Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHALUAN

Latar Belakang
Pelaksanaan kewajiban perpajakan merupakan bagian dari strategi pengelolaan perusahaan.
Dengan diterapkannya system self assessment dalam perpajakan di Indonesia, Wajib Pajak
diberikan kepercayaan dalam menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang menjadi
kewajibannya sesuai dengan undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku

Sisi lain dari pengelolaan kewajiban pengelolaan kewajiban perpajakan selain ketaatan
terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, berhubungan dengan bagaimana perusahaan
meminimalkan pembayaran pajaknya. Kewajiban perpajakan perusahaan tidak dapat dikurangi,
karena terikat pada undang-undang dan aturan perpajakan. Namun, meminimalkan pengeluaran
perusahaan dalam memenuhi keseluruhan kewajiban perpajakan adalah merupakan inovasi positif
yang harus dilakukan dalam mengelola kewajiban perpajakan secara efektif dan efisien. Intinya,
bagaimana pemenuhna kewajiban perpajakan dilakukan dengan meminimalkan pengeluaran-
pengeluaran sumber daya keuangan tanpa melanggar ketentuan dan peraturan perpajakan.

Banyaknya kasus sengketa perpajakan, kerugian-kerugian yang terjadi karena denda dan
sanksi administrasi perpajakan adalah akibat kurang mampunya wajib pajak mengelola kewajiban
perpajakannya. Disamping itu hilangnta kesempatan untuk melakukan efisiensi pengeluaran
dengan meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar peraturan perpajakan, menyebabkan
hilangnya potensi ekonomi. Maka dari itu penilaian terhadap kemampuan perusahaan baik
terhadap ketaatan dalam pelaksanaan peraturan perpajakan maupun kemampuan untuk
meminimalkan pembayaran pajak dilakukan melalui Iaudit internal perpajakan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Istilah audit pajak lebih mewakili kepentingan fiskus dalam melakukan pemeriksaan terhadap
ketaatan wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya dan memaksimalkan penerimaan Negara
dari pajak yang harus diterima. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Audit perpajakan yang dibahas adalah audit yang dilakukan secara internal berkelanjutan, yang
menyatu dengan system pengendalian operasional perusahaan, menilai ketaatan pelaksanaan
aturan perpajakan dan teknik pengelolaan transaksi yang mampu meminimalkan pembayaran pajak
tanpa melanggar aturan-aturannya yang mencakup penilaian terhadap:
1. Kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan yang biasanya terintegrasi dengan
kebijakan operasional dan kebijakan akuntansinya
2. Aplikasi manajemen pajak yang mengelola transaksi perpajakan perusahaan , untuk
meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar ketentuan dan peraturan perpajakan
3. Pelaksanaan menyeluruh terhadap kewajiban perpajakan yang diatur UU dan peraturan
perpajakan lainnya yang secara umum menyangkut pemungutan/pemotongan ,
penghitungan , penyetoran, dan pelaporan pajak baik pajak penghasilan, pajak pertambahan
nilai maupun pajak pajak lainnya

Tujuan dan Manfaat


Tujuan audit perpajakan adalah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap
pengelolaan kewajiban perpajakan perusahaan yang meliputi penilaian terhadap:
1. Ketepatan kebijakan perpajakan dan kemampuannya dalam memberikan panduan untuk
pengelolaan kewajiban perpajakan yang efektif dan efisien
2. Kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajakan dari transaksi yang terjadi di
perusahaan tersebut
a. Memaksimalkan biaya fiscal dalam setiap pengeluaran perusahaan
b. Meminimalkan pendapatan fiscal dalam setiap penerimaan perusahaan
3. Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan peraturan perpajakan

2
a. Melakukan pemungutan/ pemotongan seluruh pajak yang harus dilakukan
b. Melakukan penghitungan pajak dengan benar
c. Menyetor dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu
Audit internal perpajakan lebih berfungsi sebagai pencegahan terhadap kegagalan perusahaan
dalam mengelola kewajiban perpajakannya yang seharusnya berjalan secara ekonomis, efisien dan
efektif

