Anda di halaman 1dari 27

AUDIT

PERPAJAKAN

Kelompok : 7

Bintaria Laksmimurti (201510170311183)


Mega Putri P (201510170311191)
Riska Wulansari (201510170311192)
Dela Lifiana P (201510170311195)
Dwi Risma Alji (201510170311196)
Emi Dwi (201510170311209)
Rizka Abrianti (201510170311226)
DEFINISI

Audit Perpajakan adalah audit yang dilakukan secara


internal berkelanjutan, yang menyatu dengan sistem
pengendalian operasional perusahaan menilai ketaatan
pelaksanaan aturan perpajakan dan teknik pengelolaan
transaksi yang mampu meminimalkan pembayaran pajak
tanpa melanggar aturan-aturannya. Audit ini mencakup
penilain terhadap :
1. kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan, yang
biasanya terintegrasi dengan kebijakan operasional dan
kebijakan akuntansinya
2. aplikasi manajemen pajak, yang mengelola transaksi
perpajakan perusahaan, untuk meminimalkan
pembayaran pajak tanpa melanggar ketentuan dan
aturan perpajakan
3. pelaksanaan menyeluruh terhadap kewajiban
perpajakan yang diatur dalam UU dan peraturan
perpajakan lainnya yang secara umum menyangkut
TUJUAN

Tujuan dari audit perpajakan ini adalah untuk melakukan evaluasi


secara menyeluruh terhadap pengelolaan kewajiban perpajakan
perusahaan, yang meliputi penilaian terhadap hal-ha beriku :
1. ketetapan kewajiban perpajakan yang ditetapkan perusahaan
dan kemampuannya dalam memberikan panduan untuk
pengelolaan kewajiban perpajakan yang efektif dan efisien
2. kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajkan dari
transaksi yang terjadi di perusahaan tersebut.
3. Memaksimalkan biaya fiskal dalam setiap pengeluaran
perusahaan
4. Meminimalkan pendapatan fiskal Dalam setiap penerimaan
perusahaan
5. Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan
peraturan perpajakan
6. Melakukan pemungutan/pemotongan seluruh pajak yang harus
dilakukan
7. Melakukan perhitungan pajak dengan benar
MANFAAT

Audit internal perpajakan lebih berfungsi sebagai


pencegahan terhadap kegagalan perusahaan dalam
mengelola kewajiban perpajakannya yang seharusnya
berjalan secara ekonomis, efisien dan efektif. Maka dari itu,
agar dapat memberikan manfaat yang maksimal, audit ini
seharusnya dilakukan setiap terjadinya transaksi yang
memiliki dampak perpajakan, penyetoran, dan pelaporan
kewajiban perpajakan tersebut. Hasil audit ini menjadi
umpan balik bagi perusahaan dalam meningkatkan
kemampuannya mengelola kewajiban perpajakan,
meningkatkan efisiensi pembayaran pajak dan ketaatan
pada peraturan perpajakan.
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup audit ini adalah keseluruhan aspek


perpajakan perusahaan, baik dalam rangka meminimalkan
pembayaran pajak maupun ketaatan pelaksanaan kewajiban
perpajakan. Dari aspek efisiensi pembayaran pajak audit
melakukan penilaian terhadap kemampuan perusahaan
dalam :
1. Meminimalkan penghasilan kena pajak (taxable revenue)
2. Memaksimalkan deducitble expense
Sementara dari aspek ketaatan dalam pelaksanaan
kewajiban perpajakan, audit melakukan penilaian terhadap
ketaatan perusahaan dalam melakukan :
3. Pemungutan dan pemotongan pajak;
4. Penghitungan pajak dengan benar;
5. Penyetoran pajak dengan benar;
6. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu.
MEMINIMALKAN PENGHASILAN KENA PAJAK

Meminimalkan penghasilan kena pajak (taxable revenue),


menyangkut strategi pengelolaan transaksi pendapatan
agar tidak mengandung dampak perpajakan, baik final
maupun tidak final. Dengan meminimalkan dampak ini pada
pendapatan, maka pendapatan sebagai dasar pengenaan
pajak akan menjadi lebih kecil dan secara otomatis juga
mengurang pajak terutang.

