Anda di halaman 1dari 18

PSAK No. 46 PAJAK PENGHASILAN DAN PSAK No.

48
PENURUNAN NILAI ASET

Diajukan :
Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Seminar Akuntansi Keuangan
Dosen Pembimbing : Setia Budi Kurniawan, SE., MM.

Kelompok 3:
Vivin Angreni (19023000005)
Destia Yulianita (19023000019)
Miranda (19023000020)
Philimon Adi (19023000021)
Putri Wahyuningrum (19023000031)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
JL. Terusan Dieng No. 62-64 Tlp. 561448 Fax, (0341) 561448 Malang
65146
2022/2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PSAK 46 tentang pajak penghasilan merupakan Pernyataan standar akuntansi
keuangan yang mengatur tentang pengungkapan, pengakuan dan pengukuran pajak
penghasilan yang dilakukan oleh suatu entitas perusahaan. PSAK ini merupakan standar
akuntansi keuangan yang mengadopsi IAS 12 tentang income taxes dengan beberapa
pengecualian. PSAK 46 ini bertujuan memberikan aturan dan arahan kepada entitas
perusahaan tentang bagaimana memperlakukan aset yang dipulihkan pada masa depan
terkait perhitungan konsekuensi pajak masa kini dan masa depan. Aset yang dimiliki oleh
entitas akan selalu memiliki konsekuensi atas pajak. Konsekuensi pajak tersebut bersifat
masa kini dan masa yang akan datang. Atas konsekuensi tersebut maka entitas perusahaan
harus melakukan perhitungan pajak yang harus dilakukan pembayaran pajaknya. Selain itu
juga entitas melakukan perhitungan atas konsekuensi pajak pada masa mendatang atas aset
yang dimilikinya. Tata cara perhitungan pajak tersebut diatur oleh pernyataan standar
akuntansi ini. Dalam ED PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan dalam paragraf 98
sampai 102 mengatur mengenai perlakuan Pajak Penghasilan Final yang sebelumnya sudah
ada pada PSAK 46 (1997): Akuntansi Pajak Penghasilan namun tidak diatur dalam IAS 12.
Pajak penghasilan final ditentukan dari norma perhitungan oleh peraturan perpajakan
sehingga dasar pengenaan pajaknya tidak akan menimbulkan perbedaan temporer, melainkan
perbedaan permanen. Pajak penghasilan final juga tidak akan diperhitungkan dalam
perhitungan laba kena pajak.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
terdiri dari paragraf 1-135 dan Lampiran. Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan
mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal mengatur prinsip-prinsip
utama. PSAK 48 (revisi2009) harus dibaca dalam konteks prinsip-prinsip utama dan
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Pernyataan ini tidak wajib
diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material. PSAK 25: Kebijakan Akuntansi,
Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan memberikan dasar untuk memilih dan
menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan yang eksplisit. Menurut PSAK 48,
pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menilai apakah terdapat indikasi aset mengalami
penurunan nilai. Jika terdapat indikasi tersebut, maka entitas mengestimasi jumlah
terpulihkan aset tersebut. Suatu aset mengalami penurunan nilai jika jumlah tercatatnya
melebihi jumlah terpulihkannya. Tujuan PSAK 48 : Menetapan prosedur agar aset dicatat
tidak melebihi jumlah terpulihkannya (impairment) . Aset dikatakan melebihi jumlah
terpulihkan jika jumlah tercatat aset melebihi jumlah yang akan dipulihkan melalui:
penggunaan atau penjualan aset.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyajian laporan keuangan menurut PSAK No. 46 ?
2. Bagaimana penyajian laporan keuangan menurut PSAK No. 48 ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan penyajian laporan keuangan menurut PSAK No. 46
2. Untuk menjelaskan penyajian laporan keuangan menurut PSAK No. 48