Ruang Lingkup
Keseluruhan aspek perpajakan perusahaan, baik dalam rangka meminimalkan pembayaran
pajak maupun ketaatan pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Dari aspek efisiensi pembayaran pajak audit melakukan penilaian terhadap kemampuan
perusahaan dalam:
1. Meminimalkan Taxable revenue
2. Memaksimalkan Deductible expense
Dari aspek ketaatan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, melakukan penilaian terhadap
ketaatan perusahaan dalam melakukan :
1. Pemungutan dan pemotongan pajak
2. Penghitungan pajak dengan benar
3. Penyetoran pajak tepat waktu
4. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu

Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak


Taxable revenue menyangkut strategi pengelolaan transaksi pendapatan agar tidak mengandung
dampak perpajakan baik final maupun tidak final maka pendapatan sebagai dasar pengenaan pajak
akan menjadi lebih kecil dan secara otomatis juga akan mengurangi pajak terutang. Penghasilan
yang bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat 3 UU Pajak Penghasilan :
1. Bantuan, Sumbangan, Hibah
2. Warisan
3. Harta
4. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
5. Pembayaran dari perusahaan kepada orang pribadi
6. Dividen
7. Iuran yang diterima dana pensiun yang disahkan Menteri Keuangan
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
3
10. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
12. Sisa lebih yang diterima badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan atau penelitian dan pengembangan
13. Bantuan atau santunan yang dibayar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Memaksimalkan Deductible Expense


Deductible expense menyangkut strategi pengelolaan transaksi dimana setiap beban yang terjadi
bisa diperhitungkan dalam penentuan besarnya pajak terutang. Intinya, bagaimana mengelola
transaksi beban, agar seluruh beban yang terjadi dapat diidentifikasi sebagai beban untuk
mendapatkan, menangih dan memelihara penghasilan seperti yang diatur dalam Pasal 6 UU Pajak
Penghasilan.
Efisiensi pengelolaan kewajiban perpajakan dari sisi beban, mengarahkan pengelolaan transaksi
beban untuk semaksimal mungkin menjadikan beban tersebut masuk ke dalam criteria beban fiscal
yang disebut non-deductible expense

Tax Review
Tax review dilakukan untuk menelaah dan menilai bagaimana kemampuan perusahaan dalam
memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya agar mampu memberikan gambaran yang
komprehensif. Berdasarkan Laporan Keuangan dan SPT (Masa dan/atau Tahunan) seorang tax
reviewer melakukan analisis untuk menentukan ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
perpajaknnya. Beberapa manfaat yang diperoleh wajib pajak dari pelaksanaan tax review adalah :
1. Menghindari sanksi perpajakan
2. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan
pada saat pemeriksaan
3. Menghindari kadaluarsa masa pengkreditan pajak masukan
4. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bida dikreditkan karena pajak masukan
tersebut tidak dapat di konfirmasikan oleh pemeriksa
5. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni tiga bulan setelah peneribitan
SKP
6. Mengusahakan persetujua pengurangan angsuran PPh Pasal 25
7. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak

4
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Hak Wajib Pajak
1. Wajib pajak dapat memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan
2. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah
disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis

Kewajiban Wajib Pajak


1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor
Direktorat Jenderal Pajak dan wajib pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
(Pasal 2 ayat 1)
2. Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak dan kegiatan usahanya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak (Pasal 2 ayat 2)
3. Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemeberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang
rupiah dan menandatanginya (Pasal 3 ayat 1)
4. Wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemeberitahuan dengan benar,
lengkap dan jelas dan menandatanganinya (Pasal 4 ayat 1)
5. Wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak ke kas Negara (Pasal 10 ayat 1)

Audit Atas PPh Pasal 21


Pasal 21 : pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri wajib dilakukan oleh :
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan , dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan oleh pegawai atau bukan pegawai
2. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran
lain sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan
3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa
5
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan
Penyetoran pajak PPh pasal 21 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dari waktu pemotongan
dan pelaporan SPT Masa PPh 21 paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
Memiliki rekening sendiri untuk menjadi sumber pemotongan dan pemungutan dari pajak dan
dibutuhkan saat pembuatan SPT PPh 21.
Untuk menghindari terjadinya kesalahan baik dalam perhitungan, pemotongan, penyetoran
maupun pelaporannya, internal audit perpajakan harus memastikan bahwa data-data karyawan
yang dihitung pajaknya adalah data yang terbarukan, penerapa tarif PTKP dan tarif pajaknya serta
pengisian SPT-nya akurat, penyetoran dan pelaporan pajaknya tidak terlambat