MEMAKSIMALKAN DEDUCTIBLE EXPENSES

Memaksimalkan beban-beban yang diakui


dalam penghitungan pajak (deductible expenses)
menyangkut strategi pengelolaan transaksi di
mana setiap beban yang terjadi, bisa
diperhitungkan dalam penentuan besarnya pajak
terutang. Dengan memaksimalkan beban-beban
ini, berarti akan memperbesar faktor
pengurangan penghasilan, dalam penghitungan
pajak. Intinya, bagaimana mengelola transaksi
beban, agar seluruh beban yang terjadi dapat
diidentifikasi sebagai beban untuk mendapatkan,
menagih, dan memilihara penghasilan, seperti
yang diatur dalam Pasal 6 UU Pajak penghasilan.
NON DEDUCTIBLE EXPENSES

Secara umum, beban-beban yang tidak diakui sebagai


beban fiskal (non-deductible expenses) dapat
dikelompokkan menjadi dua berdasarkan penyebabnya
yaitu beban-beban karena
1)pemberian natura dan kenikmatan, dan
2) karena tidak terpenuhinya ketentuan administrasi
menurut ketentuan perpajakan, sebagai bukti dari
terjadinya beban tersebut.
1. Memasukan Pemberian Natura dan Kenikmatan
sebagai Tunjangan dan Daftar Gaji

Pasal 9 ayat 1 huruf e UU Pajak Penghasilan


mengisyaratkan bahwa terhadap beban-beban yang
berkaitan dengan penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; tidak boleh dikurangkan terhadap penghasilan.

Berdasarkan ketentuan dalam aturan ini, semua
pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak
diakui sebagai beban fiskal sehingga tidak bisa
dikurangkan dalam perhitungan dasar pengenaan pajak.
Dalam praktiknya hal ini menimbulkan adanya koreksi
fiskal positif yang menyebabkan dasar pengenaan pajak dan
pajak terutang menjadi lebih besar dan mendorong
terjadinya pengeluaran kas yang lebih besar pula untuk
menyelesaikan kewajiban perpajakan ini. Melalui kebijakan
perpajakan yang memasukkan seluruh penghasilan
karyawan ke dalam slip gajinya dan dibayarkan dalam
bentuk uang, menjadikan seluruh pemberian kepada
karyawan diakui oleh pajak sebagai penghasilan bagi
penerimanya dan sebagai beban bagi yang memberikan.
Dengan kebijakan ini, Wajib Pajak dapat memaksimalkan
beban-beban yang terjadi berkaitan dengan karyawannya
menjadi beban fiskal (deductible expense).
Tax Review

Tax review dilakukan untuk menelaah dan menilai


bagaimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi
seluruh kewajiban perpajakannya. Hasil dari tax review ini
dapat memberikan penjelasan tentang bagaimana tingkat
ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Agar mampu memberikan gambaran yang
komprehensif, tax review dilakukan terhadap seluruh
kewajiban perpajakan yang dimiliki perusahaan.
Beberapa manfaat yang diperoleh Wajib Pajak dari
pelaksanaan tax review di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
Secara umum sanksi perpajakan dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok besar, yaitu sanksi sebelum pemeriksaan (sanksi
dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan
pajak.
2. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak dapat
dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
3. Menghindari kedaluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
4. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa
dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat
dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
5. Menghindari kedaluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni
tiga bulan setelah penerbitan SKP.
6. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal
25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan
angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
7. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila
berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah
Audit atas PPh Pasal 21

Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan


pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri.
Kewajiban perpajakan terkait PPh 21, selain menghitung
dan memotong pajak dengan benar adalah waktu penyetoran
dan pelaporan SPT masa PPh 21. Pasal 2 dan pasal 7 PMK
No.80/PMK.03/2010 mengatur tentang batas waktu penyetoran
dan pelaporan pajak. Untuk PPh 21, penyetoran pajak Paling
lama tanggal 10 bulan berikutnya dari waktu pemotongan dan
pelaporan SPT Masa PPh 21 paling lama 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir. Untuk menghindari terjadinya kesalahan baik
dalam perhitungan, pemotongan, penyetoran maupun
pelaporannya, internal audit perpajakan harus memastikan
bahwa data-data karyawan yang dihitung pajaknya adalah data
yang terbarukan (up to date), penerapan tarif PTKP dan tarif
pajaknya serta pengisian SPT-nya akurat, penyetoran dan
Audit Atas PPh Pasal 26

Pasal 26: Atas penghasilan tersebut dibawah ini, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap di Indonesia:
1. Dipotong Pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajjib
membayarkan :
a. Dividen;
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. Hadiah dan penghargaan;
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang;
Lanjutan...
2. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia,
kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri dipotong pajak 20% dari perkiraan penghasilan
neto.
3. Atas penghasilan dari penjualan / pengalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% dari
perkiraan penghasilan neto.
4. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
5. Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(2a), dan ayat (4) bersifat final, kecuali :
Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf b dan huruf c; dan
Pemotongan atas penghasilan yang diterima / diperoleh orang pribadi /
badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap.
Audit Atas PPh Pasal 22

Pasal 22: Menteri Keuangan dapat menetapkan :


1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak
yang melakukan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lain, dan;
3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli
atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Besarnya pungutan yang diterapkan untuk Wajib Pajak yang


tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif pajak yang
diterapkan pada Wajib Pajak yang memiliki NPWP. PPh pasal 22
yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu
sebagai pemungut pajak, penyetorannya paling lama tanggal 10
bulan berikutnya dan pelaporannya paling lama 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.
Audit Atas PPh Pasal 23

Pasal 23: Atas penghasilan tersebut dibawah ini, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan :
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
a. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
b. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
c. Royalty; dan
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf e;
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta yang telah dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2); dan
Lanjutan...

Untuk menghindari terjadinya perbedaan antara objek pajak


pada SPT masa PPh 23 dengan biaya-biaya yang menjadi objek
pajak pemotongan PPh 23, perusahaan harus melakukan
penyetaraan antara biaya-biaya objek pemotongan PPh 23 yang
dibuat dalam rekening tersendiri, dengan objek pajak pada SPT
masa PPh 23. Jika masih terdapat perbedaan , sebelum SPT masa
dilaporkan harus dicari penyebabnya. Apakah pemotongan pajak
dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses atau terdapat
pengakuan provisi biaya atau accrued expenses yang belum
menimbulkan kewajiban pemotongan pajak. Harus disiapkan data
dan penjelasan yang memadai jika perlu dilakukan perbaikan
sebelum SPT dilaporkan, untuk dilaporkan kepada petugas pajak
yang melakukan pemeriksaan.
Audit Atas PPh Pasal 25

Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang


harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu
dikurangi dengan:
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
AUDIT atas Perhitungan Akhir Tahun

Pasal 28
1. Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak
yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak
yang bersangkutan, berupa:
Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22;
Pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga,
royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar
negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24;
Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
Lanjutan...
2. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan yang berlaku tidak boleh dikreditkan
dengan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 29
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak
ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran
pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
Dasar perhitungan pajak terutang adalah laba yang
diperoleh perusahaan. Dalam menghitung pajak yang harus
dibayar, perusahaan harus memaksimalkan pengkreditan
yang bisa dilakukan terhadap pajak terutang. Auditor harus
memeriksa dengan teliti apakah seluruh pajak yang bisa
dikreditkan telah dikreditkan, dengan membandingkan
antara catatan uang muka pajak (selain PPN) dengan
AUDIT atas Kewajiban PPN

Kewajiban Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha


Kena Pajak (PKP) meliputi pemungutan, penyetoran, dan
pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan,
seperti yang diatur dalam pasal 3a dan pasal 4 UU No.42 Tahun
2009 tentang PPN.

