Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu tugas dalam mata kuliah Perpajakan
Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Widyatama
Disusun Oleh :
Fanny Apriyanti1616102028
0
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang memegang peranan penting
karena merupakan komponen yang terbesar dan sumber dana dalam negeri untuk
definisi pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan atau terutang pada
Wajib Pajak dengan pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal
pembayaran pajak. Wajib Pajak berusaha membayar pajak sekecil mungkin karena
dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di lain
Perencanaan pajak yang baik adalah perencanaan yang sesuai dengan peraturan
perpajakan yang berlaku. Perusahaan harus menyusun laporan keuangan fiskal untuk
penghasilan kena pajak. Secara umum terdapat beberapa perbedaan antara prinsip
akuntansi komersial dengan prinsip akuntansi pajak, terutama dalam hal pengakuan
pendapatan dan beban. Laporan keuangan komersial yang telah disusun oleh perusahaan
dapat diubah menjadi laporan keuangan fiskal dengan cara melakukan koreksi
fiskal (Iswahyudi, 2005). Sesuai dengan self assessment system yang dianut oleh
Undang-undang Pajak Penghasilan, maka koreksi fiskal harus dilakukan sendiri oleh
Wajib Pajak.
waktu/temporer.
Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal atas laporan laba
rugi komersial menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan laporan laba rugi
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam
BAB II
PEMBAHASAN
4
KUP), Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan
semua Wajib Pajak Badan wajib menyelenggarakan pembukuan, kecuali Wajib Pajak
Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak Orang Pribadi yang boleh
menggunakan NPPN adalah yang omzetnya tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar dalam
setahun. Jadi Rekonsiliasi Fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan
pembukuan. Wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan pada akhir tahun akan
laba rugi komersial yang disusun oleh Wajib Pajak. Laba (rugi) komersial tersebut
dilakukan koreksi fiskal sehingga menghasilkan laba (rugi) fiskal atau sering disebut
mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses rekonsiliasi fiskal ini
umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi yang
dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya laba
pajak.
5) WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk
mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang
bukan Objek Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final.
Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara
komersial atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan
antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal (
Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat
Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu
harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap
Hubungan antara perbedaan permanen dan perbedaan waktu pada alokasi Pajak
Pajak
Penghasilan
6
Gambar 2.1. Hubungan antara perbedaan permanen dan waktu pada Pajak Penghasilan
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis jenis perbedaan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 dan UU Nomor 17
Tahun 2000). Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan
permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak
dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
bangunan,
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena
PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
bidang perpajakan.
e) Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif atau
koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi
komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek
pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena
pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Sedangkan
koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang
diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan
menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh
sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena
pajak tahun-tahun pajak berikutnya. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi
komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai
dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh,
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
b) Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh
FIFO
c) Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan
piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan
sebagainya
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada
saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun
berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah,
sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak
akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun
1) Koreksi Positif
biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin
kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan
f) Pajak Penghasilan
h) Penyusutan/amortisasi
2) Koreksi Negatif
biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga semakin
besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan
a. Penyusutan/amortisasi
perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.Untuk lebih mendalami koreksi fiskal
kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan suatu
perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda atas koreksi
fiskalnya.
a) Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut
menurut akuntansi.
b) Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut
menurut akuntansi.
c) Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
a) Pendapatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu
atau suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui
menurut akuntansi.
a) Pendapatan menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu
penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan objek pajak) tetapi diakui
menurut akuntansi.
b) Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi
atau suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui
menurut akuntansi.
c) Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan
garis besar SPT dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi dengan kode formulir SPT 1770 dan Wajib Pajak Badan dengan kode formulir
SPT 1771.