Audit atas PPh Pasal 26


Pasal 26: atas penghasilan tersebut dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia :
1. Dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto
2. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia dipotong pajak 20%
3. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham dipotong pajak sebesar 20%
4. Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak suatu bentuk usaha tetap di Indonesia,
dikenai pajak sebesar 20%
5. Pemotongan pajak bersifat final
Penyetoran PPh 26 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dari waktu pemotongan dan
melaporkannya paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. PPh 26 hanya dipotong dan
dipungut dari Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)

Audit atas PPh Pasal 22


Pasal 22 : Meneteri Keuangan menetapkan :
1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
3. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang
tergolong sangat mewah
6
4. Penyetoran PPh 22 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dan pelaporannya paling lama
20 hari setelah masa pajak berakhir.
5. Besarnya pungutan yang diterapkan pada Wajib Pajak yang tidak memilik NPWP lebih
tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP
6. Sebagai pemungut, Wajib pajak harus menyerahkan bukti pemungut kepada Wajib Pajak,
sebagai yang dipungut, wajib pajak harus mendapat bukti pemungutan

Audit atas PPh Pasal 23


Pasal 23: Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, Subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas:
a. Dividen
b. Bunga
c. Royalty
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik,manajemen, konstruksi, konsultan
3. Penyetoran PPh pasal 23 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dan pelaporannya paling
lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
Untuk menghindari terjadinya perbedaan antara objek pajak pada SPT Masa PPh 23 dengan
biaya-biaya yang menjadi objek pemotongan PPh 23, perusahaan harus melakukan penyertaan
antara biaya-biaya yang merupakan objek pemotongan PPh 23 yang seharusnya dibuat dalam
rekening-rekening tersendiri dengan objek pajak pada SPT masa PPh 23. Sebelum SPT masa
dilaporkan harus cari penyebabnya yang menimbulkan kewajiban pemotongan pajak

Audit atas PPh Pasal 25


1. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
2. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan
sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian
3. Besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak
7
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran
pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c. SPT Pajak Penghasilan tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan waktu penyampaian SPT Pajak Penghasilan
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Pajak Penghasilan
f. Terjadi perubahan keadaan usaha
5. Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
a. Wajib Pajak baru
b. Bank
c. Wajib pajak orang pribadi pengusaha dengan tariff paling tinggi 0,75% dari peredaran
bruto
6. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21
tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak
7. Penyetoran PPh 25 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya

Audit atas Perhitungan Pajak Akhir Tahun


Pasal 28 :
1. Bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak terutang dikurangi dengan
kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan
2. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan UU pajak
Pasal 29 :
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak,
maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan.
Dasar penghitungan pajak terutang adalah laba yang diperoleh perusahaan.
Untuk meminimalkan pembayaran pajak penghasilan badan, wajib pajak dapat melakukan
pengelolaan kewajiban perpajakan akhir tahun melalui :
1. Review dan Analisis Pajak terutang Akhir Tahun PPh Badan
2. Strategi Menghemat Pajak Penghasilan Akhir Tahun
3. Menghindari Pajak Lebih Bayar dan Rugi Fiskal
4. Melakukan ekualisasi PPh Badan dan PPN, dan langkah starategi lainnya

8
Audit atas Kewajiban PPN
Kewajiban wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) meliputi
pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan seperti yang diatur pada pasal 3a
dan pasal 4 UU No 42 Tahun 2009 tentang PPN
1. Pengusaha yang melakukan:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah Pabean
b. Impor Barang Kena Pajak
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
2. Pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean (Pasal 4 ayat (1) huruf d) dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean (Pasal 4 ayat (1) huruf e) wajib memungut, menyetor dan
melaporkan PPN yang terutang
4. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya
dikenai PPN

UU PPN mengecualikan dari pemungutan PPN atas penyerahan BKP/JKP berikut


1. Jenis barang yang tidak dikenai PPN
- Barang hasil pertambangan
- Uang,emas batangan dan surat berharga
- Barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat
- Makanan dan minuman yang disajikan hotel, restoran, rumah makan, warung
2. Jenis jasa yang tidak dikenai PPN
- Jasa pelayanan social
- Jasa asuransi
- Jasa keuangan
- Jasa kesenian dan hiburan, dll