PEMBAHASAN
1. PSAK No. 46 Definisi, Tujuan, Pengukuran dan Pengakuan, Pelaporan Pajak
Penghasilan
a. Definisi
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 adalah mengatur bagaimana
entitas melaporkan pajak penghasilan dalam laporan keuangan baik dalam laporan posisi
keuangan maupun dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain. Sering kali
praktisi akuntan meremehkan keberadaan informasi pajak dalam laporan keuangan, atau
sering kali beranggapan antara administrasi perpajakan dan akuntansi tidak memiliki
kaitan. Negara Indonesia sering kali dihadapkan dengan permasalahan dan persoalan
khususnya dalam bidang ekonomi, yang terkadang berpengaruh terhadap jalannya
pembangunan nasional. Oleh karena itu, demi kelancaran pembangunan nasional begitu
banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan sumber penerimaan
negara khususnya yang berasal dari sektor pajak. Maka dari itu PSAK 46 wajib
diterapkan dalam laporan keuangan perusahaan. Standar ini telah berlaku efektif pada
tanggal 1 Januari 1999 bagi perusahaan “go public”, sementara untuk perusahaan yang
belum ”go public” berlaku sejak 1 Januari 2001. Pajak penghasilan adalah salah satu
jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia. Pajak penghasilan merupakan pajak yang
dikenakan terhadap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh atau diterima oleh
orang pribadi atau badan usaha baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia. Dasar perhitungan pajak penghasilan adalah penghasilan kena pajak yang
dihitung dari penghasilan dan pengurang penghasilan sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perpajakan.
b. Tujuan
PSAK 46 ini bertujuan memberikan aturan dan arahan kepada entitas perusahaan
tentang bagaimana memperlakukan aset yang dipulihkan pada masa depan terkait
perhitungan konsekuensi pajak masa kini dan masa depan. Aset yang dimiliki oleh entitas
akan selalu memiliki konsekuensi atas pajak. Konsekuensi pajak tersebut bersifat masa
kini dan masa yang akan datang. PSAK 46 ini juga bertujuan mengatur aset pajak
tangguhan yang timbul dari rugi pajak yang belum dikompensasi. Rugi pajak yaitu suatu
kondisi dimana ketika penghasilan bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang
diperkenankan oleh UU PPh di dapat adanya kerugian tersebut dikurangkan pada
penghasilan neto dari perusahaan yang berimbas pada pembayaran pajak. Ketika rugi
pajak ini terjadi maka kompensasi rugi pajak ini dilakukan secara berturut-turut selama 5
(lima) tahun seejak tahun didapatinya kerugian tersebut. Jika rugi pajak telah terjadi dan
kompensasinya belum dihitung dalam laporan keuangan maka penghitungan
kompensasinya dan penyajian dalam laporan keuangannya diatur dalam PSAK 46 ini.

c. Pengukuran
Pengukuran dalam PSAK 46 diterangkan sebagai berikut:
1) Liabilitas (aset) pajak kini untuk periode berjalan dan periode sebelumnya diukur
sebesar jumlah yang diharapkan akan dibayar kepada otoritas perpajakan yang
dihitung menggunakan tarif pajak yang telah berlaku atau secara substantif telah
berlaku pada akhir periode pelaporan. Penetapan besaran pajak atas aset entitas diukur
dengan tarif pajak yang berlaku atau secara isi telah berlaku pada periode akhir
pelaporan keuangan.
2) Aset dan liabilitas pajak tangguhan diukur dengan tarif pajak yang berlaku pada saat
aset dipulihkan atau liabilitas diselesaikan berdasarkan tarif pajak yang telah berlaku
atau secara substantif telah berlaku pada akhir periode pelaporan.
3) Pengukuran aset dan liabilitas pajak tangguhan mencerminkan konsekuensi pajak
yang sesuai dengan cara entitas memperkirakan pada akhir periode pelaporan.
Pengukuran aset dan liabilitas pajak tangguhan menggunakan cara yang sesuai dengan
konsekuensi pajak sebagaimana entitas memperkirakan penghitungannya pada akhir
periode pelaporan keuangan.

