Anda di halaman 1dari 15

Landasan Teoritis

Customer Value

Setiap orang selalu berpikir untuk bagaimana sebuah produk yang diperoleh dapat

memberikan implikasi atas pengeluaran yang dialami. Pada posisi ini, maka yang terpenting

adalah upaya untuk mempertahankan produk sebagiamana keinginan dan minat dari

konsumen itu sendiri. Nilai pelanggan ini dapatlah diartikan sebagai dampak atas apa yang

dikeluarkan oleh konsumen terhadap produk. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini lebih detail

dibahas tentang customer value.

Lovelock (2005: 21) mengatakan bahwa value adalah suatu nilai yang diperoleh dari

benda atau jasa tergantung dari keperluan seseorang pada suatu wkatu tertentu. Sedangkan

Schiffman dan Kanuk (2004:14) mendefinisikan customer value sebagai rasio antara

manfaat yang didapat oleh konsumen baik secara ekonomi, fungsional maupun psikologis

terhadap sumber-sumber (uang, waktu, tenaga, maupun psikologis) yang digunakan untuk

memperoleh manfaat-manfaat tersebut.

Manfaat produk berhubungan dengan keandalan, daya tahan, kinerja dan nilai jual

kembali dari produk atau jasa yang ditawarkan. Manfaat pelayanan adalah sejauh mana

produk atau jasa tertentu yang ditawarkan berhubungan dengan hal penyampaian, pelatihan,

serta daya tangkap dalam melayani pelanggan termasuk ke dalam menfaat karyawan,

sedangkan manfaat citra berhubungan dengan kesan atau opini yang selama ini konsumen

dapat mengenai perusahaan yang menghasillkan produk atau jasa tersebut.

Menurutu Naumann (1995: 15) the most important success factor for a firm is the

ability to deliver better customer value than the competition. Pernyataan tersebut

menjelaskan bahwa dalam persaingan yang semakin ketat saat ini, suatu badan usaha harus

dapat memberikan suatu nilai yang lebih baik kepada konsumen daripada pesaing-

pesaingnya. Oleh karena itu customer value penting bagi setiap badan usaha.
Sedangkan menurut Treacy dan Wiersema (1995:19-20) customer value is the sum of

benefit received minus the cost incurred by the customer in acquiring a product or service.

Benefit build value to the extent that the product or service improves the customers

performance, and the time spent on delays, errors, and effort. Both tangible and intangible

costs reduce value. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa customer value merupakan

jumlah dari manfaat yang diterima oleh konsumen dikurangi dengan biaya-biaya yagn

dikeluarkan untuk mendapatkan suatu produk atau jasa. Manfaat-manfaat tersebut akan

menciptakan customer value bagi konsumen, sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh

konsumen akan mengurangi customer value.

Jadi dapat disimpulkan bahwa customer value ini pada dasarnya adalah persepsi dari

konsumen mengenai manfaat yang diterima oleh konsumen dikurangi dengan biaya-biaya

yang dikeluarkan untuk suatu produk atau pelayanan sehingga dapat memberikan nilai yang

lebih baik daripada pesaing-pesaingnya.

Menurut Naumann (1995:17) the customer value triad consists of only three things:

product quality, service quality and value-based prices.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa customer value terdiri dari 3 hal yaitu:

1) Mutu produk

2) Mutu layanan

3) Harga

Customer value yang baik dapat tercapai apabila mutu produk, mutu layanan dan

harga yang berjalan secara harmoni. Dan untuk lebih jelasnya memahami tiga hal pokok

tersebut, peneliti dapat menjabarkan sebagai berikut:


1. Mutu Produk

Mutu produk adalah persepesi konsumen atas keseluruhan cirri atau sifat produk yang

berpengaruh pada kemampuannya dalam memenuhi kepuasan konsumen tersebut

(Lockwood, 1996:4). West, Wood dan Harger (1965:54) menyatakan bahwa standar kualitas

makanan, meskipun sulit untuk didefinisikan dan tidak dapat diukur secara mekanik, masih

dapat dievaluasi lewat nilai nutrisinya, tingkat bahan yang digunakan, rasa, dan penampilan

dari produk. Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat mengenai pengaplikasian

criteria-kriteria tersebut pada setiap makanan. Beberapa factor yang mempengaruhi pendapat

masing-masing orang tentang criteria-kriteria tersebut antara lain: usia, latarbelakang dan

social ekonomi, pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan makanan, pendidikan dan

pengetahuan ilmiah serta emosi.