9
Atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan sesuai dengan KMK No. 84/PMK.03/2012, Wajib
Pajak wajib menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 16D UU PPN )
2. Penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN)
3. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud (Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN)
4. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN)
5. Ekspor Jasa Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN)

Faktur pajak ini harus dibuat pada saat :


1. Saat penyerahan BKP dan/atau JKP
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
4. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut
PPN
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP. Penyetoran PPN yang telah dipungut
(PPN Keluaran), setelah dikompensasikan dengan PPN Masukan pada masa yang sama, paling
lama 15 bulan berikutnya dan harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada
Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasi ke Masa Pajak
berikutnya dan dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku
Memaksimalkan PPN masukan yang dapat dikreditkan adalah bagian dari strategi Wajib Pajak
untuk meminimalkan arus kas keluarnya untuk penyetoran PPN dan menunda penerbitan faktur
pajak terhadap penjualan yang belum diterima pembayarannya dengan menunda pengakuan
penjualan sampai akhir bulan berikutnya.

10
Kasus PT Jati Pulp and Papper (Perusahaan Ilustrasi)

Informasi Latar Belakang


PT. Jati Pulp and Papper (perusahaan ilustrasi) adalah perusahaan asal indonesia yang bergerak
dibidang pengolahan dan penjualan kertas yang menghasilkan hilirisasi produk berupa berbagai
macam produk olaha kertas (Buku, kertas karton,kertas HVS, A4 dan sebagainya) tidak hanya itu
PT. Jati Pulp and paper juga melakukan proses daur ulang limbah bubur kertas untuk di peroses
kembali menjadi berbagai produk.
Susunan Jabatan dari perusahaan ini adalah sebagai berikut :
Direktur Utama : Tn Sanjaya

Direktur Keuangan :Tn Chris

Direktur Produksi : Tn Leo

Direktur SDM : Tn Sam

PT Jati Pulp and Papper merupakan perusahaan yang taat dalam melaporkan pajaknya setiap
tahun dan jarang sekali mendapatkan sangsi perpajakan. Akan tetapi pada tanggal 15 November
2017 DJP melayangkan surat kepada PT. Jati Pulp and Papper yang menjelaskan indikasi
pelanggaran PPN sepanjang tahun 2017 yang tidak sesuai dengan KUP ( kitab Undang-undang
perpajakan) terkait faktur pajak pengeluan dan pemasukan yang mengakibatkan pajak PT. Jati Pulp
and Papper yang memiliki nomor NPWP 08.333.468.9-117-000 kurang bayar sebesar 500 juta.
Surat dari DJP terkait pajak PPN tahun 2017 kita yang kurang bayar sebesar 500 Juta rupiah,
padahal laporan keuangan menunjukan opini yang wajar dan Pajak yang kita bayarkan juga tidak
mengalami masalah termasuk PPH 21, 22,23,25 dan PPN.
Hasil inspeksi Direktur Utama menunjukan tidak ada yang salah dengan penjualan terkait
produk-produk yang perusahaan jual kerena telah menyertakan PPN dalam penjualannya, bahan
baku yang didatangkan juga telah sesuai prosedur, akan tetapi produk setengah jadi berupa kertas
karton menjadi produk yang menjadi perhatian pak sanjaya dikarenakan jumlah produksinya
paling banyak padahal alasan pembuatannya adalah sebagai pembungkus produk.

Tujuan dilakukannya Audit adalah untuk :

1. Apakah terjadi kesalahan padasaat pembuatan dan penguploadan faktur terkait penjualan
beberapa produk yang terlewat pada saat diperika direktur keuangan?
2. Apakah ada produk yang tidak dibuat fakturnya sehingga tidak tercatat ppnnya?
11
Audit dilatar belakangi oleh Hasil dari Hasil Inspeksi Direktur Utamayang menyimpulkan
bahwa tidak ada yang salah dengan penjualan terkait produk-produk yang perusahaan jual kerena
telah menyertakan PPN dalam penjualannya, bahan baku yang didatangkan juga telah sesuai
prosedur.

12
Kesimpulan Audit
Berdasarkan temuan (bukti) yang kami peroleh selama audit yang kami lakukan, kami dapat
menyimpulkan sebagai berikut.