d. Pengakuan
Pengakuan pajak kini dan pajak tangguhan diakui dalam pos laba rugi yaitu
pada pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban dalam
laba rugi periode kecuali pajak penghasilan dari transaksi atau peristiwa yang diakui
pada periode yang sama atau berbeda serta dari kombinasi bisnis. Pos di luar laba rugi
yaitu jika pajak yang diakui diluar laba rugi yang terkait dengan penghasilan
komprehensif lain serta langsung di ekuitas.
Pengakuan aset dan liabilitas dalam PSAK ini dibagi menjadi dua yaitu:
1) Pengakuan aset pajak kini dan liabilitas pajak kini
Jumlah pajak kini dan periode sebelumnya yang belum dibayar diakui sebagai
liabilitas. Jika jumlah pajak yang telah dibayar untuk peride berjalan dan periode
sebelumnya melebihi jumlah pajak terutang untuk periode tersebut maka diakui
sebagai aset. Jika terdapat jumlah pajak periode berjalan dan periode sebelumnya
yang belum dibayar maka jumlah pajak terutang ini diakui oleh entitas sebagai
liabilitas. Jika jumlah pajak yang telah dibayarkan untuk periode berjalan dan
periode sebelumnya ternyata besaran jumlahnya memelbihi jumlah pajak terutang
pada periode tersebut maka diakui oleh entitas sebagai aset.
2) Pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan
a) Perbedaan temporer kena pajak: Seluruh perbedaan temporer kena pajak
diakui sebagai liabilitas pajak tangguhan kecuali yang disebabkan oleh
pengakuan awal goodwill dan pengakuan awal aset atau liabilitas dari
transaksi yang bukan kombinasi bisnis dan pada saat transaksi tidak
mempengaruhi laba akuntansi atau laba kena pajak.
b) Perbedaan temporer merupakan perbedaan waktu yang dapat diberikan contoh
yaitu:
a. Pendapatan bunga berdasarkan proporsi waktu. Perbedaan pendapatan
bunga ini bisa berbeda pada periode waktu yang ada. Besaran bunga
bisa berbeda pada periode saat ini dengan periode masa depan. Bunga
bisa naik dan bisa turun.
b. Penyusutan yang digunakan dalam perhitungan laba kena pajak
mungkin berbeda dengan penghitungan laba akuntansi. Teknik dan
prosedur dalam penghitungan penyusutan aset untuk laba kena pajak
bisa berbeda dengan teknik dan metode penghitungan laba akuntansi.
Perbedaan teknik dan metode bisa berakibat pada perbedaan besaran
jumlah aset dan liabilitas.
c. Biaya pengembangan bisa saja diamortisasi dan dikapitalisasi selama
periode masa depan dalam menentukan laba akuntansi, tetapi untuk
penentuan laba kena pajak biaya pengembangan bisa dikurangkan
dalam menentukan laba kena pajak dalam periode terjadinya. Biaya
pengembangan atau development bagi suatu entitas pasti ada. Biaya
ini dalam penentuan laba akuntansi bisa dilakukan amortisasi dan
kapitalisasi namun dalam penentuan laba kena pajak biaya
pengembangan dilakukan pengurangan. Dengan kondisi ini maka akan
terjadi perbedaan secara temporer.
d. Aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih
dalam kombinasi bisnis diakui pada nilai wajar sesuai PSAK 22
namun tidak ada penyesuaian yang setara untuk tujuan pajak. Ketika
kombinasi bisnis melakukan pengambilalihan atas aset dan liabilitas
dapat diakui secara nilai wajar namun proses pengambilalihan ini tidak
mempunyai penyesuaian setara untuk tujuan pajak. Hal ini
menimbulkan perbedaan secara temporer dalam mengukur besaran
pengenaan pajak.
e. Aset direvaluasi dan tidak ada penyesuaian setara yang dibuat untuk
tujuan pajak.
f. Goodwill yang timbul dalam kombinasi bisnis
g. Dasar pengenaan pajak aset atau liaiblitas pada pengakuan awal
berbeda daru jumlah tercatat awal.
h. Jumlah tercatat investasi pada entitas anak, entitas asosiasi dan
pengaturan bersama menjadi berbeda dengan dasar pengenaan pajak
pada investasi atau kepentingan tersebut.
e. Pelaporan Pajak Penghasilan
PSAK No. 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan tentang
bagaimana konsekuensi pajak kini dan masa depan untuk hal-hal berikut ini : pemulihan
atau penyelesaian masa depan jumlah tercatat atas (liabilitas) yang diakui dalam laporan
posisi keuangan perusahaan (entitas).

f. Penyajian
Dalam penyajian laporan keuangan terkait PSAK 46 pajak penghasilan dapat
disajikan beberapa hal yaitu :
1) Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak
Aktiva dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban
lainnya dalam neraca. Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan harus
dibedakan dari aktiva pajak kini dan kewajiban pajak kini. Apabila dalam laporan
keuangan, aktiva dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban
tidak lancar maka aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai
aktiva (kewajiban) lancar.
2) Saling Menghapuskan (offset)
PSAK No. 46 tidak menyatakan secara tegas mengenai aktiva pajak tangguhan
boleh atau harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak tangguhan dalam
penyajian neraca. PSAK No. 46 menyatakan bahwa aktiva pajak kini harus
dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya harus
disajikan pada neraca.
3) Beban Pajak
Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas
normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.
4) Pajak Penghasilan Final
Apabila nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang berhubungan dengan pajak
penghasilan final berbeda dari DPP-nya, maka perbedaan tersebut tidak diakui
sebagai aktiva atau kewajiban pajak tangguhan. Atas penghasilan yang dikenakan
pajak penghasilan final, beban pajak diakui secara proporsional dengan jumlah
pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Selisih antara
jumlah pajak penghasilan final yang terhutang dengan jumlah yang dibebankan
sebagai beban pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai Pajak Penghasilan
Final Dibayar Dimuka dan Pajak Penghasilan Final yang Masih Harus Dibayar.
Perkiraan pajak penghasilan final dibayar dimuka disajikan secara terpisah dari pajak
penghasilan final yang masih harus dibayar.

g. Contoh Kasus PSAK 46 Pajak Penghasilan


Beban pajak penghasilan merupakan jumlah pajak yang terutang dan pajak
tangguhan. Perusahaan menentukan beban pajak kini berdasarkan laba kena pajak
dalam periode yang bersangkutan yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.
Berikut akan ditampilkan laporan laba rugi dari PT. Perkebunan Nusantara IV
Medan untuk tahun 2017 dan 2018.
LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN
KONSOLIDASIAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR
31 DESEMBER 2018