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar


daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus
disetor oleh PKP. Wajib pajak harus menyetor PPN yang telah
dipungut (PPN Keluaran), setelah dikompensasikan dengan PPN
Masukan pada masa yang sama, paling lama 15 bulan berikutnya
dan harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir (pasal 2 dan pasal 7 PMK No.
80/PMK.03/2010). Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Masukan yang dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran,
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke
Masa Pajak Berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut
PAJAK PENGHASILAN

1. Tax Holiday Bagi Industri Pionir


2. Investment Allowance Untuk Penanaman Modal Bidang Usaha
Tertentu Dan/Atau Di Daerah Tertentu
3. Kawasan Ekonomi Khusus
4. Fasilitas Untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi
Terbarukan
5. Kemudahan Penghitungan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Usaha Dengan Peredaran Bruto Tertentu
6. Penurunan Tarif PPh Bagi Perseroan Terbuka
7. Pengurangan 50% Tarif PPh Bagi Wajib Pajak Badan
8. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 Dalam Tahun Berjalan
9. Pegurangan PPh Pasal 25 Dan/Atau Penundaan Pembayaran
PPh Pasal 29 Bagi Wajib Pajak Industri Tertentu
10.Bantuan, Sumbangan , dan Hibah Yang Dikecualikan Sebagai
Objek PPh

Lanjutan...

11.Bantuan/Santunan Yang Dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial Dikecualikan Dari Objek Pph
12. Zakat Dan Sumbangan Wajib Keagamaan Dikecualikan Dari Objek Pph
13. Sisa Lebih Badan/Lembaga Nirlaba Yang Dikecualikan Dari Objek PPH
14. Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek PPH
15. Penghasilan Tertentu Dana Pensiun Yang Dikeualikan Dari Objek Pph
16. Keuntungan Karena Pembebasan Utang Debitur Kecil Dikecualikan
Dari Objek Pajak
17. Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh
Dibebankan Sebagai
18. Penghapusan Piutang Yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih Yang
Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.
19. Zakat Dan Sumbangan Wajib Keagamaan Lainnya Sebagai
Pengurangan Penghasilan Bruto
20. Sumbangan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
21. Pemberian Natura Bagi Pegawai Yang Dapat Dibebankan Sebagai
Biaya
22. Biaya Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan Yang Boleh
Dibebankan Sebagai Biaya
23. Fasilitas Dalam Rangka Merger Atau Pemekaran Usaha
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (Orang Pribadi)

1. PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah bagi pejabat negara,


pns, anggota abri, dan para pensiunan
2. Pengenaan PPh pasal 21 dengan tarif yang lebih rendah dan
bersifat final
3. PPh pasal 21 pegawai harian, mingguan, dan pegawai tidak
tetap lainnya
4. Kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional
yang tidak wajib memotong PPh pasal 21 /26
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22/23/26

1. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Impor Dan


Kegiatan Lain
2. Pengecualian pengenaan pajak PPh pasal 26 ayat (4) (branch
profit tax)
3. Pengecualian pemotongan PPh atas bunga deposito dan
tabungan serta diskonto sertifikat bank indonesia
4. Pengecualian dari pemotongan PPh final atas bunga obligasi
5. Pengecualian Dari Pemotongan Dan/Atau Pemungutan PPh Oleh
Pihak Lain
6. Pengecualian Dari Pemotongan Dan/Atau Pemungutan PPh Bagi
Wajib Pajak Dengan Peredaran Bruto Tertentu.
Terima Kasih.

Anda mungkin juga menyukai