2. Mutu Pelayanan

Menurut Parasuraman dan Berry (1991) mutu/kualitas pelayanan didefinisikan

sebagai persepsi konsumen terhadap keunggulan dari suatu pelayanan, maka untuk

mengevaluasi kualitas pelayanan salah satu kriterianya adalah apakah kualitas pelayanan

yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan persepsi konsumen maka dapat dikatakan

bahwa pelayanan tersebut berkualitas, demikian pula sebaliknya. Selain itu, Parasuraman

dan Berry menemukan bahwa tingkat kualitas layanan yang baik, tercapai bila penyedia jasa

mampu memenuhi bahkan melebihi apa yang menjadi harapan dari konsumen. Maka

Parasuraman dan Berry juga mendefinisikan mutu/kualitas pelayanan sebagaimana yang

dirasakan oleh konsumen adalah seberapa besar perbedaan antara harapan atau keinginan

konsumen dengan persepsi atau kenyataan yang dialami.

Definisi mutu/kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan

keinginan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan konsumen.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Lovelock, 2002:218-219) mutu/kualitas


layanan adalah tingkat keunggulan yan diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan

tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Ada dua factor utama yang mempengaruhi

mutu/kualitas layanan yaitu expected service dan perceived service.

3. Harga

Menurut Swastha (2002:211) harga adalah sejumlah uang (ditambah beberapa barang

kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta

pelayanannya. Penentuan harga ini merupakan salah satu keputusan yang penting bagi

menajamen. Harga yang ditetapkan harus dapat menutup semua ongkos, atau bahkan lebih

dari itu yaitu untuk mendapatkan jasa. Tetapi jika harga ditentukan terlalu tinggi akan

berakibat kurang menguntungkan. Dalam hal ini pembeli akan berkurang, volume penjualan

berkurang, semua biaya mungkin tidak dapat ditutup dan akhirnya perusahaan bisa menderita

rugi. Salah satu prinsip bagi manajemen dalam penentuan harga ini adalah menitikberatkan

pada kemauan pembeli untuk harga yang telah ditentukan dengan jumlah yang cukup untuk

menutup ongkos-ongkos dan menghasilkan laba.

Dalam kenyataan menurut Swastha dan Sukotjo (2002:211-215), tingkat harga yang

terjadi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti:

1. Keadaan perekonomian

Keadaan perekonomian akan sangat berpengaruh pada tingkat harga yang berlaku,

terutama bila dilihat pada saat Negara mengalami resesi.

2. Penawaran dan permintaan

Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli oleh pembeli pada tingkat harga

tertentu. Penawaran adalah kebalikan dari permintaan, yaitu suatu jumlah yang

ditawarkan oleh penjual pada suatu tingkat harga tertentu.


3. Elastisitas permintaan

Besar kecilnya permintaan mempengaruhi tingkat harga. Semakin besar permintaan,

maka harga barang akan mengalami perningkatan. Sebaliknya semakin kecil

permintaan, maka harga barang akan menurun atau tidak berubah.

4. Persaingan

Semakin ketatnya persaingan mendorong penjual untuk mempertahankan harga yang

telah ditetapkan. Selain itu, untuk beberapa kasus, penjual dapat menaikan atau

menurunkan harga agar tetap mampu bersaing.

5. Biaya

Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang akan

mempengaruhi harga jual barang tersebut dipasaran.

6. Tujuan perusahaan

Penetapan harga suatu barang sering dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang akan

dicapai. Setiap perusahaan tidak selalu mempunyai tujuan yang sama dengan

perusahaan lainnya. Tujuan-tujuan yang hendak dicapai tersebut antara lain:

- Laba maksimum

- Volume penjualan tertentu

- Penguasaan pasar

- Kembalinya modal yang tertanam dalam jangka waktu tertentu.

7. Pengawasan pemerintah

Pengawasan pemerintah juga merupakan factor penting dalam penentuan harga.

Pengawasan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penentuan harga

maksimum dan minimum, diskriminasi harga, serta praktek-praktek lain yang

mendorong atau mencegah usaha-usaha ke arah monopoli.