Kondisi :

1. Perusahaan telah melakukan kewajiban yaitu membayar pajak kepada Negara. Namun pada
tahun 2017, pihak DJP melayangkan surat bahwa perusahaan kurang membayar pajak yaitu
senilai 500 juta rupiah.
2. Pajak yang disetor berdasarkan input dari pemfakturan setiap produk yang perusahaan buat.
Seluruh produk memiliki kode faktur masing-masing. Namun terdapat satu produk
setengah jadi yaitu karton yang belum memiliki kode faktur. Karton sendiri merupakan
produk setengah jadi perusahaan yang tergolong masih baru.
3. Setiap harinya, perusahaan mampu melakukan transaksi hingga 900 transaksi. Seluruh
pencatatan transaksi dan penginputan faktur di kerjakan oleh satu orang di bawah naungan
departemen keuangan.
4. Produk yang diproduksi oleh perusahaan diketahui terdiri dari kertas HVS, kertas A4, buku
tulis dan juga jenis Albatros dan lain-lain. Seluruh pencatatan dan pengkodean dari produk
tersebut hanya dilakukan oleh satu orang yang juga bertugas menginput faktur ke server
perusahaan dan server DJP.
5. Penjualan untuk produk setengah jadi yaitu karton diketahui tidak melalui pembuatan
faktur pengeluaran. Hal ini di anggap perusahaan karena kertas karton bukanlah produk
yang seyogyanya untuk dijual oleh perusahaan, namun berdasarkan permintaan. Sehingga
perusahaan menggolongkannya ke dalam pendapatan lain-lain. Namun pihak yang
membeli karton mencatat transaksi dan di upload ke server DJP, sehingga dapat
mengakibatkan perbedaan.

Kritertia

1. Pajak yang disetor oleh PT. Jati Pulp dan Paper dalah pajak panghasilan pasal 21, 22,23,25
dan PPN yang disetor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak yang berlaku.
2. Setiap transaki penjualan dan pembelian bahan baku perusahaan selalu melakukan
fakturisasi baik itu faktur penjualan dan faktur pembelian yang kemudian diupload ke
server DJP, setiap produk PT. Jati Pulp and Papper dikelompokan kedalam beberapa jenis
sesuai dengan jenis produk dan harga produk dengan kode produk.

13
3. Proses fakturisasi seyogyanya adalah tugas yang dinaungi oleh direktur keuangan
perusahaan. Dan untuk mencegah kesalahan dalam pencatatan, prosesp pengkodean
masing-masing produk seyogyanya di kerjakan oleh orang yang berbeda.
4. Setiap produk yang diproduksi oleh perusahaan haruslah memiliki kode fakturnya masing-
masing.

Penyebab

1. Tidak adanya kode faktur untuk salah satu produk setengah jadi yaitu kertas karton, dimana
produk ini merupakan produk baru yang baru dibuat untuk mengurangi biaya pembelian
bungkus karton dan hanya dijual ketika ada pesanan.
2. Tidak adanya kode faktur untuk produk setengah jadi yaitu karton mengakibatkan produk
ini pengeluarannya tidak dicantumkan ada server DJP.
3. Volume transaksi setiap harinya yang begitu tinggi dan pemfakturan untuk berbagai jenis
produk yang diproduksi perusahaan hanya dikerjakan oleh satu orang yang berada di
bawah departemen keuangan.
4. Penjualan produk setengah jadi yaitu karton dimana produk ini belum memiliki kode faktur
sehingga penjualan ini akan dimasukkan ke penjualan lain-lain. Namun penjualan karton
ini tergolong cukup konstan dan para pembeli mengupload pembelian ini ke server DJP
sehingga akan menimbulkan mismatch antara pembeli dan penjual yang rentan akan
pemeriksaan pajak oleh DJP.

Akibat

1. Penjualan produk ini yang seyogyanya tidak memiliki kode faktur tidak di upload ke server
DJP.
2. Seluruh produk yang dijual seharusnya memiliki kode faktur sehingga pengeluaran dari
produk ini akan tercantum ke dalam server DJP.
3. Terjadi banyak kelalaian dalam proses pemfakturan dan juga pemberian kode yang
mengakibatkan kesalahan yang berujung ke kesalahan upload ke server DJP.
4. Terjadi mismatch antara laporan pembeli dan penjual yang mengindikasikan kecurangan
oleh salah satu pihak yang tentunya akan merugikan karena akan mengakibatkan audit
perpajakan oleh DJP.

