Disusun oleh:
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting
artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Perusahaan mengikuti suatu standar akuntansi yang diterima
secara umum dalam menyusun laporan keuangan yaitu Standar Akuntansi
Keuangan (SAK). Dengan berbagai alasan, standar itu berbeda dengan
ketentuan perpajakan yang juga memanfaatkan informasi akuntansi. Akibat
adanya perbedaan beberapa hal dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
dengan Ketentuan Peraturan Perundang–Undangan Perpajakan, maka laba
keuangan sebelum pajak (pretax financial income) atau laba untuk tujuan
pembukuan, berbeda dengan laba kena pajak (taxable income) untuk tujuan
perpajakan.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah jumlah agregat current tax dan
defered tax tersebut dapat menghasilkan beban pajak (tax expense) suatu periode
atau sebaliknya dapat juga menghasilkan penghasilan pajak (tax income), yang
terjadi unsur penambahan net income (loss) before taxses.
LANDASAN TEORI
A. Pajak Penghasilan
Satu dekade kemudian, pada tahun 1982, WIKA melakukan perluasan divisi
dengan dibentuknya beberapa divisi baru, yaitu Divisi Sipil Umum, Divisi
Bangunan Gedung, Divisi Sarana Papan, Divisi Produk Beton dan Metal, Divisi
Konstruksi Industri, Divisi Energy, dan Divisi Perdagangan. Proyek yang
ditangani saat itu diantaranya adalah Gedung LIPI, Gedung Bukopin, dan Proyek
Bangunan dan Irigasi. Selain itu, semakin berkembangnya anak-anak perusahaan
di sektor industri konstruksi membuat WIKA menjadi perusahaan infrastruktur
yang terintegrasi dan bersinergi.
Keterampilan para personel WIKA dalam industri konstruksi telah
mendorong Perseroan untuk memperdalam berbagai bidang yang digelutinya
dengan mengembangkan beberapa anak perusahaan guna dapat berdiri sendiri
sebagai usaha yang spesialis dalam menciptakan produknya masing-masing. Pada
tahun 1997, WIKA mendirikan anak perusahaannya yang pertama, yaitu PT
Wijaya Karya Beton, mencerminkan pesatnya perkembangan Divisi Produk Beton
WIKA saat itu.
Sepanjang tahun 2012, WIKA berhasil menuntaskan proyek power plant yang
terdiri dari: Pembangkit Listrik Tenaga Gas Borang, 60MW, Pembangkit Listrik
Tenaga Mesin Gas Rengat, 21MW, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Ambon,
34MW.Pada tahun 2013 Perseroan mendirikan usaha patungan PT Prima
Terminal Peti Kemas bersama PT Pelindo I (Persero) dan PT Hutama Karya
(Persero), mengakuisisi saham PT Sarana Karya (Persero) (“SAKA”) yang
sebelumnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, mendirikan usaha
patungan PT WIKA Kobe dan PT WIKA Krakatau Beton melalui Entitas Anak
WIKA Beton, dan melakukan buyback saham sebanyak 6.018.500 saham dengan
harga perolehan rata-rata Rp1.706,77,-
Dalam laporan posisi keuangan konsolidasian PT. Wijaya Karya Persero Tbk
terdapatpos pajak dibayar dimuka (prepaid taxes) pada bagian aset lancar.
Penerapan PSAK 46 pada Laporan Keuangan akan memiliki dampak yang cukup
signifikan dalam penyajian laporan keuangan. Begitu pula dalam penerapan
PSAK 46, tentang Pajak Penghasilan. Dapat dilihat dalam laporan keuangan
PT. Wijaya Karya Persero Tbk terdapat beban pajak penghasilan, aset pajak
tangguhan, maupun liabilitas pajak tangguhan. Pos–pos tersebut merupakan
pos–pos yang dibahas dalam PSAK 46 mengenai pajak penghasilan. PSAK 46
mengakui adanya aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan pada
neraca, serta pajak kini dan pajak tangguhan (beban pajak penghasilan)
pada laporan laba rugi.
Catatan Atas Laporan Keuangan No. 26
Dari data diatas, diketahui pajak dibayar dimuka pada tahun 2014 sebesar
Rp 425.794.117,- dan tahun 2015 sebesar 529.036.987,-. Hal ini menunjukkan
terdapat kenaikan sebesar Rp 103.242.870. Jumlah tersebut dapat dilihat dari
Catatan Atas Laporan Keuangan Pajak Dibayar Dimuka nomor 26 yang
menunjukkan tentang rincian pajak dibayar dimuka. Pajak dibayar di muka ini
merupakan pembayaran pajak yang berasal dari pembayaran atas PPh pasal 22
Impor, PPh pasal 22 Wajib Bayar, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh
Final dibayar dimuka, PPN Impor, PPN DN Restitusi, PPN K DPL/SPM Nihil
perseroan dan entitas anak. Pajak dibayar dimuka merupakan kelebihan bayar
pajak penghasilan badan danpajak lainnya yang belum diperiksa oleh Direktorat
Jenderal Pajak (“DJP”) serta pembayaran atas surat ketetapan pajak yang diterima
oleh Grup dimana keberatan dan banding telah diajukan kepada DJP.
Catatan Atas Laporan Keuangan No. 26
Dalam laporan laba rugi komprehensif, dapat kita lihat terdapat pos
beban pajak penghasilan. Beban pajak penghasilan merupakan beban pajak
penghasilan yang berasal dari pajak penghasilan kini final maupun non final
dan pajak penghasilan tangguhan. Berikut ini adalah laporan laba rugi PT
WijayaKarya (Persero), Tbk yang dikaitkan dengan PSAK 46.
Dari data diatas, pembayaran pajak dari arus kas aktivitas operasi pada
tahun 2014 sebesar Rp 369.673.636,- dan tahun 2015 sebesar Rp 479.302.499,-.
Pembayaran pajak mengalami kenaikan sebesar Rp 109.628.863,-
Dari data diatas, pajak dibayar dimuka untuk entitas induk PT Wijaya
Karya (Persero), Tbk pada 1 Januari 2014 sebesar Rp 429.548.555,-, pada 31
desember 2014 sebesar Rp 372.603.403,- dan pada 31 Desember 2015 sebesar Rp
417.259.984,- Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2014 mengalami
penurunan sebesar Rp 56.945.152,- dari 1 Januari sampai 31 Desember. Dari 31
Desember 2014 ke 31 Desember 2015 terdapat kenaikan sebesar Rp 44.656.581,-
Aset pajak tangguhan untuk entitas induk PT WijayaKarya (Persero), Tbkpada 31
Desember 2015 sebesarRp 2.200.000,-
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlakuan akuntansi mengenai pajak penghasilan diatur oleh IAI melalui
PSAK No. 46 tentang penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan
serta pengungkapan infomasi yang relevan. Menurut PSAK Nomor 46
Paragraf 4, “pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas”.
Pengertian penghasilan ini tidak memperlihatkan adanya penghasilan
darisumber tertentu, tetapi lebih kepada adanya penambahan kemampuan
ekonomis yang diterima oleh wajib pajak. PSAK No. 46 juga bertujuan untuk
mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield. 2015. Intermediate
Accounting IFRS 2nd Edition. United States of America: Wiley.