2.4 Volume Penjualan

2.4.1 Pengertian Penjualan

Menurut Henry Simamora (2000:24) pengertian penjualan adalah: Pendapatan lazim

dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas

barang dan jasa. Adapun menurut Basu Swasta (2005:8): penjualan didefinisikan sebagai

ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain

agar bersedia untuk membeli jasa yang ditawarkan.

Berdasarkan definisi diatas, bahwa penjualan hanyalah pemindahan barang atas jasa

dari penjual kepada pembeli untuk sejumlah uang yang disebut harga dan pembeli, penjualan

ini tidak terlibat dalam pembuatan produk. Dengan menciptakan nilai bagi pelanggan,

diharapkan penjualan perusahaan meningkat.

2.4.2 Pengertian Volume Penjualan

Volume penjualan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan, semakin

besar penjualan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk

membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Menurut oleh Freddy Rangkuti (2009 : 207) volume penjualan adalah: pencapaian

yang dinyatakan secara kuantitatif dari segi fisik atau volume atau unit suatu produk. Volume

penjualan merupakan suatu yang menandakan naik turunnya penjualan dan dapat dinyatakan

dalam bentuk unit, kilo, ton atau liter.

Sedangkan menurut Assegaf Abdullah (2001:444), menyatakan :Volume penjualan

adalah jumlah unit yang terjual dari unit produksi suatu pemindahan dari pihak produsen ke

pihak konsumen, dan tetap pada suatu periode tertentu.


Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa volume penjualan merupakan

hasil akhir yang dicapai perusahaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh

perusahaan tersebut.

2.4.3 Tujuan Penjualan

Pada umumnya, para pengusaha mempunyai tujuan utama yaitu mendapatkan laba

semaksimal mungkin dan dapat mempertahankan atau bahkan berusaha meningkatkannya

untuk jangka waktu yang lama. Tujuan tersebut dapat direalisasikan apabila penjualan dapat

dilaksanakan seperti yang telah direncanakan oleh perusahaan. Terdapat beberapa indikator

dari volume penjualan yang dikutip dari Philip Kotler oleh Basu Swastha (2005 : 404) yaitu :

1. Mencapai volume penjualan

2. Mendapatkan laba

3. Menunjang pertumbuhan perusahaan

2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan

Pada umumnya dalam kegiatan penjualan suatu perusahaan dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Menurut Wagito (2006:17) faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan

adalah:

1. Analisis pasar, yang mencakup:

- analisis perkembangan metode yang mutakhir

- analisis perubahan selera konsumen

- kondisi perekonomian

- kebijakan pemerintah dan lain-lain

2. Penelitian dan pengembangan

Menyangkut mutu dan kualitas barang yang dijual


3. Promosi

Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan promosi yang tepat.

4. Komunikasi regulasi

Dalam melakukan kegiatan penjualan, perusahaan harus selalu mengikuti peraturan

pemerintah yang berlaku, seperti peraturan eksport-impor, peraturan penanaman

modal dan lain-lain.

5. Packaging

Terutama bagi industri-industri yang membutuhkan kemasan yang menarik dari

poduk yang dihasilkannya.

6. Pengiriman (ekspedisi)

Tata cara pengiriman harus baik, kondisi barang harus tetap utuh dan tepat waktu

sesuai dengan kesepakatan pihak pembeli.

7. Pengendalian dan evaluasi

Perusahaan secara rutin harus melakukan evaluasi untuk melihat kembali apakah

pelaksanaan kegiatan penjualan telah sesuai dengan rencana, sebagai tolak ukur

pengendalian dimasa yang akan datang.

2.3 Pengertian Kinerja


Menurut Sedarmayanti (2011:260) menjelaskan bahwa :

kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja seorang pekerja,sebuah proses manajemen


atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat
ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar
yang telah ditentukan.

Menurut Mulyadi (2007: 337) menyatakan bahwa: kinerja adalah keberhasilan

personel, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan

sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan.


Berdasarkan definisi-definisi di atas, disimpulkan dua hal sebagai berikut. Pertama,

kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh

perusahaan yang disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Kedua, kinerja

juga mencerminkan prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi.

2.4 Pengertian Kinerja Keuangan

Pengertian Kinerja Keuangan

Menurut Jumingan (2006:239) bahwa : kinerja keuangan perusahaan merupakan

gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik yang menyangkut

penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator

kecukupan modal dan likuiditas perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan yang tergambar

dalam laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi para pemakai laporan keuangan

tersebut.