Pejabat yang bertanggungjawab :

1. Manajer Keuangan.

14
Daftar ringkasan temuan audit

No. Kondisi Kriteria Penyebab Akibat


1 Perusahaan telah Pajak yang disetor oleh PT. Tidak adanya kode Penjualan produk
melakukan Jati Pulp dan papper dalah faktur untuk salah ini yang
kewajiban yaitu pajak panghasilan pasal 21, satu produk seyogyanya tidak
membayar pajak 22,23,25 dan PPN yang setengah jadi yaitu memiliki kode
kepada Negara. disetor sesuai dengan kertas karton, faktur tidak di
Namun pada tahun ketentuan perundang- dimana produk ini upload ke server
2017, pihak DJP undangan pajak yang merupakan produk DJP.
melayangkan surat berlaku. baru yang baru
bahwa perusahaan dibuat untuk
kurang membayar mengurangi biaya
pajak yaitu senilai pembelian bungkus
500 juta rupiah. karton dan hanya
dijual ketika ada
pesanan.

2. Pajak yang disetor Setiap transaki penjualan Tidak adanya kode Seluruh produk
berdasarkan input dan pembelian bahan baku faktur untuk produk yang dijual
dari pemfakturan perusahaan selalu setengah jadi yaitu seharusnya
setiap produk yang melakukan fakturisasi baik karton memiliki kode
perusahaan buat. itu faktur penjualan dan mengakibatkan faktur sehingga
Seluruh produk faktur pembelian yang produk ini pengeluaran dari
memiliki kode kemudian diupload ke pengeluarannya produk ini akan
faktur masing- server DJP, setiap produk tidak dicantumkan tercantum ke
masing. Namun PT. Jati Pulp and Papper ada server DJP. dalam server DJP.
terdapat satu produk dikelompokan kedalam
setengah jadi yaitu beberapa jenis sesuai
karton yang belum dengan jenis produk dan
memiliki kode harga produk dengan kode
faktur. Karton produk.
sendiri merupakan
produk setengah
jadi perusahaan

15
yang tergolong
masih baru.

3. 1. Setiap Proses fakturisasi Volume transaksi Terjadi banyak


harinya, seyogyanya adalah tugas setiap harinya yang kelalaian dalam
perusahaan yang dinaungi oleh direktur begitu tinggi dan proses
mampu keuangan perusahaan. Dan pemfakturan untuk pemfakturan dan
melakukan untuk mencegah kesalahan berbagai jenis juga pemberian
transaksi dalam pencatatan, prosesp produk yang kode yang
hingga 900 pengkodean masing-masing diproduksi mengakibatkan
transaksi. produk seyogyanya di perusahaan hanya kesalahan yang
Seluruh kerjakan oleh orang yang dikerjakan oleh berujung ke
pencatatan berbeda. satu orang yang kesalahan upload
transaksi berada di bawah ke server DJP.
dan departemen
penginputan keuangan.
faktur di
kerjakan
oleh satu
orang di
bawah
naungan
departemen
keuangan.
2. Produk yang
diproduksi
oleh
perusahaan
diketahui
terdiri dari
kertas HVS,
kertas A4,
buku tulis
dan juga
jenis

16
Albatros dan
lain-lain.
Seluruh
pencatatan
dan
pengkodean
dari produk
tersebut
hanya
dilakukan
oleh satu
orang yang
juga
bertugas
menginput
faktur ke
server
perusahaan
dan server
DJP.

4. Penjualan untuk Setiap produk yang Penjualan produk Terjadi mismatch


produk setengah diproduksi oleh perusahaan setengah jadi yaitu antara laporan
jadi yaitu karton haruslah memiliki kode karton dimana pembeli dan
diketahui tidak fakturnya masing-masing. produk ini belum penjual yang
melalui pembuatan memiliki kode mengindikasikan
faktur pengeluaran. faktur sehingga kecurangan oleh
Hal ini di anggap penjualan ini akan salah satu pihak
perusahaan karena dimasukkan ke yang tentunya akan
kertas karton penjualan lain-lain. merugikan karena
bukanlah produk Namun penjualan akan
yang seyogyanya karton ini tergolong mengakibatkan
untuk dijual oleh cukup konstan dan audit perpajakan
perusahaan, namun para pembeli oleh DJP.