Tahun 2018 Tahun 2017


PENJUALAN 5.224.597.530.217 5.620.786.153.855
BEBAN POKOK PENJUALAN (3.001.667.802.570) (3.109.691.150.047)
RUGI YANG TIMBUL DARI PERUBAHAN NILAI
WAJAR ASET BIOLOGIS (3.001.667.802.570) (10.359.910.677)
LABA KOTOR 2.199.867.377.867 2.500.735.093.131
Beban umum dan administrasi (907.954.995.758) (1.157.094.404.581)
Beban pemasaran dan penjualan (132.982.758.351) (131.856.928.789)
Pendapatan operasi lain 129.401.973.322 154.261.312.295
Penghasilan keuangan 35.441.011.751 38.105.296.183
Beban keuangan (290.804.026.913) (308.951.566.834)
Beban operasi lain (225.763.631.934) (276.862.015.073)
LABA SEBELUM PAJAK 807.204.949.984 818.336.786.332
BEBAN PAJAK PENGHASILAN (311.342.472.543) (307.006.067.811)
LABA BERSIH TAHUN BERJALAN 495.862.477.441 511.330.718.521

PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN


Pos-pos yang tidak akan di reklasifikasi ke laba rugi:
Keuntungan (kerugian) pengukuran kembali program
imbalan pasti 385.737.464.383 (446.718.868.289)
(Beban) manfaat pajak tangguhan atas pengukuran
kembali program imbalan pasti (96.434.366.098) 111.679.717.072
Surplus revaluasi aset tetap 544.101.937.060 -
Surplus revaluasi aset properti investasi 2.872.358.360 -
Jumlah penghasilan (rugi) komprehensif lain tahun
berjalan setelah pajak 836.277.393.705 (335.039.151.217)
JUMLAH PENGHASILAN KOMPREHENSIF TAHUN
BERJALAN 1.332.139.871.146 176.291.567.304

LABA BERSIH TAHUN BERJALAN YANG DAPAT


DIATRIBUSIKAN KEPADA:
Pemilik Entitas Induk 580.566.679.013 597.945.201.829
Kepentingan Non-pengendali (84.704.201.572) (86.614.483.308)
Jumlah laba bersih tahun berjalan 495.862.477.441 511.330.718.521

JUMLAH PENGHASILAN KOMPREHENSIF TAHUN


BERJALAN YANG DAPAT DIATRIBUSIKAN
KEPADA:
Pemilik entitas induk 1.355.998.501.719 264.999.968.352
Kepentingan non-pengendali (23.858.630.573) (88.708.401.047)
Jumlah penghasilan komprehensif tahun berjalan 1.332.139.871.146 176.291.567.304
LABA PER SAHAM DASAR YANG DAPAT 197.330 203.236
DIATRIBUSIKAN KEPADA PEMILIK ENTITAS
INDUK

Rekonsiliasi Laba fiskal


Laporan keuangan komersial yang berupa neraca dan laba rugi disusun
berdasarkan prinsip akuntansi yang lazim diterima. Dari laporan keuangan komersial
tersebut dapat dihitung laba komersial atau penghasilan secara akuntansi. Laba
komersial inilah yang menjadi ukuran yang digunakan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan fiscal
dengan melakukan koreksi seperlunya melalui rekonsiliasi antara standar akuntansi
dan ketentuan perpajakan yang disebut rekonsiliasi Fiskal.
Tahun 2018
Laba sebelum pajak menurut laporan laba rugi
dan penghasilan komprehensif lain konsolidasian Rp1,063,566,966,424
Pajak penghasilan dengan tarif pajak efektif Rp 265,891,741,606
Pengaruh pajak atas (beban) manfaat yang
tidak dapat diperhitungkan menurut fiskal:
Beban pengobatan Rp 11,440,522,807
Beban pensiun Rp 8,072,698,882
Beban sosial lainnya Rp 7,574,310,663
Corporate social responsibility dan PKBL Rp 7,501,409,897
Beban lainnya Rp 5,019,304,320
Sumbangan Rp 2,664,399,772
Perjalanan dan penginapan Rp 2,511,507,473
Overhead plasma madina Rp 2,059,023,160
Kemalangan Rp 1,746,143,472
Akomodasi tamu Rp 1,490,351,500
Pemeliharaan rumah dan bangunan sosial Rp 1,213,984,104
Surat kabar dan majalah Rp 580,133,836
Pelatihan dan pendidikan Rp 76,936,256
Beban dan denda pajak Rp 0
Pendapatan atas nilai wajar properti investasi - Rp 6,273,150,000
Pendapatan sewa yang telah dikenakan pph
final - Rp 563,381,301
Penghasilan bunga yang sudah dikenakan
pajak final - Rp 4,129,711,768
Jumlah Rp 306,876,224,679
Beban pajak penghasilan anak Rp 4,466,247,809
Jumlah Beban Pajak Penghasilan Grup Rp 311,342,472,488