Menurut Mulyadi (2007:2) menjelaskan bahwa : kinerja keuangan adalah penentuan

secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi dan karyawannya berdasarkan

sasaran, standar, dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya.

Menurut Jumingan (2006:242) kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat

analisis. Berdasarkan tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi 8 macam, yaitu:

a.Analisis perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik analisis dengan cara


membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih dengan menunjukkan
perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif).
b.Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk mengetahui
tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.
c.Analisis Persentase per Komponen (common size), merupakan teknik analisis untuk
mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap keseluruhan
atau total aktiva maupun utang.
d.Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua periode
waktu yang dibandingkan.
e.Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui
kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu periode waktu
tertentu.
f.Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui
hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara
individu maupun secara simultan.
g.Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi
laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.
h.Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan
yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan Kinerja keuangan sebagai prestasi

organisasi atau perusahaan yang dinilai secara kuantitatif dalam bentuk uang yang dilihat,

baik dari segi pengelolaan, pergerakan maupun tujuannya. Kinerja keuangan perusahaan yang

tergambar dalam laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi para pemakai laporan

keuangan tersebut.

2.4.1 Tahap Tahap Dalam Menganalisis kinerja Keuangan Perusahaan

Penilaian kinerja setiap perusahaan berbeda-beda tergantung pada ruang lingkup yang

dijalankannya. Perusahaan yang bergerak pada sektor bisnis berbeda dengan perusahaan pada

sektor pertanian dan perikanan. Begitu juga pada perusahaan sektor keuangan seperti

perbankan memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan bisnis yang lainya. karena

perbankan adalah mediasi yang menghubungan mereka yang memiliki kelebihan dana

dengan yang memiliki kekurangan dana dan bank bertugas untuk menjembatani keduanya.

Menurut Irham Fahmi (2011:238) Secara umum ada lima 5 tahap dalam menganalisis

kinerja keuangan suatu perusahaan yaitu:

a Melakukan review terhadap data laporan keuangan. Review ini dilakukan dengan tujuan agar
laporan keuangan yang sudah dibuat tersebut sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah yang
berlaku umum dalam dunia akuntansi, sehingga dengan demikian hasil laporan keuangan
tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
b Melakukan perhitungan . Penerapan metode perhitungan disini adalah disesuaikan dengan
kondisi dan permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan tersebut
akan memberikan suatu kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan.
c Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh. Dari hasil
perhitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil
perhitungan dari berbagai perusahaan lainnya. Metode yang paling umum dipergunakan
untuk melakukan perbandingan ini ada 2 yaitu:
1 Time series Analysis yaitu membandingkan antar waktu atau antar periode, dengan
tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik.
2 Cross sectional approach yaitu melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan rasio-
rasio yang telah dilakukan antar satu perusahaan dan perusahaan lainnya dalam ruang
lingkup yang sejenis yang dilakukan secara bersamaan.
d. Melakukan penafsiran (Interpretation) terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan.
Pada tahap ini analisis melihat kinerja keuangan perusahan adalah setelah dilakukan ketiga
tahap tersebut selanjutnya dilakukan penafsiran untuk melihat apa-apa saja permasalahan
dan kendala-kendala yang dialami oleh perbankan tersebut
e. Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap berbagai permasalahan
yang ditemukan. Pada tahap terakhir ini setelah ditemukan berbagai permasalahan yang di
hadapi maka dicarikan solusi guna memberikan suatu input atau masukan agar apa yang
menjadi kendala dan hambatan selama ini dapat terselesaikan.

2.4.2 Tujuan Penilaian Kinerja Perusahaan

Menurut Mardiasmo (2005 : 122), tujuan sistem pengukuran kinerja adalah:

a Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan


bottom up).
b Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga
dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.
c Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.
d Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.

Menurut Indra Bastian (2006:275) bahwa tujuan atau manfaat dari pengukuran

kinerja adalah bahwa: Manfaat atau tujuan pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian
kinerja.
2. Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati.
3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan
skema kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas kinerja yang dicapai setelah
dibandingkan dengan skema indikator kinerja yang telah disepakati.
5. Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki
kinerja organisasi.
6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi perusahaan.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
9. Menunjukan peningkatan yang perlu dilakukan.
10. Menungkap masalah yang terjadi.

