Restrukturisasi
Restrukturisasi, juga disebut pengurangan (downsizing), rightsizing, atau
penghilangan lapisan (delayering), adalah mengurangi ukuran perusahaan dalam artian
jumlah karyawan, jumlah divisi atau unit, dan tingkat hierarki dalam struktur organisasi
perusahaan. Pengurangan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Restrukturisasi berpihak pada kepentingan pemegang saham daripada kepentingan karyawan.
Beberapa perusahaan melakukan restrukturisasi setelah melakukan benchmarking.
Benchmarking merupakan cara untuk membandingkan perusahaan dengan perusahaan terbaik
yang ada pada industri dalam kriteria kerja yang luas. Beberapa rasio benchmarking yang
biasanya dipakai untuk melakukan restrukturisasi antara lain: perbandingan-volume-
penjualan (headcount-to-sales-volume), atau staf-perusahaan-dengan-karyawan-
operasional (corporate-staff-to-operating-employees), atau bentuk lingkup kendali (span-
of-control).
Manfaat utama dari restrukturisasi adalah pengurangan biaya. Ia dapat menyelamatkan
perusahaan dari persaingan global dan keruntuhan. Selain itu, ia juga memiliki beberapa
kelemahan, antara lain adalah mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi yang
mengiringi ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan dan pemecatan
karyawan yang sesungguhnya, serta banyak orang yang tidak berambisi menjadi manajer dan
banyak manajer yang mencoba keluar dari jalur manajemen.
Strategi penggajian yang tepat untuk karyawan dan manajerial dibutuhkan untuk
memungkinkan terjadinya perpindahan jangka pendek dalam persaingan yang dapat
mendorong usaha untuk meraih tujuan jangka panjang. Ragam pilihan untuk membuat orang,
departemen, dan divisi agar secara aktif mendukung aktivitas implementasi strategi dalam
organisasi hampir bisa dikatakan tak terbatas.
Beberapa kriteria yang sering digunakan untuk mengaitkan kinerja dengan strategi
penggajian adalah:
Pembagian keuntungan (profit sharing), adalah bentuk insentif kompensasi yang
banyak digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Namun, terdapat kritik yang
menekankan pada banyaknya faktor yang memengaruhi keuntungan untuk bisa menjadi
criteria yang baik, seperti pajak, perumusan harga, atau suatu akuisisi yang bisa
menggerogoti keuntungan. Selain itu, perusahaan berusaha meminimalkan keuntungan
untuk mengurangi pajak.
Pembagian gain (gain sharing), menuntut karyawan atau departemen untuk membuat
target kinerja; jika hasil aktual melebihi target, maka semua anggota memperoleh bonus.
Kriteria seperti penjualan, keuntungan, produksi, efesiensi, kualitas, dan keamanan, dapat
juga digunakan sebagai basis untuk sebuah sistem bonus (bonus system) yang efektif
untuk memotivasi individu guna mendukung usaha implementasi strategi. Selain itu,
sistem bonus ganda juga dapat dilakukan dengan kombinasi strategi penghargaan insentif
seperti kenaikan gaji, pemberian saham, imbalan yang memadai, promosi, pujian,
pengakuan, kritik, ketakutan, peningkatan otonomi kerja, dan penghargaan.
Lima pertanyaan yang biasa digunakan untuk mengetahui apakah rencana penggajian-
kinerja akan memberi manfaat bagi perusahaan, yaitu:
1) Apakah rencana tersebut memperoleh perhatian?
2) Apakah karyawan paham akan rencana tersebut?
3) Apakah rencana tersebut meningkatkan komunikasi?
4) Apakah rencana tersebut benar-benar akan dibayar jika target telah tercapai?
5) Apakah perusahaan atau unitnya berkinerja lebih baik?
Bagian terpenting dalam proses implementasi strategi berada pada bagian produksi.
Kemampuan, keterbatasan, dan kebijakan produksi/operasi dapat secara signifikan
meningkatkan kemampuan pencapaian tujuan. Keputusan yang berhubungan dengan
produksi seperti ukuran pabrik, lokasi pabrik, desain produk, pemilihan peralatan, spesialisasi
pekerjaan, pelatihan karyawan, penggunaan peralatan dan sumber daya, inovasi teknologi,
dan sebagainya dapat memberikan dampak terhadap kesuksesan maupun kegagalan dari
usaha implementasi strategi.
Pendekatan produksi Just-in-Time (JIT) telah berhasil mengatasi ujian waktu. JIT secara
signifikan akan mengurangi biaya yyang diperlukan untuk implementasi strategi. Dengan JIT,
suku cadang dan material dikirimkan ke tempat produksi saat mereka dibutuhkan, bukannya
dikumpulkan sebagai cadangan untuk pengiriman selanjutnya.
Praktik manajemen yang sering dilakukan yaitu pelatihan silang (cross-training) atau
lintas divisi bagi karyawan. Hal ini dapat memfasilitasi implementasi strategi dan
mendapatkan banyak manfaat. Karyawan memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap
bisnis secara keseluruhan dan menyumbangkan ide-ide yang lebih baik dalam sesi
perencanaan. Namun, manajer produksi/operasi perlu menyadari bahwa pelatihan silang ini
dapat menimbulkan masalah yang berhubungan dengan isu-isu berikut ini, yaitu:
1) ia memaksa manajer untuk memiliki peran yang lebih menekankan pada bimbingan dan
pelatihan daripada peran mengarahkan dan mendorong;
2) ia memerlukan investasi yang substansial, dalam pelatihan dan insentif;
3) ia mungkin membutuhkan waktu yang lama;
4) pekerja ahli mungkin tidak menyukai pekerja yang tidak memiliki keahlian;
5) karyawan yang lebih tua mungkin tidak ingin mempelajari keahlian baru.
Proses memperkuat manajer dan karyawan melalui keterlibatan mereka dalam aktivitas
manajemen strategis akan bermanfaat besar ketika semua anggota organisasi memahami
dengan jelas bagaimana memperoleh manfaat pribadi jika perusahaan berjalan dengan baik.
Menghubungkan antara manfaat yang diperoleh perusahaan dengan manfaat yang diperoleh
pribadi adalah tanggung jawab strategis yang baru bagi manajer sumber daya manusia.
Tanngung jawab manajer sumber daya manusia yang lain mencakup membuat dan mengatur
program kepemilikan saham oleh karyawan (employee stock ownership plan–ESOP),
membuat kebijakan yang efektif mengenai perawatan anak, dan menyediakan kepemimpinan
bagi manajer dan karyawan melalui cara yang memungkinkan mereka menyeimbangkan
kehidupan rumah tangga dan pekerjaan.
Sistem manajemen strategis yang didesain dengan baik bisa saja gagal apabila tidak ada
cukup perhatian yang diberikan pada dimensi sumber daya manusia. Masalah sumber daya
manusia yang timbul ketika strategi diterapkan oleh perusahaan biasanya disebabkan oleh
salah satu dari tiga penyebab berikut: (1) gangguan pada struktur sosial dan politik, (2)
kegagalan untuk mencocokkan kemampuan individu dengan tugas implementasi, dan (3)
dukungan manajemen tingkat atas yang tidak memadai dalam aktivitas implementasi strategi.
Metode terbaik untuk menyelesaikan mencegah dan mengatasi masalah sumber daya
manusia dalam manajemen strategis adalah secara aktif melibatkan sebanyak mungkin
manajer dan karyawan dalam proses ini. Potensi sebenarnya dari perumusan dan
implementasi strategi tergantung pada orang yang melaksanakannya.