17
berdasarkan mengupload
permintaan. pembelian ini ke
Sehingga server DJP
perusahaan sehingga akan
menggolongkannya menimbulkan
ke dalam mismatch antara
pendapatan lain- pembeli dan
lain. Namun pihak penjual yang rentan
yang membeli akan pemeriksaan
karton mencatat pajak oleh DJP.
transaksi dan di
upload ke server
DJP, sehingga dapat
mengakibatkan
perbedaan.

18
Rekomendasi
Hasil audit yang dilakukan menemukan beberapa kelemahan yang harus menjadi perhatian
manajemen di masa yang akan datang. Kelemahan ini dapat dikelompokkan menjadi :

1. Tidak adanya pencantuman nomor faktur terhadap barang setengah jadi walaupun barang
tersebut telah diperjualbelikan oleh perusahaan PT. Jati Pulp and Paper, sehingga data yang
berhubungan dengan transaksi terhadap barang setengah jadi tidak dapat di upload ke
server DJP
2. Kurangnya personil dari perusahaan pada bagian pemfakturan produk yang menyebabkan
terjadinya kelalaian dalam proses pemfakturan dan pemberian kode sehingga ada kesalahan
dalam mengupload data ke server
3. Penetapan penjualan barang setengah jadi menjadi penjualan lain-lain dalam laporan
keuangan PT. Jati Pulp and Paper menyebabkan adanya mismatch data antara laporan
penjual dan pembeli sehingga akan menyebabkan terjadinya audit perpajakan oleh DJP

Atas keseluruhan kelemahan yang terjadi, maka diberikan rekomendasi sebagai koreksi atau
langkah perbaikan yang dapat diambil oleh manajemen untuk memperbaiki kelemahan tersebut.

Rekomendasi :

1. Perusahaan harus menambah jumlah personil pada bagian pemfakturan karena tingginya
volume transaksi yang terjadu setiap harinya
2. Perusahaan harus memfakturkan transaksi barang setengah jadi agar data penjualan barang
setengah jadi dapat diupload ke server DJP

Dalam melakukan perbaikan terhadap suatu kelemahan yang ada, manajemen memiliki
kewenangan dalam menetapkan keputusan. Namun, apabila kelemahan tersebut tidak segera
diatasi, kami mengkhawatirkan bahwa kelemahan – kelemahan tersebut akan semakin merugikan
perusahaan dan akan menyebabkan penjualan dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan
menjadi tidak maksimal.

19
Ruang Lingkup Audit
Sesuai dengan penugasan yang telah kami terima, audit yang kami lakukan hanya meliputi
masalah “Kekurangan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sebesar 500 Juta Rupiah”
untuk periode 2018/2019. Audit kami lakukan mencakup penilaian terhadap Manajemen Keuangan
dalam hal penetapan nomor faktur dan penghitungan pajaknya.

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi dan tujuan pemeriksaan pajak secara keseluruhan adalah supaya Wajib Pajak
melaporkan kegiatan usahanya dengan benar. Benar karena Wajib Pajak melaporkan kegiatan
usahanya sesuai keadaan sebenarnya. Tidak ada yang ditutupi, tidak ada yang disembunyikan dan
terbuka. Benar karena Wajib Pajak telah menghitung pajak terutang sesuai dengan peraturan
perundang- undangan perpajakan yang berlaku.
Ada banyak ketentuan dalam melakukan pemeriksaan pajak, secara garis besar diantaranya yaitu :
a) Ruang Lingkup pemeriksaan
b) Kriteria Pemeriksaan
c) Jenis Pemeriksaan
d) Jangka Waktu Pemeriksaan
e) Jangka Waktu RestitusiPajak
f) Penyelesaian Pemeriksaan
g) Pertemuan dengan Wajib Pajak
h) Peminjaman Dokumen dan Penyegelan
i) Permintaan Keterangan
j) SPHP dan Closing Conference
Setiap dilakukan pemeriksaan pajak oleh kantor pajak, Wajib pajak mempunyai kewajiban dan
haknya yang telah ditentukan oleh perundang –undangan.

21
Daftar Pustaka

22

Anda mungkin juga menyukai