Penerapan PSAK No. 46 Tentang Penghasilan Pajak Tangguhan


PT. Perkebunan Nusantara IV Medan telah mengakui semua konsekuensi atas pajak
di masa kini dan masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa jika prosedur ini dijalankan
dengan benar, maka PT. Perkebunan Nusantara IV Medan telah menerapkan sepenuhnya
PSAK No. 46 pada laporan keuangannya.
a) Laporan Rekonsiliasi Fiskal
Hal pertama yang harus dilakukan adalah rekonsiliasi fiskal.Namun untuk
merekonsiliasi perhitungan laba sebelum pajak antara akuntansi dengan fiscal dilakukan
koreksi positif dan negatif. Berikut ini disajikan Laporan Rekonsiliasi Perusahaan :

Keterangan PTPN IV koreksi Menurut UU 2018


positif negatif 2018
Laba sebelum pajak Rp 807.204.949.984 Rp 807.204.949.984
Jumlah beda waktu Rp 13.714.964.934 (Rp 13.714.964.934)
Jumlah beda tetap Rp 163.937.932.280 Rp 163.937.932.280
Beban pengobatan Rp11,440,522,807 Rp11,440,522,807 Rp 11,440,522,807
Beban pensiun Rp8,072,698,882 Rp 8,072,698,882 Rp 8,072,698,882
Beban sosial lainnya Rp7,574,310,663 Rp 7,574,310,663 Rp 7,574,310,663
Corporate social
responsibility dan PKBL Rp7,501,409,897 Rp 7,501,409,897 Rp 7,501,409,897
Beban lainnya Rp5,019,304,320 Rp 5,019,304,320 Rp 5,019,304,320
Sumbangan Rp2,664,399,772 Rp 2,664,399,772 Rp 2,664,399,772
Perjalanan dan penginapan Rp2,511,507,473 Rp 2,511,507,473 Rp 2,511,507,473
Overhead plasma madina Rp2,059,023,160 Rp 2,059,023,160 Rp 2,059,023,160
Kemalangan Rp1,746,143,472 Rp 1,746,143,472 Rp
1,746,143,472
Akomodasi tamu Rp1,490,351,500 Rp 1,490,351,500 Rp
1,490,351,500
Pemeliharaan rumah dan
bangunan sosial Rp1,213,984,104 Rp 1,213,984,104 Rp
1,213,984,104
Surat kabar dan majalah Rp 580,133,836 Rp 580,133,836 Rp
580,133,836
Pelatihan dan pendidikan Rp 76,936,256 Rp 76,936,256 Rp
76,936,256
Beban dan denda pajak Rp 0 Rp 0 Rp 0
Pendapatan atas nilai wajar
properti investasi -Rp 6,273,150,000 Rp 6,273,150,000 (Rp 6,273,150,000
Pendapatan sewa yang telah
dikenakan pph final -Rp 563,381,301 -Rp 563,381,301 (Rp 563,381,301
Penghasilan bunga yang
sudah dikenakan pajak final -Rp4,129,711,768 -Rp 4,129,711,768 (Rp4,129,711,768

Terlihat penerapan perencanaan pajak mampu meminimalkan beban pajak


dikarenakan melakukan perencanaan pajak terhadap akun bantuan/sumbangan, biaya
perjalanan, penginapan, kemalangan, akomodasi tamu, biaya surat kabar dan majalah.
Sehingga dapat dilihat laporan laba rugi dibawah ini, sebelum dilakukan perencanaan pajak,
dan setelah dilakukan perencanaan pajak.
Berdasarkan penghasilan neto fiskal perusahaan menghitung beban pajak kini dengan
tarif progresif, yaitu :
25% x Rp. 807.204.949.984 = Rp. 201.801.237.496
Jurnal atas perhitungan pajak kini oleh perusahaan adalah :
Beban pajak kini Rp. 201.801.237.496
Hutang Pajak Rp. 201.801.237.496

Sedangkan kredit pajak sebesar dijurnal perusahaan sebagai berikut :


PPh pasal 22 = Rp. 12.411.619
PPh pasal 23 = Rp. 336.190.353
PPh pasal 25 = Rp. 23.412.172.520
Jumlah kredit pajak Rp. 23.760.774.492
Jumlah Kredit Pajak :
Hutang Pajak Rp. 201.801.237.496
Pasal 22 Rp. 12.411.619
Pasal 23 Rp. 336.190.353
Pasal 25 Rp 201.452.635.524

Karena jumlah kredit pajak lebih kecil dari jumlah hutang pajak sebesar Rp.
178.040.463.004 (Rp. 23.760.774.492 – Rp. 201.801237.496), maka perusahaan kurang
bayar.
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak yang disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenakan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan
pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhirnya dalam tahun pajak.
Kesimpulan dari kasus diatas :
PT. Perkebunan Nusantara IV Medan telah menerapkan PSAK No. 46 pada laporan
keuangannya; Perlakuan akuntansi yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara IV Medan
belum sepenuhnya mengakui konsekuensi pajak sebagaimana distandarkan dalam PSAK No.
46. Hal ini terbukti dengan tidak terdapatnya pengakuan akan pengurangan kewajiban jangka
panjang perusahaan yang berupa kewajiban manfaat karyawan yang kemudian seharusnya
digantikan dengan kewajiban lancar perusahaan.

2. PSAK No. 48 Definisi, Tujuan, Pengukuran dan Pengakuan, Pelaporan Penurunan


Nilai Aset
a. Definisi
PSAK 48 Penurunan Nilai Aset mengatur mengenai penurunan nilai aset, yang
mengatur bagaimana entitas mereview jumlah tercatat asetnya, bagaimana menentukan
nilai yang dapat diperoleh kembali, kapan mengakui penurunan nilai serta kapan nilai
rugi dipulihkan kembali. Penurunan nilai dari aset merupakan suatu kondisi di mana
nilai tercatat asset (carrying amount) melebihi jumlah terpulihkan (recoverable
amount). Dalam kondisi dimana suatu entitas menghadapi penurunan nilai dari aset-
asetnya, maka banyak entitas yang melakukan penghapusan (write-off) terhadap aset .
Standart akuntansi menyatakan bahwa suatu entitas harus mengevaluasi apakah
terdapat indikasi penurunan nilai terhadap aset yang dimilikinya.
b. Tujuan
PSAK no 48 mengatur mengenai perlakuan yang diterapkan untuk
peristiwa penurunan aset. Hal ini sudah dijelaskan dalam tujuan dan ruang
lingkup dari PSAK no 48 yaitu disebutkan bahwa tujuannya adalah
menetapkan prosedur-prosedur yang diterapkan entitas agar aset dicatat
tidak melebihi jumlah yang terpulihkannya.  
c. Pengakuan dan Pengukuran Rugi Penurunan Nilai
Menurut PSAK No.48 (2014 par 59) Rugi penurunan nilai adalah Jika jumlah
terpulihkan aset lebih kecil dari jumlah tercatatnya, maka jumlah tercatat aset
diturunkan menjadi sebesar jumlah terpulihakan. Rugi penurunan nilai segera diakui
dalam laporan laba rugi, kecuali aset disajikan dalam jumlah direvaluasi sesuai dengan
pernyataan lain (contoh, sesuai dengan model revaluasi pada PSAK 16).
Setiap rugi penurunan nilai aset revaluasi diperlakukan sebagai penurunan
revaluasi sesuai dengan pernyataan lain. Rugi penurunan nilai aset yang tidak
direvaluasi diakui dalam laba rugi. Namun demikian, kerugian penurunan nilai atas
revaluasian diakui dalam pendapatan komprehensif lain, sepanjang kerugian penurunan
nilai tidak melebihi jumlah surplus revaluasi untuk aset yang sama. Rugi penurunan
nilai atas aset revaluasian mengurangi surplus revaluasi aset tersebut. Ketika jumlah
estimasi rugi penurunan nilai, beban penyusutan untuk mengalokasikan nilai tercatat
revision, setelah dikurangi nilai sisa (jika ada), secara sistematis selama sisa
manfaatnya.
Menurut PSAK 48 (revisi 2014 paragraf 12) tentang penurunan aset bahwa pada
setiap akhir periode pelaporan, suatu entitas harus menilai apakah terdapat indikasi
suatu asset pengalami penurunan nilai. Dalam menilai apakah indikasi bahwa aset
mungkin mengalami penurunan nilai, entitas harus mempertimbangkan minimum hal-
hal berikut ini.
a. Informasi dari sumber-sumber ekternal, antara lain sebagai berikut:
1. Selama periode tersebut, nilai pasar asset telah turun secara signifikan lebih dari
yang diharapkan.
2. Perubahan yang signifikan dalam hal teknologi, pasar, ekonomi, atau lingkup
hukum tempat entitas beroperasi atau di pasar tempat asset dikaryakan, yang
berdampak merugikan terhadap entitas.
3. Suka bunga pasar atau tingkat imbalan pasar dari investasi telah meningkat
selama periode tersebut.
4. Jumlah tercatat asset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya.
b. Informasi dari sumber-sumber internal, antara lain sebagai berikut.
1. Terdapat bukti mengenai keusangan atau kerusakan fisik asset.
2. Telah terjadi atau akan terjadi dalam waktu dekat perubahan segnifikan yang
berdampak merugikan sehubungan dengan seberapa jauh, atau cara, suatu asset
digunakan atau diharapkan akan digunakan. Terdapat bukti dari pelaporan
internal yang mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi asset lebih buruk, atau
akan lebih buruk, dari yang diharapkan.
3. Untuk suatu investasi dalam entitas anak, antitas asosiasi dan pengendalian
bersama entitas yang disajikan dalam laporan keuangan terpisah berdasarkan
metode biaya.
c. Entitas juga harus melakukan hal berikut.
1. Menguji penurunan nilai asset tak terwujud dengan masa manfaat tidak terbatas
atau asset tak terwujud yang belum dapat digunakan, secara tahunan.
2. Menguji penurunan nilai goodwill yang diperoleh dalam satu kombinasi bisnis
secara tahunan.
Namun, penghitungan terperinci terkini atas jumlah terpulihkan aset yang
dilakukan periode terdahulu dapat digunakan dalam menguji penurunan nilai
untuk aset tersebut pada periode berjalan, sepanjang semua kriteria berikut
dipenuhi.
1. Jika aset tak berwujud tidak menghasilkan arus kas masuk dari penggunaan
secara berkelanjutan yang sebagian besar independen dari arus kas masuk
dari aset-aset atau kelompok aset.
2. Penghitungan terkini jumlah terpulihkan menghasilkan suatu jumlah yang
melebihi jumlah tercatat aset dengan margin yang substansial.
3. Kecil kemungkinan bahwa penentuan jumlah terpulihkan saat ini akan lebih
kecil dari jumlah tercatat aset.
Terlepas kapan evaluasi atas indikasi penurunan nilai dilakukan, konsep
materialitas diterapkan dalam mengidentifikasi apakah jumlah terpulihkan suatu
aset perlu diestimasi. Sebagai contoh, jika penghitungan sebelumnya
menunjukkan bahwa jumlah terpulihkan suatu aset lebih besar secara signifikan
dari jumlah tercatatnya, entitas tidak perlu mengestimasi ulang jumlah
terpulihkan aset tersebut jika tidak terdapat peristiwa yang akan menghapus
selisih tersebut. Selain itu, suatu indikasi yang ada bahwa aset mungkin
mengalami penurunan nilai dapat juga mengindikasikan bahwa sisa masa
manfaat, metode depresiasi (amortisasi) atau nilai residu aset perlu ditelaah
kembali. Apabila terdapat perubahan estimasi sisa manfaat, metode depresiasi
(amortisasi) atau nilai residu aset maka suatu entitas harus melakukan
perubahan tersebut dengan sifat perubahannya sebagai prospektif (perubahan
yang dilakukan secara ke depan, tanpa melakukan restatement terhadap laporan
keuangan sebelumnya).
d. Pengukuran Jumlah Terpulihkan
Menurut PSAK No.48 (revisi 2014 paragraf 18) Jumlah terpulihkan adalah jumlah
yang lebih tinggi antara nilai wajar aset atau unit penghasil kas dikurangi biaya
pelepasan dengan nilai pakainya. Persyaratan ini menggunakan istilah “aset” tetapi
berlaku sama untuk aset individual atau penghasil kas. Apabila terdapat indikasi-
indikasi penurunan nilai, maka entitas diharuskan membuat estimasi formal jumlah
terpulihkannya. Jumlah terpulihkan merupakan jumlah yang lebih tinggi antara nilai
wajar asset atau unit penghasil kas dikurangi biaya penjualan dengan nilai pakainya
sedangkan nilai wajar dikurangi biaya penjualan adalah jumlah yang dapat dihasilkan
dari penjualan suatu asset atau unit penghasilan kas dalam transaksi antara pihak-pihak
yang mengerti dan berkehendak bebas tanpa tekanan, dikurangi biaya pelepasan asset.
Nilai ini mencerminkan nilai yang dapat dihasilkan oleh asset tersebut bila aset terjual
setelah dikurangi biaya untuk melakukan penjualan. Nilai pakai adalah nilai kini dari
taksiran arus kas yang diharapkan akan diterima dari suatu aset atau unit penghasil kas.
e. Pelaporan
Menurut PSAK 48, pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menilai apakah
terdapat indikasi aset mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi tersebut, maka
entitas mengestimasi jumlah terpulihkan aset tersebut. Suatu aset mengalami penurunan
nilai jika jumlah tercatatnya melebihi jumlah terpulihkannya
Contoh kasus PSAK 48 Penurunan Nilai Aset

 Pengakuan Dan Pengukuran Penurunan Nilai Aset

Rugi penurunan nilai adalah nilai terpulihkan lebih kecil dari nilai tercatat, nilai tercatat aset diturunkan menjadi sebesar nilai terpulihkan.

Nilai Tercatat dan Nilai Terpulihkan

Tahun Aset Tetap Jumlah Tercatat Aset Jumlah Terpulihkan

2016 Tanah 2,983,896,077,467 -

Bangunan rumah 1,144,517,306,869 439,250,440


Bangunan Perusahaan 381,332,616,048 622,618,601

Mesin dan Peralatan Kantor 296,338,678,817 6,042,989,217

Jalan Jembatan dan Saluran Air 518,862,422,556 783,902,342

Alat-alat Pengangkutan 26,645,606,038 1,924,999,156

Alat Pertanian dan Investasi Kecil 47,479,539,357 15,611,708,565

Persemaian Instalasi 4,743,183,769 -

Aset dalam penyelesaian 170,520,610,971 2,153,753,470

Jumlah 5,574,336,041,892 27,579,221,719

2017 Tanah 3,023,614,243,367 -

Bangunan rumah 1,133,160,417,631 489,866,465

Bangunan Perusahaan 375,178,482,435 3,861,974,034

Mesin dan Peralatan Kantor 294,613,392,077 3,887,863,702

Jalan Jembatan dan Saluran Air 481,060,226,409 683,265,202

Alat-alat Pengangkutan 23,844,801,346 9,718,040,290

Alat Pertanian dan Investasi Kecil 44,438,808,372 110,561,566

Persemaian Instalasi 2,399,648,608 372,218,000

Aset dalam penyelesaian 220,399,261,224 -

Jumlah 5,598,709,281,469 19,123,789,259

Pengakuan atas penurunan nilai aset tetap Perusahaan PT.Perkebunan Nusantara IV Medan adalah aset tetap diakuin menurun berdasarkan