Formulir SPT Tahunan PPh Badan ada dua jenis; yaitu SPT dengan kode 1771
dan SPT berkode 1771/$. SPT 1771 diperuntukkan untuk WP Badan pada umumnya
yang meliputi WP Badan yang berbentuk hukum: PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/D,
koperasi, yayasan dan lain-lain. Selain itu masih terdapat golongan WP tertentu yang
Mulai tahun pajak 2000 diperkenalkan bentuk baru SPT Tahunan PPh Badan
dengan kode formulir 1771/$. Jenis SPT Tahunan ini diperuntukkan bagi WP Badan
yang telah diijinkan menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat. Pada dasarnya elemen-elemen pada SPT 1771/$ sama
dengan SPT 1771, kecuali adanya penambahan kolom mata uang US$.
SPT Tahunan PPh Badan (baik 1771 maupun 1771/$) terdiri dari dua bagian
utama, yaitu Induk SPT (dua halaman) dan lampiran-lampirannya (lima macam
lampiran). Adapun tata cara pengisian dimulai dari mengisi lampirannya terlebih dahulu
baru kemudian Induk SPT nya. Kode dan nama formulir SPT dapat diikhtisarkan dalam
tabel berikut.
Kode Formulir
1771- 1771-III/
4. III $ Kredit Pajak Dalam Negeri Lampiran III
Formulir ini berisi penghitungan penghasilan neto fiskal. Secara garis besar, formulir ini
terdiri dari :
Bagian ini diisi dengan laba komersial sesuai dengan laporan laba-rugi
2) Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak;
Bagian ini diisi dengan total penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final dan
yang bukan objek pajak dari Formulir 1771-IV atau 1771-IV/$. Penghasilan yang
dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak merupakan unsur pengurang
Koreksi positif ini sudah dikelompokkan dalam beberapa kategori sesuai Pasal 9
ayat (1) UU PPh. Koreksi-koreksi yang tidak tertampung dalam salah satu kategori
Koreksi yang diisikan di sini adalah koreksi negatif selain koreksi atas
penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dan penghasilan yang bukan objek pajak.
Bagian ini diisi dengan fasilitas pengurangan penghasilan neto dari Lampiran
Daftar Fasilitas penanaman Modal yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan PP
(investmentallowance).
Formulir ini berisi perincian harga pokok penjualan, biaya usaha lainnya dan biaya dari
luar usaha, yaitu bahan baku, bahan penolong, gaji, upah, bonus, gratifikasi,
honorarium, THR, dan sebagainya, bunga pinjaman, royalti, sewa, imbalan sehubungan
dengan jasa, penyusutan dan amortisasi, cadangan piutang tak tertagih, air, listrik dan
telepon. Jumlah yang dimasukkan di sini adalah jumlah sesuai pembukuan komersial.
Sebagian dari biaya-biaya ini akan dikoreksi secara fiskal. Oleh karena itu, aturan yang
terkait adalah sama dengan aturan yang disebutkan dalam uraian Lampiran I.
Formulir ini diisi dengan kredit pajak dalam negeri yang terdiri dari rincian bukti
pungut/potong PPh Pasal 22 serta PPh Pasal 23 yang dipungut/dipotong oleh pihak lain
harus dimasukkan yang cukup banyak, dapat dibuat beberapa lembar atau menggunakan
lampiran tersendiri.
Formulir ini berisi daftar penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final, baik yang
dipotong oleh pihak lain maupun disetor WP sendiri, dan penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak. Jumlah yang diisikan dalam formulir ini adalah jumlah bruto atau
nilai transaksinya.Namun, khusus untuk penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final,
hanya dilaporkan atas jumlah pajak yang telah dipotong atau disetor sendiri oleh WP.
Agar PPh Final yang dipotong pihak lain dapat dipertanggungjawabkan, WP diwajibkan
Formulir ini terdiri dari dua bagian, yaitu A, yang merupakan Daftar pemegang
Saham/Pemilik Modal, dan bagian B berupa Daftar Susunan Pengurus dan Komisaris.