Dengan tujuan tersebut penilaian kinerja keuangan, mempunyai beberapa peranan

nagi perusahaan. Penilaian kinerja keuangan dapat mengukur tingkat biaya dari berbagai
kegiatan yang telah dilakukan perusahaan, untuk menentukan atau mengukur tingkat efisiensi

tiap bagian, proses atau produksi serta menentukan derajat keuntungan yang dicapai

perusahaan, untuk menilai dan mengukur hasil kerja pada tiap tiap bagian individu yang

telah diberikan wewenang dan tangung jawab, serta untuk menentukan perlu atau tidaknya

digunakan atau diberlakukan prosedur baru untk mencapai hasil yang lebih baik .

2.4.3 Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan


Dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan, perusahaan dapat menggunakan

suatu tenik analisis rasio menurut Kasmir (2008:195) yaitu: Suatu metode analisis untuk

mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara

individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.

Menurut Kasmir (2008:201) Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang

menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Return

On Asset (ROA) merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelolah

investasinya. Di samping itu hasil pengembalian investasi menunjukkan produktivitas dari

seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin rendah

(kecil) rasio ini semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan

untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.

Menurut Kasmir (2008, hal 204) bahwa hasil pengembalian ekuitas atau return on

equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih

sesudah pajak dengan modal sendiri .. Rasio ini menunjukan kemampuan modal pemilik

yang ditanamkan oleh pemilik atau investor untuk menghasilkan laba bersih yang menjadi

bagian dari pemilik. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi keuntungan investor karena

semakin efisien modal yang ditanamkannya.

Menurut Jumingan (2006:74), mendefinisikan tentang solvabilitas, yaitu: sejauh

mana kebutuhan keungan perusahaan dibelanjai dengan dan pinjaman. rasio ini
membandingkan seberapa besar total hutangnya yang akan dijamin oleh total aktivanya.

Dimana hal ini akan dijadikan acuan oleh investor maupun kreditor dalam menanamkan

modalnya di dalam sebuah perusahaan yang mereka anggap memiliki kinerja keuangan yang

baik

Menurut Kasmir (2008:129 ): menjelaskan bahwaRasio Likuiditas (liquidity ratio)

merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban

(utang) jangka pendek. Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan

perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh tempo

dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan

keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan untuk

mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.

Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-

04/MBU/2011 tentang Indikator Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara

disebutkan bahwa perkembangan dunia usaha dalam situasi perekonomian yang semakin

terbuka perlu dilandasi dengan sarana dan sistem penilaian kerja yang dapat mendorong

perusahaan ke arah peningkatan efisiensi dan daya saing. Dan adapun indikator yang

digunakan dalam mengukur tingkat kesehatan badan usaha milik negara yaitu :

1Return On Assets
Laba Sebelum Pajak
ROA = X 100%
Total Aset

2 Return On Equity
Laba Setelah Pajak
ROE = X 100%
Ekuitas
3 Solvabilitas

Total Asset

= X 100%

Total Kewajiban

4 Likuiditas

Aset Lancar

= X 100%

Hutang Lancar

Metode dan teknik analisis manapun yang digunakan, kesemuanya itu menganalisis

laporan keuangan, dan setiap metode analisis mempunyai metode yang sama yaitu untuk

membuat agar data lebih mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai dasar pembuat

keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Tabel 3.1. Operasional Variabel

Alat
Variabel Konsep Variabel Indikator Skala
Analisis
Customer The most important 1. Mutu Produk Ordinal Kuisioner
Value success factor for a 2. Mutu Layanan
(Variabel X1) firm is the ability to 3. Harga
Naumann deliver better
(1995:17) customer value than
the competition. The
customer value triad
consists of only three
things: product
quality, service
quality and value-
based prices
Volume Volume penjualan Unit suatu produk yang terjual Rasio Laporan
Penjualan adalah pencapaian pada periode tertentu Penjualan
(Variabel X2) yang dinyatakan
Freddy secara kuantitatif dari
Rangkuti segi fisik atau volume
(2009 : 207) atau unit suatu
produk.

Kinerja Return On Assets Laba Sebelum Pajak Rasio Laporan


Keuangan (ROA) merupakan rasio ROA= x 100 Keuangan
Total Asset
(Variabel Y) yang menunjukkan hasil
Kasmir (return) atas jumlah
(2008:201) aktiva yang digunakan
dalam perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai