pajak tangguhan (beban pajak penghasilan)
pada laporan laba rugi.
Catatan Atas Laporan Keuangan No. 26

Dari data diatas, diketahui pajak dibayar dimuka pada tahun 2014 sebesar
Rp 425.794.117,- dan tahun 2015 sebesar 529.036.987,-. Hal ini menunjukkan
terdapat kenaikan sebesar Rp 103.242.870. Jumlah tersebut dapat dilihat dari
Catatan Atas Laporan Keuangan Pajak Dibayar Dimuka nomor 26 yang
menunjukkan tentang rincian pajak dibayar dimuka. Pajak dibayar di muka ini
merupakan pembayaran pajak yang berasal dari pembayaran atas PPh pasal 22
Impor, PPh pasal 22 Wajib Bayar, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh
Final dibayar dimuka, PPN Impor, PPN DN Restitusi, PPN K DPL/SPM Nihil
perseroan dan entitas anak. Pajak dibayar dimuka merupakan kelebihan bayar
pajak penghasilan badan danpajak lainnya yang belum diperiksa oleh Direktorat
Jenderal Pajak (“DJP”) serta pembayaran atas surat ketetapan pajak yang diterima
oleh Grup dimana keberatan dan banding telah diajukan kepada DJP.
Catatan Atas Laporan Keuangan No. 26

Dalam laporan posisi keuangan konsolidasian PT Wijaya Karya (Persero), Tbk,


terdapat pos Aset Pajak Tangguhan. Pos tersebut merupakan akumulasi pajak
tangguhan perusahaan yang berasal dari beda temporer. Dapat dilihat per 31
Desember 2014 aset pajak tangguhan perusahaan sebesar Rp 28.147.824,- dan31
Desember 2015 sebesar Rp 26.283.705,-. Aset pajak tangguhan mengalami
penurunan sebesar Rp 1.864.119,-. Aset pajak tangguhan tersebut berasal dari
anak dan induk perusahaan PT Wijaya Karya yang terdiri dari PT Wijaya Karya
(Persero), Tbk sebagai induk perusahaan. Selain itu, asset pajak tangguhan dari
anak perusahaan PT Wijaya Karya (Persero), Tbk yang terdiri dari PT WIKA
Industri Konstruksi, PT WIKA Beton, dan PT WIKA Bitumen.
Catatan Atas Laporan Keuangan No. 26

Dari data diatas menunjukkan bahwa pada bagian Liabilitas Jangka


Pendek terdapat pos utang pajak (Taxes Payable) per 31 Desember 2014 sebesar
Rp 168.940.523,- dan per 31 Desember 2015 sebesar Rp 177.085.029,-. Utang
pajak mengalami kenaikan sebesar Rp 8.144.506,-. 2012. Nilai tersebut didapat
dari jumlah pajak penghasilan terutang yang belum dibayarkan perseroan dan
entitas anak yang terdiri dari Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22 Wapu, Pasal 23
Wapu, Pasal 26, Pasal 29, Pasal 22 SPM Nihil, Pasal 4 (2), dan Pajak
Pertambahan Nilai.

Catatan Atas Laporan Keuangan No. 26


Dari data diatas menunjukkan bahwa pada bagian Liabilitas Jangka Panjang
terdapat pos liabilitas pajak tangguhan per 31 Desember 2014 sebesar Rp
2.162.275,- dan 31 Desember 2015 sebesar Rp 11.170.726,-. Liabilitas pajak
tangguhan mengalami kenaikan sebesarRp 9.008.451,-. Nilai dari liabilitas pajak
tangguhan tersebut berasal dari anak perusahaan PT Wijaya Karya yang terdiri
dari PT WIKA Realty, dan PT WIKA Beton, Tbk.

D. Analisis PSAK No . 46 pada Laporan Laba Rugi

Dalam laporan laba rugi komprehensif, dapat kita lihat terdapat pos
beban pajak penghasilan. Beban pajak penghasilan merupakan beban pajak
penghasilan yang berasal dari pajak penghasilan kini final maupun non final
dan pajak penghasilan tangguhan. Berikut ini adalah laporan laba rugi PT
WijayaKarya (Persero), Tbk yang dikaitkan dengan PSAK 46.

Dalam perhitungan beban pajak penghasilan, perusahaan perseroan yang


memiliki anak perusahaan haruslah memisahkan pajak yang berasal dari
perseroannya dengan pajak yang berasal dari entitas anak perusahaan. Beban
pajak penghasilan yang harus diakui harus terdiri dari dua unsur utama,
yaitu pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (differed tax).
Catatan Atas Laporan Keuangan No. 26

Dari data diatas menunjukkan bahwa beban pajak penghasilan PT Wijaya


Karya (Persero), Tbk pada tahun 2014 sebesar Rp 395.420.359,- dan tahun 2015
sebesar Rp395.076.705,-. Beban pajak penghasilan mengalami penurunan sebesar
Rp 343.654,-. Beban pajak penghasilan tersebut berasal dari beban pajak kini
(pajak final dan pajak tidak final) dan pajak tangguhan. Penjabaran beban pajak
penghasilan terdapat di catatan atas laporan keuangan.
Pajak Penghasilan Final Jasa konstruksi yang diperhitungkan terhadap
pendapatan Jasa Konstruksi Perseroan dan anak perusahaan terdiri dari PT Wijaya
Karya (Persero), Tbk , PT WIKA Realty, PT WIKA Gedung, PT WIKA Rekayasa
Konstruksi, PT WIKA Beton, dan PT Industri Konstruksi. Perhitungan untuk
pajak final, pajak tidak final, dan pajak tangguhan pada 31 Desember 2015 berasal
dari informasi segmen produk dan jasa industri perseroan dan entitas anak yang
terdiri dari segmen infrastruktur dan gedung, energy dan industrial, industry, serta
realti dan property.

E. Analisis PSAK No . 46 pada Laporan Arus Kas

Dari data diatas, pembayaran pajak dari arus kas aktivitas operasi pada
tahun 2014 sebesar Rp 369.673.636,- dan tahun 2015 sebesar Rp 479.302.499,-.
Pembayaran pajak mengalami kenaikan sebesar Rp 109.628.863,-
Dari data diatas, pajak dibayar dimuka untuk entitas induk PT Wijaya
Karya (Persero), Tbk pada 1 Januari 2014 sebesar Rp 429.548.555,-, pada 31
desember 2014 sebesar Rp 372.603.403,- dan pada 31 Desember 2015 sebesar Rp
417.259.984,- Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2014 mengalami
penurunan sebesar Rp 56.945.152,- dari 1 Januari sampai 31 Desember. Dari 31
Desember 2014 ke 31 Desember 2015 terdapat kenaikan sebesar Rp 44.656.581,-
Aset pajak tangguhan untuk entitas induk PT WijayaKarya (Persero), Tbkpada 31
Desember 2015 sebesarRp 2.200.000,-
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perlakuan akuntansi mengenai pajak penghasilan diatur oleh IAI melalui
PSAK No. 46 tentang penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan
serta pengungkapan infomasi yang relevan. Menurut PSAK Nomor 46
Paragraf 4, “pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas”.
Pengertian penghasilan ini tidak memperlihatkan adanya penghasilan
darisumber tertentu, tetapi lebih kepada adanya penambahan kemampuan
ekonomis yang diterima oleh wajib pajak. PSAK No. 46 juga bertujuan untuk
mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan

Kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk


sudah sesuai dengan PSAK No. 46 per 1 Juli 2009 tentang Akuntansi Pajak
Penghasilan. Baik dari pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
pajak penghasilan entitas. Selain itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sudah
mengakui adanya aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan
pada laporan posisi keuangan, serta pajak kini dan pajak tangguhan
(beban pajak penghasilan) pada laporan laba rugi telah sesuai denga PSAK
No. 46.
Selain itu dalam Catatan Atas Laporan Keuangan telah dijelaskan bahwa
Kebijakan akuntansi mengenai Laporan keuangan konsolidasian disusun dan
disajikan sesuai Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, yaitu Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan dan sesuai Keputusan Ketua Bapepam LK
No.KEP-347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 mengenai Pedoman Penyajian
dan Pengungkapan Laporan Keuangan menggantikan Surat Edaran Bapepam
No.SE-02/PM/2002 tanggal 27 Desember 2002 tentang Pedoman Penyajian
dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perseroan Publik untuk
Industri Konstruksi. Mata uang yang digunakan dalam penyusunan Laporan
Keuangan Konsolidasian adalah mata uang Rupiah yang merupakan mata
uang fungsional Perseroan dan Entitas Anak.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan mengenai penerapan PSAK No.46 yang telah
dilakukan, maka ada beberapa saran yaitu :
1. Memberikan pelatihan PSAK No.46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan
kepada staf divisi akuntansi, mengingat penerapannya yang kompleks dan
diperlukan pemahaman yang mendalam. Penerapan PSAK No.46 yang
tepat akan memberikan informasi yang dihasilkan laporan keuangan lebih
relevan dan informatif karena konsekuensi pajak di masa yang akan datang
akibat perbedaan temporer yang terjadi di masa sekarang menjadi tampak
dalam laporan keuangan.
2. Oleh karena PSAK No.46 memberikan dampak penerapan yang sangat
signifikan terhadap penentuan besarnya laba bersih maka dalam penetapan
besarnya aset pajak tangguhan diperlukan keyakinan yang memadai bahwa
aset pajak tangguhan tersebut dapat dipulihkan kembali melalui
penghasilan kena pajak di masa depan. Apabila diperkirakan sebagian atau
seluruh aset pajak tangguhan tidak dapat direalisasikan pada periode
mendatang, maka jumlah aset pajak tangguhan harus diturunkan, misalnya
dengan menggunakan akun penyisihan (valuation allowance).
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Indonesia. Jakarta: Salemba


Empat.

Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield. 2015. Intermediate
Accounting IFRS 2nd Edition. United States of America: Wiley.

Anda mungkin juga menyukai