Khusus WP Badan yang tidak dimiliki atas dasar penyertaan modal (misalnya KIK
Reksadana) diisi dengan Tidak Ada. Bagi WP masuk bursa (go public), pemegang
saham publik tidak pertu dirinci per nama, tetapi dinyatakan secara kumulatif, kecuali
apabila kepemilikan sahamnya mencapai 50% atau lebih dari jumlah modal disetor.
Daftar susunan Pengurus dan Komisaris diisi secara lengkap, tetapi tidak termasuk
Formulir ini berisi Daftar Penyertaan Modal Pada Perusahaan Afiliasi dan Daftar
pinjaman Dari / Kepada Pemegang Saham Dan Atau Perusahaan Afiliasi.Kedua daftar
tersebut harus diisi dengan angka saldo akhir tahun berdasarkan laporan keuangan
dari/ke pihak yang memenuhi kriteria hubungan istimewa baik langsung maupun tidak
langsung.
Bagi WP yang tidak mempunyai penyertaan modal atau penyertaan modalnya tidak
Formulir ini sebaiknya diisi paling akhir setelah semua lampiran SPT Tahunan terisi
lengkap. Secara umum, tata cara pengisian Induk SPT dapat dijelaskan sebagai berikut :
18
a) Data umum WP Badan diisi sesuai dengan data yang dimiliki perusahaan sesuai
dengan kartu NPWP. Khusus untuk BUT dicantumkan pula negara domisili
kantor pusatnya.
b) Pembukuan/Laporan Keuangan dipilih Diaudit atau Tidak Diaudit dengan
memberikan tanda silang (X). Khusus untuk opini akuntan diisi dengan angka 1
penghasilan yang terutang di luar negeri (PPh Pasal 24) yang ssbelumnya telah
atas penghasilan dari proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan atau
pinjaman luar negeri yang dikenakan pajak yang bersifat tidak final;
4) Huruf C10 diisi dengan kredit pajak yang dibayar sendiri pleh WP yang terdiri
dari PPh Pasal 25, Fiskal Luar Negeri, dan PPh atas pengalihan hak atas tanah
7) Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang bukan objek pajak diisi dari
Lampiran IV.
8) Lampiran diberi tanda silang (X) sesuai dengan lampiran-lampiran khusus yang
sesuai.
Format lampiran khusus tersebut dapat dilihat dalam Buku Petunjuk Pengisian
1) Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-3 PPh Pasal 29; Wajib dilampirkan oleh
semua WP, kecuali apabila tidak ada setoran akhir tahun (NIHIL/LB). Bila WP
pembayaran yang ditunjuk, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai
keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, lampirkan laporan keuangan yang telah
diaudit.
4) Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal;
5) Wajib dilampirkan oleh semua WP sesuai dengan bentuk formulir terlampir,
kecuali apabila WP tidak memiliki dan mempergunakan harta berwujud dan atau
13) Wajib dilampirkan oleh WP yang mempunyai kantor-kantor cabang atau tempat-
bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3.
16) Penghitungan PPh Pasal 26 ayat (4);
17) Wajib dilampirkan oleh semua WP BUT meskipun pajak tidak terutang.
18) Surat Kuasa Khusus;
19) Wajib dilampirkan oleh WP yang pengisian SPT Tahunannya dikuasakan kepada
pihak lain yang berkompeten. Pernyataan diisi dengan tempat, tanggal, nama
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
yang berlaku.
2) Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun
terjadinya koreksi fiskal, yaitu beda tetap (permanen) dan beda waktu
menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, maka kurangkan sejumlah
dan Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak
begitupun sebaliknya.
4) Formulir SPT Tahunan PPh Badan ada dua jenis; yaitu SPT dengan kode 1771
dan SPT berkode 1771/$. SPT 1771 diperuntukkan untuk WP Badan pada
umumnya yang meliputi WP Badan yang berbentuk hukum : PT, CV, perseroan
3.2. Saran
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2013/11/Rekonsiliasi-Fiskal.pptx
http://www.academia.edu/10331545/Rekonsiliasi_Fiskal
https://www.scribd.com/doc/128470516/Pajak-Koreksi-Fiskal