nilai buku. Nilai buku diperoleh dari harga perolehan aset dikurang akumulasi penyusutan aset.

Nilai Buku Aset Tetap Tahun 2016 dan 2017


Tahun Aset Tetap Biaya Perolehan Akum. Nilai Buku
Penyusutan
2016 Tanah 2,983,896,077,467 0 0 2,983,896,077,467
Bangunan rumah 2,068,155,072,631 923,637,765,762 1,144,517,306,869
Bangunan 583,484,296,888 583,484,296,888 381,332,616,048
Perusahaan
Mesin dan 515,213,033,204 218,874,354,387 296,338,678,817
Peralatan Kantor
Jalan Jembatan 967,869,970,966 449,007,548,410 518,862,422,556
dan Saluran Air
Alat-alat 135,887,982,896 109,242,376,858 26,645,606,038
Pengangkutan
Alat Pertanian 172,070,593,691 124,591,054,334 47,479,539,357
dan Investasi
Kecil
Persemaian 15,210,665,339 10,467,481,570 4,743,183,769
Instalasi
Aset dalam 170,520,610,971 - 170,520,610,971
penyelesaian
Jumlah 7,612,308,304,053 2,037,972,262,161 5,574,336,041,892
2017 Tanah 3,023,614,243,367 0 3,023,614,243,367
Bangunan rumah 2,184,519,004,241 1,051,358,586,610 1,133,160,417,631
Bangunan 604,799,391,759 229,620,909,324 375,178,482,435
Perusahaan
Mesin dan 533,300,335,797 238,686,943,720 294,613,392,077
Peralatan Kantor
Jalan Jembatan 1,004,004,309,615 522,944,083,206 481,060,226,409
dan Saluran Air
Alat-alat 139,583,528,484 115,738,727,138 23,844,801,346
Pengangkutan
Alat Pertanian 185,112,060,999 140,673,252,627 44,438,808,372
dan Investasi
Kecil
Persemaian 14,838,447,339 12,438,798,731 2,399,648,608
Instalasi
Aset dalam 220,399,261,224 - 220,399,261,224
penyelesaian
Jumlah 7,910,170,582,825 2,311,461,301,356 5,598,709,281,469

Pengukuran Jumlah Terpulihkan


Ketika terdapat indikasi bahwa terdapat penurunan nilai suatu aset pada akhir
pelaporan, entitas harus mengukur jumlah terpulihkan. Aset dapat dipulihkan dengan dua
cara. Dijual sehingga menghasilkan kas dan digunakan untuk operasi sehingga menghasilkan
kas. Sehingga, pemulihan nilai aset dengan cara pertama dapat ditentukan nilai wajar
dikurangi dengan biaya untuk menjual (nlai wajar bersih). Sedangkan pemulihan nilai aset
dengan cara yang kedua dapat dilihat dari proyeksi aliran kas dari titik pengujian hingga akhir
pemanfaatan aset dimasa depan dan dinilaikinikan dengan memperhitungkan tingkat risiko,
baik risiko inflasi maupun risiko modal.
Dalam melakukan pengukuran jumlah terpulihkan yang dilakukan PT. Perkebunan
Nusantara IV Medan melakukan perbaikan perbaikan/revaluasi biaya dikeluarkan untuk
menambah output. Istilah perbaikan akan memperpanjang umur, meningkatka kapasitas
produksi atau meningkatkan mutu aset yang mengalami perbaikan. Penilaian atas tanah
dilakukan oleh penilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPJ).
Penilaian dilakukan berdasarkan Standar Penilaian Indonesia, ditentukan berdasarkan
transaksi pasar terkini yang dilakukan dengan ketentuan-ketentuan yang lazim. Sebagaimana
yang telah dilakukan analisis pada PT. Perkebunan Nusantara IV Medan. Maka diketahui PT.
Perkebunan Nusantara IV Medan dalam melakukan pengukuran jumlah terpulihkan dengan
cara revaluasi (perbaikan) jika sudah tidak bisa diperbaiki dilakukan pelelangan. Dapat
disimpulkan bahwa pengukuran tersebut telah sesuai dan tidak menyimpang dengan
ketentuan standar Akuntansi Keuangan yang diatur pada PSAK No.48.

Anda mungkin juga menyukai